Share

Bab 2

"Apa yang terjadi denganmu, Azizah? " 

Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Azizah bergegas menyeka air matanya, memaksakan bibirnya untuk tetap tersenyum dan menyapa teman dekatnya dengan lembut. 

"Sri, kamu kok bangun? " suara Azizah bergetar hebat, namun ia mencoba untuk tetap kuat, menyembunyikan semua rasa sakit yang menusuk hatinya dari teman terbaiknya itu. 

Sri menarik napas dalam-dalam, lalu bangkit dan duduk di sisi Azizah, " Aku mendengar semuanya, Azizah. Aku terbangun sejak tadi dan mendengarmu yang terus saja menangis."

"Bukankah kita sudah menjadi teman baik? Lalu, kenapa kamu sembunyikan kesedihanmu ini pada temanmu ini? " tanya Sri dengan suara pelan, agar tidak membangunkan rekannya yang lain. 

Azizah menggeleng, " Kamu salah dengar, aku baik-baik saja, Sri. Aku ...  aku hanya merindukan putriku. Pasti saat ini dia udah bisa jalan, pasti dia udah bisa makan sendiri. " Bibirnya bergetar dan air matanya pun kembali mengalir. 

"Aku sangat merindukan Nayla, aku merindukannya," ujar Azizah, kembali ia menangis terisak sambil memeluk lututnya. 

Sri menghela napas berat, ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan teman dekatnya itu. Terlebih sudah enam bulan, suami Azizah tidak pernah datang membawa Nayla yang dulu sering datang ke rutan menemui Azizah. 

"Katakan padaku, apa yang sudah suamimu lakukan? Kenapa kamu mengatainya pria yang jahat? Jika kamu menganggap aku ini teman dekatmu, kamu bisa berbagi sedikit saja kesedihan yang kamu rasakan padaku. Selama ini aku sudah berbagi semua kisahku padamu, Azizah. Sekarang, bagi sedikit saja kisahmu padaku, " pinta Sri, matanya berkaca-kaca. 

"Sri, suamiku ... suamiku ... " suara Azizah terputus-putus, tak kuasa rasanya ia melanjutkan ucapan yang seolah akan menusuk hatinya lebih dalam. 

"Ya, ada apa dengan suamimu? "

"Mas Heru, tadi siang. Mbak Dina datang, dia memberitahukan padaku jika Mas Heru. Mas Heru ... " diiringi dengan lelehan air mata yang mengalir semakin deras membasahi pipinya, Azizah pun menceritakan semuanya pada teman dekatnya itu. 

"Mas Heru menikah lagi, Sri. Dia menikah di saat aku masih berada di dalam penjara, dia tega mengkhianatiku! Padahal aku di dalam penjara ini demi melindungi dia, demi melindungi dia! "

Sri menatap Azizah dengan mata yang membulat, " Apa maksudmu, Azizah? "

Ya, selama ini Azizah tidak pernah menceritakan kalau ia berada di dalam penjara demi melindungi suaminya. Semua rekan-rekannya hanya tahu ia dipenjara karena kasus penipuan, dan selama ini Azizah juga selalu menceritakan hal baik tentang suaminya. 

Semua itu ia lakukan hanya demi menjaga aib dari pria yang begitu ia cintai. Tak pernah sedikitpun ia menceritakan keburukan dari suaminya itu. 

"Sebenarnya aku bukanlah wanita yang suka mengumbar aib orang lain, apalagi ini aib suamiku sendiri, " ucap Azizah di sela isak tangisnya. 

"Aku sama sekali gak bersalah, dan aku sama sekali gak melakukan penipuan yang dituduhkan padaku."

"Jika kamu gak ngelakuin penipuan, kenapa kamu bisa berada di dalam sini, Azizah? Kenapa? " tanya Sri dengan tatapan heran. 

Azizah menarik napas dalam-dalam, ia mengedar pandangan ke sekitar. 

"Kamu tenang saja, Azizah. Mereka semua tidak akan bangun jika kita berbicara pelan, " ucap Sri. Ia lalu menunjuk ke jeruji besi, mengajak Azizah untuk mengobrol di sana

Azizah mengangguk, mereka berdua melangkah dengan hati-hati di sela teman-teman mereka yang tengah tertidur pulas. Lalu  keduanya duduk dibalik jeruji. 

"Sekarang kamu bisa cerita semuanya padaku, Azizah. Aku janji, aku gak akan cerita ke siapa-siapa, " ucap Sri. 

Azizah mengangguk, ia genggam tangan Sri dengan erat. " Aku percaya padamu, Sri. Kamu teman terbaikku."

Sri terdiam, tangannya terkepal kuat, hatinya seperti teriris saat Azizah menceritakan semua yang menimpa dirinya selama ini. Semuanya Azizah ceritakan, tanpa ada yang ia tutupi lagi. 

"Kejam! Suamimu benar-benar pria yang kejam, " ucap Sri dengan mata yang berkaca-kaca. 

"Kamu sudah berkorban sejauh ini, kamu sudah berkorban sebesar ini hanya demi dia. Tapi semua itu tidak ada artinya di mata suamimu itu, " lanjut Sri. Air matanya pun terjatuh, ia tatap Azizah dengan lekat. 

Tangan Sri menggenggam tangan Azizah lebih erat, seolah ingin memberikan kekuatan tersendiri pada Azizah. 

"Kenapa, Azizah? Kenapa kamu berkorban sebesar ini hanya untuk pria yang bahkan tidak pantas kamu sebut sebagai seorang suami. Pria itu pantasnya kamu sebut sebagai seorang penjahat! " ucap Sri, menahan rasa sesak yang memenuhi rongga dadanya. 

"Aku terpaksa, Sri. Aku melakukan semua ini, aku menggantikan dia, hanya demi putriku, Nayla. Mas Heru berjanji padaku, kalau dia akan merawat putri kami, dia akan membesarkan Nayla dengan baik. Tapi sudah enam bulan ini, Mas Heru dan putriku gak pernah datang ke sini. Ternyata ini alasannya, " ucap Azizah yang kembali menangis terisak. 

Sri menggigit bibirnya, ia saja bisa merasa sesakit ini setelah mendengar cerita dari Azizah. Lalu bagaimana dengan perasaan Azizah? Azizah pasti lebih sakit dari apa yang Sri rasakan. 

Sri mengusap punggung Azizah dengan lembut, " Kamu yang sabar, Azizah. Hukumanmu hanya tinggal beberapa bulan lagi, kamu akan segera bertemu dengan putrimu."

Azizah mengangguk, " Ya. Aku sangat merindukan putriku, aku merindukan Nayla."

***

Siang ini, setelah makan siang dan beristirahat sejenak. Azizah, Sri dan beberapa tahanan yang tidak mendapatkan kunjungan dari keluarga terlihat sibuk merajut. 

Sebuah kegiatan keterampilan yang mereka ikuti selama berada di dalam rutan, mereka juga sudah menghasilkan tas dan dompet hasil rajutan tangan mereka. 

Sri, berkali-kali menatap Azizah yang tampak lesu, tidak seperti biasanya. Terlebih wajah Azizah tampak pucat, apalagi saat makan siang Azizah makan sedikit. 

"Apa kamu baik-baik saja, Azizah? " tanya Sri. 

Azizah mengangguk, ia pun tersenyum tipis dan berkata dengan lembut. " Aku baik, jangan cemaskan aku, " katanya. 

Sri terus saja menatap Azizah, wajah Azizah pun terlihat semakin pucat. Hingga pada malam hari, Sri dan rekan-rekannya panik karena Azizah yang terus saja muntah dan keluar masuk toilet. 

"Apa yang kamu rasakan, Azizah? " tanya Sri, sambil memandang wajah Azizah yang pucat pasi. 

"Kepalaku sakit sekali, perutku juga sakit dan aku mual, " kata Azizah yang kembali berlari menuju toilet. 

Sri pun menunggu Azizah di depan pintu toilet, ia bisa mendengar suara Azizah yang terus saja muntah. 

"Azizah, apa kamu baik-baik saja? "

"Sepertinya, asam lambungku naik, " sahut Azizah dari dalam sana. 

Kepalanya berdenyut hebat, keringat dingin mengalir deras dari wajahnya yang semakin pucat pasi. Dengan langkah gontai, Azizah membuka pintu toilet. 

"Sri aku ... " ucapan Azizah terputus bersamaan dengan tubuhnya yang ambruk, tak sadarkan diri. 

Beruntung Sri dengan sigap menopang tubuhnya, ia berteriak meminta bantuan rekannya yang segera datang dan membantunya memapah tubuh Azizah. 

"Cepat panggil petugas! " perintah Sri, lalu kembali menatap Azizah dengan tatapan iba. 

"Azizah, kamu harus kuat. Kamu harus kuat, " ucap Sri, dengan suara bergetar. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status