Hari ini lengkap sudah deritanya.
Tadi pagi mobilnya mogok, tidak ada seorangpun yang bisa diandalkan untuk datang membantunya selain tukang bengkel hingga akhirnya memilih naik taksi, maag-nya kambuh karena belum makan, kemeja putihnya sudah bercorak saat ini yang bisa aja dia cuci tapi itu malah akan membuat warnanya amburadul jadi terpaksa dia pakai dan akan membuangnya saat berada di apartemen dan sekarang saat pulang, hujan turun dengan derasnya. Sekolah sudah sepi sejak setengah jam yang lalu, Naura memilih berdiri sendirian di gerbang menunggu Fransiska yang akan menjemputnya, di bawah lindungan payung yang dipinjamkan Karen yang motifnya spongebob. Luar biasa sekali Naura meniup poninya. "Apes banget hari ini." Naura memeluk tubuhnya sendiri, memperhatikan sekelilingnya dan hujan seakan mengaburkan pemandangan apapun yang ada di depannya. Saat melihat kemejanya, di mana ada dua corak telapak tangan yang letaknya pas banget di masing-masing bagian dadanya membuat Naura tambah kesal. "Cuma satu anak itu aja bikin gue kesel kayak gini," gerutunya. "Rese memang!" "Bu Guluuuu." "Astaga!" Naura loncat ke samping saat melihat Keylan yang rambut dan bajunya basah memegang ujung kemejanya, ikut bernaung di bawah payungnya. "Eh, biar anak-anak harus punya sopan santun ya." Naura mencoba melepaskan paksa kemejanya yang digenggam Keylan. "Kamu bukannya nunggu jemputan di dalam ya? Kenapa keluar?" "Bosan." Keylan memperlihatkan deretan giginya. "Mau sama Bu Gulu Naula aja." "Ibu bukan ojek payung. Enak aja!!" Naura mencoba melepasnya tapi Keylan menggeleng dan semakin menarik bajunya. "Kamu ini maunya apa sih?" "Nemenin Bu Gulu." "Ibu gak perlu ditemanin. Mending masuk sana!" Keylan menggelengkan kepalanya kencang. "Nda mau." "Ih kepala batu." Naura menarik telinga Keylan supaya mau melepasnya tapi anak itu tetap saja menggelengkan kepalanya. "Lepasin!!" "Key bosan di dalam. Jangan ditalik dong telinganya Key Bu." "Ya memangnya Ibu pikirin kamu bosan atau gak. Kalau gak mau ditarik telinganya makanya dilepas dong!!" Naura menarik telinga yang satunya tapi Keylan keukeh tetap bertahan. "Ekhheemm." Naura dan Keylan menoleh saat mendengar dehaman itu, melotot melihat siapa yang berdiri tidak jauh di depannya dan ternganga. Sial! Seharusnya ya, Naura tadi jalan kaki saja cari tempat yang agak jauhan dikit agar dia tidak bertemu dengan laki-laki itu. Naura merasakan jantungnya bergemuruh, menggenggam erat payungnya dan mengatupkan bibir rapat-rapat. Siap menerima semua omongan pedas laki-laki itu yang mengatainya tidak bertanggungjawaab. Hari ini benar-benar apes buat Naura. Laki-laki itu berdiri dengan satu tangan memegang payung dan tangan yang satunya masuk ke dalam saku coat hitamnya. Kemejanya yang berwarna merah menempel pas ditubuhnya yang padat berisi, dilengkapi kaca mata hitam yang menghiasi wajahnya tapi sama sekali tidak ada senyuman di sana. Ekspresinya sama seperti malam itu, sedatar triplek tapi Naura tahu kalau tatapan laki-laki itu menancap pada wajahnya. Meski untuk sesaat Naura lupa bagaimana caranya bernapas karena dia seakan melihat model terkenal yang nyasar entah dari mana. "Pappii," pekik Keylan, melepaskan kemejanya dan menerobos hujan berlari untuk memeluk laki-laki itu yang merentangkan tangannya. Beginikah penampilan seorang hot daddy? Laki-laki itu menggendong Keylan hanya di satu tangan, mencium pipi kanan dan kirinya dengan gamas hingga menciptakan sebentuk senyuman di sana yang membuat Naura terpana melihatnya sampai dia menoleh ke arahnya dan senyuman itu lenyap dari wajahnya. Mampus!! “Tumben nggak melarikan diri?” sindirnya. Naura tidak bisa berkata-kata, malah Keylan yang menjawab seraya melepaskan kaca mata Papinya membuat Naura hampir aja pingsan. Ketampanannya bikin ambyar. Malam itu sepertinya dia tidak bisa melihat dengan benar ketampanan yang menyilaukan di depannya meski hari sedang gelap dan berhujan. Setelah itu dia salah fokus melihat bibir laki-laki yang malam itu menempel di bibirnya. Naura seketika merasakan wajahnya memerah,malu. "Bu Gulu bau Key,Pi." "Bau?" Laki-laki itu menoleh ke anaknya. "Ba-lu." Keylan mencoba mengoreksi. "Oh baru. Papi kirain bu guru bau." Sialan!! Harum gini kok dibilang bau. Naura mundur selangkah saat laki-laki itu maju mendekat, berhenti tidak jauh di depannya. Tatapan matanya menyusuri dari payung spongebobnya, turun ke bajunya yang bercorak yang langsung dia tutupin dengan tangan terus sampai ke bawah kemudian naik lagi ke atas. "Pantas saja saat itu kamu ada di sini.” Laki-laki itu melihat ke arah parkiran seperti mencari sesuatu. “Mobilmu, kamu dorong pakai apa?” "Pakai tenaga dalam," ucap Naura asal, berusaha tidak panik. Tatapan laki-laki itu malah menghunus tajam, bergerak maju lagi sementara Keylan diam memeluk leher Papinya dan memperhatikan mereka bergantian. Oh sial! “Kamu nggak amnesiakan tentang kejadian malam itu?” “Tidak. Hmm, aku mungkin memang salah—” “Kamu berteriak ke penolongmu lalu melarikan diri dan tidak bertanggungjawab,”sela laki-laki itu. Naura menggerang dalam hati,”Iya benar. Kamu benar sekali. Kalau begitu di sini aku akan—” “Ssstt.” Naura mingkem, bibir laki-laki itu terlihat sangat seksi. “Kalau mau bertanggungjawab lakukan yang benar. Aku akan menagihnya nanti.” Sial! "Dan satu lagi, aku tidak mau lagi melihat kamu menarik telinga anakku seperti tadi atau—" Naura mengerjapkan mata mendengar nada peringatan laki-laki itu lalu seperti tersadar, dia balik nyolot. "Anakmu ini yang kebanyakan tingkah!" Laki-laki itu memincingkan mata, "Atau kamu akan bertemu denganku di pengadilan dalam kasus kekerasan anak. Sebagai pengacara, aku bisa dengan mudah menuntutmu saat ini juga." Naura mengatupkan bibirnya. "Camkan itu!" Apes!! Naura memalingkan wajahnya ke samping. "Ayo kita ajak pulang Bu gulu Naula, Pi," ucap Keylan. "Gak usah sayang. Bu gurunya masih mau berdiri jadi patung di sini." Naura melotot mendengarnya, mengalihkan tatapannya lagi saat laki-laki itu kembali melihatnya. "Ingat itu baik-baik!!" Lalu dia berbalik membuat Naura langsung menghela napasnya tapi hanya sesaat karena laki-laki itu kembali berbalik dengan senyuman miring minta ditabok bolak-balik. "Lain kali kalau pakai kemeja putih itu dilapisi dalaman. Biar gak muncul warna warni selain cap tangan yang ada di sana." Naura mendelik, laki-laki itu tersenyum mengejek kemudian berbalik pergi meninggalkan Naura yang langsung melihat kemejanya dan melotot saat menyadari kalau branya yang berwarna biru tercetak jelas di sana. "Arrrrrgghhhh!' pekiknya ditengah guyuran hujan yang semakin menderas. “Apes banget gue!” Naura gak tahu ini pertanda apa tapi hari ini dia benar-benar ketiban sial. Mobil laki-laki itu sudah berlalu pergi, Naura menggerutu lebih panjang saat Siska belum juga datang untuk menjemputnya. Naura bergerak mendekati tepian jalan sambil celingukan dan mendesah keras, saat akan berbalik ke tempatnya tadi, sebuah mobil melaju kencang dan— Byuuuurrr! Naura tenganga, merasakan punggungnya basah akibat cipratan yang diakibatkan mobil gila tadi. “Ya Tuhan,” desahnya. Naura mengacak rambutnya kesal sampai suara tawa membahana itu membuatnya berbalik dan melihat Siska yang tertawa terbahak di sana. Ini benar-benar hari tersial dalam hidupnya meski tadi dia sempat mendapat sedikit keberuntungan bisa melihat lelaki yang tampan meski wajahnya begitu lempeng. ***Setelah diancam akan digeret ke pengadilan sama hot daddy yang ganteng itu, Naura stress. "Elo kalau stress mengerikan!!" Di sampingnya, Siska begidik seraya menunjuk lima paperbag dengan ukiran nama merek butik terkenal yang Naura letakkan di atas kursi. Malam ini, Naura menggeret paksa Siska menemaninya ke mall untuk menghilangkan rasa stress dan penat setelah seharian mengalami kesialan. "Ya inilah gue." Naura menggidikkan bahu, duduk menyandar di kursi salah satu restoran di dalam mall yang malam ini cukup ramai. Steak di piringnya masih sisa setengah berbeda dengan Siska yang sudah menghabiskan spaghetti-nya dan sedang menyantap es krim coklat bertabur kacang almond. "Memangnya elo gimana?" "Gym—" Siska menyendok es krim di mangkuknya. "Yoga dan sebagainya." "Ah kalau itu sih memang keharusan. Gue selalu rutin olahraga." "Elo ngilangin stress ngabisin duit berjuta-juta." Siska menggelengkan kepala, Naura hanya nyengir. "Jadi sebenarnya elo stress karena bertemu dengan lak
"Baby, aku tidak mau lama-lama membiarkan hubungan kita tanpa ikatan resmi. Aku tidak rela jika ada laki-laki lain yang merebutmu dariku.” Naura menutup mulutnya dengan kedua tangan disertai linangan air mata saat Wisnu bersimpuh, mengeluarkan kotak beludru dari saku celananya dan membukanya memperlihatkan cincin berlian yang sangat cantik dan berkilau. “Naura, bersediakah kamu menikah denganku?” Naura tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya saat akhirnya dihadapkan pada momen sakral yang selama ini dinantikannya dari lelaki yang selama satu tahunan ini menjadi kekasihnya dan membuat mereka mendapatkan predikat relationship goals. Wisnu, lelaki yang memiliki perusahaan furniture merupakan sosok yang diimpikannya untuk menjadi calon suami masa depan.Saat ini mereka sedang makan malam romantis di salah satu rooftop hotel bintang lima yang dihias aneka bunga mawar hidup yang harum semerbak. Seharusnya, acara lamaran itu bersifat rahasia tapi dia tidak sengaja mencuri dengar rencana
HATCHIMM!“Errgh, sial!” umpatnya sembari menyeka hidungnya yang meler.Bisa-bisanya dia malah terserang flu dalam keadaan patah hati seperti ini. Rasanya tubuhnya menggigil dan hidungnya mampet. Ini pasti akibat dari berenang malam-malam. Kejadian itu membuat Naura ingin mengeluarkan umpatan dari mulutnya meskipun dia jadi teringat dengan ciuman itu.Naura diam memandangi langit-langit kamarnya dengan tubuh tidak berdaya. Mencoba merenungkan kejadian semalam yang masih terasa seperti mimpi baginya. Di mana letak salahnya saat dia memang belum siap lahir dan batin untuk memiliki anak setelah menikah?Tidak bisakah mereka berdua duduk, membicarakan semuanya baik-baik dan mencari jalan keluarnya bersama bukannya malah adu mulut demi ego masing-masing hingga membuat hubungan mereka renggang seperti ini. Naura memegangi kepalanya dengan dua tangan. Mungkin, dia yang terlalu egois. "Hiihihihihihihihih. Tan-Tan ngomong cendili taya olang gila." Suara cekikikan itu tiba-tiba terdengar. "
“Jes—” Naura memberikan kode pada Jessi, sekretaris Wisnu yang duduk di meja kerjanya tidak jauh dari ruangan kantor bosnya.”Kamu pahamkan yang aku bilang tadi?”Jessi mengangguk,”Paham,Bu. Kalian lagi bertengkar ya,Bu Naura?”“Ssstt—” Naura menggeleng. “Cuma salah paham aja.” Melirik sekilas pintu kantor Wisnu yang saat ini terutup karena dia sedang ada meeting dengan client.“Hati-hati loh,Bu.” Naura mengeryit. “Salah pahamnya jangan kelamaan—” Jessi berbisik pelan. “Yang mau ngerebut pak Wisnu banyak.”Naura melotot,”Ihh, awas aja! Kamu lihat dong cincin ini—” Naura menunjukkan cincin lamaran Wisnu.”Kami on the way menikah.”“Ohh—” Jessi manggut-manggut sembari membenarkan rambutnya. “Selamat deh,Bu.”Naura mengibaskan rambutnya, melirik sekilas Siska yang nampak tidak senang dengan Jessi yang sudah sibuk sendiri dengan riasannya. Rencananya, dia akan menyelinap ke kantor Wisnu saat kekasihnya itu keluar. Mereka harus mencoba berbicara dari hati ke hati.Klek! Naura menoleh ketika
"Ya Tuhan,kenapa gue apes banget ya!"Naura memegangi kepalanya dengan dua tangan terlihat begitu frustasi sementara sahabatnya, Fransiska, pemilik apartemen yang dia tinggali sementara selama mengajar di Paud sedang duduk santai menikmati kue blackforest sambil bertopang dagu. Mendengarkan saja Naura menumpahkan kekesalannya."Di sana penuh dengan anak-anak yang terlihat susah diatur.""Yaiyalah anak-anak. Kalau nenek-nenek ya namanya panti jompo!"Naura melotot. "Ih serius. Elo tahu kan apa yang gue maksud?!""Lebay." Siska mengunyah blackforestnya. "Cuma elo aja yang menganggap kalau anak-anak itu menyebalkan padahal ya mereka itu lucu dan ngegemesin.”Naura menopangkan dagu, menghela napas panjang. "Keponakan-keponakan gue yang biang onar itu. Setiap mereka datang ke rumah atau pas gue lagi main ke rumah mereka, pokoknya hanya ada keributan aja di sana. Bikin pusing dan sumpek. Belum lagi kalau kakak-kakak gue lagi ngomelin mereka."Siska tertawa membuat Naura keki dan dengan ger
“Beb, ini sih namanya bunuh diri." Naura memutar bola mata sembari mengotak-atik ponsel di tangan saat perias yang sedang menata rambutnya berkomentar."Elo kan gak suka banget sama anak kecil. Udah deh dari pada elo yang pusing nantinya mending angkat bendera putih aja dari sekarang.""Kamu lebay deh, Don. Masa gue harus kalah sebelum berperang sih. No Way!!"Doni Amirah, lelaki berjari lentik di salon langganannya yang bisa menyulap itik buruk rupa menjadi secantik cinderella itu sangat tahu bagaimana tidak sukanya dia dengan anak-anak.Pagi-pagi buta, Naura sudah ada di depan salon Doni padahal jam operasionalnya itu masih beberapa jam lagi hingga membuat Doni marah-marah. Dihari pertamanya bekerja, Naura ingin penampilannya sempurna supaya mudah mempengaruhi anak-anak."Ihh dibilangin juga ih. Gue gak bisa bayangin itu nanti anak-anak bakal lihat wajah monster lo yang galaknya gak ketulungan. Kasihan aja sih sama mereka yang harus berhadapan dengan guru modelan lo gini."“Makany
“Bagaimana hari pertamamu bekerja?” Naura yang sedang selonjoran kaki di sofa ruang tamu rumahnya mencebik menjawab pertanyaan Arbella yang datang dari arah dapur dan duduk di sofa tunggal sambil nyemilin kacang goreng. “Rusuh.” Arbella tertawa membuat Naura keki dan membuang muka kembali fokus dengan ponselnya untuk mencari tahu kegiatan Wisnu. Tapi sayangnya, sejak satu jam yang lalu tidak ada yang bisa di dapatkannya. “Tapi seru kan?” “Seru apanya? Stress sih iya.” Arbella berdecak, “Tapi ingat loh ya, mereka itu anaknya orang yang nggak bisa kamu marahin sembarangan. Kamu harus hati-hati dalam berbicara dan bersikap.” “Aku sudah berusaha semampuku,” desah Naura. Membayangkan kembali dia harus menahan dirinya sekuat tenaga agar tidak berubah menjadi hulk. “Percayalah, itu semua akan kamu rasakan manfaatnya suatu hari nanti.” “Aku tidak peduli,” cibir Naura. “Kalau kamu mau menyerah dan pasrah ditinggalkan Wisnu ya kamu berhenti saja.” Naura mendelik. “Kamu bilang aja sam