SUAMIKU BUKAN SUAMIMU

SUAMIKU BUKAN SUAMIMU

last updateDernière mise à jour : 2023-01-31
Par:  Siska_ayuComplété
Langue: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 Notes. 3 commentaires
116Chapitres
25.9KVues
Lire
Ajouter dans ma bibliothèque

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scanner le code pour lire sur l'application

Tidak ada persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan, kecuali salah satunya memendam rasa. Seperti halnya Hilman dan Anita. Mereka tetap dekat meski sudah mempunyai pasangan masing-masing.

Voir plus

Chapitre 1

Bab 1

"Bun, itu ayah. Itu ayah!" Aku yang sedang menemani Ilham bermain di sebuah mall, langsung terperanjat mendengar celotehan riang Ilham dengan tangan yang menunjuk ke sebuah wahana permainan. Suara anakku itu terdengar begitu antusias saat menunjuk ke sosok lelaki yang berdiri tak jauh dariku dan Ilham. Aku men4jamkan penglihatan. Ingin meyakinkan diriku sendiri bahwa apa yang dilihat Ilham itu adalah ayahnya yang juga suamiku. Benar saja, setelah menelisik hanya dalam beberapa detik, aku bisa memastikan bahwa itu adalah Mas Hilman, suamiku. Terlihat dari baju yang dikenakannya saat berangkat pagi tadi.

Tapi tunggu. Siapa wanita yang berdiri di sebelahnya? Mereka berdua terlihat begitu akrab dan sesekali saling melemp4r senyum. Tiba-tiba saja, seorang anak perempuan yang usianya tak jauh beda dengan Ilham, menghampiri Mas Hilman dan memeluk kakinya sambil tersenyum riang. Nampak sekali anak perempuan berambut panjang itu sudah cukup dekat dengan Mas Hilman. Siapa sebenarnya wanita dan anak kecil itu? Aku tak bisa dengan jelas menangkap wajahnya karena terhalang beberapa orang yang hilir mudik di sekitar mereka.

Tiba-tiba saja aku mengingat peristiwa tadi pagi. Di mana hari ini Mas Hilman berjanji untuk mengajakku dan Ilham berenang ke sebuah water boom yang baru saja buka. Kesibukan Mas Hilman karena pekerjaannya, membuat ia kesulitan mencari waktu sekedar untuk menemaniku dan anaknya untuk sekedar jalan-jalan di hari minggu.

"Sayang, maafkan Mas, ya. Sepertinya rencana kita liburan hari ini harus ditunda lagi," ucap Mas Hilman saat aku tengah menyiapkan sarapan.

Aku langsung menengadah dan menatap matanya. "Lho, kenapa, Mas? Kasian Ilham. Dia udah nungguin hari ini dengan antusias." Aku berusaha proses atas tertundanya liburan yang sekian kalinya.

"Barusan Mas dapat telepon. Mas diminta untuk datang ke swalayan. Ada hal yang penting yang tak bisa ditunda," jawabnya dengan raut wajah yang tak biasa.

"Tak bisakah Mas meluangkan waktu sehari ini saja? Minggu kemarin Mas ke luar kota. Minggu yang lalu pun tiba-tiba Mas ada keperluan. Padahal minggu ini Mas sudah janji mau menemani Ilham." Aku bertutur dengan wajah memelas. Meminta sedikit saja waktunya di hari yang seharusnya libur ini.

"Mas minta maaf, Dek. Tapi Mas kerja juga kan buat kamu sama Ilham. Gak enak kalau Mas menolak," sahutnya.

Aku hanya bisa menghela napas pelan. Jika sudah seperti ini, dibujuk seperti apapun, dia tak akan mungkin mengurungkan pekerjaannya. Rasa kecewa membuat dadaku kian sesak. Terlintas bayangan senyum ceria Ilham sebelum tidur semalam. "Malam ini Ilham mau cepat-cepat bobo. Kan besok kita mau berenang sama ayah," tuturnya sembari membaringkan badannya di atas kasur bermotif robot tersebut. Kedua sudut b1birnya masih melengkungkan senyuman kebahagiaan sampai matanya benar-benar terpejam.

Tak bisa kubayangkan wajah sedih dan kecewa Ilham saat mengetahui kalau ayahnya kembali mengingkari janji untuk membawanya berenang dan menemaninya liburan akhir pekan.

Benar saja, saat bangun tidur, hal yang pertama kali ditanyakan Ilham adalah keberadaan ayahnya. Hatiku tiba-tiba gerimis melihat mata Ilham yang berbinar saat menanyakan ayahnya itu. Aku pun berjongkok untuk mensejahterakan wajahku dengan anak berusia empat tahun tersebut.

"Sayang, maafin ayah, ya. Ayah ada pekerjaan. Dia terpaksa harus berangkat pagi-pagi." Aku membingkai kedua pipi Ilham dengan tanganku sambil menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang.

Namun, kilatan kesedihan langsung terpancar dari kedua netra hitamnya. Bahkan kaca-kaca langsung terlihat jelas di manik matanya.

"Ilham gak jadi berenang lagi ya, Bun?" tanyanya dengan lesu. Kepalanya menunduk seolah menyembunyikan kesedihan yang mendalam.

"Gimana kalau kita jalan-jalan berdua ke m4ll? Nanti Ilham bisa bermain di arena bermain anak. Sambil beli es krim. Mau?" Aku memberikan penawaran sebagai pengobat hatinya. Berusaha menampilkan wajah seceria mungkin.

"Gak sama ayah ya, Bun?" Ilham kembali bertanya.

"Kalau pekerjaan ayah sudah selesai, nanti Bunda minta ayah nyusul. Gimana?" Aku bertutur seceria mungkin meski aku tak yakin Mas Hilman akan menyusul kami.

"Hore ...!" Ilham berjingkrak kegirangan. "Mau, Bun. Mau!" lanjutnya antusias.

Sebelum berangkat ke mall, aku sempat menelepon Mas Hilman dengan maksud ingin memintanya menyusulku dan Ilham. Namun, panggilan teleponku justru ditolak dan sesaat kemudian sebuah pesan masuk layar ponselku.

[Aku lagi sibuk. Nanti aku hubungi lagi] pesannya. Aku hanya bisa menghela napas berat setelah membacanya, kemudian memasukkan kembali gawai milikku ke dalam tas.

Tak dinyana, kepergianku dan Ilham ke m4ll, justru mempertemukan aku dengan Mas Hilman yang pamit untuk bekerja pagi tadi.

"Bun, Bunda! Ayo kita samperin ayah!" Tiba-tiba saja Ilham menar1k tanganku. Membuat lamunanku tentang peristiwa tadi pagi hilang dari ingatan.

Kakiku melangkah pelan mengikuti kaki mungil Ilham yang berjalan hendak menghampiri Mas Hilman. Ilham nampak antusias. Terlihat dari larinya yang semakin kencang. Semakin dekat, jantungku justru terasa semakin berlompatan. Dadaku naik turun menahan emosi yang tiba-tiba meletup dalam hati. Apalagi saat melihat tangan wanita yang ada di sampingnya itu mendarat cantik di pundak Mas Hilman. Hingga akhirnya, aku dan Ilham tiba tepat di belakang Mas Hilman berdiri.

"Ayah ...!" Ilham langsung menghambur memeluk ayahnya itu. Sementara aku masih berdiri di belakang sembari berusaha mengatur debaran jantungku yang semakin tak beraturan.

"Loh, Ilham," tuturnya sambil menunduk menatap anak laki-lakinya tersebut. Nada terkejut begitu terdengar jelas dari suaranya. "Sama siapa, Nak?" lanjutnya sembari mengedarkan pandangan. Dan saat ia berbalik, aku bisa menangkap raut wajah terkejut bercampur grogi saat ia melihat keberadaanku.

"Za-Zara," tuturnya tergagap. Bahkan tangan wanita yang masih bertengger di pundaknya ia turunkan dengan kas4r.

Mata wanita yang berdiri di sampingnya pun membulat sempurna menatapku. Seolah melihat hantu di siang bolong. Ya, sekarang aku mengenali wanita itu. Dia adalah Mbak Anita. Sahabat suamiku. Tapi setahuku, Mbak Anita tinggal di luar kota. Entah kenapa sekarang dia bisa ada di sini. Apa mungkin mereka sudah janjian sebelumnya? Hingga Mas Hilman berani membohongiku demi bertemu dengan wanita yang selalu diutamakannya itu.

"Sedang apa di sini, Mas?" tanyaku setenang mungkin. Meski dadaku terasa bergemuruh dan hampir meled4k.

"Mas lagi ... lagi—." Mas Hilman nampak kebingungan mencari alasan. Hingga ia tak bisa melanjutkan perkataannya. Matanya bahkan tak berani menatapku.

"Oh, jadi ini yang Mas bilang ada pekerjaan penting!" Aku menatap mata Mas Hilman taj4m. Suaraku bergetar menahan gejolak emosi yang menggelegak dalam dada. Pun rasa sakit yang begitu menggerogoti hati yang tak bisa kutahan lagi.

"Kamu jangan salah paham, Sayang. Mas juga belum lama di sini." Mas Hilman mencoba memegang tanganku, namun aku langsung menepisnya.

"Bener kata Mas Hilman, Ra. Dia belum lama datang ke sini. Tadi aku menelponnya dan memintanya untuk menemaniku dan Nisya jalan-jalan. Maklum, aku baru pindah lagi ke sini. Jadi, masih agak risih kalau bepergian sendirian." Mbak Anita ikut menjelaskan, padahal, aku sama sekali tak bertanya padanya. Dia bahkan masih bisa tersenyum meski tipis. Sama sekali tak menunjukkan raut wajah bersalah apalagi meminta maaf padaku yang notabene adalah istri Mas Hilman.

"Oh, jadi Mas Hilman bisa meluangkan waktunya untuk menemanimu dan anakmu jalan-jalan? Sedangkan untukku dan anaknya sendiri gak punya waktu. Padahal, Mas Hilman itu suamiku, bukan suamimu!" Aku berkata dengan nada sin1s. Tak dapat lagi kutahan s4yatan demi s4yatan yang membuat hatiku seakan berd4rah-d4rah.

Déplier
Chapitre suivant
Télécharger

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Commentaires

default avatar
widha.87
Hanaann.... ......... pliss bgt thor,, Hanan jangan dibuat mati. gak relaaa.... ......
2023-01-26 10:54:08
0
user avatar
Kayla Azahra
cerita yg bagus
2023-01-11 05:52:04
0
default avatar
ilmupustaka.19
belum2 udah greget neh thor... smoga bisa up tiap hari yaa... smangaatt ......
2022-11-18 22:30:17
0
116
Bab 1
"Bun, itu ayah. Itu ayah!" Aku yang sedang menemani Ilham bermain di sebuah mall, langsung terperanjat mendengar celotehan riang Ilham dengan tangan yang menunjuk ke sebuah wahana permainan. Suara anakku itu terdengar begitu antusias saat menunjuk ke sosok lelaki yang berdiri tak jauh dariku dan Ilham. Aku men4jamkan penglihatan. Ingin meyakinkan diriku sendiri bahwa apa yang dilihat Ilham itu adalah ayahnya yang juga suamiku. Benar saja, setelah menelisik hanya dalam beberapa detik, aku bisa memastikan bahwa itu adalah Mas Hilman, suamiku. Terlihat dari baju yang dikenakannya saat berangkat pagi tadi.Tapi tunggu. Siapa wanita yang berdiri di sebelahnya? Mereka berdua terlihat begitu akrab dan sesekali saling melemp4r senyum. Tiba-tiba saja, seorang anak perempuan yang usianya tak jauh beda dengan Ilham, menghampiri Mas Hilman dan memeluk kakinya sambil tersenyum riang. Nampak sekali anak perempuan berambut panjang itu sudah cukup dekat dengan Mas Hilman. Siapa sebenarnya wanita dan
last updateDernière mise à jour : 2022-11-03
Read More
Bab 2
"Sejak kapan dia pindah lagi ke sini, Mas?" Aku menatap Mas Hilman dengan mata yang masih mengeluarkan buliran bening. Suaraku masih bergetar menandakan sakit dalam hatiku belum luntur. Bagaimana tidak, suamiku sendiri justru meluangkan waktunya untuk menemani wanita lain dan anak orang lain. Sementara istri dan anaknya sendiri, harus menelan kekecewaan karena janji yang kembali diingkari."Beberapa hari yang lalu. Dia ... sudah bercerai dengan suaminya. Makanya pindah lagi ke sini," jawab Mas Hilman nampak ragu. Kepalanya menunduk seolah menghindari tatapan mataku."Oh ... jadi sekarang Mbak Anita janda?" Aku tersenyum getir. Kemudian mere mas seprai yang kini tengah aku duduki bersama Mas Hilman. Entah kenapa saat mengucapkan kata janda, hatiku semakin terca bik.Mas Hilman tak menjawab. Dia hanya menanggapi pertanyaan dariku dengan anggukan pelan. "Kenapa kamu selalu seperti ini, Dek? Selalu saja cemburu pada Anita. Padahal, kamu tau sendiri. Dari dulu Mas dan Anita bersahabat. Ba
last updateDernière mise à jour : 2022-11-03
Read More
Bab 3
Aku lekas bangkit lalu berjalan dengan cepat keluar dari kamarku. Meninggalkan Mas Hilman yang masih menggenggam erat ponsel yang terus menjerit-jerit minta diangkat. Aku masuk ke dalam kamar Ilham dan langsung menguncinya. Kemudian aku bersandar di balik pintu itu dengan tubuh berguncang. Air mataku kembali luruh. Lagi dan lagi.Lelah rasanya hati ini menangisi hal yang sama dalam beberapa tahun terakhir ini. Di awal pernikahan, aku dan Mas Hilman begitu bahagia. Aku berusaha memaklumi saat Mas Hilman dan Anita bertelepon hingga satu jam lamanya. Bahkan hampir setiap hari. Namun, lama kelamaan, aku mulai jengah dan menasehatinya dengan lembut. "Mas, Mbak Anita itu sudah punya suami. Mas juga sudah punya istri. Rasanya kok kurang pantas, ya, kalau kalian masih sering berhubungan seperti ini," protesku kala itu."Lho, memangnya apa yang salah, Dek? Kita cuma teleponan. Cuma saling berbagi cerita. Lagipula, suaminya Anita pun tau kalau Mas sama Anita itu sahabatan sejak lama. Kamu juga
last updateDernière mise à jour : 2022-11-03
Read More
Bab 4
Di atas tempat tidur, badanku meringkuk terbungkus selimut tebal. Buliran bening masih sesekali menetes dari sudut mata. Rasa sesak pun masih menggelayut hebat dalam dada. Kepergian Mas Hilman tanpa meminta persetujuan dariku, membuatku merasa menjadi istri yang tak ada artinya sama sekali di matanya. Aku bagaikan seorang istri yang tak dianggap.Detakan jarum jam terdengar begitu jelas dalam keheningan malam. Sudah hampir pukul sebelas malam, tapi Mas Hilman belum juga kembali. Aku memilih turun dari tempat tidur, lalu mengintip ke arah luar melalui tirai jendela. Nihil. Tak ada tanda-tanda Mas Hilman akan segera pulang. Aku hanya bisa terus mondar-mandir di dalam kamar dengan hati yang semakin gelisah. Aku pun mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Kemudian menekan kontak bernama suamiku. Namun, hanya suara operator yang terdengar menandakan bahwa nomor Mas Hilman tidak aktif.Lagi-lagi aku hanya bisa menghela napas pelan saat hatiku kembali terasa dit1kam dengan begitu ku
last updateDernière mise à jour : 2022-11-03
Read More
Bab 5
Mumpung hari masih siang, aku pun memutuskan untuk langsung ke rumah Anita dan menitipkan Ilham di rumah Rima. Beruntung aku mengetahui alamat rumah sahabat suamiku itu karena dulu Mas Hilman sempat mengajakku ke rumahnya. Berbekal motor matik milik Rima, aku melaju menembus jalanan di siang hari yang panasnya terasa begitu menyengat dan membakar kulit. Sepanjang perjalanan hatiku tak karuan memikirkan reaksi apa yang akan ditampilkannya padaku. Ah b0do amat. Mas Hilman kan memang suamiku, bukan suaminya. Jadi aku yang lebih berhak menentukan siapa saja yang boleh bergaul dekat dengan suamiku itu.Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya motor yang aku kendarai sampai di halaman rumah yang kini nampak jauh berbeda dari rumahnya dulu. Bangunannya kini lebih besar dan luas dengan terlihat megah. Tak heran, karena Anita sebelumnya mempunyai seorang suami yang sukses dan mapan. Entah hal apa yang menyebabkan mereka memutuskan untuk bercerai padahal sudah ada putri kecil yang sangat cant
last updateDernière mise à jour : 2022-11-03
Read More
Bab 6
Aku langsung terkejut mendengar pertanyaan Mas Hilman. Entah darimana dia mengetahui kalau aku habis dari rumah Anita. Atau jangan-jangan, wanita itu mengadu pada Mas Hilman. "Lebih baik kita masuk dulu, Mas. Gak enak dilihatin tetangga." Tanpa menjawab pertanyaan Mas Hilman, aku melenggang melewati tubuhnya yang masih mematung di teras. Gegas aku membuka kunci rumah lalu masuk ke dalam."Ilham, ayo, masuk, Nak!" Aku memanggil Ilham yang masih berdiri di samping ayahnya. "Ayah, masuk, yuk!" Ilham menarik tangan Mas Hilman dan mengajaknya masuk bersama-sama. "Dek, jawab dulu. Mas nanya sama kamu!" Setelah ada di dalam rumah, Mas Hilman kembali melontarkan pertanyaan yang belum sempat aku jawab. Aku yang baru saja mau masuk ke dalam kamar untuk membuka jilbab dan berganti pakaian langsung menghentikan langkah. Aku berbalik lalu menatap Mas Hilman. "Iya. Aku memang dari rumah Anita," jawabku tenang. Setelahnya aku kembali berbalik dan melanjutkan langkahku memasuki kamar. Kubuka j
last updateDernière mise à jour : 2022-11-15
Read More
Bab 7
Merasa risih dengan tatapannya, aku buru-buru berbalik lalu pura-pura mengambil beberapa cangkir untuk membuat kopi dan teh manis. "Mau dibuatin kopi atau teh?" Aku bertanya pada Hanan untuk mengalihkan pertanyaannya. "Gak perlu. Aku bisa bikin sendiri," jawabnya sambil kembali mengambil potongan brownies. "Kenapa pertanyaan yang tadi gak dijawab? Abangku memperlakukanmu dengan baik, kan? Kamu bahagia nikah sama dia?" Ah, ternyata dia masih saja menanyakannya. "Tentu saja Mas Hilman memperlakukan aku dengan baik. Dia sayang banget sama aku." Aku menjawab sembari mengaduk kopi hitam di hadapanku. Tak sedikitpun berani menatap mata Hanan yang masih berdiri di belakang. Entah kenapa dia selalu saja tau jika aku sedang berbohong. "Syukurlah. Tak sia-sia aku melepas—. Eh, aku ke depan dulu, ya. Belum nemuin Mas Hilman nih!" Tiba-tiba saja dia bersikap seolah menghindari mengatakan sesuatu. "Oh, oke. Aku juga udah selesai, kok!" timpalku meski masih penasaran dengan apa yang ingin dik
last updateDernière mise à jour : 2022-11-16
Read More
Bab 8
Aku duduk berjongkok di depan pembakaran dengan mata menerawang. Teringat perkataan Hanan beberapa tahun yang lalu. Saat itu, di sore hari yang sedang hujan dengan cukup deras, dia datang ke rumah dengan mengendarai motornya. Beruntung dia mengenakan jas hujan hingga tak basah kuyup meski sebagian tubuhnya tetap saja ada yang kebasahan. "Hanan!" Aku menatapnya dengan kening berkerut saat membuka pintu. Dia berdiri dengan tubuh sedikit menggigil karena kedinginan. "Buruan masuk!" lanjutku sambil berbalik. Hanan pun masuk ke dalam rumah mengikuti langkahku. "Tunggu bentar, ya. Aku bikinin teh panas dulu!" Aku berjalan cepat menuju dapur. Kasian melihat tubuhnya yang gemetar.Setelahnya, aku kembali lagi ke ruang depan menghampiri Hanan dan menyerahkan teh panas itu ke tangannya. Hanan menggenggam cangkir berisi teh panas itu seolah mencari kehangatan. Beberapa saat kemudian dia menyeruputnya dan keadaannya mulai terlihat membaik. Tak gemetaran seperti tadi."Kamu ngapain ke sini? Hu
last updateDernière mise à jour : 2022-11-17
Read More
Bab 9
Mendengar ucapan pedas ibu mertua, rasanya aku tak sanggup sekedar untuk menelan makanan yang terlanjur masuk ke dalam mulutku. Gegas aku mengambil gelas berisi air putih, lalu meneguknya hingga tandas untuk mendorong nasi yang belum sempat aku kunyah. Saat melewati tenggorokan, nasi itu terasa bagai butiran pasir yang begitu menusuk. Ditegur langsung di depan Mas Hilman dan Anita seperti ini, rasanya seperti sedang dikuliti sedalam-dalamnya. Perih, hingga begitu menusuk ulu hati. Sepasang mataku rasanya memanas dan langsung mengabur tertutup kabut air mata yang mulai menggenang. "Bener apa yang dikatakan ibu, Ra. Kamu gak perlu cemburu berlebihan apalagi sampai berpikir yang tidak-tidak." Mas Hilman menimpali. Dia pasti merasa senang karena mendapat dukungan dari ibunya sendiri. "Astaghfirullah, Bang. Harusnya Abang tuh mengerti perasaan istri sendiri. Kalau bukan Abang, siapa lagi yang akan ngertiin Zara." Tiba-tiba saja Hanan sudah berdiri di ambang pintu. "Ibu juga. Bukannya me
last updateDernière mise à jour : 2022-11-18
Read More
Bab 10
Aku hampir saja melemp4r ponsel saking kesalnya. Apalagi saat melihat Ilham yang semakin kesusahan bernapas. Tiba-tiba saja aku teringat perkataan Hanan siang tadi. "Aku akan selalu ada untukmu." Gegas aku mencari kontaknya yang baru tadi siang aku simpan. Setelah ketemu, aku langsung meneleponnya. Panggilan pertama tak diangkatnya. Padahal jantungku sudah berlompatan saking ketakutan dengan kondisi Ilham. Beruntung saat aku menelponnya lagi, Hanan mengangkatnya. "Halo, Ra, kenapa?" tanya Hanan di sebrang sana."Tolong aku, Han. Sesak napas Ilham kambuh. Obatnya juga habis. Mas Hilman gak ada di rumah," jawabku dengan bibir bergetar saking paniknya. "Astaghfirullah. Aku langsung ke sana sekarang. Kamu siap-siap dan tunggu di depan," timpal Hanan dengan nada suara yang juga terdengar panik. Belum sempat aku menjawab, sambungan telepon sudah terputus. Aku langsung meletakkan ponsel sembarang. Lalu mengusap-usap punggung Ilham yang ada dalam pangkuanku. "Sabar, ya, Sayang. Sebentar
last updateDernière mise à jour : 2022-11-18
Read More
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status