Share

Bab 7

"Gak! Aku nggak mungkin bisa menceraikan Azizah, " ucap Heru sambil menggelengkan kepalanya. 

"Kenapa tidak bisa? " tanya Ratna dengan mata yang melotot. 

Azizah sudah mengorbankan dirinya hanya untuk menyelamatkan Heru dari jeratan hukum, jika saja bukan karena Azizah, Heru sudah lama mendekam di penjara. 

Melihat suaminya yang hanya diam, Ratna mendengus kesal, " Kenapa tidak bisa? " ulangnya sambil menggebrak meja, mukanya merah padam karena marah. 

Heru tersentak, mengusap keringat dingin yang mulai membasahi dahinya. Ia tidak mungkin menjelaskan apa yang sudah Azizah lakukan untuk dirinya, pada istri barunya itu. 

"Aku ... aku, " ucapan Heru terputus, lidahnya mendadak kelu. 

Hal itu membuat Ratna semakin murka, " Jangan bilang kalau kamu masih mencintai istrimu itu, Mas?"

"Bukan, bukan seperti itu. Hanya saja ... "

"Hanya saja apa? " potong Ratna, " Jangan banyak alasan, Mas! Akui saja kalau kamu masih sangat mencintai istri pertamamu itu, makanya kamu tidak mau menceraikan dia. Iya, kan? "

"Aku sudah tidak mencintainya lagi, Ratna. Aku mencintaimu, makanya aku menikahimu, " sahut Heru dengan nada lemah lembut. 

"Halah, mana mungkin aku bisa percaya kata-katamu itu. Jika kamu sudah tidak mencintainya lagi, kenapa kamu takut sekali menceraikan dia? "

"Aku tahu kamu itu seorang ASN, dan butuh waktu proses yang cukup ribet untuk bisa mengajukan perceraian kalian. Dan jika kamu tidak memulai itu sekarang, kapan lagi? Nunggu Azizah keluar dari dalam penjara, iya? "

Heru terdiam, ia masih bingung dan dilema dengan perasaannya sendiri. 

"Padahal ini waktu yang tepat bagi kamu untuk mengajukan perceraian kamu dengan wanita itu. Dia seorang narapidana, dan itu bisa kamu jadikan sebagai bukti tambahan di pengadilan. Dia itu penipu, pelaku kriminal dan itu artinya dia tidak bisa menjadi ibu yang baik. Dengan begitu hak asuh Nayla pasti akan jatuh di tanganmu."

Heru mulai terpengaruh oleh ucapan istrinya itu, ia merasa yang dikatakan oleh Ratna ada benarnya juga. Jika ia dan Azizah sudah resmi cerai, itu artinya ia dan Ratna bisa menikah secara resmi. 

Heru mengedarkan pandangan ke sekeliling, 'Tinggal di rumah ini sangat nyaman, rumah ini besar, bagus dan semua furniture nya pun bukan barang murah. Apalagi, Ratna sangat menyayangi Nayla. Ratna wanita yang mandul, setelah dia tiada, pasti dia akan memberikan semua harta yang ia miliki pada putriku, 'gumam Heru dalam hati. 

"Baiklah, " ucap Heru yang segera bangkit dari tempat duduknya. " Kamu tenang saja, secepatnya aku akan mengurus perceraianku dengan Azizah. Sekarang aku mau berangkat sekolah dulu, aku sudah telat banyak nih."

Mendengar itu, bibir Ratna mengulas senyuman manis. Ia lalu menggandeng tangan suaminya itu keluar, "Kamu yang semangat ngajarnya, " katanya sambil merapikan seragam sang suami. 

"Iya, Sayang. Aku pergi dulu, " ucap Heru sambil membubuhkan sebuah kecupan di ubun Ratna, kemudian masuk ke dalam mobil dan melaju pergi. 

"Yess! Sebentar lagi aku akan menjadi istri sah Mas Heru, " kata Ratna, girang. 

***

Dokter Rendra menghentikan langkah kakinya di depan ruangan Azizah, matanya terpaku pada sosok Azizah yang tengah bersiap untuk beribadah. 

Senyum tipis terukir di bibir Rendra, Ia mengalihkan pandangannya, melanjutkan langkah kembali ke ruangannya untuk beristirahat sejenak. 

 Punggungnya bersandar pada kursi kerjanya yang empuk, matanya menerawang ke arah langit-langit. Sementara itu, bibirnya tak bisa menyembunyikan senyum kagum yang muncul tiada henti. 

Diam-diam, perasaannya mulai tumbuh mengagumi Azizah. Bukan hanya karena paras cantik yang mempesona, tapi juga kehangatan hatinya, kesabaran menghadapi sakit dan cemoohan yang diterimanya dari pasien lain, serta ketaatannya dalam beribadah.

 Bahkan hingga hari ketiga berada di rumah sakit, Azizah tidak pernah melewatkan waktu ibadahnya. 

 "Dia benar-benar wanita yang berbeda," gumam dokter Rendra dalam hati, semakin terpikat dengan sosok Azizah yang luar biasa.

  "Beeep!" bunyi pesan masuk dari ponselnya menyadarkannya dari lamunan. 

"Bang Rendra," sapa Indri dalam pesan singkatnya sambil mengirimkan foto Azizah yang tampak sehat. 

"Dia udah gak sakit kepala lagi, udah gak sesak napas juga. Cepat kasih izin buat Azizah pulang hari ini!" 

 Rendra refleks menjawab pesan itu, "Belum," dengan tangan yang sedikit bergetar. "Dia masih belum sepenuhnya pulih. Besok saja."

 Tak lama kemudian, pesan balasan dari Indri menghampiri ponselnya. Dalam pesan tersebut, Indri tersenyum geli dan menulis, "Jangan bohong, Bang. Sebenarnya, Azizah udah boleh pulang, kan? Hanya saja, Abang gak rela jauh dari dia. Hayoo, ngaku!" Lalu ia mengirimkan emoticon mata yang mengedip.

Rendra menggigit bibir, perasaan tidak karuan memenuhi pikirannya saat membalas pesan adiknya. "Apa yang kamu bicarakan? Jangan asal ngomong!"

 Menanti balasan dari Indri, Rendra hanya bisa menghembuskan napas kasar. Namun, tak terduga pintu ruangannya tiba-tiba dibuka dengan kasar oleh Indri yang wajahnya menunjukkan senyuman nakal.

"Indri?" gumam Rendra, terkejut. 

 "Iya, ini aku. Apa abang berharap aku ini Azizah?" goda Indri dengan nada menggoda.

 Pipi merah Rendra membuat Indri semakin bersemangat untuk menggoda abangnya. "Oh tidak, aku bisa merasakan detak jantung abangku yang berdebar kencang itu," candanya sambil melangkah mendekati Rendra yang tampak sibuk dengan laptopnya.

 "Keluar sana, abang sedang sibuk!" tukas Rendra mencoba menyembunyikan rasa tidak nyaman. 

 Indri semakin mendekat dan menemukan fakta lucu. "Saking groginya, sampe-sampe laptop aja belum dinyalain, ya?" ejeknya yang membuatnya tertawa. 

 Rendra tak bisa menyembunyikan kesal, "Pergi kamu dari ruangan abang, sekarang!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status