Share

Bab 6

Indri menghempaskan dirinya di kursi dengan wajah kesal setelah tiba di rumah, seakan memendam kemarahan yang tak terucapkan.

Rendra hanya tersenyum getir sambil mengikuti langkah adiknya masuk ke rumah. Di tangan kanannya, tergenggam tas hitam yang dibawanya.

"Assalamualaikum," sapanya ringan, terasa menenangkan di tengah kebekuan suasana.

Seorang wanita berjilbab dan berwajah teduh tengah duduk di sofa ruang tengah tak jauh dari Indri.

"Waalaikumsalam," sahut wanita itu dengan suara lembut nan menyejukkan, senyumannya terukir di bibir seakan membawa ketenangan. Tangannya terulur pada Rendra. "Kamu sudah pulang, Nak?"

Rendra mengangguk sambil menjabat uluran tangan itu, mencium punggung telapak tangan wanita yang tak lain adalah ibunya dengan lembut lalu duduk di sampingnya.

"Itu, adik kamu kenapa bete gitu wajahnya?" tanya ibunya penasaran, matanya melirik-lirik ke arah Indri.

"Ngambek dia, Ma," jawab Rendra sambil menghela napas berat.

"Ngambek kenapa? Jarang-jarang loh, adikmu itu ngambek. Kalau bukan karena kamu udah ngelakuin sesuatu yang udah bikin dia bete, hayo coba jujur sama Mama. Apa yang sudah kamu lakukan?" ucap ibunya lembut tapi tegas, menatap Rendra seolah bisa menyelami isi hatinya.

"Bang Rendra itu gak punya hati, " celetuk Indri. " Pokoknya Indri gak mau ngomong sama bang Rendra lagi, " katanya yang segera bangkit dari tempat duduknya kemudian melangkah pergi dengan gusar.

Melihat itu, Hana, ibunda Rendra menatap putranya itu dengan tatapan lembut. " Hayo, kamu masih belum mau jujur sama Mama. Apa yang anak Mama ini lakukan? " ucapnya sambil mencubit gemas hidung Rendra. " Hingga adik kamu sekesal itu."

Rendra tersenyum geli, "Rendra juga gak ngerti, Ma. Dia marah hanya karena tadi aku ... " Rendra pun menceritakan apa yang ia katakan pada adiknya itu saat berada di dalam mobil.

"Rendra gak salah kan, Ma? Habisnya, gak biasanya dia itu seperhatian itu sama seorang Narapidana, " lanjut Rendra.

Bu Hana menggeleng, " Kamu tetap saja gak boleh begitu, Rendra. Pantesan saja adikmu itu marah, apalagi selama ini. Adikmu itu juga sering cerita ke Mama, kalau wanita yang bernama Azizah itu memang baik. Dia ramah, bahkan selama berada di dalam rutan adik kamu sering kali melihat Azizah mengajari teman-temannya mengaji."

"Meski Mama belum bertemu dengan Azizah, tapi Mama ngerasa kalau dia memang wanita yang baik, " lanjut Bu Hana.

Rendra tergelak sambil menggeleng, " Bahkan sekarang Mama pun ikut-ikutan membela seorang Narapidana. Aku yakin sekali, Ma, dia tidak sebaik itu."

Rendra menghela napas dalam-dalam, lalu bangkit dari tempat duduknya. " Rendra ke kamar dulu, Ma. Rendra mau istirahat, " katanya.

Setelah mendapatkan anggukan kepala dari ibunya itu, Rendra pun segera melangkahkan kakinya menuju kamar.

***

Indri masih saja menampakkan wajah betenya pagi ini. Rendra mencoba menawarinya tumpangan agar bersama-sama pergi dengan mobilnya.

"Ayo lah, abang juga mau ke rumah sakit. Ayo bareng," ajak Rendra, mengawasi ekspresi adiknya yang tidak berubah.

"Gak mau," tolak Indri dengan suara dingin, matanya menatap lurus ke depan. "Aku udah pesan taksi online, lagian aku itu gak ke rumah sakit. Tapi mau ke rutan, karena hari ini bukan aku yang mendampingi Azizah di rumah sakit. Tapi temanku, udah dulu, ya."

Indri melangkah keluar, berdiri tegak di luar pagar rumahnya sambil menunggu taksi yang dipesannya.

Rendra, tak menyerah, menghampiri Indri dengan mengendarai mobilnya. Dengan nada memelas, ia mencoba membujuk, "Adikku yang cantik, adikku yang manis, ayo bareng abang."

"Indri udah pesan taksi online, bang," jawab Indri datar.

Namun senyum di bibirnya merekah saat taksi yang ia pesan mendekat, "Itu taksi-nya datang. Dadah." Dengan cepat, ia masuk ke dalam taksi dan melaju pergi.

Melihat kepergian Indri, Rendra hanya bisa menggeleng, "Dia benar-benar keras kepala," gumamnya sambil menatap arah taksi yang semakin menjauh.

Rendra menekan pedal gas mobilnya perlahan menuju rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, ia pun langsung melakukan tugasnya. Sebagai dokter umum, ia harus memeriksa pasien dari satu ruangan ke ruangan lainnya.

Hingga tibalah ia di ruangan Azizah, keningnya mengerut saat mendapati Azizah tengah bersama dengan seorang wanita.

'Siapa wanita yang bersamanya? Dan mengapa Azizah terlihat menangis?', gumam Dokter Rendra dalam hati.

Namun, ia mencoba fokus pada pekerjaannya, memeriksa pasien di sebelah Azizah . "Wah, Ibu sudah bisa pulang, keadaan Ibu sudah membaik," ucap Rendra dengan nada ramah.

"Alhamdulillah, Dok. Saya sudah tidak betah di sini, apalagi satu ruangan dengan seorang narapidana," ucap wanita itu dengan nada agak keras.

Mbak Dina, wanita yang sedari tadi mendampingi Azizah, langsung berkata dengan nada kesal, "Apa maksud Anda berkata demikian?"

Azizah menghela napas panjang lalu berbicara dengan lembut pada kakak sepupunya itu, "Sudah, Mbak. Jangan diladenin. Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." Wajah Azizah berusaha tersenyum seolah menghibur dirinya sendiri.

"Ya, Azizah. Kamu itu terlalu baik, gak pernah ngatain orang. Jelek-jelekin orang, tapi kenapa orang suka sekali ngatain kamu?" seru Mbak Dina dengan nada sedikit meninggi.

 Mendengar perkataan tersebut, Azizah tersenyum lembut sambil memandang langit-langit, "Azizah udah gak peduli lagi dengan penilaian manusia, Mbak. Yang tahu baik buruknya kita bukan manusia, tapi Tuhan. Tuhan tahu segalanya."

 Dokter Rendra yang mendengar percakapan itu merasa ada rasa aneh yang tiba-tiba merasuki hatinya. Kata-kata Azizah begitu tenang dan lembut, tidak ada rasa dendam meski ia sudah dihina orang lain. 

 ***

Di waktu yang bersamaan ... 

 Pertengkaran hebat terjadi antara Ratna dan Heru. Ketika Heru mengusulkan untuk membawa Nayla bertemu dengan Azizah, wajah Ratna bersemu merah.

 Emosinya mendidih dan tangan Ratna mengepal keras. Ratna bahkan memukul meja dengan keras, "Kamu sudah janji denganku, Mas! Kalau kamu gak akan menemui wanita itu lagi!" amuknya dengan pandangan tajam. 

"Dia sedang sakit, Ratna. Dan dia ingin bertemu dengan putri kami."

"Aku nggak mau tahu, Mas! Jika kamu menemui wanita itu, lebih baik kamu angkat kaki dari rumah ini!"

"Apa kamu mengusirku?"

"Ya, aku tidak akan segan melakukan itu," sahut Ratna dengan tatapan tajam.

Heru meneguk ludah, " Baiklah. Aku nggak akan menemuinya."

"Bagus," kata Ratna dengan bibir yang mengulas senyum sinis. "Kalau perlu, segera ceraikan wanita itu! "

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status