Keesokannya Chandra dan yang lainnya sudah duduk di kursi meja makan dan siap untuk sarapan. Tampak Anita yang sangat sibuk menyiapkan sarapan pagi itu."Loh Mas, kamu kok belum siap-siap sih, kamu nggak mau berangkat kerja?" tanya Rani dengan kening mengernyit."Emmm a-aku hari ini libur, Ran. Perutku masih nggak enak," jawab Rani."Huh dasar, punya suami kok gini banget sih. Nyesel banget aku nikah sama Mas Chandra. Bukannya dia yang menuhin kebutuhanku, ini malah aku yang memenuhi kebutuhan orang tuanya dan keluarga ini," batin Rani sedikit kesal.Tak ada lagi kalimat yang keluar dari mulut Rani saat itu. Ia lebih memilih menyantap sarapannya dan mengabaikan Chandra yang saat itu terlihat sedikit pucat."Ya ampun, kamu sakit, Chandra? Yaudah nanti kita ke rumah sakit ya buat berobat." Hesti yang panik melihat putra kesayangannya sakit lantas cepat bertindak."Nggak apa-apa kok, Bu. Aku baik-baik saja," jawab Chandra menolak."Ibu benar, Chandra. Kalau kamu sakit sebaiknya kamu bero
Setelah Chandra memakinya pagi ini, akhirnya Hesti memberanikan diri menemui Rani yang sedang berada di butik miliknya.Hesti perlahan masuk ke dalam butik dan tampak Rani yang tengah melayani pelanggan dengan tersenyum ramah. Dengan sabar Hesti menunggu sampai Rani selesai.Tak lama, Rani yang menyadari kedatangan Hesti segera menghampirinya. Wajah Rani tampak sedikit sinis seperti tak suka dengan kedatangan Hesti ke butik miliknya."Ada apa ibu ke sini? Mau minta uang lagi?" tuduh Rani dengan pertanyaannya yang menohok.Hesti tersentak bukan main mendengar ucapan Rani yang begitu menusuk hingga ke jantungnya. Tapi, ia memilih untuk tenang dan tak terpancing emosi agar tak membuat Chandra semakin marah padanya."Emmmm b-begini, Ran. Ibu mau bicara sesuatu padamu," ucap Hesti pelan."Mau bicara apa, Bu? Langsung saja ke intinya. Kalau ibu mau minta uang langsung saja bilang." Rani menaikkan nada suaranya.Dengan keberanian yang semakin menjadi, Hesti mencoba meraih tangan Rani tapi i
Sesampainya di rumah, Nadira terus memikirkan tentang penyakit Chandra. Nadira hanya bisa melamun di depan cermin dengan tatapan matanya yang kosong."Ya Tuhan, kenapa aku jadi terus memikirkan mas Chandra."Nadira terlihat sangat resah. Beberapa kali ia melirik ke arah ponsel miliknya. Ingin sekali rasanya menghubungi Chandra untuk menanyakan keadaannya."Nggak! Aku nggak boleh menelepon mas Chandra. Kalau mas Wildan tahu aku menelpon mas Chandra, dia pasti akan sangat marah padaku," ucapnya lagi sembari mengurungkan niatnya.Tak lama Wildan pun mengetuk pintu Nadira, dan segera masuk saat Nadira telah mempersilahkannya."A-ada apa, Mas?" tanya Nadira menaikkan alisnya."Begini Nadira. Cincin yang kita pesan kan sudah jadi nah tinggal baju pernikahan kita saja yang belum jadi. Besok kita lihat ya ke butik soalnya tadi owner-nya sudah telpon aku dan meminta kita untuk ke sana," ucap Wildan yang selalu bersemangat setiap kali membahas pernikahan.Sesungguhnya Nadira masih belum ingin u
Pagi harinya Hesti sangat terkejut melihat Chandra yang tengah tertidur di ruang tamu tanpa bantal dan juga selimut."Loh, kamu kok tidur di sini?" tanya Hesti dengan kening mengernyit menatap Chandra yang baru saja membuka kedua matanya."Emmm i-iya, Bu," jawab Chandra."Memangnya kenapa kamu nggak tidur di dalam kamar kamu? Apa ini semua Rani yang meminta?" tanya Hesti menuduh."E-enggak, Bu," jawab Chandra menggelengkan kepalanya."Aku harus kasih dia pelajaran! Bisa-bisanya dia memperlakukan kamu seperti ini. Dia pikir ibu takut padanya karena dia lebih kaya daripada kita." Hesti yang tak percaya pada Chandra langsung menerobos masuk ke kamar Rani dan melihatnya yang tengah berdandan di depan cermin."Ibu ... Apa ibu nggak bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar ku. Nggak punya sopan santun," ujar Rani dengan suara semakin pelan."Untuk apa aku mengetuk pintu kamar ini. Rumah ini adalah milikku dan aku bebas masuk ke ruangan manapun semauku," jawab Hesti. Ia melangkahkan kaki
Scdm 102 Ketahuan"Aku sudah buat keputusan, Bu. Aku akan menceraikan Anita," ucap Roy membuat Hesti dan Chandra tercengang.Keduanya tak percaya bahwa akhirnya Roy akan mengambil keputusan itu. Tapi mereka pun tak bisa berbuat apa-apa karena keputusan mutlak ada di tangan Roy."Ibu tidak bisa bicara apa-apa, Roy. Ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kamu. Semoga saja itu benar-benar menjadi keputusan yang terbaik untukmu agar kamu bisa bahagia nantinya," ucap Hesti mengusap pundak Roy."Roy, aku juga pernah berada di posisi sepertimu tapi aku yakin kalau kamu bisa melewati semuanya ini. Aku tahu kamu adalah orang yang kuat," ucap Chandra menyemangati Roy."Terimakasih Bu, Chandra. Kalian sudah menyemangati aku, aku akan segera mengurus perceraian ku dengan Anita," ucap Roy lagi. Kali ini ia tampak lebih tegas.Seketika mereka terdiam sejenak saat mendengar suara ketukan pintu dari arah luar. Sesekali mereka saling melempar tatap satu sama lain."Siapa, ya yang datang? Apa Rani
Di tengah suasana yang sedang cukup tegang tiba-tiba tubuh Chandra ambruk tak sadarkan diri tergeletak di lantai membuat semua orang seketika panik."Chandra, bangun Chandra." Semua orang berusaha membangunkan Chandra tapi ia masih tak bangun hingga akhirnya Chandra dilarikan ke rumah sakit.Dalam perjalanan Hesti mencoba menghubungi Rani untuk memberitahu keadaan Chandra tapi ia tak bisa dihubungi."Ini kenapa Rani nggak bisa dihubungi, sih," umpat Hesti yang saat itu berada di dalam ambulance bersama dengan Roy dan Chandra yang tak sadarkan diri.Sementara Wildan dan Nadira juga ikut ke rumah sakit meski menaiki mobil pribadi. Sesekali Wildan melirik ke arah Nadira yang tampak sangat panik melihat mobil ambulance yang berjalan di depan mereka."Ekspresi panik itu sangat jelas di wajah Nadira. Apa itu karena Nadira masih mencintai Chandra," batin Wildan menebak.Namun Wildan sekuat tenaga menahan dirinya agar tak mengatakan kalimat tanya itu pada Nadira. Ia tahu jika ini bukanlah wak
Saatnya Roy dan Hesti melakukan tes kecocokan ginjal untuk donor Chandra. Satu persatu mulai masuk ke dalam ruangan tes."Ibu masuk duluan ya, Roy," pinta Hesti dan langsung disetujui dengan anggukan kepala oleh Roy.Hesti pun segera masuk ke dalam ruangan dan Roy hanya bisa menunggu di luar. Beberapa saat akhirnya Hesti keluar dari dalam ruangan dan kini saatnya Roy yang gantian masuk."Bu, ibu temani Chandra saja. Aku bisa kok di sini sendirian, nanti hasil tes nya aku bawa sekalian," ucap Roy pada Hesti."Ya sudah kalau begitu. Nanti kalau sudah selesai, kamu langsung nyusul ke ruangan Chandra, ya," ucap Hesti."Iya, Bu," jawab Roy kemudian masuk ke dalam ruangan dan langsung menjalani tes.Mula-mula kesehatan dan darah Roy dicek. Namun, saat tengah berbaring di sebuah ranjang, tiba-tiba Roy terpikirkan sesuatu."Oh iya, apa aku sekalian cek kesuburan ku sekalian, ya. Apa benar kata Anita kalau aku ini bermasalah sampai-sampai tidak bisa memberikannya ajak," batin Roy saat tengah d
Hesti dan Roy pun akhirnya keluar dari ruangan Chandra dan membiarkannya sendiri di dalam."Bagaimana ini, Roy. Ibu jadi merasa sangat bersalah sama Chandra," ucap Hesti yang terlihat sangat gelisah. Ia terus saja meremas-remas jari-jari tangannya."Ibu tenang ya, Bu. Aku yakin Chandra nggak akan lama marah sama kita. Aku tahu dia sayang banget sama ibu jadi nggak mungkin dia akan lama marah sama ibu," ucap Roy menenangkan."Tapi kalau ternyata dia marahnya lama bagaimana, Roy." Hesti masih merasa takut."Tidak akan, Bu." Sekali lagi Roy menekankan.***Malam harinya Nadira dan Wildan duduk di kursi meja makan untuk menikmati makan malam yang saat itu telah dimasak oleh Nadira.Namun, Wildan memergoki Nadira yang tengah melamun sembari memainkan sendok yang ada di tangannya. Tanpa sepengetahuan Nadira, diam-diam Wildan memperhatikannya yang tengah melamun."Nadira, kenapa kok makanannya makan buat mainan gitu," tegur Wildan hingga membuat Nadira terperanjat."Oh emmm i-iya Mas. Ini ak