Share

Bab 5

Dokter Rendra tersenyum sinis, menggelengkan kepala pelan sambil bergumam, "Ada apa dengan adikku yang satu ini?"

Ia melangkah cepat menyusul Indri, kakinya terhenti ketika melihat Indri berdiri tegak di depan pintu, telinganya mendekat ke celah pintu seolah sedang menguping.

"Kenapa kamu menguping di sini?" Pertanyaan mendadak Rendra sontak membuat Indri terperanjat.

"Sttt," Indri menempelkan telunjuknya di bibir, meminta Rendra untuk diam, dan mengisyaratkan agar ikut mendengar.

Mereka berdua pun menguping, segera menangkap percakapan beberapa orang yang asyik membahas keburukan Azizah karena statusnya sebagai narapidana.

"Aduh, padahal cantik dan muda loh dia," seru salah seorang.

"Eh, siapa sangka sih jadi narapidana."

Wajah Indri mulai memerah kesal, ia menoleh ke Rendra lalu berbisik dengan nada jengkel, "Mereka nggak bosan-bosannya ya ngomongin keburukan Azizah?"

Tanpa menunggu jawaban Rendra, Indri membuka pintu ruangan dengan keras, membuat mereka yang tengah asyik membicarakan Azizah sontak terdiam, saling tatap satu sama lain.

Dokter Rendra berdiri di luar pintu, memandangi adiknya dari kejauhan. Ia memperhatikan cara Indri merawat Azizah dengan penuh kelembutan dan empati.

 Tak lama kemudian, seorang polwan datang menggantikan Indri untuk menjaga Azizah. Polwan tersebut melambaikan tangan kepada Rendra sebelum masuk ke dalam ruangan tempat Azizah dirawat. 

 Dokter Rendra masih menatap ke dalam ruangan lewat jendela kaca, hingga Indri keluar dan terkejut melihat kakaknya itu masih berdiri di luar. 

"Abang masih di sini? Indri pikir, Abang udah pulang," ujar Indri heran.

"Nanggung, tadinya abang mau pulang. Tapi abang kepikiran sama kamu, kamu kan gak bawa kendaraan," sahut Rendra sambil tersenyum kecil. 

 "Iya. Tapi biasanya juga Indri naik taxi online," jawab Indri, menyeringai polos sambil mengernyitkan dahinya kemudian melaju pergi. 

Rendra melangkah mendekati adiknya, "Pacar kamu ke mana?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi. 

"Putus! Udah enggak usah omongin dia lagi, bang!" bentak Indri. 

 Rendra terkekeh. "Oh, jadi adik abang yang satu ini jomblo sekarang ya?" ujarnya sambil mengacak rambut pendek Indri.

 Indri berhenti sejenak dan menatap tajam abangnya, seraya bersuara ketus, "Lah, kayak abang punya pacar aja!" ejeknya, lalu melanjutkan langkahnya. 

 Keduanya melanjutkan perjalanan, beriringan menuju mobil Rendra yang terparkir. Mereka masuk ke dalam mobil, kemudian berangkat meninggalkan rumah sakit. 

Dalam perjalanan, Rendra menyadari adiknya yang terlihat termenung. "Kamu kenapa diam?" tanya Rendra penasaran.

 Indri menoleh, "Lagi mikirin Azizah, Bang. Hidupnya malang banget," ujarnya, suara penuh kepedihan. 

 Rendra mengernyitkan kening, "Malang kenapa?" tanyanya ingin tahu lebih banyak.

Indri menarik napas dalam-dalam, meresapi setiap pikiran yang melintas di kepalanya. Lalu, ia menjawab dengan lembut, "Entah kenapa, aku merasa Azizah gak bersalah. Soalnya, hingga detik ini, aku dan teman-teman tetap gak percaya kalau Azizah itu orang jahat. Selama di rutan, dia baik banget lho. Rajin ibadah, dan wajahnya pun terpancar cahaya."

 "Indri, Indri," sahut Rendra dengan nada datar, "kalau dia gak jahat, dia gak bakal masuk penjara. By the way, boleh dong abang tahu, dia terlibat kasus apa?"

 Indri mengerutkan dahi, "Kasus penipuan. Suaminya menjual emas palsu. Waktu ketahuan, warga langsung menggrebek rumah mereka. Di persidangan, suaminya mengaku terpaksa melakukan itu karena desakan Azizah. Dan, emas-emas palsu itu dia dapatkan dari Azizah juga."

 "Nah, itu udah jelas. Dia penipu, Indri," ujar Rendra tegas. 

Tapi, wajah Indri tampak semakin tidak terima.

"Gak, Bang. Aku bisa melihat ketulusan di mata Azizah, bahkan saat jaksa penuntut umum juga menuntut suaminya. Azizah meminta suaminya itu untuk dibebaskan dari semua dakwaan, karena suaminya merupakan tulang punggung keluarga dan mereka memiliki seorang anak yang masih balita."

 Indri membenarkan posisi duduknya di dalam mobil, raut wajahnya penuh kekhawatiran, lalu melanjutkan, "Dan abang harus tahu ni, ya. Sudah beberapa bulan belakangan, suami Azizah gak pernah datang lagi untuk membesuk Azizah di rutan. Biasanya, suaminya itu sering kali datang berkunjung dengan membawa putri kecil mereka." 

 "Dan aku juga baru tahu dari temanku, ia sempat mendengar pembicaraan antara Azizah dan kerabatnya. Kerabat Azizah memberitahu kalau suami Azizah baru saja menikah dengan wanita lain." Mata Indri mulai berkaca-kaca, dan suaranya bergetar.

 "Apa kamu serius?" tanya Rendra, tak percaya, matanya terbelalak.

 Indri mengangguk, "Bukankah itu kejam sekali?" Isakannya terdengar pelan. "Dan tadi, Azizah juga sempat cerita padaku, Bang. Kalau dia sangat merindukan putrinya, bahkan sesekali aku melihatnya menangis." 

"Hm, semoga saja besok saudaranya akan membawa putrinya datang membesuk."

Rendra menghela napas panjang lalu menatap ke arah Indri. "Wah, wah, abang nggak nyangka kamu seperhatian itu sama seorang narapidana," ucapnya dengan nada mencemooh.

 Indri yang merasa kesal mendengar celaan Renda, tiba-tiba saja memukul lengan kakaknya dengan keras.

 "Dasar nggak punya hati!" umpat Indri dengan wajah yang memerah karena kesal. 

 Rendra hanya terkekeh sambil terus melajukan mobilnya. Namun, dalam hati ia bergumam,"Kasihan sekali wanita itu."

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
misratik saputri
moga nanti jdi pengganti suami penghianat ..dn azizah menjadi wanita tangguh dn sukses.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status