Beranda / Romansa / TERGODA CINTA DUDA DINGIN / 03. Kemunculan Lelaki Tampan

Share

03. Kemunculan Lelaki Tampan

Penulis: irma_nur_kumala
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Jes—” Naura memberikan kode pada Jessi, sekretaris Wisnu yang duduk di meja kerjanya tidak jauh dari ruangan kantor bosnya.”Kamu pahamkan yang aku bilang tadi?”

Jessi mengangguk,”Paham,Bu. Kalian lagi bertengkar ya,Bu Naura?”

“Ssstt—” Naura menggeleng. “Cuma salah paham aja.” Melirik sekilas pintu kantor Wisnu yang saat ini terutup karena dia sedang ada meeting dengan client.

“Hati-hati loh,Bu.” Naura mengeryit. “Salah pahamnya jangan kelamaan—” Jessi berbisik pelan. “Yang mau ngerebut pak Wisnu banyak.”

Naura melotot,”Ihh, awas aja! Kamu lihat dong cincin ini—” Naura menunjukkan cincin lamaran Wisnu.”Kami on the way menikah.”

“Ohh—” Jessi manggut-manggut sembari membenarkan rambutnya. “Selamat deh,Bu.”

Naura mengibaskan rambutnya, melirik sekilas Siska yang nampak tidak senang dengan Jessi yang sudah sibuk sendiri dengan riasannya. Rencananya, dia akan menyelinap ke kantor Wisnu saat kekasihnya itu keluar. Mereka harus mencoba berbicara dari hati ke hati.

Klek!

Naura menoleh ketika mendengar suara gagang pintu,menarik Siska sembunyi bersamanya di balik dinding yang tertutup tanaman tidak jauh dari pintu.

Wisnu terlihat keluar bersama seorang pria paruh baya,sibuk mengobrol hingga tidak menyadari keberadaannya dan berhenti di depan lift memberikan kesempatan pada Naura untuk menyelinap masuk. Meninggalkan Siska,sahabat yang dia seret menemaninya untuk menunggu sebentar di luar. Dia terpaksa melakukan ini agar Wisnu mau berbicara dengannya.

Sesampainya di dalam, Naura memilih duduk di kursi Wisnu seperti yang biasa dia lakukan kalau sedang berkunjung, menunggu Wisnu dengan harap-harap cemas.

Klek.

Naura menahan napas, mendengar suara pintu yang terbuka hingga tanpa sadar dalam hati menghitung langkah kaki Wisnu hingga menyadari keberadaannya.

“Naura.” Wisnu nampak kaget. “Ngapain kamu di sini?”

“Memangnya mau apa lagi selain menemuimu yang sama sekali tidak mau mengangkat teleponku.”

Wisnu berdecak, melipat lengannya di dada,”Jadi, apa keputusanmu?” tanyanya to the point.

Naura berdiri, menghampiri Wisnu dan berdiri berhadapan,”Kasih aku waktu tiga bulan.”

“Tiga bulan?”

“Ya, setelah tiga bulan, aku akan memberikan keputusanku. Kamu harus memberiku kesempatan untuk mempersiapkan diriku sendiri dengan apa yang menjadi ketakutanku selama ini.”

Wisnu nampak berpikir sesaat,”Memangnya apa yang akan kamu lakukan?”

Naura menggigit ujung kukunya yang runcing,”Aku sudah ada rencana yang mungkin bisa membuatku berubah pikiran nanti meskipun aku nggak yakin juga tapi tidak ada salahnya di coba."

Wisnu berdecak, melewatinya begitu saja dan duduk di kursinya.

“Kamu nggak percaya sama aku?” Naura mulai gusar. “Nunggu tiga bulan lagi tidak akan jadi masalahkan?”

“Entahlah. Mama menyuruhku untuk segera menikah dan memberinya cucu. Aku tidak tahu dia bisa menunggu tiga bulan lagi atau tidak!”

Suara Naura mulai meninggi,”Memangnya selain aku, kamu akan menikah dengan siapa lagi?!”

Wisnu berdiri,”Seharusnya kamu tidak keras kepala seperti ini dari awal. Tugas seorang istri itu ya memberikan keturunan. Kalau kamu nggak mau direpotkan dengan hal-hal seperti ini seharusnya kamu hidup sendiri aja!”

Naura ternganga mendengar semua hal yang dikatakan Wisnu. Memangnya salah jika dia memiliki pemikiran untuk menunda memiliki anak sampai dia merasa siap lahir dan batin.

Wisnu berjalan melewati Naura yang bergeming di tempatnya.

“Wisnu—” Naura balik badan.”Kita masih belum selesai bicara!”

Wisnu berhenti dan menoleh,”Memangnya apa lagi? Ya kita lihat saja tiga bulan lagi. Apakah kita bisa menikah atau tidak?!”

Wisnu meninggalkannya begitu saja bergeming di tempatnya berdiri. Dia merasa kalau Wisnu tidak mau mempertahankan hubungan mereka hanya karena masalah ini. Tapi Naura mencintainya.

“Ah,sialan!” decak Naura,kesal sendiri.”Punya laki kok kebelet kawin dan beranak pinak gitu sih.”

Naura keluar dari ruangan Wisnu sambil memikirkan jalan keluar untuk masalahnya karena Wisnu tidak mau mengalah dengannya sedikit saja.

***

"This's crazy!!"

Naura mengedarkan pandangan, mencoba menganalisis medan perang yang akan dia takhlukan beberapa bulan ke depan. Khas seperti bangunan sekolah yang memiliki beberapa sarana bermain, lapangan luas, ruangan serba guna yang berbentuk seperti pendopo, kantin yang terjamin kebersihannya dan bangunan lain yang tidak tahu apa fungsinya. Ibu-ibu yang menunggu anak-anaknya, duduk bergerombol sambil berceloteh di sudut lain bangunan yang sepertinya dikhususkan untuk menunggu.

Tanpa sadar, Naura menghela napasnya. Sanggupkah dia melakukannya tanpa mengibarkan bendera putih tanda menyerah lebih dulu?

Bapak yang diikutinya tiba-tiba berhenti di depan salah satu pintu coklat membuat Naura hampir saja menubruknya dari belakang dan saat si Bapak berbalik, Naura langsung mundur selangkah.

"Langsung masuk aja Mbak." Bapak itu tersenyum ramah.

"Makasih Pak—"

"Pak Kasep," ujarnya seraya tersenyum.

Naura menganguk lalu Bapak itu meninggalkannya berdiri sendiri di depan pintu kayu yang tertutup rapat.

"Selamat pagi."

Naura mengetuknya seraya memberikan salam dan pintu itu terbuka menampilkan seorang wanita gemuk yang mencepol rambutnya ke atas.

"Pagi."

Ibu kepala sekolah bernama Dahlia itu memperhatikan penampilannya dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan heran. Mungkin penasaran berapa kira-kira kisaran harga yang harus dikeluarkan untuk bisa tampil cetar sepertinya.

"Apa kamu benar yang bernama Naura yang direkomendasikan langsung sama Ibu Keke Pramudhani untuk mengajar seni di sini?"

Ah ya itu nama Tantenya temen Arbella.

"Iya benar."

Wajah si Ibu gak ada senyum-senyumnya sama sekali, terlihat judes dan menyebalkan.

"Kamu enggak salah kostum?" tanyanya tanpa aba-aba.

"Hah?" Naura cengok.

"Kamu itu di sini mau ngajar paud bukannya jadi sekretaris direktur lelaki berperut kotak-kotak. Yang kamu hadapin itu anak-anak bukannya lelaki dewasa yang bisa kamu goda."

Naura mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Ya sudah kalau begitu karena ini hari perkenalan saja jadi kamu saya kasih toleransi. Ayo masuk dulu."

Belum juga sempat menjawab eh si Ibu gendut sudah kembali ke mejanya meninggalkan Naura yang cengok selama beberapa saat kemudian tersadar dan buru-buru masuk ke dalam.

"Bukannya yang terpenting pakaian saya masih sopan Bu?" Naura berdiri di depan mejanya. "Tidak mengumbar aurat ke mana-mana."

"Tapi kostum sama dandananmu itu terlalu berlebihan. Duduk!" perintahnya tegas.

Naura duduk sambil merengut dan selama belasan menit berikutnya dia habiskan dengan mendengarkan semua peraturan yang ada di sekolah dengan kepala mengangguk, malas banget berdebat.

"Ayo kita keliling sekolah."

Akhirnya ocehannya selesai juga. Dalam hati Naura mendesah lega karena jengah dengan semua omongan si Ibu.

"Iya Bu."

Naura mengikuti Ibu Dahlia keluar dari ruangan, membawanya berkeliling memperlihatkan ruangan-ruangan yang sering mereka gunakan dan mengenalkannya pada orang-orang yang bekerja di tempat ini.

Sampai di depan pintu yang tertutup dan terdengar suara anak-anak menyanyi di dalam, Bu Dahlia berhenti dan menoleh ke arahnya.

"Mereka lagi belajar."

Naura langsung bergidik sembari mengintip sedikit ke dalam. Ruangannya luas, berdinding kaca dan ada sekitar lima belas anak berseragam yang umurnya sekitar tiga atau empat tahun berdiri bergerombol di depan.

Naura memperhatikan kegiatan mereka yang muter-muter gak jelas bahkan ada yang ngesot-ngesot di lantai entah maksudnya apa. Hanya Tuhan dan anak itu sendiri yang tahu dan Naura gak mau capek-capek memikirkannya.

“Sepertinya cukup sampai di sini dulu.”

Naura mengalihkan pandangannya ke ibu Dahlia yang kembali melanjutkan langkahnya dan dia mengekori di belakang sampai kembali ke dalam ruangannya.

“Sekarang kita bahas tentang kontraknya.”

Selama satu jam Naura berada di dalam mendengarkan ocehan Ibu Kepala Sekolah dan menandangani surat kontrak yang hanya memakan waktu sepuluh menit itu. Naura membuka pintu dan ternganga kaget saat mendapati seseorang berdiri menjulang menghalangi jalannya.

Reflek Naura langsung banting pintu hingga tertutup kembali dengan kerasnya membuat Ibu Dahlia jelas kaget.

“Pintu saya bisa ambruk kalau kamu tutup begitu, Naura.” Ibu Dahlia menghampiri. “Ada apa sih?”

“Jangan di buka,Bu. Ada setan.”

Telat. Ibu Dahlia sudah membukanya dan Naura menutup wajahnya dengan tangan karena takut dengan apa yang dia lihat tadi.

“Ada apa sih?”

Naura mencoba mengintip, lalu bingung saat melihat tidak ada siapa-siapa di sana seperti yang dilihatnya tadi. Naura berpikir mungkin dia berhalusinasi akibat dari ciuman menyebalkan laki-laki itu tapi sepertinya dia juga tidak salah lihat.

“Angin Bu.” Naura cegengesan membuat Ibu Kepala Sekolah mendelik. “Saya pulang dulu ya Bu.”

Tanpa menunggu jawaban, Naura langsung ngacir pergi ke tempat parkir di mana mobilnya berada dan masuk ke dalamnya.

Saat akan menyalakannya seseorang membuka pintu samping dan masuk begitu saja membuat Naura reflek menjerit.

“AAAKHH!” Naura terlonjak ke pojokan, kaget.

Laki-laki itu melipat lengan di dada dan tersenyum smirk,”Akhirnya, ketemu juga dengan orang yang tidak bertanggungjawab itu."

Naura menggerang, tidak lagi bisa berkutik tapi saat melihat ke spion, ada taksi yang sedang menurunkan penumpang tepat di belakang mobilnya, ide gilanya muncul.

“Sori, kita nggak ada urusan!”

Setelah mengatakannya, Naura melesat keluar membawa tasnya dan secepat kilat masuk ke dalam taksi mengabaikan teriakan seseorang.

“Terbang Pak, cepat!”

Bodo amat sama mobilnya yang dia tinggalkan begitu saja. Pokoknya dia harus melarikan diri dulu dari laki-laki yang membuat jantungnya rasanya mau copot.

***

Bab terkait

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   04. Bersiap Untuk Perang

    "Ya Tuhan,kenapa gue apes banget ya!"Naura memegangi kepalanya dengan dua tangan terlihat begitu frustasi sementara sahabatnya, Fransiska, pemilik apartemen yang dia tinggali sementara selama mengajar di Paud sedang duduk santai menikmati kue blackforest sambil bertopang dagu. Mendengarkan saja Naura menumpahkan kekesalannya."Di sana penuh dengan anak-anak yang terlihat susah diatur.""Yaiyalah anak-anak. Kalau nenek-nenek ya namanya panti jompo!"Naura melotot. "Ih serius. Elo tahu kan apa yang gue maksud?!""Lebay." Siska mengunyah blackforestnya. "Cuma elo aja yang menganggap kalau anak-anak itu menyebalkan padahal ya mereka itu lucu dan ngegemesin.”Naura menopangkan dagu, menghela napas panjang. "Keponakan-keponakan gue yang biang onar itu. Setiap mereka datang ke rumah atau pas gue lagi main ke rumah mereka, pokoknya hanya ada keributan aja di sana. Bikin pusing dan sumpek. Belum lagi kalau kakak-kakak gue lagi ngomelin mereka."Siska tertawa membuat Naura keki dan dengan ger

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   05. Frustasi Di Hari Pertama

    “Beb, ini sih namanya bunuh diri." Naura memutar bola mata sembari mengotak-atik ponsel di tangan saat perias yang sedang menata rambutnya berkomentar."Elo kan gak suka banget sama anak kecil. Udah deh dari pada elo yang pusing nantinya mending angkat bendera putih aja dari sekarang.""Kamu lebay deh, Don. Masa gue harus kalah sebelum berperang sih. No Way!!"Doni Amirah, lelaki berjari lentik di salon langganannya yang bisa menyulap itik buruk rupa menjadi secantik cinderella itu sangat tahu bagaimana tidak sukanya dia dengan anak-anak.Pagi-pagi buta, Naura sudah ada di depan salon Doni padahal jam operasionalnya itu masih beberapa jam lagi hingga membuat Doni marah-marah. Dihari pertamanya bekerja, Naura ingin penampilannya sempurna supaya mudah mempengaruhi anak-anak."Ihh dibilangin juga ih. Gue gak bisa bayangin itu nanti anak-anak bakal lihat wajah monster lo yang galaknya gak ketulungan. Kasihan aja sih sama mereka yang harus berhadapan dengan guru modelan lo gini."“Makany

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   06. Rusuh dalam Kelas

    “Bagaimana hari pertamamu bekerja?” Naura yang sedang selonjoran kaki di sofa ruang tamu rumahnya mencebik menjawab pertanyaan Arbella yang datang dari arah dapur dan duduk di sofa tunggal sambil nyemilin kacang goreng. “Rusuh.” Arbella tertawa membuat Naura keki dan membuang muka kembali fokus dengan ponselnya untuk mencari tahu kegiatan Wisnu. Tapi sayangnya, sejak satu jam yang lalu tidak ada yang bisa di dapatkannya. “Tapi seru kan?” “Seru apanya? Stress sih iya.” Arbella berdecak, “Tapi ingat loh ya, mereka itu anaknya orang yang nggak bisa kamu marahin sembarangan. Kamu harus hati-hati dalam berbicara dan bersikap.” “Aku sudah berusaha semampuku,” desah Naura. Membayangkan kembali dia harus menahan dirinya sekuat tenaga agar tidak berubah menjadi hulk. “Percayalah, itu semua akan kamu rasakan manfaatnya suatu hari nanti.” “Aku tidak peduli,” cibir Naura. “Kalau kamu mau menyerah dan pasrah ditinggalkan Wisnu ya kamu berhenti saja.” Naura mendelik. “Kamu bilang aja sam

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   07. Kesialan Tak Terduga

    Hari ini lengkap sudah deritanya. Tadi pagi mobilnya mogok, tidak ada seorangpun yang bisa diandalkan untuk datang membantunya selain tukang bengkel hingga akhirnya memilih naik taksi, maag-nya kambuh karena belum makan, kemeja putihnya sudah bercorak saat ini yang bisa aja dia cuci tapi itu malah akan membuat warnanya amburadul jadi terpaksa dia pakai dan akan membuangnya saat berada di apartemen dan sekarang saat pulang, hujan turun dengan derasnya. Sekolah sudah sepi sejak setengah jam yang lalu, Naura memilih berdiri sendirian di gerbang menunggu Fransiska yang akan menjemputnya, di bawah lindungan payung yang dipinjamkan Karen yang motifnya spongebob. Luar biasa sekali Naura meniup poninya. "Apes banget hari ini." Naura memeluk tubuhnya sendiri, memperhatikan sekelilingnya dan hujan seakan mengaburkan pemandangan apapun yang ada di depannya. Saat melihat kemejanya, di mana ada dua corak telapak tangan yang letaknya pas banget di masing-masing bagian dadanya membuat Naura tam

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   08. Memergoki Hot Daddy

    Setelah diancam akan digeret ke pengadilan sama hot daddy yang ganteng itu, Naura stress. "Elo kalau stress mengerikan!!" Di sampingnya, Siska begidik seraya menunjuk lima paperbag dengan ukiran nama merek butik terkenal yang Naura letakkan di atas kursi. Malam ini, Naura menggeret paksa Siska menemaninya ke mall untuk menghilangkan rasa stress dan penat setelah seharian mengalami kesialan. "Ya inilah gue." Naura menggidikkan bahu, duduk menyandar di kursi salah satu restoran di dalam mall yang malam ini cukup ramai. Steak di piringnya masih sisa setengah berbeda dengan Siska yang sudah menghabiskan spaghetti-nya dan sedang menyantap es krim coklat bertabur kacang almond. "Memangnya elo gimana?" "Gym—" Siska menyendok es krim di mangkuknya. "Yoga dan sebagainya." "Ah kalau itu sih memang keharusan. Gue selalu rutin olahraga." "Elo ngilangin stress ngabisin duit berjuta-juta." Siska menggelengkan kepala, Naura hanya nyengir. "Jadi sebenarnya elo stress karena bertemu dengan lak

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   09. Like Father like Son

    Gara-gara laki-laki itu juga, Naura sampai gak bisa tidur dan paginya malah bangun kesiangan dan buru-buru berangkat ke sekolah sampai tidak sempat sarapan. Padahal dia tahu akibatnya jika tidak sarapan bagi tubuhnya.Di sekolah, dia jadi gampang marah. Entah sudah berapa banyak anak-anak yang dia omeli padahal mereka melakukan kesalahan yang tidak perlu dipermasalahkan. Bahkan Keylan sudah dia marahi habis-habisan karena tidak mau menurut.Setelah semua anak-anak sudah pulang, Naura keluar dari ruangan kelas setelah membersihkan beberapa barang yang tercecer. Dia sudah membayangkan makan rawon iga yang enak banget hingga membuatnya buru-buru keluar dari sana.Saat berada di depan pintu di mana sepatunya berada, Naura terdiam sesaat dan menyimpitkan mata. Ada yang bergerak-gerak di sana. Naura mengedarkan pandangan melihat suasana sekolah yang sepi lalu kembali memperhatikan apa yang ada di dalam sepatunya. Naura mengaitkan rambut panjangnya ke telinga, merunduk seraya mengulurkan ta

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   10. Adegan Pingsan Dadakan

    “Arjuna Ivander.” Naura mengulang nama itu di kepalanya. Namanya aja udah macho banget meski terkesan sangat Indonesia tapi cocok untuk hot daddy yang satu itu. Bertanya-tanya dalam hati apa wanita berdandanan menor yang dilihatnya kemarin malam di restoran itu adalah Srikandinya. "Iya." Karen menyendok rawon iganya ke dalam mulut sebelum melanjutkan. "Pak Arjuna yang gendong kamu ke klinik. Dia panik banget tadi." "Bohong!!" bantah Naura dengan lantang. Mana mungkin lelaki straight face begitu panik. Kalau tertawa mengejek sih lebih masuk akal. Karen berdecak, menggigit iga lepas dari tulangnya dan mengunyahnya. "Terserah kalau gak percaya." "Aku gak percaya." Karen menggidikkan bahu, terus mengunyah sementara Naura bahkan belum menyentuh iga rawon yang sangat diidamkannya dari tadi pagi karena sibuk memikirkan nasibnya yang hari ini memalukan. Lebih tepatnya, sangat-sangat-sangat-sangat memalukan. Naura bersyukur ketika terbangun dari pingsannya, lelaki dengan ekspresi sedat

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   11. Membuat Bento Dadakan

    "Bu Naula—" "Apa?!" jawab Naura sambil melotot. Keylan merengut seraya mengulurkan kotak bekalnya. "Ini buat Ibu Gulu." "Kenapa buat Ibu?" Naura sempat kaget saat tiba-tiba Keylan datang dan memberikan bekalnya yang biasa dia bawa di kotak makan motif spiderman itu padahal masih terlalu pagi. Biasanya Keylan akan datang kalau sudah mendekati jam masuk sekolah. "Supaya Bu Gulu enggak pingsan lagi sepelti kemalin." Naura mendorong balik bekal itu. "Gak usah, Ibu sudah sarapan." Keylan menarik bekal itu dengan wajah sedih. Naura berdecak. "Nanti kalau Ibu yang makan, kamu bisa pingsan." Keylan menggelengkan kepala, menyodorkan lagi bekalnya. "Kata Papi jadi anak lelaki itu halus kuat, halus mendahulukan pelempuan." Naura menaikkan alis mendengarnya, anak sekecil ini sudah diajarin menjadi seorang gantleman. “Kalau gak mau semua ya udah sepaluhnya aja.” "Nanti Ibu yang dimarahin sama Papimu." Naura berdiri dari duduknya setelah membereskan buku bergambar juga crayon yang

Bab terbaru

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   27. Duda Atau Bukan?

    "Ketawa aja terus sesuka hatimu!!" Naura jengkel. "PUAS?!"Arjuna menunduk memijit pelipisnya, menelan sisa tawanya dan mengangkat pandangan dengan tatapan geli juga senyuman di bibir. Satu sikunya diletakkan di atas meja."Aku—" Naura menunggu, Arjuna tertawa lagi. "Astaga, ini menggelikan."Naura ternganga, apa maksudnya Arjuna gendeng ini?"Papi teltawaaaaa." Keylan tersenyum lebar. Memangnya kalau Arjuna ketawa, itu seperti menang togel, harus dirayakan. Walaupun yah, Naura terkesima melihatnya. Sangat terkesima. Bayangkan saja, laki-laki yang lebih sering menampilkan ekspresi datar ternyata memiliki tawa serenyah kerupuk rengginang, membuat wajahnya semakin tampan. Momen yang menyenangkan meskipun Naura gak tahu, Arjuna itu sedang menertawakan apa."Oke. Serius deh aku geli."Naura menyimpitkan mata melihat Arjuna yang menahan senyum dengan tatapan dalam, tiba-tiba tangannya terulur mencubit pipinya dengan gemas membuat Naura merasakan tubuhnya menegang, desiran darahnya terasa

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   26. Kejadian Memalukan

    "Kerja rodi," desahnya dengan kepala yang terasa nyut-nyutan.Naura mengangkat dua koper ukuran kecil yang warna dan bentuknya sama di atas tempat tidur dan berdiri diam nampak berpikir. "Ini yang mana koper bajunya Keylan ya?"Naura memandangi keduanya lalu memilih yang paling kanan dan membukanya. Dilihatnya tumpukan paling atas ada berkas-berkas yang Naura tahu pasti punya Arjuna."Ah bukan yang ini."Naura mendorong minggir koper itu dan menggeser koper yang satunya berniat membukanya tapi apesnya koper Arjuna malah terjatuh dari tempat tidur dalam keadaan terbalik. Naura terkesiap melihatnya dan menutup mulutnya dengan tangan."Mampus!"Naura buru-buru berjongkok untuk membereskannya dan berdecak saat pakaian Arjuna terjatuh semua ke lantai. Naura merapikan beberapa kemeja dan celana yang ada di sana sebelum di masukkan lagi ke koper dan setelah semua beres, Naura terbelalak melihat benda-benda terakhir yang berserakan di sana."Aduh—" Naura mengaduh, mengacak rambutnya dengan bi

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   25. Anak Kecil Banyak Maunya

    Perjalanan membutuhkan waktu sekitar dua jam kurang dilihat dari traffic kendaraan saat weekend tapi baru setengah jam berjalan, Naura yang duduk diapit Keylan dan Papinya sudah merasa seperti melakukan perjalanan selama dua hari. Bagaimana Naura gak lebay kalau keduanya kompak tertidur dan menjadikan bahu juga pahanya sebagai pengganti bantal. Like father like son, bagaikan pinang dibelah kampaknya wiro sableng.Arjuna gendeng menjadikan bahunya sebagai tempat untuk menyandarkan kepalanya sementara Keylan yang capek mainan, melungker dengan kepala di atas pahanya sambil memeluk mobil-mobilannya. Trus Naura kudu piye?"Maaf ya Non. Pak Arjuna dan Keylan baru pulang dari London dan sampai di Jakarta hampir larut malam," ucap sang supir yang sepertinya supir kepercayaan Arjuna.Naura tersenyum, "Oh begitu Pak. Pantas saja sepertinya mereka kelelahan."Sialan memang! Apa ini gunanya dia berada di tengah-tengah mereka? Konspirasi bapak dan anak yang luar biasa menjengkelkannya!"Iya Non

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   24.Babysitter Dadakan

    Naura punya agenda weekend tapi dia pura-pura gak ingat juga tidak peduli karena lelaki yang dengan seenaknya membuat janji kemungkinan besar tidak muncul, jadi yang Naura lakukan hanya bergelung di dalam selimut sampai jiwanya siap untuk bangun dan menyapa dunia mengabaikan ponselnya yang bergetar tanpa henti.Siska semalam sudah pergi ke rumah orang tuanya di Bandung, jadi hari ini dia bisa bersantai seperti orang gak punya kerjaan tanpa ada orang yang mengganggunya.TING TONG TING TONGNaura menutup wajahnya dengan bantal saat mendengar suara bel berbunyi di luar.TING TONG TING TONG "Arrrgghh!” Naura duduk dengan wajah kesal. "Siapa sih ah?!"TING TONG TING TONG "Iya sebentar,” teriaknya, turun dari ranjang, memakai sandal bulu kelinci pinknya dan bergegas ke luar. "Siapa sih orang gak tahu diri yang menggangu pagi-pagi begini?" Naura sempat melihat sekilas jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi.Hanya mengenakan baby doll motif Minnie, penutup mata yang nangkring di kepa

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   23. Mulai Terpengaruh

    "Elo nyeselkan?"Naura tersentak kaget dari lamunannya saat mendengar teguran Siska. Dengan lebay, Naura menghela napas panjang, bertopang dagu, mengambil satu sushi dengan sumpit yang kemudian dia angkat sejajar dengan mata dan memandanginya tanpa minat. Biasanya, makanan favoritnya itu bisa membuat mood-nya yang semula runtuh langsung melambung dalam sejekap. "Cuma kepikiran aja sih.”Siska berdecak, terlihat sekali menikmati Ramennya. "Wajar aja sih kalau dia marah. Belum jelas apa statusnya, elo sudah ngomong gitu di depan orang tua lo sendiri. Kalau ternyata dia sudah duda, mampus lo!”Naura manyun, masih memperhatikan sushinya dan mendesah, "Kenapa kalau lihat sushi ini, aku kayak lihat wajahnya Arjuna."Siska hampir saja menyemburkan Ramen yang dikunyahnya."Wah, lo benar-benar pintar melakukan penghinaan. Bisa kena pasal berlapis loh nanti!" decaknya. "Kurang ajar banget, muka seganteng dia disamakan dengan Sushi." Naura mencebik. "Bukan itu maksud gue.""Terus?" "Sushi in

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   22. keciduk Makan Malam

    "Bagaimana?" Tanya Naura basa basi.Arjuna yang baru saja meletakkan pisau setelah menghabiskan steak terbaik di restorannya itu mengangguk. "Good.""Just it?!"Arjuna mengambil gelas winenya. "Ini menu terbaik restoranmu kan?""Begitulah," ucap Naura dengan senyuman bangga."Kalau begitu kamu sudah tahu apa jawabanku."Naura mencebikkan bibirnya, mengambil gelas berisi red wine miliknya dan meminumnya sambil ngedumel dalam hati. Tinggal bilang enak aja kok repot pake muter-muter segala. Emangnya susah banget cuma tinggal ngomong empat kata itu doang. Cih!Naura meletakkan gelasnya, menatap Arjuna yang sedang meminum winenya. "Kamu—""Ganteng. I know," sela Arjuna sok pedenya membuat Naura melotot kesal."Kamu belum pernah ngerasain tabokan maut ya," desis Naura seraya menekan kata-katanya."Belum," jawab Arjuna seadanya. "Kalau kamu bersedia melakukannya maka aku akan meminta hidupmu sebagai pertanggunjawabannya."Naura ternganga maksimal. Lelaki di depannya ini beneran gendeng."Apa

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   21. Lelaki Penuh Gengsi

    Naura : Please, tolongin gue!Siska : Kenapa lo? Pingsan lagi?Naura : Kalau gue pingsan gak bakalan ngirim chat ini, ndul!Siska : Yah, siapa tahu raga lo!Naura : Ngaco! Tolong selamatkan gue sekarang.Siska : Lo sudah makan belum sih kok ngaco?Naura menghembuskan napas kesal dan kembali mengetik balasan dengan cepat.Naura : Gue lagi makan siang sama dua orang tua murid. Lelaki yang satu murah senyum tapi gak ganteng-ganteng amat berstatus duda tulen dan lelaki yang lain, wajah songongnya minta digampar bolak balik dan status dudanya masih dipertanyakan tapi ganteng. Ini hasil dari jebakan dua anak kecil. Gue dikibulin hari ini.Siska : Lo masih gadis tapi kenapa magnetnya om-om duda sih?Naura : Sialan!!Siska typing....."Ehmmm—" Naura mengangkat pandangan saat Pak Rendy yang duduk di depannya sedang menyuapi Malika berdeham menarik perhatian membuat Naura langsung tersenyum sopan."Apa anak saya merepotkan di sekolah,Bu?"Naura diam sesaat kemudian menggeleng. "Oh sama sekali

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   20. Duda Zaman Now

    “Bu gulu Naula, ayo dong cepet telponin Papi," rengek Keylan."Ayah Malika juga ya." Di sampingnya, Malika ikut-ikutan."Kenapa kalian berdua hari ini kompak sekali," decak Naura seraya berkacak pinggang. "Ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Oke?"Keylan dan Malika mengangguk bersamaan lalu tertawa. Bahagia sekali bisa membuatnya kesal. Naura menghembuskan napas panjang seraya mengeluarkan ponsel dari saku blazernya."Siapa dulu yang harus Ibu telpon, hmm?""Ayahnya Malika duluan." Malika mengangkat tangannya tinggi-tinggi."Papi Aljuna juga ya Bu Naula.""Iya," decak Naura. "Papimu yang terakhir aja."Naura berharap kalau Keylan tiba-tiba lupa supaya dia tidak perlu menelepon Arjuna tapi melihat cengiran bahagia dan tatapan binar Keylan membuat Naura menggerang kesal. Mau tidak mau dia harus memberanikan diri menelepon laki-laki berjiwa rentenir itu yang membuatnya seketika ingat dengan semua hutang budinya. "Oke Malika. Ibu akan menelepon Ayahmu duluan.""Yeeeaaayy," sorak

  • TERGODA CINTA DUDA DINGIN   19. Frustasi Tiada Akhir

    "Waaahh, kamu benar-benar laki-laki yang tidak berperasaan." Arjuna terlihat mengedarkan pandangan. "Dari awal sudah aku katakan kalau kamu akan menyesal jika mencari gara-gara denganku. Aku dengar tadi siang, Keylan nangis gara-gara kamu dorong." "Tidak—" Naura menelan salivanya. "Bukan seperti itu. Tapi anakmu sangat menyebalkan karena mengekoriku ke mana pun." "Apa dengan cara seperti itu kamu mengusirnya?" Naura sudah akan membuka mulut tapi ditutupnya lagi. Arjuna memegang dua lengannya dan mencengkramnya dengan tatapan tajam. "Aku tidak mau lagi mendengar yang seperti itu. Keylan butuh perhatian—" "Apa karena Mamanya sakit?" Tanya Naura membuat Arjuna langsung terdiam selama beberapa saat. "Kamu terlihat seperti lelaki bebas tapi ternyata istrimu sedang sakit. Laki-laki macam apa kamu ini?" Arjuna melepasnya cengkramannya tanpa mengucap sepatah katapun dan berbalik lalu melambaikan tangan ke arah kejauhan sampai ada mobil taksi yang mendekat dan berhenti di depannya. Ar

DMCA.com Protection Status