“Wisnu.”Naura mencoba mengontrol ekspresi wajahnya, mengenyahkan bayangan negatif di kepalanya dan mencoba berpikir positif demi keamanan hatinya saat ini. Jadi, Naura berjalan mendekat dengan langkah percaya diri dan memeluk Wisnu yang nampak kaget dengan apa yang dilakukannya. Naura mencoba tidak peduli dengan wanita di sampingnya."Aku kangen banget sama kamu." Naura memeluknya erat, meresapi aroma parfum Wisnu yang sangat dihapalnya. "Kenapa kamu menghindar dari aku sih? Kamu tahu nggak kalau sekarang, aku tuh lagi kerja jadi guru di—"Belum selesai berbicara, Wisnu tiba-tiba mendorongnya menjauh membuat Naura terdiam menatapnya."Naura, kamu ini apa-apan sih?!” ujarnya kesal. “Aku nggak bisa ngeladenin kamu sekarang karena aku sudah punya janji dengan seseorang. Lebih baik kamu pulang sana!”Naura tidak menduga kalau Wisnu akan mengusirnya.“Aku tuh kangen sama kamu.Aku ini calon istri kamu. Kita akan menikah.”“Belum. Bukankah kamu sendiri yang mengacaukan rencana pernikahan k
"Tapi gue akui, dia keren juga. Apa yang dia bilang ke elo itu bener sih walaupun caranya dia frontal banget." "Frontal abis! Kiranya gampang apa move on dalam waktu semalam. Sinting!!" Naura nampak kesal, melipat lengannya di dada. "Sudah tahu orang patah hati malah tambah di sayat-sayat. Mana cincinnya dibuang lagi sama dia plus gue malu banget sudah ketahuan bohong." Naura memukul dahinya sendiri. "Gila aja, paginya gue bohong eh malamnya ketahuan." Siska tertawa. "Kualat kan lo!! Bagus sih cincinnya dia buang supaya elo gak terus terjebak dihayalan tentang pernikahan sama lelaki dongo itu. Memangnya gak bisa apa nunggu sebentar kayak besok onderdilnya bakalan keriput kalau gak dipake buat nanam benih. Buru-buru banget mau punya anak.Ck." "Entahlah. Gue masih berharap kalau dia mau datang, minta maaf dan membicarakan semuanya." Siska menggelengkan kepalanya. "Kok gue ngerasanya dia gak bakalan datang ngemis cinta lo lagi. Yang ada elo bakalan nerima surat undangannya." "Doain
Naura merasakan kepalanya agak pusing saat keluar dari lift yang membawanya ke salah satu lantai di gedung Verister Corportion yang selama ini menggunakan jasa catering dari restorannya untuk semua kegiatan yang mereka lakukan, baik yang resmi ataupun yang tidak. "Selamat datang Ibu Naura di perusahaan Verister Coorporation. Perkenalkan saya Ivanka, sekretaris General Manager, Pak Sheiland yang akan menemui kalian sebentar lagi. Silahkan ikut saya ke ruangan meeting.""Terima kasih," ucap Naura dengan sikapnya yang professional meski tubuhnya terasa lemas.Ivanka tersenyum sopan, mengangguk singkat dan setelah bersalaman dia mengarahkan mereka ke satu-satunya pintu lebar yang ada di sudut dan mempersilahkannya masuk."Silahkan tunggu sebentar karena Pak Sheiland baru saja selesai rapat besar.""Baiklah kami akan menunggu. Saya harap tidak lama.""Tidak. Hanya sebentar.""Oh ya kalau boleh tahu apa Pak Sheiland yang bertanggung jawab untuk masalah kontrak dengan kami?""Iya, Beliau ya
"Jadi kamu ownernya?" tanya Naura tidak percaya. Arjuna menyisir rambutnya ke belakang dengan jemari dan tersenyum smirk. "Terimalah kenyataan. Apa kamu tetap akan pergi begitu saja? Terserah sih karena aku tidak akan rugi sedikitpun." "Apa kamu memang semenyebalkan ini?!" desis Naura kesal. "Tergantung." Naura diam, menimbang apakah dia harus pergi dan membiarkan saja kontrak mereka berlalu atau lagi-lagi dia terpaksa harus melanjutkannya dan menahan kesal dengan tingkah Arjuna. "Apa kamu akan tetap berdiri di sana dan membuang-buang waktuku di sini?" sindirnya lagi. Bajingan tengik! Naura berbalik berniat pergi tapi baru satu langkah, dia berhenti, menghela napas panjang dan berbalik lagi menghadap Arjuna tidak jadi pergi. "Oke." Naura melipat lengannya, kembali mendekati Arjuna dan duduk di sofa panjang yang tadi ditidurinnya. "Aku sudah sampai sini jadi aku pantang pulang dengan sia-sia." "Whatever." Naura mencebikkan bibirnya melihat gaya songong Arjuna. "Tapi aku tida
Arjuna tersenyum miring penuh kemenangan, Naura memutar bola mata dan berbalik untuk membuka pintu mobil tapi gerakannya berhenti saat ingat sesuatu dan kembali menatap Arjuna yang menaikkan alisnya."Kenapa kamu belum menandatangani kontrak kerja sama kita? Kamu sudah mengatakan iya.""Kamu ingat hal itu juga ternyata. Aku pikir kekenyangan bisa membuat otakmu tidak berfungsi dengan benar. Sekretarismu sampai bingung saat aku menyuruhnya pulang karena bosnya sendiri asyik tidur setelah menghabiskan sushi segitu banyak.""Itu karena kamu menghidangkan sushi favoritku dan aku belum makan dengan benar beberapa hari.""Menangisi lelaki itu tapi ujung-ujungnya aku juga yang direpotkan.""Jawab saja pertanyaanku tadi!!""Aku berubah pikiran. Awalnya aku akan menandatangani kontrak itu lagi karena kurang puas dengan vendor yang baru saat ini tapi aku berpikir harus melihat sendiri service yang kalian tawarkan supaya aku lebih yakin.""Perusahaan kalian sudah memakai jasa kami sejak lama."
"Waaahh, kamu benar-benar laki-laki yang tidak berperasaan." Arjuna terlihat mengedarkan pandangan. "Dari awal sudah aku katakan kalau kamu akan menyesal jika mencari gara-gara denganku. Aku dengar tadi siang, Keylan nangis gara-gara kamu dorong." "Tidak—" Naura menelan salivanya. "Bukan seperti itu. Tapi anakmu sangat menyebalkan karena mengekoriku ke mana pun." "Apa dengan cara seperti itu kamu mengusirnya?" Naura sudah akan membuka mulut tapi ditutupnya lagi. Arjuna memegang dua lengannya dan mencengkramnya dengan tatapan tajam. "Aku tidak mau lagi mendengar yang seperti itu. Keylan butuh perhatian—" "Apa karena Mamanya sakit?" Tanya Naura membuat Arjuna langsung terdiam selama beberapa saat. "Kamu terlihat seperti lelaki bebas tapi ternyata istrimu sedang sakit. Laki-laki macam apa kamu ini?" Arjuna melepasnya cengkramannya tanpa mengucap sepatah katapun dan berbalik lalu melambaikan tangan ke arah kejauhan sampai ada mobil taksi yang mendekat dan berhenti di depannya. Ar
“Bu gulu Naula, ayo dong cepet telponin Papi," rengek Keylan."Ayah Malika juga ya." Di sampingnya, Malika ikut-ikutan."Kenapa kalian berdua hari ini kompak sekali," decak Naura seraya berkacak pinggang. "Ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Oke?"Keylan dan Malika mengangguk bersamaan lalu tertawa. Bahagia sekali bisa membuatnya kesal. Naura menghembuskan napas panjang seraya mengeluarkan ponsel dari saku blazernya."Siapa dulu yang harus Ibu telpon, hmm?""Ayahnya Malika duluan." Malika mengangkat tangannya tinggi-tinggi."Papi Aljuna juga ya Bu Naula.""Iya," decak Naura. "Papimu yang terakhir aja."Naura berharap kalau Keylan tiba-tiba lupa supaya dia tidak perlu menelepon Arjuna tapi melihat cengiran bahagia dan tatapan binar Keylan membuat Naura menggerang kesal. Mau tidak mau dia harus memberanikan diri menelepon laki-laki berjiwa rentenir itu yang membuatnya seketika ingat dengan semua hutang budinya. "Oke Malika. Ibu akan menelepon Ayahmu duluan.""Yeeeaaayy," sorak
Naura : Please, tolongin gue!Siska : Kenapa lo? Pingsan lagi?Naura : Kalau gue pingsan gak bakalan ngirim chat ini, ndul!Siska : Yah, siapa tahu raga lo!Naura : Ngaco! Tolong selamatkan gue sekarang.Siska : Lo sudah makan belum sih kok ngaco?Naura menghembuskan napas kesal dan kembali mengetik balasan dengan cepat.Naura : Gue lagi makan siang sama dua orang tua murid. Lelaki yang satu murah senyum tapi gak ganteng-ganteng amat berstatus duda tulen dan lelaki yang lain, wajah songongnya minta digampar bolak balik dan status dudanya masih dipertanyakan tapi ganteng. Ini hasil dari jebakan dua anak kecil. Gue dikibulin hari ini.Siska : Lo masih gadis tapi kenapa magnetnya om-om duda sih?Naura : Sialan!!Siska typing....."Ehmmm—" Naura mengangkat pandangan saat Pak Rendy yang duduk di depannya sedang menyuapi Malika berdeham menarik perhatian membuat Naura langsung tersenyum sopan."Apa anak saya merepotkan di sekolah,Bu?"Naura diam sesaat kemudian menggeleng. "Oh sama sekali
"Papaaa??!” Naura berteriak memanggil Papanya sesaat setelah masuk ke dalam rumah. “Duh, jangan teriak-teriak gitu dong, Na,” ucap Mamanya, duduk menonton televisi di ruang tamu sembari mengupaskan Mangga untuk Papanya yang duduk selonjoran kaki di sofa. “Gimana Naura gak teriak Ma kalau seperti ini.” Naura duduk di lantai di samping Papanya yang senyum-senyum sendiri membuat Naura kesal melihatnya. "Naura kaget banget waktu lihat berita itu terlebih saat nama Papa di sebut. Itu gimana ceritanya?" Naura penasaran. "Sepertinya kamu demen sama dia ya,Na. Gimana kalau kita jebak dia dengan pernikahan juga mumpung Papa punya saham besar di sana?" Naura ternganga maksimal memandangi Papanya yang nampak santai sementara anaknya sudah seperti kena serangan jantung. "Papa yakin dia gak akan menolak dijodohkan paksa dengan kamu." "Ih, Papa ini ngaco deh! Kalau dia aja menolak dijodohkan dengan wanita modelan Fransiska apalagi sama modelan Naura yang amburadul begini!" decaknya. "Eh, ja
"Tumben, Ibu bos ada di kantor sepagi ini." Naura sedang duduk diam di dalam ruang kantornya sejak pagi-pagi sekali saat sekretarisnya, Amel, masuk ke dalam kantornya."Lagi nggak mood aja," balasnya asal.Naura hari ini memutuskan untuk izin sehari pada Ibu Dahlia dari kegiatan mengajar dengan alasan kurang sehat padahal dia hanya tidak ingin melakukan apapun saat ini. Kalau datang ke sekolah bisa-bisa dia berubah jadi hulk."Kalau nggak mood mending tidur aja di rumah,Bu." Amel meletakkan secangkir teh herbal yang masih mengepul di mejanya. "Tapi, karena kebetulan Ibu ada di sini jadi ada beberapa berkas yang harus Ibu tanda tanganin." Amel meletakkan setumpuk berkas yang membuat Naura melotot. Biasanya saat dia harus ke sekolah, Naura akan menyelesaikan pekerjaannya di restoran saat sore hari."Haaaah--" Naura mendesah. "Ini kan masih pagi,Mel.""Yah, senam jari pagi-pagi bagus juga."Amel terkekeh, Naura memutar bola matanya kesal."Tapi Bu, maaf nih, apa Ibu sudah putus sama Pak
"Apa yang elo pikirkan sampai segitunya?" tanya Siska yang datang dari dapur membawa semangkuk salad buah saat melihat Naura bengong memandangi keluar kaca jendela. Saat ini mereka sedang asyik menikmati Weekend di apartemen. "Elo kan sudah lega bisa lepas dari Wisnu. Dia sama sekali nggak ada hubungin elo lagi kan?"Naura menggelengkan kepala,"Seminggu ini hidup gue rasanya tenang, tentram dan adem banget. Keylan tukang rusuh belum masuk sekolah, Arjuna belum menampakkan hidung mancungnya, Wisnu sudah nggak tahu gimana kabarnya, walaupun yah, duda nomor dua masih tetap berusaha mengajak gue makan malam.""Elo suka sama duda nomor dua?""Masih belum tahu.""Kalau sama duda nomor satu?""Masih dalam tahap memahami cara berpikir Arjuna gendeng yang kadang gak gue pahamin.""Terus nanti elo nyoblos kandidat duda yang mana?""Nomor—" Naura mendelik saat menyadari sesuatu, Siska di depannya sudah menutup mulut geli."Sialan lo ngerjain mulu!!!""Arjuna itu cinta sama elo. Tandanya
Aku akan merindukanmuAku akan merindukanmuAku akan merindukanmuKalimat itu yang terus terulang di dalam kepala Naura bahkan di saat dia tengah duduk di depan Wisnu yang hanya diam memandanginya di salah satu sudut area outdoor cafe yang siang hari nampak tidak banyak pengunjung,kecuali yang berada di area dalam.Apa laki-laki itu memang benar-benar menyukainya? Kenapa sulit sekali memahaminya? Naura jadi pusing memikirkannya. Naura bahkan tidak tahu kenapa dia sempat-sempatnya memikirkan kalimat itu dalam keadaan seperti ini."Naura."Panggilan itu menarik kembali Naura dari lamunannya akan duda nomor satu. Akhirnya, Wisnu buka suara setelah keterdiamannya selama beberapa menit lalu."Mama meminta kita berpisah." Naura tidak kaget lagi dengan hal itu. Malah aneh kalau Mamanya malah memperbolehkannya menikah setelah pembicaraan mereka tempo hari."Apa kamu memang tidak mau menikah denganku hingga menolak persyaratan dari Mama?" lirihnya."Bagaimana bisa kita menikah dalam
“Taman hiburan?” Naura tidak menyangka jika Arjuna akan membawanya ke taman hiburan yang malam ini terlihat padat pengunjung. Naura pikir dia harus melakukan sesuatu contohnya memasak seperti niat awalnya di mana dia akan menukar kunci mobilnya dengan bento buatannya tapi ternyata dia salah. “Iya. Keylan pengen naik komedi putar.” Sepertinya, ini rencana dadakannya Arjuna karena malu jika bermain berdua saja dengan Keylan. Naura berjalan bersisian di samping Arjuna sembari memperhatikan sekitarnya yang ramai dengan banyaknya stan jualan juga wahana yang lampunya berpendar meriah. Keylan yang berada dalam gendongan Papinya juga terlihat senang. “Bu gulu Naula, nanti kita naik kuda yang itu ya,” tunjuknya ke arah kejauhan di mana wahana komedi putar berada. “Loh, naiknya sama Papimu aja dong. Kenapa ajak-ajak Ibh!" “Nda mau. Pokoknya sama Bu Gulu aja.” "Kalau aku sudah ketuaan nail begituan," kilah Arjuna. "Memangnya aku masih terlihat seperti anak baru gede gitu," cibir
Sepanjang sore, ponsel Naura tidak berhenti berdering hingga dia harus mengubahnya menjadi mode getar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Wisnu yang sudah bisa dia tebak apa yang akan dia bicarakan, yaitu Mamanya. Naura memang merasa bersalah karena sudah bersikap tidak sopan tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak bisa menunda-nunda melakukan pemutusan hubungan dengan Wisnu. Sebagai seorang anak tunggal yang selalu dimanja, Wisnu pasti akan membela Mamanya dan Naura enggan untuk berdebat. Naura akan menenangkan diri dulu lalu menemui Wisnu untuk membicarakan semuanya.Naura keluar dari restoran selepas matahari tenggelam dan berniat untuk pulang ke apartemen Siska. Selama perjalanan, Naura tidak habis pikir dengan semua yang dibicarakan oleh Mamanya Wisnu. Baginya itu terlalu berlebihan memaksakan sesuatu yang seharusnya tidak perlu ikut campur. Bagaimana nanti kalau ternyata, dia dan Wisnu malah ditunda memiliki momongan oleh Tuhan bukan karena mereka tidak subur dan sejenisnya.
Naura baru saja akan membuka pintu ruangan Wisnu di kantornya saat pintu itu terbuka dari dalam dan muncul Jessi dari sana yang langsung kaget melihatnya. “Astaga, Bu Naura.” Jessi yang memeluk map di dadanya nampak tidak menyangka dengan kedatangannya. “Kok nggak kasih kabar dulu kalau mau datang.” Naura menaikkan alis, memperhatikan penampilan Jessi dari atas sampai bawah, tidak ada yang aneh tapi di mata Naura nampak sedikit mencurigakan.“Memangnya harus ngabarin dulu kalau mau ketemu bosmu.”Jessi merapikan rambutnya yang diikat satu, “Bisa saja Pak Wisnunya sedang ada meeting di luar,Bu. Lagian, saya pikir kalian sudah putus karena Bu Naura nggak pernah kelihatan lagi ngejar-ngejar Pak Wisnu.”Naura mendelik, mulut sekretarisnya Wisnu ini memang kadang-kadang bisa membuat orang darah tinggi yang diucapkan dengan ekspresi sok imut.“Sok tahu kamu!” decak Naura, mendorong Jessi minggir dengan lengannya. “Tapi, dia ada di dalam kan?” Jessi minggir,“Ada kok,Bu. Silahka
Naura melintasi halaman lobbi salah satu apartemen mewah setelah mengantarkan kue titipan Mamanya untuk temannya dan segera masuk ke dalam mobil saat Siska menelepon."Hmm—""Elo beneran makan siang sama duda nomor dua?""Apaan sih duda nomor dua?" decaknya. "Namanya Mas Rendy.""Wuiiihhhhh—" Naura menjauhkan ponselnya saat mendengar pekikan Siska. "Jadi sekarang manggilnya sudah Mas?""Itu cuma panggilan biasa aja!" dengus Naura kesal, duduk di balik kemudi. "Kita cuma makan siang biasa terus nemenin dia nyari kado buat Malika.""Wuuiiiihhhh—" Naura memutar bola mata saat Siska memekik lagi. "Jadi sekarang sudah makin akrab sama tuh duda sampai diajak makan dan jalan-jalan begitu?""Itu cuma makan dan jalan biasa aja.""Tetap aja dari hal yang biasa bisa berubah menjadi hal yang luar biasa. Elo memperbolehkan dia satu kali dan dia akan mencoba lagi nanti. Pegang aja kata-kata gue!""Entahlah, gue gak mau terlalu mikirin itu.""Tapi elo harus bisa menentukan pilihan. Semakin lama elo
Siska tertawa sampai guling-guling di lantai saat malamnya Naura menceritakan kesialan apa yang dialaminya tadi siang termasuk adegan pertikaian antara dirinya dengan Arjuna.Niat hati ingin menghindar dari serangan para duda tapi apa daya kalau dia malah membuat Wisnu berasa senang akibat dipanggil calon suami. Yeah, senjata makan tuan. Kampret memang!!"Heh, elo udahan kenapa sih ah ketawanya!!" Sungutnya kesal, mendaratkan bantal sofa berkali-kali ke badan Siska yang masih dikuasai oleh tawa. "Prihatin kek, khawatir kek atau dihibur kek, eh, malah ketawa. Gue ini lagi kena musibah, Siskaaa gendengggg!!""Wait!" Siska menarik bantal di tangannya. "Gue lagi ngetawain kebegoan lo!!"Siska tertawa lagi, Naura manyun dan merebahkan diri di sofa, menutup wajahnya dengan bantal. "Aihh sial banget gue hari ini. Gara-gara dikerubungin dua duda sekaligus bikin gue jadi kehilangan fokus." Naura duduk lagi dan menarik rambut Siska dengan kesal. "Elo kemana sih?!! Gue kan sudah suruh elo siaga