Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 1"Ah … kamu nakal, kan geli tau. Tapi aku juga gak bisa kalau kamu berhenti. Aku candu padamu. Ah …." Aku tersentak saat telingaku lagi-lagi mendengar suara desahan dan erangan dari sebelah kamarku yakni, kamar adik suamiku dan istrinya. Sudah satu tahun ini aku tinggal di rumah orang tua suamiku, mas David. Kamarku dan kamar adik suamiku bersebelahan. Suamiku hanya dua orang bersaudara, dan suamiku anak pertama. Akan tetapi, usia pernikahan kami dengan adiknya jauh berbeda. Jika adik suamiku yang bernama Kevin dan istrinya yang bernama Nora sudah berjalan tiga tahun, pernikahanku dengan mas David baru berjalan satu tahun saja. Yah, Kevin lebih dulu menikah dengan Nora. Aku dan mas David kenal secara tidak sengaja di sebuah pusat perbelanjaan di kota kami. Kala itu aku yang salah masuk ke mobil milik mas David yang aku kira taksi online yang aku pesan. Sempat terjadi perdebatan antara aku dn mas David kala itu tapi akhirnya mas David mengantarkank
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBab 2"Apa jangan-jangan mas David ada di kamar Nora? Jadi, apa suara desahan yang saling bersahutan itu adalah suara mereka berdua?"Aku harus memastikannya sendiri. Aku bergegas bangun dari posisi dudukku di ranjang. Tidak lupa aku menggunakan sweater untuk menutupi lenganku yang terbuka karena aku masih mengenakan baju tidur yang tanpa lengan. Cuaca pun belakangan hari ini terasa dingin. Aku pun tidak ingin nanti aku masuk angin. Saat aku sudah sampai di depan pintu kamar Nora dan Kevin. Aku kembali melakukan panggilan pada ponsel mas David. Aku ingin memastikan sekali lagi kalau apa yang aku dengar tadi itu adalah benar. Namun, lagi-lagi ponsel mas David tidak aktif. Hanya suara operator perempuan yang menjawab sambungan teleponku. Akhirnya aku memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Nora. Satu kali ketukan. Dua kali ketukan. Tiga kali ketukan barulah Nora membukakan pintu kamarnya. Tidak lebar, hanya sebatas tubuhnya yang terlihat saja. Sedikit kep
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 3Pias, satu kata itulah yang aku dapatkan dari wajahnya saat aku menanyakan perihal kemana mobilnya. "Ah, itu anu mobilku ada di depan rumah Pak Bram tetangga baru kita itu. Yah benar seperti itu. Itulah sebabnya kamu gak dengar suara mesin mobilku," kilah mas David. Aku menatap wajahnya mencari sebuah kejujuran di sana dan berharap menemukannya. Sayangnya aku tidak menemukan itu. Fix, mas David sedang berbohong kali ini. Oke, aku ingin lihat sampai di mana dia mampu terus menutupi kebusukannya padaku. Toh aku mau menuduhnya sekarang kau tidak memiliki bukti. Akan aku cari bukti-bukti itu dan jika benar semua sesuai pradugaku maka aku akan membuat mereka menyesal karena telah bersekongkol menipuku seperti ini. "Kenapa mesti kamu parkir di depan rumah tetangga baru? Memangnya kenapa kalau langsung kamu masukin ke garasi rumah kita?" tanyaku yang ingin tahu jawaban apa yang akan dia berikan. "Ya, aku gak mau aja suara mesin mobilku mengganggu oran
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 4Di sebelah mas David juga sudah ada Nora yang sedang menyendokkan nasi goreng buatan Bi Ratmi ke dalam mulutnya. Namun, ada hal yang aku sangat ingin tanyakan pada Nora begitu tubuh ini sudah mendarat di kursi makan. "Nora? Kevin kemana? Bukannya dia pulang?" Seketika Nora menghentikan gerakannya yang akan menyuap makanan ke dalam mulutnya. Nora dan mas David terlihat saling melemparkan pandangan dari ekor mataku. Namun, aku berpura-pura tidak melihatnya. Aku seolah-olah tengah sibuk mengoles mentega pada roti tawar yang ada di tanganku. "Em anu, Mas Kevin dia … dia masih tidur hehehe iya masih tidur. Karena kecapekan baru pulang tadi malam." Aku hanya membulatkan mulut membentuk huruf o. "Memangnya Kevin pulang, Ra? Bukannya jatahnya dia pulang masih sekitar beberapa hari lagi?" tanya mas David yang membuatku menghentikan gerakan tanganku memasukkan roti ke dalam mulut. Aku pun menatap mas David seksama berharap melihat kejujuran di sana. Na
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 5"Kita lihat saja, Mas. Apakah ini hanya pradugaku saja ataukah memang benar kau ada main dengan adik iparmu itu. Kalau sampai benar terbukti kau ada main dengan nya aku pastikan akan membuatmu menyesal, Mas." ***Aku membelokkan mobil yang kukendarai tepat di depan toko yang menjual aneka cctv. Setelah mesin mobil kumatikan aku melangkah dengan pasti ke dalam toko tersebut. Derap langkah sepatu heelsku terdengar mengetuk-ketuk lantai yang aku lalui. "Selamat pagi, Ibu, ada yang bisa kami bantu?" sapa seorang karyawan laki-laki tapi dengan gaya yang kemayu padaku saat tubuh ini berhasil masuk ke dalam toko tersebut. "Pagi, Mas, saya mau cari cctv yang bentuknya sangat kecil tapi daya rekam gambar dan audionya jelas. Apa ada?" "Tentu saja ada kami menjual berbagai macam cctv mulai dari yang paling standar yang biasa dipakai di toko-toko, minimarket atau pun perkantoran hingga ke cctv yang biasanya dipesan oleh perempuan atau pun laki-laki yang bi
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 6Namun, baru saja aku akan berbalik badan aku dikejutkan dengan suara seseorang yang ternyata baru saja menapaki anak tangga. "Lagi ngapain?" Aku tersentak dan hampir saja terlonjak karena terkejut dengan tepukan tangan itu. Saat aku menoleh ke arahnya ternyata yang menepukku tadi adalah mas David. Aku sedikit mengerutkan dahi karena tumben mas David pulang cepat. Biasanya paling cepat itu sekitar jam tujuh malam sedangkan ini masih sore mas David sudah sampai di rumah. Beruntung aku sudah selesai memasang cctv yang kubeli tadi pada tempat yang seharusnya. Masih ada sisa satu cctv lagi, biarlah akan kusimpan nanti akan aku cari lagi tempat yang sekiranya mencurigakan dan aku pasang cctv yang masih tersisa ini. "Mas David? Kok tumben udah pulang jam segini?" tanyaku padanya tanpa menjawab pertanyaannya tadi padaku. "Iya kebetulan kerjaan sudah pada selesai jadi aku bisa pulang cepat. Lagian aku kangen sama istri cantikku ini sudah beberapa hari b
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 7 Namun, saat tangan ini memindah chanel cctv ke bagian yang aku letakkan tepat di depan kamar Nora aku melihat sesuatu yang luar biasa yang membuat jantungku berdegup kencang dan mataku terbelalak. "Kalian …." Aku mengepalkan erat tanganku, emosi seketika menyeruak dalam dada. Mungkin saja buku-buku tanganku terlihat memutih karena saking eratnya aku mengepalkan. Betapa tidak? Jika yang aku lihat saat ini adalah Mas David dan Nora yang tengah berciuman juga berpelukan mesra layaknya mereka adalah kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Yah, meskipun aku sudah menduganya sejak awal aku curiga. Akan tetapi, tetap saja hati ini rasanya tidak terima jika ternyata aku sudah dibohongi oleh mereka mentah-mentah seperti ini.Aku lantas menurunkan kakiku yang sudah kuletakkan di atas ranjang King size milikku ini, aku pun bangun dari posisi dudukku dan bersiap untuk keluar dari kamar guna memergoki perbuatan hina yang kedua manusia laknat itu lakukan.Akan
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de