SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKU
BAB 3
Pias, satu kata itulah yang aku dapatkan dari wajahnya saat aku menanyakan perihal kemana mobilnya.
"Ah, itu anu mobilku ada di depan rumah Pak Bram tetangga baru kita itu. Yah benar seperti itu. Itulah sebabnya kamu gak dengar suara mesin mobilku," kilah mas David.
Aku menatap wajahnya mencari sebuah kejujuran di sana dan berharap menemukannya. Sayangnya aku tidak menemukan itu. Fix, mas David sedang berbohong kali ini.
Oke, aku ingin lihat sampai di mana dia mampu terus menutupi kebusukannya padaku. Toh aku mau menuduhnya sekarang kau tidak memiliki bukti. Akan aku cari bukti-bukti itu dan jika benar semua sesuai pradugaku maka aku akan membuat mereka menyesal karena telah bersekongkol menipuku seperti ini.
"Kenapa mesti kamu parkir di depan rumah tetangga baru? Memangnya kenapa kalau langsung kamu masukin ke garasi rumah kita?" tanyaku yang ingin tahu jawaban apa yang akan dia berikan.
"Ya, aku gak mau aja suara mesin mobilku mengganggu orang-orang rumah yang lagi istirahat karena ini sudah larut malam. Lagian kan rumah Pak Bram tidak setiap hari ditempatin makanya aku pilih memarkirkannya di sana."
Aku mengedikkan bahu tanda tidak peduli dengan seribu alasan yang diucapkannya karena aku jelas-jelas melihat di mimik wajahnya kalau dia sedang berbohong.
"Teruskan saja kebohonganmu itu, Mas. Akan tiba saatnya nanti kamu akan terkena imbas dari perbuatanmu sendiri."
Aku pun meninggalkan mas David yang masih berdiri di ruang tamu menuju dapur karena rasa haus ini tidak lagi bisa kutahan.
Setelah aku selesai mengaliri tenggorokanku dengan air minum aku pun berniat kembali ke kamar dan melanjutkan tidurku yang terganggu. Akan tetapi, saat aku baru saja membuka pintu kamar, aku mendapati mas David tengah tersenyum-senyum sendiri sembari menatap ponselnya. Bahkan, dia sampai tidak tahu kehadiranku di kamar karena saking fokusnya terhadap ponsel itu.
"Kamu senyum-senyum sama ponselmu memangnya ada yang lucu kah?" tanyaku sembari melongokkan kepalaku sedikit seolah-olah ingin melihat apa yang ia lakukan dengan ponsel tersebut.
Seketika mas David terkejut dan langsung mematikan ponsel miliknya itu, lantas ia meletakkan ponsel tersebut di bawah bantal yang ia gunakan. Aku semakin mengerutkan dahi karena dibuat semakin penasaran akan tingkahnya.
Rupanya suamiku benar-benar tengah bermain sandiwara padaku. Baiklah, akan aku cari hingga ke akar-akarnya apa yang kamu sembunyikan itu. Jangan panggil aku Raya kalau tidak bisa secepatnya membongkar kebusukan yang kamu tutupi.
"Oh iya kamu tadi beneran lembur, Mas?" tanyaku lagi padanya. Kini, posisiku sudah duduk di sebelah mas David di atas ranjang kami berdua.
"Kok tanya lagi? Apa masih kurang jelas jawabanku tadi di bawah? Aku benar-benar lembur, Sayang."
Aku memutar bola mataku jengah mendengar dia memanggilku sayang. Aku memang mencintainya dan menyayanginya. Namun, aku tidak bucin padanya. Hal yang mencurigakan sedikit saja sudah bisa membuatku langsung berpikiran negatif. Bukan maksudku ingin suudzon pada suamiku sendiri. Hanya saja, kita sebagai wanita jangan pernah mau selalu menjadi korban keegoisan para suami buaya dan tukang bohong sepertinya. Terkadang perlakuan manis yang kita terima hanyalah sebagai pengalihan agar kita tidak menyadari kebohongannya. Cinta sih boleh tapi bodoh yang jangan.
"Lalu, ponselmu? Katanya tadi ponselmu habis baterai? Lalu itu yang kamu pencet-pencet sambil senyum-senyum apa namanya kalau bukan ponsel?"
"Ah, itu kan tadi kan emmm ponselku memang habis baterai tapi terus aku charge sebentar saat kamu minum di bawah tadi. Terus udah hidup lagi makanya udah bisa aku pakai lagi."
Alasan yang tidak masuk akal. Mana mungkin ponsel yang benar-benar kehabisan baterai bisa hidup hanya dengan mencharge nya selama lima menit saja. Dia kira charger hape itu pesawat jet bisa mengisi baterai ponsel kita secara kilat? Mungkin kalau ponsel tersebut masih menancap kabel charge nya aku percaya. Akan tetapi, ponsel itu sama sekali tidak aku lihat ia sedang mencharge nya.
"Oh ya tadi aku dengar suara dering ponsel kamu dari kamar Nora. Apa kamu habis dari kamar Nora?" Aku sengaja menjeda kalimatku. Setelahnya aku melanjutkan lagi perkataanku.
"Eh, ya ampun kok aku lupa ya, kan kamu baru saja pulang saat aku turun tadi ya. Jadi bagaimana mungkin kalau kamu dari sana," ucapku sembari menyeringai pada mas David yang wajahnya sudah tegang.
Aku sengaja ingin mempermainkan detak jantungnya. Aku ingin dia akan merasa seperti naik roller coaster setiap kali pertanyaan-pertanyaan tak terduga keluar dari bibirku ini.
"Ah, kamu bisa saja, Ray. Kalau soal nada dering kan siapa saja bisa punga nada dering yang sama."
"Yaudahlah ya, orang aku juga cuman bercanda gak usah tegang gitu dong, Mas."
"Enggak kok, aku enggak tegang. Yaudah yuk kita tidur. Mas udah ngantuk banget nih."
Aku pun merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk ini. Tidak berselang lama aku mendengar dengkuran halus dari bibir mas David. Rupanya dia sudah tertidur pulas. Cepat sekali tidurnya? Pastilah cepat, kan dia habis olahraga malam. Ups.
***
"Pagi Sayang. Bangun dan kita sarapan yuk." Aku membuka mata saat merasakan ada satu kecupan yang mendarat di keningku. Rupanya suamiku sudah rapi sepagi ini.
Hal seperti ini bukan yang pertama bagiku karena mas David memang terbiasa bangun pagi. Terkadang dia sering bangun terlebih dahulu daripada aku dan membangunkanku untuk menemaninya sarapan sebab segala pekerjaan rumah tangga sudah ada yang menghandle nya di rumah ini. Aku merasa sangat beruntung memiliki suami seperti mas David saat aku belum tahu tentang dirinya yang ternyata suka bermain sandiwara.
Namun, kini aku merutuki diriku sendiri karena begitu mudahnya dulu aku terpesona dengan wajah lugu nya dan sikap baiknya itu yang ternyata hanya kamuflase saja.
Mas David memang mempekerjakan satu orang ART di rumah ini untuk bersih-bersih rumah dan memasak. Sedangkan untuk urusan cucian baju mas David, akulah yang turun tangan sendiri meski terkadang aku juga ikut menyiapkan masakan untuk suamiku dan ibu mertuaku.
Berharap Nora ikut membantu? Hah, itu adalah hal yang mustahil. Setahuku Nora kerjanya itu kalau enggak di kamar ya pergi ngelayap entah kemana. Aku pikir dia melakukan itu lantaran menghibur diri akibat LDM dengan suaminya. Itulah alasan yang mas David kemukakan padaku saat aku bertanya kenapa ibu mertua masih merasa kesepian meskipun sudah ada Nora di rumah ini.
"Hei, pagi-pagi kok melamun. Cepat cuci muka dan gosok gigi. Kita sarapan di bawah yuk. Oh iya aku harus berangkat cepat pagi ini karena ada jadwal meeting dengan petinggi perusahaan," ucap mas David sembari membenahi dasi yang ia pakai.
Jika biasanya aku langsung sigap bangun dan membantunya membenarkan pakaiannya. Namun, kali ini aku sangat malas sekali melihat wajah suamiku itu dri dekat.
Aku menyingkap selimut tebal yang bertengger di atas tubuhku, setelahnya aku pun menuju kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi. Setelah kurasa cukup aku pun bergegas keluar kamar mandi untuk berganti pakaian. Saat aku kembali ke dalam kamarku tidak lagi kulihat mas David ada di sini. Mungkin saja dia sudah terlebih dahulu ke meja makan untuk sarapan.
***
"Hei, Sayang! Sini kita sarapan!" seru mas David saat melihatku berjalan ke arahnya yang sudah duduk manis di kursi makan.
Di sebelah mas David juga sudah ada Nora yang sedang menyendokkan nasi goreng buatan Bi Ratmi ke dalam mulutnya.
Namun, ada hal yang aku sangat ingin tanyakan pada Nora begitu tubuh ini sudah mendarat di kursi makan.
"Nora? Kevin kemana? Bukannya dia pulang?"
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 4Di sebelah mas David juga sudah ada Nora yang sedang menyendokkan nasi goreng buatan Bi Ratmi ke dalam mulutnya. Namun, ada hal yang aku sangat ingin tanyakan pada Nora begitu tubuh ini sudah mendarat di kursi makan. "Nora? Kevin kemana? Bukannya dia pulang?" Seketika Nora menghentikan gerakannya yang akan menyuap makanan ke dalam mulutnya. Nora dan mas David terlihat saling melemparkan pandangan dari ekor mataku. Namun, aku berpura-pura tidak melihatnya. Aku seolah-olah tengah sibuk mengoles mentega pada roti tawar yang ada di tanganku. "Em anu, Mas Kevin dia … dia masih tidur hehehe iya masih tidur. Karena kecapekan baru pulang tadi malam." Aku hanya membulatkan mulut membentuk huruf o. "Memangnya Kevin pulang, Ra? Bukannya jatahnya dia pulang masih sekitar beberapa hari lagi?" tanya mas David yang membuatku menghentikan gerakan tanganku memasukkan roti ke dalam mulut. Aku pun menatap mas David seksama berharap melihat kejujuran di sana. Na
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 5"Kita lihat saja, Mas. Apakah ini hanya pradugaku saja ataukah memang benar kau ada main dengan adik iparmu itu. Kalau sampai benar terbukti kau ada main dengan nya aku pastikan akan membuatmu menyesal, Mas." ***Aku membelokkan mobil yang kukendarai tepat di depan toko yang menjual aneka cctv. Setelah mesin mobil kumatikan aku melangkah dengan pasti ke dalam toko tersebut. Derap langkah sepatu heelsku terdengar mengetuk-ketuk lantai yang aku lalui. "Selamat pagi, Ibu, ada yang bisa kami bantu?" sapa seorang karyawan laki-laki tapi dengan gaya yang kemayu padaku saat tubuh ini berhasil masuk ke dalam toko tersebut. "Pagi, Mas, saya mau cari cctv yang bentuknya sangat kecil tapi daya rekam gambar dan audionya jelas. Apa ada?" "Tentu saja ada kami menjual berbagai macam cctv mulai dari yang paling standar yang biasa dipakai di toko-toko, minimarket atau pun perkantoran hingga ke cctv yang biasanya dipesan oleh perempuan atau pun laki-laki yang bi
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 6Namun, baru saja aku akan berbalik badan aku dikejutkan dengan suara seseorang yang ternyata baru saja menapaki anak tangga. "Lagi ngapain?" Aku tersentak dan hampir saja terlonjak karena terkejut dengan tepukan tangan itu. Saat aku menoleh ke arahnya ternyata yang menepukku tadi adalah mas David. Aku sedikit mengerutkan dahi karena tumben mas David pulang cepat. Biasanya paling cepat itu sekitar jam tujuh malam sedangkan ini masih sore mas David sudah sampai di rumah. Beruntung aku sudah selesai memasang cctv yang kubeli tadi pada tempat yang seharusnya. Masih ada sisa satu cctv lagi, biarlah akan kusimpan nanti akan aku cari lagi tempat yang sekiranya mencurigakan dan aku pasang cctv yang masih tersisa ini. "Mas David? Kok tumben udah pulang jam segini?" tanyaku padanya tanpa menjawab pertanyaannya tadi padaku. "Iya kebetulan kerjaan sudah pada selesai jadi aku bisa pulang cepat. Lagian aku kangen sama istri cantikku ini sudah beberapa hari b
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 7 Namun, saat tangan ini memindah chanel cctv ke bagian yang aku letakkan tepat di depan kamar Nora aku melihat sesuatu yang luar biasa yang membuat jantungku berdegup kencang dan mataku terbelalak. "Kalian …." Aku mengepalkan erat tanganku, emosi seketika menyeruak dalam dada. Mungkin saja buku-buku tanganku terlihat memutih karena saking eratnya aku mengepalkan. Betapa tidak? Jika yang aku lihat saat ini adalah Mas David dan Nora yang tengah berciuman juga berpelukan mesra layaknya mereka adalah kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Yah, meskipun aku sudah menduganya sejak awal aku curiga. Akan tetapi, tetap saja hati ini rasanya tidak terima jika ternyata aku sudah dibohongi oleh mereka mentah-mentah seperti ini.Aku lantas menurunkan kakiku yang sudah kuletakkan di atas ranjang King size milikku ini, aku pun bangun dari posisi dudukku dan bersiap untuk keluar dari kamar guna memergoki perbuatan hina yang kedua manusia laknat itu lakukan.Akan
Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang sembari memainkan ponsel di tanganku. Hanya untuk berselancar di dunia biru. Saat mataku sedang terfokus pada layar datar tersebut, terdengar ada seseorang tengah berusaha membuka pintu kamar dari arah luar. Aku menolehkan kepala ke arah sana, Mas David sedang berdiri di ambang pintu sembari mengulas senyum ke arahku. Senyum yang dulu mampu membuatku mabuk kepayang, namun sekarang malah membuatku terasa begitu mual. Aku membalas senyuman lelaki itu dengan penuh keterpaksaan.Aku kembali mengalihkan pandangan ke arah benda pipih yang ada di tanganku saat lelaki itu tengah berusaha menutup kembali daun pintu. Suara derap langkah mendekat, namun aku tak mempedulikan kehadiran lelaki itu yang sedang ada di dalam kamar ini. "Kok belum tidur?" tanya Mas David saat aku menoleh, lelaki itu sedang naik ke atas ranjang. "Belum ngantuk, Mas," jawabku sembari mengalihkan kembali pandanganku ke arah layar datar tersebut. Tak ada sahutan lagi dari lelaki i
[Mbak, aku sudah sampai di bandara.] Satu pesan masuk yang dikirimkan oleh Kevin ke nomorku. Aku mengulas senyum. Hari ini semua akan berakhir. Semuanya, karena Kevin akan mengetahui kebohongan, pengkhianatan yang dilakukan oleh orang yang sangat ia cintai itu. Kemarin Kevin mengatakan jika besok akan pulang, akan tetapi selang mengatakan jika besok akan pulang, Kevin mengirimkan pesan jika ia tak jadi pulang, sebab ada pekerjaan yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Dan hari ini, tiga hari kemudian, Kevin baru benar-benar pulang. Berkali-kali aku menekankan pada Kevin agar tak memberitahukan pada Nora soal kepulangannya. Syukurlah, ia menuruti permintaanku. Sebenarnya, sembari menunggu kepulangan Kevin, aku ingin memanfaatkan sisa waktu untuk mencari bukti-bukti perselingkuhan mereka. Akan tetapi, tak ada apapun yang mereka lakukan. Mungkin mereka berdua telah menyadari jika perselingkuhan mereka mulai kuendus, maka dari itu, mereka mensiasati dengan menjaga jarak di antara
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 10Kenapa Kevin begitu mempercayai kesetiaan Nora, sedangkan aku telah menunjukkan bukti perselingkuhan istrinya? Mungkinkah Nora selangkah lebih maju dariku? Mungkinkah Nora telah mengatakan yang bukan-bukan tentangku pada Kevin?Ah, aku benar-benar pusing memikirkannya. Akan tetapi, aku tetap tidak boleh menyerah begitu saja. Akan aku buktikan kalau aku ini benar. Akan aku cari tahu kenapa Kevin bisa menolak apa yang aku beritahukan padanya. Aku curiga kalau mereka sudah curi start dariku. "Baiklah, jangan panggil namaku Naraya Okta kalau aku tidak bisa membereskan masalah ini," janjiku dalam hati. Aku mengetuk-ngetukkan jari telunjukku di atas meja yang hanya tersaji segelas es lemon tea ini. Aku memutar otak memikirkan bagaimana cara langkah yang tepat dan jitu dalam membongkar kebusukan mereka. Salah-salah aku melangkah maka kejadian seperti ini akan terulang lagi dan justru akulah yang menjadi tersangka sedangkan merekalah yang menjadi korbann
Setelahnya aku pun kembali meninggalkan mereka yang masih bergeming. Persetan dengan harga diri Kevin saat aku memaki istrinya dengan sebutan gundik. Toh Kevin sendiri tidak mau membuka mata perihal istrinya yang memang pelacur.Aku melangkah dengan perasaan yang sesak luar biasa. Bahkan, tamparan yang baru pertama kali kudapatkan dari seorang lelaki yang bergelar suamiku itu masih menyisakan rasa perih dan panas yang menjalar di pipiku. Aku menutup pintu dengan kasar hingga menimbulkan bunyi dentuman akibat beradunya tembok dan daun pintu. Kulempar ponsel dan tas yang tadi kubawa ke atas ranjang, lalu aku melangkah menuju ke arah meja rias. Aku mendudukkan tubuhku di sana. Terlihat dengan jelas jejak merah bekas tamparan itu. Aku mengusap pipiku yang terasa begitu perih. Seketika rasa sesak kembali menyeruak saat bayangan pengkhianatan yang dilakukan oleh suamiku berkelebatan di pelupuk mataku. Di saat rasa cinta sudah tumbuh subur di dalam sini, kebenaran yang begitu menyesakkan