Saatnya Roy dan Hesti melakukan tes kecocokan ginjal untuk donor Chandra. Satu persatu mulai masuk ke dalam ruangan tes."Ibu masuk duluan ya, Roy," pinta Hesti dan langsung disetujui dengan anggukan kepala oleh Roy.Hesti pun segera masuk ke dalam ruangan dan Roy hanya bisa menunggu di luar. Beberapa saat akhirnya Hesti keluar dari dalam ruangan dan kini saatnya Roy yang gantian masuk."Bu, ibu temani Chandra saja. Aku bisa kok di sini sendirian, nanti hasil tes nya aku bawa sekalian," ucap Roy pada Hesti."Ya sudah kalau begitu. Nanti kalau sudah selesai, kamu langsung nyusul ke ruangan Chandra, ya," ucap Hesti."Iya, Bu," jawab Roy kemudian masuk ke dalam ruangan dan langsung menjalani tes.Mula-mula kesehatan dan darah Roy dicek. Namun, saat tengah berbaring di sebuah ranjang, tiba-tiba Roy terpikirkan sesuatu."Oh iya, apa aku sekalian cek kesuburan ku sekalian, ya. Apa benar kata Anita kalau aku ini bermasalah sampai-sampai tidak bisa memberikannya ajak," batin Roy saat tengah d
Hesti dan Roy pun akhirnya keluar dari ruangan Chandra dan membiarkannya sendiri di dalam."Bagaimana ini, Roy. Ibu jadi merasa sangat bersalah sama Chandra," ucap Hesti yang terlihat sangat gelisah. Ia terus saja meremas-remas jari-jari tangannya."Ibu tenang ya, Bu. Aku yakin Chandra nggak akan lama marah sama kita. Aku tahu dia sayang banget sama ibu jadi nggak mungkin dia akan lama marah sama ibu," ucap Roy menenangkan."Tapi kalau ternyata dia marahnya lama bagaimana, Roy." Hesti masih merasa takut."Tidak akan, Bu." Sekali lagi Roy menekankan.***Malam harinya Nadira dan Wildan duduk di kursi meja makan untuk menikmati makan malam yang saat itu telah dimasak oleh Nadira.Namun, Wildan memergoki Nadira yang tengah melamun sembari memainkan sendok yang ada di tangannya. Tanpa sepengetahuan Nadira, diam-diam Wildan memperhatikannya yang tengah melamun."Nadira, kenapa kok makanannya makan buat mainan gitu," tegur Wildan hingga membuat Nadira terperanjat."Oh emmm i-iya Mas. Ini ak
Saat Roy, Chandra dan Hesti tengah mengobrol di ruangan rawat Chandra, tiba-tiba Rani datang bersama kekasih barunya.Sontak, semua orang yang ada di ruangan sangat terkejut dan memusatkan pandangannya pada mereka."R-rani, kamu datang juga," ucap Chandra tersenyum melihat istrinya datang.Namun, Rani malah tersenyum kecut melihat Chandra yang tersenyum padanya. Tangannya lantas menggandeng pria di datang bersamanya ke ruangan Chandra."R-Ran, dia siapa?" tanya Chandra.Rani pun semakin mendekat ke arah Chandra yang tengah terbaring di rumah sakit."Dia adalah pacar baruku yang akan menggantikan posisi mu," ucap Rani ketus."M-maksud kamu apa?" Chandra tak mengerti."Aku ingin cerai denganmu," ucap Rani tegas."A-apa! Bercerai." Chandra membulatkan kedua matanya."Iya, aku mau bercerai denganmu. Aku nggak mau punya suami penyakitan dan pasti akan merepotkan aku. Aku nggak mau," ucap Rani.Hati Chandra rasanya sangat sakit mendengar apa yang dikatakan oleh Rani padanya saat itu apalagi
Hesti menatap Nadira yang kini tepat berada di depannya dengan jarak yang sangat dekat."Nadira, ibu minta maaf, ya. Ibu sadar selama ini ibu sudah banyak salah padamu. Aku tidak pernah memperlakukanmu dengan baik bahkan aku sudah berusaha memisahkan mu dari Chandra padahal kalian saling mencintai," ucap Hesti yang kini telah menyadari semua kesalahannya.Nadira membalas tatapan Hesti dengan penuh kasih. Tangannya mengusap air mata Hesti yang jatuh ke pipinya."Aku sudah memaafkan ibu jauh sebelum ibu meminta maaf. Aku juga sudah tidak marah pada ibu. Aku sudah ikhlas berpisah dengan mas Chandra, Bu," ucap Nadira pelan."T-tapi kamu masih mencintai Chandra, kan?" tanya Hesti membuat Nadira tercengang. Ia tak bisa menjawab pertanyaan Hesti yang terasa sangat membingungkan.Tiba-tiba saja seorang suster datang menghampiri mereka sehingga membuat mereka pun menghentikan percakapan mereka saat itu."Maaf, Bu, pak. Ini hasil tes kemarin," ucap suster tersebut sembari mengulurkan dua buah m
Nadira pun kemudian masuk ke dalam ruangan Chandra. Kedua matanya menatap sosok pria yang sangat dicintainya kini telah tengah terbaring tak berdaya di atas ranjang.Nadira pun duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang. Kedua tangannya meraih tangan Chandra dan menggenggamnya dengan lembut."Mas, kamu harus kuat ya sampai kamu mendapatkan pendonor yang cocok untukmu. Aku janji akan membantumu untuk mendapatkan pendonor yang cocok. Aku tidak mau kehilangan kamu," ucap Nadira dengan nada suara bergetar. Ia kemudian mengecup sekilas punggung tangan Chandra.Setelah cukup lama Nadira duduk menjaga Chandra, akhirnya ia pun membuka matanya perlahan. Dengan susah payah, Chandra membuka kedua matanya hingga melihat Nadira yang berada di sampingnya."Mas, kamu sudah bangun." Nadira bangkit dari duduknya dan menatap Chandra yang sudah membuka matanya meski masih sedikit sayu."Aku panggilkan dokter, ya, Mas," ucap Nadira yang hendak pergi meninggalkan Chandra untuk memanggil dokter, tapi tangan
Wildan menatap kosong Nadira yang tengah mencoba baju pengantin yang telah mereka pesan sejak jauh-jauh hari.Kini Wildan merasakan sesuatu yang berbeda melihat ekspresi di wajah Nadira yang tampak tak begitu bersemangat."Nadira, apa benar dugaan ku selama ini bahwa kamu masih mencintai Chandra?" batin Wildan bertanya-tanya.Pertanyaan semacam itu terus saja bermain di kepalanya meski ia berkali-kali berusaha menghilangkannya tapi tetap tak bisa.Nadira yang tengah mencoba gaun pernikahannya pun tak sengaja melihat Wildan yang sedang melamun."Mas Wildan kenapa ya, kok dari tadi melamun terus?" tanya Nadia pada dirinya sendiri.Ia pun kemudian memberanikan dirinya untuk mendekati Wildan. Mas," ucap Nadira pelan.Wildan pun terperanjat mendengar suara Nadira saat itu. Ia langsung menoleh ke arah Nadira yang saat itu telah berdiri di hadapannya."Kamu kenapa kok dari tadi aku lihat melamun terus. Apa kamu sedang ada masalah? Atau kamu tidak enak badan?" tanya Nadira memegang lengan tang
Keesokannya Nadira kembali ke rumah sakit untuk menemui Chandra. Kali ini Wilda menemaninya hingga masuk ke dalam dan bertemu dengan Hesti dan Roy."Nadira," ucap Hesti menyambut kedatangan Nadira dengan senyum di wajahnya."Bu, Mas. Ini aku bawakan kalian makanan, kalian makan dulu, ya. Pasti kalian belum makan, kan," ucap Nadira.Tiba-tiba Hesti memeluk erat tubuh Nadira hingga membuatnya sedikit bingung."Terima kasih, ya, Nadira. Kamu sangat baik pada kamu. Aku benar-benar merasa bersalah padamu karena sudah selalu berbuat jahat padamu, dulu," ucap Hesti.Perlahan Nadira pun mengusap pundak Hesti dengan sangat lembut. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah ibu tidak usah pikirkan hal itu lagi, ya. Lebih baik sekarang ibu dan mas Roy makan supaya kalian tidak sakit," ucap Nadira.Hesti dan Roy pun tersenyum semringah pada Nadira namun tidak dengan Wildan yang hanya termenung menatap mereka dengan tatapan yang sedikit sendu."Sepertinya mereka berdua sudah akur. Apa ini adalah pertanda bahwa Nad
Di dalam kamarnya, Nadira terus memandangi hasil tes miliknya yang ternyata cocok untuk didonorkan pada Chandra."Bagaimana caranya aku membujuk mas Chandra agar mau menerima donor dariku, ya. Aku ingin mas Chandra segera sembuh," batin Nadira.Nadira sangat terkejut saat tiba-tiba Wildan memanggilnya dari luar kamarnya. Terdengar suara ketukan pintu kamarnya beberapa kali."Nadira, apa kamu sudah tidur?" tanya Wildan sembari mengetuk pintu kamar Nadira yang masih belum terbuka.Dengan cepat, Nadira pun bangkit dari duduknya dan segera menyembunyikan hasil tes yang sedari tadi ia pandangi.Rasa paniknya saat itu membuat Nadira tak bisa berpikir dengan jernih. Ia menindih surat hasil tesnya dengan menggunakan bantal dan berharap agar Wildan tak melihatnya.Setelah menutup aurat itu dengan banyak, Nadira pun kemudian menghampiri pintu dan membukanya perlahan.Terpampang dengan jelas wajah tampan Wildan yang saat itu masih sedikit basah seperti habis mandi. Rambutnya masih acak-acakan da