"Tunggu, tunggu dulu." Nania berusaha keras melepaskan kakinya dari rengkuhan Bi Sri. Dia benar-benar masih dibuat bingung dengan keadaan yang saat ini sedang terjadi."Sebenarnya apa maksud semua ini? Aku sungguh tidak paham. Kalian ribut hanya perkara boneka?" Nania menatap ke arah Raya dan Bi Sri secara bergantian. Juga ke arah Cahaya yang masih sibuk membenamkan diri pada tubuh Raya sembari memperlihatkan takut."Astaga, baru saja aku bersenang-senang. Sekarang sudah harus kembali pusing karena keributan ini." Nania memijit pelipisnya sejenak. Kemudian wanita itu melirik ke arah Bi Sri yang masih bersimpuh di bawahnya meski tidak lagi berusaha mencekal kaki."Bi Sri, bangun!" titah Nania kepada maid nya tersebut.Bi Sri yang mendengar perintah dari Nania pun dengan cepat menuruti perintah sang majikannya itu. Lagi pula, sebenarnya dia pun begitu benci kala harus melakukan hal itu. Mengemis layaknya manusia tak punya harga diri dan juga tak berguna. Tetapi mau bagaimana lagi? Semua
Nania yang sudah melihat rekaman CCTV pemberian Raya pun sontak menoleh dan menatap tajam ke arah Bi Sri yang sejak tadi memilih untuk membungkam mulutnya diam. Nania benar-benar tak menyangka jika sang maid yang sudah cukup dirinya percaya itu ternyata begitu tega berbohong dan memfitnah cucunya.Sementara itu, dalam hati Bi Sri tak henti-hentinya merutuki Raya yang telah lancang menunjukkan bukti rekaman tersebut kepada Nania. Nyatanya, meski dekat karena disatukan oleh hubungan pernikahan dengan Ravi, tetapi Raya dan Cahaya sama-sama memiliki sifat menjengkelkan. Bi Sri pun tak henti-hentinya merutuki wanita berparas anggun yang sifatnya tak seanggun penampilan itu. Nyatanya Raya bahkan lebih licik dari siapa pun."Jadi apa yang kamu ucapkan tadi hanyalah kebohongan belaka, Bi? Sekali lagi aku tanya, apa alasanmu melakukan itu? Kenapa akhir-akhir ini Kamu seolah seperti selalu ingin menuduh Cahaya yang bukan-bukan di depan kami? Sebenarnya ada masalah apa kamu ini? Cahaya itu masih
Bab 268“Bu … ja-jadi … aku harus pergi dari rumah ini, Bu?” Bi Sri tak percaya dengan perkataan Nania barusan.“Ya. Itu sudah menjadi keputusanku, Bi Sri. Seperti yang sudah aku jelaskan tadi, kuharap Bi Sri bisa paham mengapa aku harus mengambil keputusan ini,” ujar Nania. Wanita itu melirik Raya dan Cahaya yang menatapnya dengan wajah kaget namun tampak puas dan lega.Nania bisa merasakan kelegaan dari wajah keduanya karena dirinya memihak mereka. Tentu saja Nania akan melakukan apa pun untuk keluarganya. Dia tidak suka ada orang luar yang memecah belah keluarga apalagi itu malah dilakukan oleh pembantunya sendiri.“Sekarang, Bi Sri segeralah berkemas. Aku akan mempersiapkan gajimu bulan ini.” Nania pun mengakhiri dialog itu dan berjalan meninggalkan ruangan, begitu pula dengan Raya, wanita itu menggandeng tangan Cahaya dan naik ke lantai atas.Perkataan Nania membuat perasaan Bi Sri menjadi campur aduk. Wanita itu tidak percaya akan apa yang baru saja dia dengar dari Nania. Majika
Raya mendengar suara bel yang menggema di rumah. Langsung saja Raya bergegas untuk membukakan pintu itu. Raya berjalan dengan cepat karena dia berada di belakang sebelumnya. Saat sudah membuka pintu dia langsung saja disambut oleh senyuman manis sang suami."Sayang aku pulang," sapa Ravi kepada Raya."Masuk dulu," ajak Raya membalas senyuman sang suami. Raya mengambil alih tas yang berada di tangan Ravi."Kamu udah makan malam?" tanya Ravi.Raya mengangguk, dia memang sudah makan malam sejak tadi. Bahkan lebih cepat dari biasanya. Raya berjalan mengikuti langkah Ravi yang menuju ke sofa ruang tengah."Kamu mau makan? Aku gak masak jadi aku mungkin bakal beliin makanan online?" tanya Raya kepada Ravi."Aku udah makan di kantor. Habis meeting tadi aku langsung makan," jawab Ravi mengusahakan rambut Raya lembut.Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat kedua pipi Raya meleleh. Raya tersenyum menatap sosok suaminya. Terlihat pakaian Ravi yang sudah lusuh dan kotor."Kamu pasti capek bang
Keduanya melalui malam yang indah dengan membicarakan hal-hal yang menggembirakan tentang masa depan. Senyum bahagia pun tak luput dari bibir pasangan suami istri yang sedang menantikan buah hati itu. Tak heran jika rasa cinta mereka semakin bertambah kian harinya. "Sayang, yuk tidur, sudah malam. Bukannya besok itu jadwal rutin kamu periksa kandungan," ajak Ravi setelah mereka puas berbincang."Ah, iya ya, Mas. Kok aku hampir lupa sih," sahut Raya tersenyum kikuk karena akibat permasalahan dengan Bi Sri yang membuatnya harus bersitegang dengan wanita itu, membuat Raya jadi melupakan sesuatu yang penting untuknya. "Tuh, 'kan, itu karena kamu kebanyakan pikiran gara-gara Bi Sri ya, Sayang," balas Ravi memaklumi istrinya. "Hm, mungkin ya, Mas. Aku masih nggak habis pikir aja kenapa Bi Sri sejahat itu sama Cahaya, jadi ya aku kepikiran, memangnya salah apa Cahaya sampai Bi Sri benci dia," ucap Raya kembali menyayangkan sikap Bi Sri."Sudahlah, jangan dipikirkan lagi ya, Sayang. Aku ng
"Raya!" panggil seseorang yang tiba-tiba menginterupsi begitu saja.Raya yang sedang dipeluk pinggang posesif oleh Ravi, pun harus terhenti langkahnya. Tak hanya Raya, tetapi juga dengan semua orang yang ikut Raya untuk memeriksa kandungan mereka, yaitu Nania dan juga Cahaya.Ya! Raya saat ini sedang berjalan menyusuri lorong rumah sakit tempatnya untuk periksa kandungan. Ditemani oleh Ravi, Nani, dan juga Cahaya.Ravi yang memeluknya dengan posesif serta penuh kehati-hatian. Serta Cahaya yang berada di gendongan Nania.Mendapati ada seseorang yang memanggil Raya, pun ia langsung menghentikan langkah kakinya serta menoleh ke sumbar suara. Berbalik badan dan menatap ke sosok yang baru saja menginterupsinya itu.Tepat saat Raya mengetahui siapa sosok yang memanggilnya, ia pun mengerutkan dahinya sejenak ditambah raut wajah yang sedikit terkejut. Well ... ada sepasang sosok yang sedang berjalan ke arahnya."Kevin? Is that you?" ucap Raya penuh tanda tanya dan tak menyangka jika ada seseo
"Kamu ingin makan apa? Ini sudah masuk waktu makan malam?" tanya Kevin. Lelaki itu khawatir karena istrinya saat ini hamil muda dua bulan sehingga Kevin takut jika istrinya kelaparan akan berpengaruh kepada janinnya. "Aku masih belum lapar, hanya saja aku rasanya sangat lelah, gila banget, antrian dokter kandungan kenapa sangat panjang," keluh Sintiya. Kevin dan Sintiya memang baru saja pulang dari dokter kandungan dan dokter menyatakan kalau kandungan Sintiya sudah memasuki dua bulan dan dinyatakan janin nya sehat. "Tidak boleh begitu sayang, sekarang kan ada calon bayi di perut kamu, jadi meskipun tidak lapar tetap harus di isi kalau sudah waktunya makan, kasihan si cabay sayang..." jawab Kevin. "Kok cabay sih sayang, memangnya anak kita pedas?" protes Sintiya sembari memukul bahu suaminya. "Ha ha ha maksudnya calon baby, sayang.." "Jangan panggil begitu, panggil saja si kucrit," usul Sintiya. "Ha ha ha lebih lucu sayang, tapi baiklah, kita panggil si ucrit calon anak kita,
"Mungkin memang tidak apa meminta maaf lagi," ujar Sintya setelah cukup lama terdiam memikirkan. "Lagi pula meminta maaf juga tidak membuat kita rugi, kan? Yang ada hal itu mungkin akan membuat silaturahmi kita dengan keluarga Raya dan Ravi menjadi lebih baik lagi," imbuh Sintya sembari menatap ke arah sang suami."Ya, kamu benar. Sebenarnya memang hal itu lah yang aku inginkan, Sayang. Seperti yang telah aku ucapkan tadi. Semua ini memang sudah lama berlalu, namun rasanya hubungan ini masih terasa renggang. Maksudku ... semua tidak terasa seterbuka dulu. Aku hanya ingin memperbaikinya." Seraya menyetir, Kevin sejenak menolehkan wajahnya ke arah Sintya."Sudah, tak perlu resah seperti itu. Sudah aku bilang, kan. Aku akan menemanimu nanti." Sintya menenangkan. Sebagai seorang istri, dia ingin selalu berada di sisi Kevin di saat suka maupun duka."Kamu memang istri terbaik." Kevin memuji. Nyatanya semakin hari menikah dengan Sintya tak membuat dirinya bosan sama sekali. Yang ada istriny
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de