Bab 254
"Itu masalah yang gampang, Sayang! Memangnya apa yang kamu mau? Katakanlah. Apa pun yang kamu minta pasti aku akan memberikannya padamu, sebagai gantinya kamu harus memberikan aku kepuasan dengan tubuhmu yang indah itu. Membiarkan aku menikmati setiap senti kemolekan tubuhmu. Aku akan membuatmu mengerang mendesah merasakan kenikmatan. Apa kau setuju?" ucap Ardi menyahut ucapan Nora.
Ia tak peduli jika harus merogoh kocek yang lebih dalam untuk bisa menikmati Nora malam ini. Bahkan, pria itu sudah menyiapkan sesuatu yang akan membuat Nora puas nanti. Ardi pun tak perlu berpikir lama untuk melakukan kesepakatan dengan Nora yang tampak sangat seksi dan menggoda dengan dress ketatnya malam ini.
Nora menyunggingkan senyum manjanya pada Ardi, pria paruh baya yang kali ini menjadi pelanggannya.
"Ck! Kalau bukan karena puing-puing rupiah, nggak akan kubiarkan pria itu me
Nora tersenyum-senang karena sudah membayangkan akan mendapatkan bayaran yang sangat banyak dari Ardi sesuai dengan janji lelaki itu. Ardi sendiri hanya tersenyum tipis melihat sikap yang ditunjukkan oleh Nora. "Om aku mau mandi dulu ya," ucap Nora berusaha menggoda Ardi "Tentu sayang, mandi yang bersih dan wangi ya, aku sudah tidak sabar untuk bersenang-senang denganmu," jawab Ardi sembari melonggarkan ikatan dasinya. Melihat tubuh Nora yang seksi membuat Ardi tersenyum senang. "Kelihatannya dia sangar kuat, seksi dan memggemaskam" batin Ardi kemudian segera menyiapkan propertinya. Dia sudah tidak sabar untuk memberikan kepuasan kepada burungnya. Sampai di sini sama sekali tidak ada kejanggalan yang dirasakan oleh Nora, dalam pikirannya dia akan bersenang-senang lalu pundi-pundi uangnya bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnya. Siapa sih wanita yang tidak suka, sudah diberikan kesenangan masih di beri uang banyak. Nora mandi sambil bernyanyi, dia merasakan euphoria yang b
"Salah!" Ardi berteriak tidak terima tindakan di tolak oleh Nora. Cetarr! "Aauuww." Teriakan kesakitan Nora kembali menggema di seluruh kamar tersebut. Ardi menyerigai gembira mendengar teriakan Nora. "Hmm kamu sangat seksi sayang, oohhh suaramu membuatku ingin segera memberikanmu kesenangan. "Aauuww.., tidak-aku tidak mau, lepaskan, Ardi kamu bajingan.." racauan kali ini sudah tidak ada sopan santun lagi. Nora berteriak dan mengumpat kepada Ardi. Rasa sakit yang dirasai tubuhnya sudah menghilangkan akal sehat Nora. "Salah sayang, kamu salah, aku sayang kamu." Ardi menarik lingerie merah Nora dengan kasar hingga robek. "Uuhh badanmu sangat menggairahkan sayang," racau Ardi kemudian menggigit paha Nora. "Gila! kamu sangat gila, lepaskan aku, aku tidak mau." "Ehh sayang jangan seperti ini, aku suka dengan rengekanmu lho." Cetarr!! Cetarr!! Cetarr!! Aauuwww, sakit." "Bilang enak sayanh, bukan sakit," bisik Ardi ketika dia mencium belakang telinga Nora. Wanita itu menggelinj
Nora yang merasa kaget dengan sikap dan tindakan dari Om Ardi pun sontak berusaha untuk berlari menjauh, namun sayangnya baru saja dia hendak berjalan mundur dan berbalik, adanya ranjang di sana menghalangi langkahnya sehingga membuat tubuhnya berakhir jatuh dan limbung di atas kumpulan busa empuk itu. Nora pun berusaha keras untuk membalikkan tubuh dan merangkak turun dari ranjang itu, namun Om Ardi yang melihat pergerakannya dengan sigap menarik salah satu kaki Nora kemudian membawa wanita itu kembali terkungkung di bawahnya. "Mau pergi ke mana, Sayang?" tanya Om Ardi dengan suara seperti desahan menggoda namun justru terdengar begitu mengerikan di telinga Nora. Terlebih saat dia melihat Om Ardi kian mendekatkan tali yang ada di genggaman dan mengarahkan tali itu pada area tubuhnya yang lain. "Om, apa yang akan Om Ardi lakukan? Tolong, lepaskan aku. Ini salah. Kita tidak bisa melakukannya dengan cara seperti ini." Nora terus menggeliat untuk berusaha terlepas dari cengkeraman tubu
Hari belum beranjak siang ketika terdengar suara keributan anak-anak dari taman belakang rumah Nania."Ini mainanku," ucap Lani lalu merebut mainan yang tengah di bawa oleh Cahaya."Lho bukan, itu mainanku sendiri," jawab Cahaya."Enak aja, ini milikku, kamu ambil aja mainanmu sendiri," Lani ngotot."Bukan, ini milikku." Cahaya sama-sama tidak mau mengalah karena dia merasa mainan itu memamg miliknya.Akhirnya kedua bocah kecil itu saling tarik menarik hingga karena kesal Cahaya melepaskan tarikannya , hal itu membuat Lani terjatuh seketika.Karena kesal Lani memukul Cahaya hingga bocah kecil tersebut menangis.Mengetahui Cahaya menangis, Lani akhirnya juga ikutan menangis, hal itu membuat Bik Sri tergopoh-gopoh mendatangi mereka.Cahaya dan Lani sama-sama menangis keras hingga membuat Bik Sri emosi karena merasa pekerjaannya jadi terbengkalai."Kenapa Nak?" tanya Bik Sri berusaha menenangkan Lani, tapi boca kecil itu tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menangis cerita Isa dengan menu
Sebenarnya Raya meras jengah. Bagaimana tidak, perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah asisten rumah tangganya itu semakin berbuat semena-mena. Rasa-rasanya Bi Sri belum juga merasa puas dan terus menerus berusaha menjatuhkan Cahaya yang bahkan tidak tahu apapun.Untuk apa lagi jika bukan karena Lani? Sang buah hati yang merasa kehilangan perhatian dari keluarga majikannya. Bahkan bi Sri akan melakukan apapun demi kelangsungan hidupnya di keluarga tersebut, sekalipun melakukan hal di luar akal sehat.Kini bi Sri terus menatap Cahaya dengan sorotan tajam, amarah yang tengah berkecamuk dalam diri wanita itu terlihat dengan jelas."Ya ampun ... kasihan sekali anakku kalau terus menerus ditekan oleh bi Sri seperti ini," batin Raya.Raya tentu melihat sorot mata bi Sri yang penuh dengan kekesalan yang teramat dalam, tak ada henti-hentinya bi Sri mencari masalah dengan Cahaya.Lalu Raya mulai berjalan semakin dekat dengan sang puteri kecilnya kemudian ia sedikit menundukkan kepalanya.
Sementara itu, Bi Sri yang mendengar penuturan dari Cahaya pun sontak dilanda amarah, dia benar-benar tidak menyangka jika cahaya akan mengadukan hal seperti itu. Dia merasa sebal saat melihat Cahaya sudah berani banyak bicara seperti itu."Astaga, Cahaya! Kamu ini sudah salah bisa-bisanya masih mengelak bahkan berbohong seperti itu. Siapa yang mengajarimu begitu, Nak? Kamu tahu tidak, berbohong itu perbuatan yang tercela. Tidak baik apalagi umur kamu itu masih kecil. Kamu bisa saja akan di cap sebagai anak nakal kalau seperti itu terus." Bi Sri memberikan nasehat, namun tentu saja dengan nada bicara yang begitu ketus bahkan lebih seperti sedang membentak, Padahal jelas-jelas di sana ada Raya yang menjadi Ibu sambung Cahaya."Kalau kamu salah itu jangan sungkan untuk meminta maaf, bukannya malah berbohong terus seperti itu." Bi Sri masih terus mengumpat. Berharap dengan itu Raya akan menjadi berpihak kepada dirinya.Sementara itu, Cahaya yang melihat kilatan amarah di netra Bi Sri jus
Bi Sri mencibir begitu wanita itu mendengar bantahan dari Raya. Dia yakin betul bahwa Raya sebenarnya hanya berusaha mempercayai apa yang dia mau, bukan kenyataan yang sebenarnya.“Halah! Sok tau sama anak yang padahal hanya anak tiri!” cibir Bi Sri yang cemoohannya tidak dapat dihentikan. Wanita itu sengaja memelankan suaranya, ia pikir Raya tidak akan mendengar ucapannya. Lagi pula kalimat itu hanya spontanitas saja keluar dari mulutnya."Apa!” Tentu saja Raya mendengarnya. Dia bahkan mendengarnya dengan sangat jelas. Raya yang tadinya ingin menyudahi perdebatan tidak jelas ini dan kembali ke kamarnya harus kembali marah dan geram dengan kelancangan Bi Sri.Sambil mengepalkan kedua tangannya Raya bangkit dari duduknya dengan susah payah. Ponsel yang tadi dia pegang sampai dia banting pelan ke sofa karena kesal akan cemoohan dari Bi Sri. Kedua matanya melotot kesal sampai-sampai bagian putih pada bola matanya menjadi merah dan mengeluarkan urat-urat halus.Wajah Raya juga tampak frus
Dalam hati Bi Sri terasa sangat panas mendengar pengusiran yang sudah dilakukan oleh Raya barusan. Bagiamana bisa Raya terlihat begitu kurang ajar padanya. Hal ini tidak bisa dibiarkan saja, Bi Sri harus membela diri."Bibi gak dengar apa kata aku? Pergi dari rumah ini. Angkat kaki, kalau perlu pergi yang jauh dari sini!!!" gertak Raya sembari menghentakkan kakinya pada lantai rumah ini."Tidak bisa seperti ini, sampai kapanpun saya tidak akan pergi dari rumah ini. Saya masih ingin bekerja di rumah ini!" tolak Bi Sri mencoba melawan Raya.Cara Raya mengusirnya seperti ini benar-benar membuatnya marah. Tapi, sekarang Bi Sri tidak bisa berbuat banyak. Bi Sri hanya bisa membela diri."Idih, sok berani banget ya mau ngelawan aku? Bibi di sini bekerja siapa yang bayar kalau bukan dari orang rumah ini?" Raya terlihat sangat sombong ketika mengatakan hal itu di hadapan Bi Sri."Say-""Tidak usah banyak bicara lagi deh, Bi. Ikuti saja perintahku! Pergi dari sini sekarang dan coba sana cari pe
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de