Sesampainya di rumah, Nadira terus memikirkan tentang penyakit Chandra. Nadira hanya bisa melamun di depan cermin dengan tatapan matanya yang kosong."Ya Tuhan, kenapa aku jadi terus memikirkan mas Chandra."Nadira terlihat sangat resah. Beberapa kali ia melirik ke arah ponsel miliknya. Ingin sekali rasanya menghubungi Chandra untuk menanyakan keadaannya."Nggak! Aku nggak boleh menelepon mas Chandra. Kalau mas Wildan tahu aku menelpon mas Chandra, dia pasti akan sangat marah padaku," ucapnya lagi sembari mengurungkan niatnya.Tak lama Wildan pun mengetuk pintu Nadira, dan segera masuk saat Nadira telah mempersilahkannya."A-ada apa, Mas?" tanya Nadira menaikkan alisnya."Begini Nadira. Cincin yang kita pesan kan sudah jadi nah tinggal baju pernikahan kita saja yang belum jadi. Besok kita lihat ya ke butik soalnya tadi owner-nya sudah telpon aku dan meminta kita untuk ke sana," ucap Wildan yang selalu bersemangat setiap kali membahas pernikahan.Sesungguhnya Nadira masih belum ingin u
Pagi harinya Hesti sangat terkejut melihat Chandra yang tengah tertidur di ruang tamu tanpa bantal dan juga selimut."Loh, kamu kok tidur di sini?" tanya Hesti dengan kening mengernyit menatap Chandra yang baru saja membuka kedua matanya."Emmm i-iya, Bu," jawab Chandra."Memangnya kenapa kamu nggak tidur di dalam kamar kamu? Apa ini semua Rani yang meminta?" tanya Hesti menuduh."E-enggak, Bu," jawab Chandra menggelengkan kepalanya."Aku harus kasih dia pelajaran! Bisa-bisanya dia memperlakukan kamu seperti ini. Dia pikir ibu takut padanya karena dia lebih kaya daripada kita." Hesti yang tak percaya pada Chandra langsung menerobos masuk ke kamar Rani dan melihatnya yang tengah berdandan di depan cermin."Ibu ... Apa ibu nggak bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar ku. Nggak punya sopan santun," ujar Rani dengan suara semakin pelan."Untuk apa aku mengetuk pintu kamar ini. Rumah ini adalah milikku dan aku bebas masuk ke ruangan manapun semauku," jawab Hesti. Ia melangkahkan kaki
Scdm 102 Ketahuan"Aku sudah buat keputusan, Bu. Aku akan menceraikan Anita," ucap Roy membuat Hesti dan Chandra tercengang.Keduanya tak percaya bahwa akhirnya Roy akan mengambil keputusan itu. Tapi mereka pun tak bisa berbuat apa-apa karena keputusan mutlak ada di tangan Roy."Ibu tidak bisa bicara apa-apa, Roy. Ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kamu. Semoga saja itu benar-benar menjadi keputusan yang terbaik untukmu agar kamu bisa bahagia nantinya," ucap Hesti mengusap pundak Roy."Roy, aku juga pernah berada di posisi sepertimu tapi aku yakin kalau kamu bisa melewati semuanya ini. Aku tahu kamu adalah orang yang kuat," ucap Chandra menyemangati Roy."Terimakasih Bu, Chandra. Kalian sudah menyemangati aku, aku akan segera mengurus perceraian ku dengan Anita," ucap Roy lagi. Kali ini ia tampak lebih tegas.Seketika mereka terdiam sejenak saat mendengar suara ketukan pintu dari arah luar. Sesekali mereka saling melempar tatap satu sama lain."Siapa, ya yang datang? Apa Rani
Di tengah suasana yang sedang cukup tegang tiba-tiba tubuh Chandra ambruk tak sadarkan diri tergeletak di lantai membuat semua orang seketika panik."Chandra, bangun Chandra." Semua orang berusaha membangunkan Chandra tapi ia masih tak bangun hingga akhirnya Chandra dilarikan ke rumah sakit.Dalam perjalanan Hesti mencoba menghubungi Rani untuk memberitahu keadaan Chandra tapi ia tak bisa dihubungi."Ini kenapa Rani nggak bisa dihubungi, sih," umpat Hesti yang saat itu berada di dalam ambulance bersama dengan Roy dan Chandra yang tak sadarkan diri.Sementara Wildan dan Nadira juga ikut ke rumah sakit meski menaiki mobil pribadi. Sesekali Wildan melirik ke arah Nadira yang tampak sangat panik melihat mobil ambulance yang berjalan di depan mereka."Ekspresi panik itu sangat jelas di wajah Nadira. Apa itu karena Nadira masih mencintai Chandra," batin Wildan menebak.Namun Wildan sekuat tenaga menahan dirinya agar tak mengatakan kalimat tanya itu pada Nadira. Ia tahu jika ini bukanlah wak
Saatnya Roy dan Hesti melakukan tes kecocokan ginjal untuk donor Chandra. Satu persatu mulai masuk ke dalam ruangan tes."Ibu masuk duluan ya, Roy," pinta Hesti dan langsung disetujui dengan anggukan kepala oleh Roy.Hesti pun segera masuk ke dalam ruangan dan Roy hanya bisa menunggu di luar. Beberapa saat akhirnya Hesti keluar dari dalam ruangan dan kini saatnya Roy yang gantian masuk."Bu, ibu temani Chandra saja. Aku bisa kok di sini sendirian, nanti hasil tes nya aku bawa sekalian," ucap Roy pada Hesti."Ya sudah kalau begitu. Nanti kalau sudah selesai, kamu langsung nyusul ke ruangan Chandra, ya," ucap Hesti."Iya, Bu," jawab Roy kemudian masuk ke dalam ruangan dan langsung menjalani tes.Mula-mula kesehatan dan darah Roy dicek. Namun, saat tengah berbaring di sebuah ranjang, tiba-tiba Roy terpikirkan sesuatu."Oh iya, apa aku sekalian cek kesuburan ku sekalian, ya. Apa benar kata Anita kalau aku ini bermasalah sampai-sampai tidak bisa memberikannya ajak," batin Roy saat tengah d
Hesti dan Roy pun akhirnya keluar dari ruangan Chandra dan membiarkannya sendiri di dalam."Bagaimana ini, Roy. Ibu jadi merasa sangat bersalah sama Chandra," ucap Hesti yang terlihat sangat gelisah. Ia terus saja meremas-remas jari-jari tangannya."Ibu tenang ya, Bu. Aku yakin Chandra nggak akan lama marah sama kita. Aku tahu dia sayang banget sama ibu jadi nggak mungkin dia akan lama marah sama ibu," ucap Roy menenangkan."Tapi kalau ternyata dia marahnya lama bagaimana, Roy." Hesti masih merasa takut."Tidak akan, Bu." Sekali lagi Roy menekankan.***Malam harinya Nadira dan Wildan duduk di kursi meja makan untuk menikmati makan malam yang saat itu telah dimasak oleh Nadira.Namun, Wildan memergoki Nadira yang tengah melamun sembari memainkan sendok yang ada di tangannya. Tanpa sepengetahuan Nadira, diam-diam Wildan memperhatikannya yang tengah melamun."Nadira, kenapa kok makanannya makan buat mainan gitu," tegur Wildan hingga membuat Nadira terperanjat."Oh emmm i-iya Mas. Ini ak
Saat Roy, Chandra dan Hesti tengah mengobrol di ruangan rawat Chandra, tiba-tiba Rani datang bersama kekasih barunya.Sontak, semua orang yang ada di ruangan sangat terkejut dan memusatkan pandangannya pada mereka."R-rani, kamu datang juga," ucap Chandra tersenyum melihat istrinya datang.Namun, Rani malah tersenyum kecut melihat Chandra yang tersenyum padanya. Tangannya lantas menggandeng pria di datang bersamanya ke ruangan Chandra."R-Ran, dia siapa?" tanya Chandra.Rani pun semakin mendekat ke arah Chandra yang tengah terbaring di rumah sakit."Dia adalah pacar baruku yang akan menggantikan posisi mu," ucap Rani ketus."M-maksud kamu apa?" Chandra tak mengerti."Aku ingin cerai denganmu," ucap Rani tegas."A-apa! Bercerai." Chandra membulatkan kedua matanya."Iya, aku mau bercerai denganmu. Aku nggak mau punya suami penyakitan dan pasti akan merepotkan aku. Aku nggak mau," ucap Rani.Hati Chandra rasanya sangat sakit mendengar apa yang dikatakan oleh Rani padanya saat itu apalagi
Hesti menatap Nadira yang kini tepat berada di depannya dengan jarak yang sangat dekat."Nadira, ibu minta maaf, ya. Ibu sadar selama ini ibu sudah banyak salah padamu. Aku tidak pernah memperlakukanmu dengan baik bahkan aku sudah berusaha memisahkan mu dari Chandra padahal kalian saling mencintai," ucap Hesti yang kini telah menyadari semua kesalahannya.Nadira membalas tatapan Hesti dengan penuh kasih. Tangannya mengusap air mata Hesti yang jatuh ke pipinya."Aku sudah memaafkan ibu jauh sebelum ibu meminta maaf. Aku juga sudah tidak marah pada ibu. Aku sudah ikhlas berpisah dengan mas Chandra, Bu," ucap Nadira pelan."T-tapi kamu masih mencintai Chandra, kan?" tanya Hesti membuat Nadira tercengang. Ia tak bisa menjawab pertanyaan Hesti yang terasa sangat membingungkan.Tiba-tiba saja seorang suster datang menghampiri mereka sehingga membuat mereka pun menghentikan percakapan mereka saat itu."Maaf, Bu, pak. Ini hasil tes kemarin," ucap suster tersebut sembari mengulurkan dua buah m