Hari ini lengkap sudah deritanya.
Tadi pagi mobilnya mogok, tidak ada seorangpun yang bisa diandalkan untuk datang membantunya selain tukang bengkel hingga akhirnya memilih naik taksi, maag-nya kambuh karena belum makan, kemeja putihnya sudah bercorak saat ini yang bisa aja dia cuci tapi itu malah akan membuat warnanya amburadul jadi terpaksa dia pakai dan akan membuangnya saat berada di apartemen dan sekarang saat pulang, hujan turun dengan derasnya. Sekolah sudah sepi sejak setengah jam yang lalu, Naura memilih berdiri sendirian di gerbang menunggu Fransiska yang akan menjemputnya, di bawah lindungan payung yang dipinjamkan Karen yang motifnya spongebob. Luar biasa sekali Naura meniup poninya. "Apes banget hari ini." Naura memeluk tubuhnya sendiri, memperhatikan sekelilingnya dan hujan seakan mengaburkan pemandangan apapun yang ada di depannya. Saat melihat kemejanya, di mana ada dua corak telapak tangan yang letaknya pas banget di masing-masing bagian dadanya membuat Naura tambah kesal. "Cuma satu anak itu aja bikin gue kesel kayak gini," gerutunya. "Rese memang!" "Bu Guluuuu." "Astaga!" Naura loncat ke samping saat melihat Keylan yang rambut dan bajunya basah memegang ujung kemejanya, ikut bernaung di bawah payungnya. "Eh, biar anak-anak harus punya sopan santun ya." Naura mencoba melepaskan paksa kemejanya yang digenggam Keylan. "Kamu bukannya nunggu jemputan di dalam ya? Kenapa keluar?" "Bosan." Keylan memperlihatkan deretan giginya. "Mau sama Bu Gulu Naula aja." "Ibu bukan ojek payung. Enak aja!!" Naura mencoba melepasnya tapi Keylan menggeleng dan semakin menarik bajunya. "Kamu ini maunya apa sih?" "Nemenin Bu Gulu." "Ibu gak perlu ditemanin. Mending masuk sana!" Keylan menggelengkan kepalanya kencang. "Nda mau." "Ih kepala batu." Naura menarik telinga Keylan supaya mau melepasnya tapi anak itu tetap saja menggelengkan kepalanya. "Lepasin!!" "Key bosan di dalam. Jangan ditalik dong telinganya Key Bu." "Ya memangnya Ibu pikirin kamu bosan atau gak. Kalau gak mau ditarik telinganya makanya dilepas dong!!" Naura menarik telinga yang satunya tapi Keylan keukeh tetap bertahan. "Ekhheemm." Naura dan Keylan menoleh saat mendengar dehaman itu, melotot melihat siapa yang berdiri tidak jauh di depannya dan ternganga. Sial! Seharusnya ya, Naura tadi jalan kaki saja cari tempat yang agak jauhan dikit agar dia tidak bertemu dengan laki-laki itu. Naura merasakan jantungnya bergemuruh, menggenggam erat payungnya dan mengatupkan bibir rapat-rapat. Siap menerima semua omongan pedas laki-laki itu yang mengatainya tidak bertanggungjawaab. Hari ini benar-benar apes buat Naura. Laki-laki itu berdiri dengan satu tangan memegang payung dan tangan yang satunya masuk ke dalam saku coat hitamnya. Kemejanya yang berwarna merah menempel pas ditubuhnya yang padat berisi, dilengkapi kaca mata hitam yang menghiasi wajahnya tapi sama sekali tidak ada senyuman di sana. Ekspresinya sama seperti malam itu, sedatar triplek tapi Naura tahu kalau tatapan laki-laki itu menancap pada wajahnya. Meski untuk sesaat Naura lupa bagaimana caranya bernapas karena dia seakan melihat model terkenal yang nyasar entah dari mana. "Pappii," pekik Keylan, melepaskan kemejanya dan menerobos hujan berlari untuk memeluk laki-laki itu yang merentangkan tangannya. Beginikah penampilan seorang hot daddy? Laki-laki itu menggendong Keylan hanya di satu tangan, mencium pipi kanan dan kirinya dengan gamas hingga menciptakan sebentuk senyuman di sana yang membuat Naura terpana melihatnya sampai dia menoleh ke arahnya dan senyuman itu lenyap dari wajahnya. Mampus!! “Tumben nggak melarikan diri?” sindirnya. Naura tidak bisa berkata-kata, malah Keylan yang menjawab seraya melepaskan kaca mata Papinya membuat Naura hampir aja pingsan. Ketampanannya bikin ambyar. Malam itu sepertinya dia tidak bisa melihat dengan benar ketampanan yang menyilaukan di depannya meski hari sedang gelap dan berhujan. Setelah itu dia salah fokus melihat bibir laki-laki yang malam itu menempel di bibirnya. Naura seketika merasakan wajahnya memerah,malu. "Bu Gulu bau Key,Pi." "Bau?" Laki-laki itu menoleh ke anaknya. "Ba-lu." Keylan mencoba mengoreksi. "Oh baru. Papi kirain bu guru bau." Sialan!! Harum gini kok dibilang bau. Naura mundur selangkah saat laki-laki itu maju mendekat, berhenti tidak jauh di depannya. Tatapan matanya menyusuri dari payung spongebobnya, turun ke bajunya yang bercorak yang langsung dia tutupin dengan tangan terus sampai ke bawah kemudian naik lagi ke atas. "Pantas saja saat itu kamu ada di sini.” Laki-laki itu melihat ke arah parkiran seperti mencari sesuatu. “Mobilmu, kamu dorong pakai apa?” "Pakai tenaga dalam," ucap Naura asal, berusaha tidak panik. Tatapan laki-laki itu malah menghunus tajam, bergerak maju lagi sementara Keylan diam memeluk leher Papinya dan memperhatikan mereka bergantian. Oh sial! “Kamu nggak amnesiakan tentang kejadian malam itu?” “Tidak. Hmm, aku mungkin memang salah—” “Kamu berteriak ke penolongmu lalu melarikan diri dan tidak bertanggungjawab,”sela laki-laki itu. Naura menggerang dalam hati,”Iya benar. Kamu benar sekali. Kalau begitu di sini aku akan—” “Ssstt.” Naura mingkem, bibir laki-laki itu terlihat sangat seksi. “Kalau mau bertanggungjawab lakukan yang benar. Aku akan menagihnya nanti.” Sial! "Dan satu lagi, aku tidak mau lagi melihat kamu menarik telinga anakku seperti tadi atau—" Naura mengerjapkan mata mendengar nada peringatan laki-laki itu lalu seperti tersadar, dia balik nyolot. "Anakmu ini yang kebanyakan tingkah!" Laki-laki itu memincingkan mata, "Atau kamu akan bertemu denganku di pengadilan dalam kasus kekerasan anak. Sebagai pengacara, aku bisa dengan mudah menuntutmu saat ini juga." Naura mengatupkan bibirnya. "Camkan itu!" Apes!! Naura memalingkan wajahnya ke samping. "Ayo kita ajak pulang Bu gulu Naula, Pi," ucap Keylan. "Gak usah sayang. Bu gurunya masih mau berdiri jadi patung di sini." Naura melotot mendengarnya, mengalihkan tatapannya lagi saat laki-laki itu kembali melihatnya. "Ingat itu baik-baik!!" Lalu dia berbalik membuat Naura langsung menghela napasnya tapi hanya sesaat karena laki-laki itu kembali berbalik dengan senyuman miring minta ditabok bolak-balik. "Lain kali kalau pakai kemeja putih itu dilapisi dalaman. Biar gak muncul warna warni selain cap tangan yang ada di sana." Naura mendelik, laki-laki itu tersenyum mengejek kemudian berbalik pergi meninggalkan Naura yang langsung melihat kemejanya dan melotot saat menyadari kalau branya yang berwarna biru tercetak jelas di sana. "Arrrrrgghhhh!' pekiknya ditengah guyuran hujan yang semakin menderas. “Apes banget gue!” Naura gak tahu ini pertanda apa tapi hari ini dia benar-benar ketiban sial. Mobil laki-laki itu sudah berlalu pergi, Naura menggerutu lebih panjang saat Siska belum juga datang untuk menjemputnya. Naura bergerak mendekati tepian jalan sambil celingukan dan mendesah keras, saat akan berbalik ke tempatnya tadi, sebuah mobil melaju kencang dan— Byuuuurrr! Naura tenganga, merasakan punggungnya basah akibat cipratan yang diakibatkan mobil gila tadi. “Ya Tuhan,” desahnya. Naura mengacak rambutnya kesal sampai suara tawa membahana itu membuatnya berbalik dan melihat Siska yang tertawa terbahak di sana. Ini benar-benar hari tersial dalam hidupnya meski tadi dia sempat mendapat sedikit keberuntungan bisa melihat lelaki yang tampan meski wajahnya begitu lempeng. ***Setelah diancam akan digeret ke pengadilan sama hot daddy yang ganteng itu, Naura stress. "Elo kalau stress mengerikan!!" Di sampingnya, Siska begidik seraya menunjuk lima paperbag dengan ukiran nama merek butik terkenal yang Naura letakkan di atas kursi. Malam ini, Naura menggeret paksa Siska menemaninya ke mall untuk menghilangkan rasa stress dan penat setelah seharian mengalami kesialan. "Ya inilah gue." Naura menggidikkan bahu, duduk menyandar di kursi salah satu restoran di dalam mall yang malam ini cukup ramai. Steak di piringnya masih sisa setengah berbeda dengan Siska yang sudah menghabiskan spaghetti-nya dan sedang menyantap es krim coklat bertabur kacang almond. "Memangnya elo gimana?" "Gym—" Siska menyendok es krim di mangkuknya. "Yoga dan sebagainya." "Ah kalau itu sih memang keharusan. Gue selalu rutin olahraga." "Elo ngilangin stress ngabisin duit berjuta-juta." Siska menggelengkan kepala, Naura hanya nyengir. "Jadi sebenarnya elo stress karena bertemu dengan lak
Gara-gara laki-laki itu juga, Naura sampai gak bisa tidur dan paginya malah bangun kesiangan dan buru-buru berangkat ke sekolah sampai tidak sempat sarapan. Padahal dia tahu akibatnya jika tidak sarapan bagi tubuhnya.Di sekolah, dia jadi gampang marah. Entah sudah berapa banyak anak-anak yang dia omeli padahal mereka melakukan kesalahan yang tidak perlu dipermasalahkan. Bahkan Keylan sudah dia marahi habis-habisan karena tidak mau menurut.Setelah semua anak-anak sudah pulang, Naura keluar dari ruangan kelas setelah membersihkan beberapa barang yang tercecer. Dia sudah membayangkan makan rawon iga yang enak banget hingga membuatnya buru-buru keluar dari sana.Saat berada di depan pintu di mana sepatunya berada, Naura terdiam sesaat dan menyimpitkan mata. Ada yang bergerak-gerak di sana. Naura mengedarkan pandangan melihat suasana sekolah yang sepi lalu kembali memperhatikan apa yang ada di dalam sepatunya. Naura mengaitkan rambut panjangnya ke telinga, merunduk seraya mengulurkan ta
“Arjuna Ivander.” Naura mengulang nama itu di kepalanya. Namanya aja udah macho banget meski terkesan sangat Indonesia tapi cocok untuk hot daddy yang satu itu. Bertanya-tanya dalam hati apa wanita berdandanan menor yang dilihatnya kemarin malam di restoran itu adalah Srikandinya. "Iya." Karen menyendok rawon iganya ke dalam mulut sebelum melanjutkan. "Pak Arjuna yang gendong kamu ke klinik. Dia panik banget tadi." "Bohong!!" bantah Naura dengan lantang. Mana mungkin lelaki straight face begitu panik. Kalau tertawa mengejek sih lebih masuk akal. Karen berdecak, menggigit iga lepas dari tulangnya dan mengunyahnya. "Terserah kalau gak percaya." "Aku gak percaya." Karen menggidikkan bahu, terus mengunyah sementara Naura bahkan belum menyentuh iga rawon yang sangat diidamkannya dari tadi pagi karena sibuk memikirkan nasibnya yang hari ini memalukan. Lebih tepatnya, sangat-sangat-sangat-sangat memalukan. Naura bersyukur ketika terbangun dari pingsannya, lelaki dengan ekspresi sedat
"Bu Naula—" "Apa?!" jawab Naura sambil melotot. Keylan merengut seraya mengulurkan kotak bekalnya. "Ini buat Ibu Gulu." "Kenapa buat Ibu?" Naura sempat kaget saat tiba-tiba Keylan datang dan memberikan bekalnya yang biasa dia bawa di kotak makan motif spiderman itu padahal masih terlalu pagi. Biasanya Keylan akan datang kalau sudah mendekati jam masuk sekolah. "Supaya Bu Gulu enggak pingsan lagi sepelti kemalin." Naura mendorong balik bekal itu. "Gak usah, Ibu sudah sarapan." Keylan menarik bekal itu dengan wajah sedih. Naura berdecak. "Nanti kalau Ibu yang makan, kamu bisa pingsan." Keylan menggelengkan kepala, menyodorkan lagi bekalnya. "Kata Papi jadi anak lelaki itu halus kuat, halus mendahulukan pelempuan." Naura menaikkan alis mendengarnya, anak sekecil ini sudah diajarin menjadi seorang gantleman. “Kalau gak mau semua ya udah sepaluhnya aja.” "Nanti Ibu yang dimarahin sama Papimu." Naura berdiri dari duduknya setelah membereskan buku bergambar juga crayon yang
"Aku rasa itu bukan urusanmu." "Oh, itu secara tidak langsung juga urusanku karena anakku ada di dalam kelas yang diajar oleh guru tidak kompeten sepertimu. Sebagai orang tua yang sangat mencintai anak mereka, wajar saja kalau aku khawatir dengan keselamatannya. Bisa saja tiba-tiba di saat kamu sedang stress dan cenderung melakukan hal membahayakan—" "Aku bukan psikopat!” Teriak Naura kesal, menghentikan serbuan kata-kata Arjuna yang langsung terdiam. "Kamu jadi laki cerewet banget ya ngalahin ibu-ibu kompleks. Wanita mana coba yang tahan sama kamu!!" Naura mengetukkan kepalanya dengan tangan. "Ah ya lupa, istrimu pastinya. Sepertinya dia wanita yang extra sabar ya. Apa wanita berdandanan menor malam itu?" Naura mengedarkan pandangan ke sekitar area rumah tapi keadaanya sepi sekali. Bahkan pembantu juga tidak ada nampak. "Wah, apa tanggapannya kalau dia tahu kamu membawa wanita ke dapur rumahmu." Naura mencibir sementara Arjuna hanya diam, nampak tidak terpengaruh membuatnya malah
Masih sambal menelepon, Naura memperhatikan Arjuna melepas kacamata hitamnya seraya berjalan ke arahnya membuat Naura sedikit bergeser merepet ke tembok, memalingkan wajahnya dengan dagu terangkat. Tadi Keylan senang banget saat Papinya membawakannya bento yang langsung dia habiskan tanpa mengatakan kalau bento itu buatannya. Sialan memang tapi Naura sih juga gak peduli yang penting urusan mereka selesai. Arjuna menatapnya tanpa mengatakan apapun dan berjalan melewatinya begitu saja masuk ke dalam sekolah. Naura menghela napas panjang, melihat ke arah jam tangannya dan menghembuskan napas kesal. “Kenapa?” tanya Siska. Naura mendesah,”Badai sudah berlalu.” Siska tertawa kencang, Naura memperhatikan jalanan di depannya. “Lama banget Pak Ahmad. Kayaknya gue harus pesan tak—" Ucapannya terhenti saat matanya menangkap setangkai bunga mawar merah mekar muncul dari samping. “Tak apa—” suara Siska samar-samar terdengar tapi fokus Naura sudah ada pada Keylan di depannya. "Makasih bu
“Wisnu.”Naura mencoba mengontrol ekspresi wajahnya, mengenyahkan bayangan negatif di kepalanya dan mencoba berpikir positif demi keamanan hatinya saat ini. Jadi, Naura berjalan mendekat dengan langkah percaya diri dan memeluk Wisnu yang nampak kaget dengan apa yang dilakukannya. Naura mencoba tidak peduli dengan wanita di sampingnya."Aku kangen banget sama kamu." Naura memeluknya erat, meresapi aroma parfum Wisnu yang sangat dihapalnya. "Kenapa kamu menghindar dari aku sih? Kamu tahu nggak kalau sekarang, aku tuh lagi kerja jadi guru di—"Belum selesai berbicara, Wisnu tiba-tiba mendorongnya menjauh membuat Naura terdiam menatapnya."Naura, kamu ini apa-apan sih?!” ujarnya kesal. “Aku nggak bisa ngeladenin kamu sekarang karena aku sudah punya janji dengan seseorang. Lebih baik kamu pulang sana!”Naura tidak menduga kalau Wisnu akan mengusirnya.“Aku tuh kangen sama kamu.Aku ini calon istri kamu. Kita akan menikah.”“Belum. Bukankah kamu sendiri yang mengacaukan rencana pernikahan k
"Tapi gue akui, dia keren juga. Apa yang dia bilang ke elo itu bener sih walaupun caranya dia frontal banget." "Frontal abis! Kiranya gampang apa move on dalam waktu semalam. Sinting!!" Naura nampak kesal, melipat lengannya di dada. "Sudah tahu orang patah hati malah tambah di sayat-sayat. Mana cincinnya dibuang lagi sama dia plus gue malu banget sudah ketahuan bohong." Naura memukul dahinya sendiri. "Gila aja, paginya gue bohong eh malamnya ketahuan." Siska tertawa. "Kualat kan lo!! Bagus sih cincinnya dia buang supaya elo gak terus terjebak dihayalan tentang pernikahan sama lelaki dongo itu. Memangnya gak bisa apa nunggu sebentar kayak besok onderdilnya bakalan keriput kalau gak dipake buat nanam benih. Buru-buru banget mau punya anak.Ck." "Entahlah. Gue masih berharap kalau dia mau datang, minta maaf dan membicarakan semuanya." Siska menggelengkan kepalanya. "Kok gue ngerasanya dia gak bakalan datang ngemis cinta lo lagi. Yang ada elo bakalan nerima surat undangannya." "Doain
"Ketawa aja terus sesuka hatimu!!" Naura jengkel. "PUAS?!"Arjuna menunduk memijit pelipisnya, menelan sisa tawanya dan mengangkat pandangan dengan tatapan geli juga senyuman di bibir. Satu sikunya diletakkan di atas meja."Aku—" Naura menunggu, Arjuna tertawa lagi. "Astaga, ini menggelikan."Naura ternganga, apa maksudnya Arjuna gendeng ini?"Papi teltawaaaaa." Keylan tersenyum lebar. Memangnya kalau Arjuna ketawa, itu seperti menang togel, harus dirayakan. Walaupun yah, Naura terkesima melihatnya. Sangat terkesima. Bayangkan saja, laki-laki yang lebih sering menampilkan ekspresi datar ternyata memiliki tawa serenyah kerupuk rengginang, membuat wajahnya semakin tampan. Momen yang menyenangkan meskipun Naura gak tahu, Arjuna itu sedang menertawakan apa."Oke. Serius deh aku geli."Naura menyimpitkan mata melihat Arjuna yang menahan senyum dengan tatapan dalam, tiba-tiba tangannya terulur mencubit pipinya dengan gemas membuat Naura merasakan tubuhnya menegang, desiran darahnya terasa
"Kerja rodi," desahnya dengan kepala yang terasa nyut-nyutan.Naura mengangkat dua koper ukuran kecil yang warna dan bentuknya sama di atas tempat tidur dan berdiri diam nampak berpikir. "Ini yang mana koper bajunya Keylan ya?"Naura memandangi keduanya lalu memilih yang paling kanan dan membukanya. Dilihatnya tumpukan paling atas ada berkas-berkas yang Naura tahu pasti punya Arjuna."Ah bukan yang ini."Naura mendorong minggir koper itu dan menggeser koper yang satunya berniat membukanya tapi apesnya koper Arjuna malah terjatuh dari tempat tidur dalam keadaan terbalik. Naura terkesiap melihatnya dan menutup mulutnya dengan tangan."Mampus!"Naura buru-buru berjongkok untuk membereskannya dan berdecak saat pakaian Arjuna terjatuh semua ke lantai. Naura merapikan beberapa kemeja dan celana yang ada di sana sebelum di masukkan lagi ke koper dan setelah semua beres, Naura terbelalak melihat benda-benda terakhir yang berserakan di sana."Aduh—" Naura mengaduh, mengacak rambutnya dengan bi
Perjalanan membutuhkan waktu sekitar dua jam kurang dilihat dari traffic kendaraan saat weekend tapi baru setengah jam berjalan, Naura yang duduk diapit Keylan dan Papinya sudah merasa seperti melakukan perjalanan selama dua hari. Bagaimana Naura gak lebay kalau keduanya kompak tertidur dan menjadikan bahu juga pahanya sebagai pengganti bantal. Like father like son, bagaikan pinang dibelah kampaknya wiro sableng.Arjuna gendeng menjadikan bahunya sebagai tempat untuk menyandarkan kepalanya sementara Keylan yang capek mainan, melungker dengan kepala di atas pahanya sambil memeluk mobil-mobilannya. Trus Naura kudu piye?"Maaf ya Non. Pak Arjuna dan Keylan baru pulang dari London dan sampai di Jakarta hampir larut malam," ucap sang supir yang sepertinya supir kepercayaan Arjuna.Naura tersenyum, "Oh begitu Pak. Pantas saja sepertinya mereka kelelahan."Sialan memang! Apa ini gunanya dia berada di tengah-tengah mereka? Konspirasi bapak dan anak yang luar biasa menjengkelkannya!"Iya Non
Naura punya agenda weekend tapi dia pura-pura gak ingat juga tidak peduli karena lelaki yang dengan seenaknya membuat janji kemungkinan besar tidak muncul, jadi yang Naura lakukan hanya bergelung di dalam selimut sampai jiwanya siap untuk bangun dan menyapa dunia mengabaikan ponselnya yang bergetar tanpa henti.Siska semalam sudah pergi ke rumah orang tuanya di Bandung, jadi hari ini dia bisa bersantai seperti orang gak punya kerjaan tanpa ada orang yang mengganggunya.TING TONG TING TONGNaura menutup wajahnya dengan bantal saat mendengar suara bel berbunyi di luar.TING TONG TING TONG "Arrrgghh!” Naura duduk dengan wajah kesal. "Siapa sih ah?!"TING TONG TING TONG "Iya sebentar,” teriaknya, turun dari ranjang, memakai sandal bulu kelinci pinknya dan bergegas ke luar. "Siapa sih orang gak tahu diri yang menggangu pagi-pagi begini?" Naura sempat melihat sekilas jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi.Hanya mengenakan baby doll motif Minnie, penutup mata yang nangkring di kepa
"Elo nyeselkan?"Naura tersentak kaget dari lamunannya saat mendengar teguran Siska. Dengan lebay, Naura menghela napas panjang, bertopang dagu, mengambil satu sushi dengan sumpit yang kemudian dia angkat sejajar dengan mata dan memandanginya tanpa minat. Biasanya, makanan favoritnya itu bisa membuat mood-nya yang semula runtuh langsung melambung dalam sejekap. "Cuma kepikiran aja sih.”Siska berdecak, terlihat sekali menikmati Ramennya. "Wajar aja sih kalau dia marah. Belum jelas apa statusnya, elo sudah ngomong gitu di depan orang tua lo sendiri. Kalau ternyata dia sudah duda, mampus lo!”Naura manyun, masih memperhatikan sushinya dan mendesah, "Kenapa kalau lihat sushi ini, aku kayak lihat wajahnya Arjuna."Siska hampir saja menyemburkan Ramen yang dikunyahnya."Wah, lo benar-benar pintar melakukan penghinaan. Bisa kena pasal berlapis loh nanti!" decaknya. "Kurang ajar banget, muka seganteng dia disamakan dengan Sushi." Naura mencebik. "Bukan itu maksud gue.""Terus?" "Sushi in
"Bagaimana?" Tanya Naura basa basi.Arjuna yang baru saja meletakkan pisau setelah menghabiskan steak terbaik di restorannya itu mengangguk. "Good.""Just it?!"Arjuna mengambil gelas winenya. "Ini menu terbaik restoranmu kan?""Begitulah," ucap Naura dengan senyuman bangga."Kalau begitu kamu sudah tahu apa jawabanku."Naura mencebikkan bibirnya, mengambil gelas berisi red wine miliknya dan meminumnya sambil ngedumel dalam hati. Tinggal bilang enak aja kok repot pake muter-muter segala. Emangnya susah banget cuma tinggal ngomong empat kata itu doang. Cih!Naura meletakkan gelasnya, menatap Arjuna yang sedang meminum winenya. "Kamu—""Ganteng. I know," sela Arjuna sok pedenya membuat Naura melotot kesal."Kamu belum pernah ngerasain tabokan maut ya," desis Naura seraya menekan kata-katanya."Belum," jawab Arjuna seadanya. "Kalau kamu bersedia melakukannya maka aku akan meminta hidupmu sebagai pertanggunjawabannya."Naura ternganga maksimal. Lelaki di depannya ini beneran gendeng."Apa
Naura : Please, tolongin gue!Siska : Kenapa lo? Pingsan lagi?Naura : Kalau gue pingsan gak bakalan ngirim chat ini, ndul!Siska : Yah, siapa tahu raga lo!Naura : Ngaco! Tolong selamatkan gue sekarang.Siska : Lo sudah makan belum sih kok ngaco?Naura menghembuskan napas kesal dan kembali mengetik balasan dengan cepat.Naura : Gue lagi makan siang sama dua orang tua murid. Lelaki yang satu murah senyum tapi gak ganteng-ganteng amat berstatus duda tulen dan lelaki yang lain, wajah songongnya minta digampar bolak balik dan status dudanya masih dipertanyakan tapi ganteng. Ini hasil dari jebakan dua anak kecil. Gue dikibulin hari ini.Siska : Lo masih gadis tapi kenapa magnetnya om-om duda sih?Naura : Sialan!!Siska typing....."Ehmmm—" Naura mengangkat pandangan saat Pak Rendy yang duduk di depannya sedang menyuapi Malika berdeham menarik perhatian membuat Naura langsung tersenyum sopan."Apa anak saya merepotkan di sekolah,Bu?"Naura diam sesaat kemudian menggeleng. "Oh sama sekali
“Bu gulu Naula, ayo dong cepet telponin Papi," rengek Keylan."Ayah Malika juga ya." Di sampingnya, Malika ikut-ikutan."Kenapa kalian berdua hari ini kompak sekali," decak Naura seraya berkacak pinggang. "Ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Oke?"Keylan dan Malika mengangguk bersamaan lalu tertawa. Bahagia sekali bisa membuatnya kesal. Naura menghembuskan napas panjang seraya mengeluarkan ponsel dari saku blazernya."Siapa dulu yang harus Ibu telpon, hmm?""Ayahnya Malika duluan." Malika mengangkat tangannya tinggi-tinggi."Papi Aljuna juga ya Bu Naula.""Iya," decak Naura. "Papimu yang terakhir aja."Naura berharap kalau Keylan tiba-tiba lupa supaya dia tidak perlu menelepon Arjuna tapi melihat cengiran bahagia dan tatapan binar Keylan membuat Naura menggerang kesal. Mau tidak mau dia harus memberanikan diri menelepon laki-laki berjiwa rentenir itu yang membuatnya seketika ingat dengan semua hutang budinya. "Oke Malika. Ibu akan menelepon Ayahmu duluan.""Yeeeaaayy," sorak
"Waaahh, kamu benar-benar laki-laki yang tidak berperasaan." Arjuna terlihat mengedarkan pandangan. "Dari awal sudah aku katakan kalau kamu akan menyesal jika mencari gara-gara denganku. Aku dengar tadi siang, Keylan nangis gara-gara kamu dorong." "Tidak—" Naura menelan salivanya. "Bukan seperti itu. Tapi anakmu sangat menyebalkan karena mengekoriku ke mana pun." "Apa dengan cara seperti itu kamu mengusirnya?" Naura sudah akan membuka mulut tapi ditutupnya lagi. Arjuna memegang dua lengannya dan mencengkramnya dengan tatapan tajam. "Aku tidak mau lagi mendengar yang seperti itu. Keylan butuh perhatian—" "Apa karena Mamanya sakit?" Tanya Naura membuat Arjuna langsung terdiam selama beberapa saat. "Kamu terlihat seperti lelaki bebas tapi ternyata istrimu sedang sakit. Laki-laki macam apa kamu ini?" Arjuna melepasnya cengkramannya tanpa mengucap sepatah katapun dan berbalik lalu melambaikan tangan ke arah kejauhan sampai ada mobil taksi yang mendekat dan berhenti di depannya. Ar