Share

06. Rusuh dalam Kelas

“Bagaimana hari pertamamu bekerja?”

Naura yang sedang selonjoran kaki di sofa ruang tamu rumahnya mencebik menjawab pertanyaan Arbella yang datang dari arah dapur dan duduk di sofa tunggal sambil nyemilin kacang goreng.

“Rusuh.”

Arbella tertawa membuat Naura keki dan membuang muka kembali fokus dengan ponselnya untuk mencari tahu kegiatan Wisnu. Tapi sayangnya, sejak satu jam yang lalu tidak ada yang bisa di dapatkannya.

“Tapi seru kan?”

“Seru apanya? Stress sih iya.”

Arbella berdecak, “Tapi ingat loh ya, mereka itu anaknya orang yang nggak bisa kamu marahin sembarangan. Kamu harus hati-hati dalam berbicara dan bersikap.”

“Aku sudah berusaha semampuku,” desah Naura. Membayangkan kembali dia harus menahan dirinya sekuat tenaga agar tidak berubah menjadi hulk.

“Percayalah, itu semua akan kamu rasakan manfaatnya suatu hari nanti.”

“Aku tidak peduli,” cibir Naura.

“Kalau kamu mau menyerah dan pasrah ditinggalkan Wisnu ya kamu berhenti saja.” Naura mendelik. “Kamu bilang aja sama mereka kalau kamu nggak kuat.”

“Tidak!” Naura menggeleng. “Pokoknya aku harus kembali mendapatkan kepercayaan Wisnu apapun yang terjadi.”

“Ya, pertahankan keyakinan itu.” Naura melihat Arbella berdiri. “Kalau begitu, untuk merayakan hari pertamamu bekerja bagaimana kalau kita berdua jalan-jalan ke mall?”

Naura langsung berdiri dari rebahannya. “Traktir ya?”

“Oke.”

Naura sumringah, yah, setelah melalui hari yang berat dan melelahkan dapat traktiran begini memang pantas didapatkan.

***

Sejak pagi, Naura yang agak badmood gara-gara mobilnya mogok sudah berdiri di depan gerbang bersama beberapa orang pengajar lain untuk menyambut para siswa seperti yang seminggu ini dia lakukan. Entah dapat kekuatan dari mana hingga dia bisa bertahan sampai sejauh ini mekipun jika harus dikatakan bahwa seminggu itu bagaikan bencana baginya.

“Na—” Karen di sebelahnya memanggil. “Itu mobilnya Keylan, salah satu anak didikmu.”

“Keylan?” Naura baru mendengar nama itu. “Oh, yang kemarin izin ke luar negeri itu ya?”

Karen mengangguk, “Iya. Sana kamu samperin.”

Naura melihat pria paruh baya keluar dari kursi kemudi, bergerak cepat ke arah pintu belakang dan membukanya. Naura bergegas menghampiri.

“Selamat pagi,Key—” Naura mengatupkan bibirnya,menggantung ucapan selamat paginya saat melihat siapa yang ada di depannya. Sial!

Naura tidak tahu kenapa dunianya bisa sesempit ini hingga dia kembali di hadapkan pada anak laki-laki yang malam itu ditabraknya setelah acara lamarannya hancur. Apa mungkin ini karmanya karena berusaha keras untuk menghindar dari laki-laki yang bahkan tidak dikenalnya itu tapi sudah memarahinya bahkan menolongnya dipertemuan pertama mereka.

Sepertinya Naura sudah tidak bisa menghindar lagi dan itu menjawab pertanyaannya kenapa dia bisa melihat laki-laki itu di sekolah ini karena ternyata anaknya bersekolah di sini.

Tunggu? Anak?

Berarti laki-laki itu sudah menikah tapi kenapa dia terlihat begitu bebas?

Naura mengintip ke dalam mobil, tidak melihat laki-laki itu ada sana dan Keylan hanya diatar oleh laki-laki paruh baya yang sepertinya supir keluarga. Naura merasa sedikit lega karena dia belum siap untuk bertemu dengannya.

Anak laki-laki yang semula terlihat cemberut itu diam sesaat nelihatnya lalu senyuman lebarnya muncul menampilkan giginya yang putih bersih dan Naura langsung memprediksi kalau di masa depan nanti, anak cowok itu akan menjadi pujaan banyak kaum hawa. Dari kecil aja sudah kelihatan banget gantengnya dan nanti kalau dia besar pasti bakalan makin ambyar.

Dilihat name tagnya, Keylan Rayindra Djatmiko. Naura mengerutkan kening melihat nama yang panjang itu.

“Tante?” ucapnya riang.

Naura tidak habis pikir, kenapa anak itu terlihat senang melihatnya padahal saat pertemuan pertama mereka malam itu, dia membuat Keylan menangis.

“Tante kok di cini?” tanyanya sembari turun dari mobil.

“Panggil Ibu Naura ya karena sekarang Ibu yang akan mengajari kamu di kelas.”

“Bu gulu Naula.” Keylan mengangkat tangan kirinya. “Gandeng dong, Bu gulu Naula.”

Naura menghela napas, lelah. Masih pagi tapi dia sudah dapat kejutan seperti ini. Naura menggandengnya sampai ke depan kelas dan membiarkan dia masuk sendiri.

“Bu Naula—” Naura menoleh mendengar panggilan itu. “Papi pasti senang lihat Bu gulu.”

Setelah mengatakannya, Keylan masuk ke dalam kelas sembari tertawa-tawa meninggalkan Naura yang menatap horror. Apa laki-laki itu memang sedang mengincarnya karena dia tidak bertanggungjawab membuat Keylan menangis?

Naura bergidik,”Duh, harus ngumpet di mana kalau begini caranya.”

Naura pasrah, jika memang mereka harus bertemu, Naura tidak bisa lari lagi.

***

CROTTT!!

Naura mengatupkan bibirnya dengan tatapan tajam, di sampingnya Keylan nyengir kuda dengan tangan belepotan cat air yang tadi muncrat ke kemeja putihnya hingga menciptakan noda yang terlihat jelas.

"Keylan—" Naura menekankan suku katanya. "Jangan dipencet!!"

"Baju Bu Gulu jadi ada walnanya," ucapnya seraya tertawa dan menunjuk kemejanya.

"Siniin!"

Naura mengambil cat air warna hijau itu dengan paksa membuat Keylan kaget. Di sekitar mereka anak-anak sedang aktif membuat prakarya yang dilakukan di area terbuka, salah satu sudut gazebo sekolah sambil angin-anginan. Anak-anak jelas saja begitu antusias melakukannya. Mereka sudah memiliki cap kaki, cap tangan, cap jempol dan semacamnya untuk mengasah kreatifitas mereka meskipun hasilnya acak-acakan.

"Jangan di ambil bu, nanti Key pakai apa?" Anak cowok yang gak bisa diam itu menghentakkan kakinya. Tidak terima cat-nya diambil.

"Itu kan sudah ibu ambilin di tempatnya, yang ini jangan dibuka terus disemprot sembarangan. Coba lihat baju kemeja ibu jadi begini!" Naura jelas kesal melihat noda merah di kemejanya.

"Bagus kok bu, bial celah."

Keylan selalu saja menjawab semua omongannya.

"Sudah duduk!" Perintah Naura. "Atau ibu ambil itu kertas gambarmu."

Keylan merengut, duduk di samping Cindy yang sedang asyik menoelkan ujung telunjuknya yang berwarna kuning di kertas.

"Heran, ini anak satu kok gak bisa diam sih."

Naura menggelengkan kepala, melipat lengannya di dada dan duduk memperhatikan Keylan yang kembali ke kertas gambarnya lalu melihat kreasi anak-anak yang lain dan menunjuk-nunjuk apa yang menurutnya aneh di lihat. Anak-anak itu merengut mendengarnya dan malah tambah mengacak cat airnya di atas kertas.

"Sepertinya kalian berbakat jadi pelukis abstrak." Naura mangut-mangut sendiri dan melihat karya anak yang lainnya.

"BU GULUUUUU!!"

Pekikan di balik punggungnya itu membuat Naura berbalik, mendelik saat Keylan menyodorkan telapak tangannya yang sudah berhias cat air seraya berlari ke arahnya dan tersandung cat air milik Lisa hingga membuatnya langsung menubruknya.

"Awwwwww—" rintih Naura yang terjerembab ke belakang sementara Keylan ada di atasnya.

"Aduhh atitttt,"Keylan meringis-ringis.

Naura mendelik, makin melotot saat menyadari di mana cap tangan Keylan yang berwarna merah itu berada.

"KEYLAAAN!!!" pekik Naura mengangetkan semua yang ada di sana.

Telapak tangan Keylan menempel di dadanya dan saat anak itu menarik diri dan duduk,cap tangannya tertinggal di sana. Naura melotot, Keylan tertawa senang.

"Yeaaaayyyyyy!!!" pekik Keylan kemudian. “Baju bu gulu ada walnanya.”

Untung anak kecil, coba kalau sudah dewasa. Pasti bukan cap tangan lagi yang ada di sana tapi remasan tangan.

"Shit!!" umpat Naura kesal, meski dengan suara pelan. Keki.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status