Sebenarnya Raya meras jengah. Bagaimana tidak, perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah asisten rumah tangganya itu semakin berbuat semena-mena. Rasa-rasanya Bi Sri belum juga merasa puas dan terus menerus berusaha menjatuhkan Cahaya yang bahkan tidak tahu apapun.Untuk apa lagi jika bukan karena Lani? Sang buah hati yang merasa kehilangan perhatian dari keluarga majikannya. Bahkan bi Sri akan melakukan apapun demi kelangsungan hidupnya di keluarga tersebut, sekalipun melakukan hal di luar akal sehat.Kini bi Sri terus menatap Cahaya dengan sorotan tajam, amarah yang tengah berkecamuk dalam diri wanita itu terlihat dengan jelas."Ya ampun ... kasihan sekali anakku kalau terus menerus ditekan oleh bi Sri seperti ini," batin Raya.Raya tentu melihat sorot mata bi Sri yang penuh dengan kekesalan yang teramat dalam, tak ada henti-hentinya bi Sri mencari masalah dengan Cahaya.Lalu Raya mulai berjalan semakin dekat dengan sang puteri kecilnya kemudian ia sedikit menundukkan kepalanya.
Sementara itu, Bi Sri yang mendengar penuturan dari Cahaya pun sontak dilanda amarah, dia benar-benar tidak menyangka jika cahaya akan mengadukan hal seperti itu. Dia merasa sebal saat melihat Cahaya sudah berani banyak bicara seperti itu."Astaga, Cahaya! Kamu ini sudah salah bisa-bisanya masih mengelak bahkan berbohong seperti itu. Siapa yang mengajarimu begitu, Nak? Kamu tahu tidak, berbohong itu perbuatan yang tercela. Tidak baik apalagi umur kamu itu masih kecil. Kamu bisa saja akan di cap sebagai anak nakal kalau seperti itu terus." Bi Sri memberikan nasehat, namun tentu saja dengan nada bicara yang begitu ketus bahkan lebih seperti sedang membentak, Padahal jelas-jelas di sana ada Raya yang menjadi Ibu sambung Cahaya."Kalau kamu salah itu jangan sungkan untuk meminta maaf, bukannya malah berbohong terus seperti itu." Bi Sri masih terus mengumpat. Berharap dengan itu Raya akan menjadi berpihak kepada dirinya.Sementara itu, Cahaya yang melihat kilatan amarah di netra Bi Sri jus
Bi Sri mencibir begitu wanita itu mendengar bantahan dari Raya. Dia yakin betul bahwa Raya sebenarnya hanya berusaha mempercayai apa yang dia mau, bukan kenyataan yang sebenarnya.“Halah! Sok tau sama anak yang padahal hanya anak tiri!” cibir Bi Sri yang cemoohannya tidak dapat dihentikan. Wanita itu sengaja memelankan suaranya, ia pikir Raya tidak akan mendengar ucapannya. Lagi pula kalimat itu hanya spontanitas saja keluar dari mulutnya."Apa!” Tentu saja Raya mendengarnya. Dia bahkan mendengarnya dengan sangat jelas. Raya yang tadinya ingin menyudahi perdebatan tidak jelas ini dan kembali ke kamarnya harus kembali marah dan geram dengan kelancangan Bi Sri.Sambil mengepalkan kedua tangannya Raya bangkit dari duduknya dengan susah payah. Ponsel yang tadi dia pegang sampai dia banting pelan ke sofa karena kesal akan cemoohan dari Bi Sri. Kedua matanya melotot kesal sampai-sampai bagian putih pada bola matanya menjadi merah dan mengeluarkan urat-urat halus.Wajah Raya juga tampak frus
Dalam hati Bi Sri terasa sangat panas mendengar pengusiran yang sudah dilakukan oleh Raya barusan. Bagiamana bisa Raya terlihat begitu kurang ajar padanya. Hal ini tidak bisa dibiarkan saja, Bi Sri harus membela diri."Bibi gak dengar apa kata aku? Pergi dari rumah ini. Angkat kaki, kalau perlu pergi yang jauh dari sini!!!" gertak Raya sembari menghentakkan kakinya pada lantai rumah ini."Tidak bisa seperti ini, sampai kapanpun saya tidak akan pergi dari rumah ini. Saya masih ingin bekerja di rumah ini!" tolak Bi Sri mencoba melawan Raya.Cara Raya mengusirnya seperti ini benar-benar membuatnya marah. Tapi, sekarang Bi Sri tidak bisa berbuat banyak. Bi Sri hanya bisa membela diri."Idih, sok berani banget ya mau ngelawan aku? Bibi di sini bekerja siapa yang bayar kalau bukan dari orang rumah ini?" Raya terlihat sangat sombong ketika mengatakan hal itu di hadapan Bi Sri."Say-""Tidak usah banyak bicara lagi deh, Bi. Ikuti saja perintahku! Pergi dari sini sekarang dan coba sana cari pe
"Mana buktinya, kalau Cahaya nggak salah dan Non Raya begitu yakin kalau dia nggak melakukan kenakalan itu pada Lani!" seru Bi Sri sengaja untuk menantang Raya. Ia sangat geram karena Raya begitu ngotot untuk mengusirnya padahal jelas-jelas kalau Cahaya anak nakal dan suka bohong itu telah sengaja merusak mainan Lani. Sampai-sampai putri kecilnya itu menangis sesenggukan karena diduga oleh ulah Cahaya. Bi Sri semakin kesal saja karena sejak kehadiran Cahaya, hidupnya jadi tidak nyaman. Selalu Cahaya saja yang diperhatikan sementara Lani, putrinya tidak. Padahal, dulu Nania dan Guntur serta semua orang yang ada di rumah ini begitu menyayangi Lani. Hal itulah yang membuat Bi Sri terus memelihara kebencian di hatinya untuk bocah yang menjadi anak tiri Raya. Iri dan dengki telah mengotori hatinya hingga Bi Sri sanggup melakukan cara apa saja untuk membuat Cahaya diusir dari rumah ini. "Baik, Bi. Mari kita lihat siapa yang salah, dan siapa yang benar. Karena aku yakin Cahaya bukan anak
Semua tampilan yang begitu jelas dan terpampang sangat nyata. Sebuah fakta yang tak terbantahkan. Sangat valid.Tampilan dari rekaman CCTV yang berada di rumah Nania. Dimana rekaman itu baru saja terhenti setelah menyelesaikan tugasnya untuk membuktikan bahwa Cahaya tidaklah bersalah.Tentu saja saat ini wajah bi Sri sudah sangat pias bukan main. Bahkan sudah nampak sangat masam dan memucat.'A-apa?' batin Bi Sri. 'Kenapa ada CCTV di rumah ini? Tetapi ... sejak kapan?''Tidak! Tidak! Bukan itu ....''Tetapi masalahnya adalah ... kenapa aku tidak tahu kalau ada pemasangan CCTV di rumah ini?!'Bi Sri benar-benar terkejut bukan main. Tidak hanya terkejut, tetapi juga cukup marah dan kesal.Pasalnya, dia tidak tahu jika ada CCTV di rumah ini! Dia adalah pelayan kesayangan Nania, nyonya besar pemilik kediaman ini!Tentu saja hal itu membuat bi Sri meradang dengan hal itu. Tak hanya itu saja. Tetapi ....Bukankah dengan semua ini, dia tidak bisa menyudutkan Cahaya?!'Sial!' umpat bi Sri dal
"Na na na na," Nania bersenandung menirukan sebuah lagu lama yang sangat di gemarinya kala dia masih muda.Hari ini dia sengaja berbelanja sendirian dengan mengendarai mobilnya sendiri, hitung-hitung dia ingin menikmati hari-harinya yang terkadang membutuhkan waktu sendirian.Setelah mengklakson berulangkali tapi tidak ada yang membuka pagarnya, sambil menggerutu akhirnya Nania membuka sendiri pagar rumahnya, kebetulan sekali pagarnya tidak di kunci."Kemana sih Bik Sri ini, kok bisa-bisanya tidak mendengar bunyi klakson mobil," gerutu Nania.Nania dengan susah payah memarkirkan mobilnya lalu membawa barang belanjanya masuk kedalam.Dia sengaja berbelanja lebih banyak dibanding hari-hari sebelumnya, tapi justru tidak ada yang membantunya ketika dia masuk ke dalam rumah."Aku pulang ... Raya... Bik Sri.." panggil Nania berharap ada yang menyambutnya karena barang bawaannya yang cukup berat.Tapi hingga dia sampai di ruang tengah tidak ada siapapun yang menyambutnya, justru yang di te
"Tunggu, tunggu dulu." Nania berusaha keras melepaskan kakinya dari rengkuhan Bi Sri. Dia benar-benar masih dibuat bingung dengan keadaan yang saat ini sedang terjadi."Sebenarnya apa maksud semua ini? Aku sungguh tidak paham. Kalian ribut hanya perkara boneka?" Nania menatap ke arah Raya dan Bi Sri secara bergantian. Juga ke arah Cahaya yang masih sibuk membenamkan diri pada tubuh Raya sembari memperlihatkan takut."Astaga, baru saja aku bersenang-senang. Sekarang sudah harus kembali pusing karena keributan ini." Nania memijit pelipisnya sejenak. Kemudian wanita itu melirik ke arah Bi Sri yang masih bersimpuh di bawahnya meski tidak lagi berusaha mencekal kaki."Bi Sri, bangun!" titah Nania kepada maid nya tersebut.Bi Sri yang mendengar perintah dari Nania pun dengan cepat menuruti perintah sang majikannya itu. Lagi pula, sebenarnya dia pun begitu benci kala harus melakukan hal itu. Mengemis layaknya manusia tak punya harga diri dan juga tak berguna. Tetapi mau bagaimana lagi? Semua