SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKU
BAB 6
Namun, baru saja aku akan berbalik badan aku dikejutkan dengan suara seseorang yang ternyata baru saja menapaki anak tangga.
"Lagi ngapain?"
Aku tersentak dan hampir saja terlonjak karena terkejut dengan tepukan tangan itu. Saat aku menoleh ke arahnya ternyata yang menepukku tadi adalah mas David. Aku sedikit mengerutkan dahi karena tumben mas David pulang cepat. Biasanya paling cepat itu sekitar jam tujuh malam sedangkan ini masih sore mas David sudah sampai di rumah.
Beruntung aku sudah selesai memasang cctv yang kubeli tadi pada tempat yang seharusnya. Masih ada sisa satu cctv lagi, biarlah akan kusimpan nanti akan aku cari lagi tempat yang sekiranya mencurigakan dan aku pasang cctv yang masih tersisa ini.
"Mas David? Kok tumben udah pulang jam segini?" tanyaku padanya tanpa menjawab pertanyaannya tadi padaku.
"Iya kebetulan kerjaan sudah pada selesai jadi aku bisa pulang cepat. Lagian aku kangen sama istri cantikku ini sudah beberapa hari belakangan ini aku selalu sibuk dan lembur terus sehingga harus mngabaikanmu. Aku merasa bersalah untuk hal itu. Ngomong-ngomong kamu lagi apa di depan kamar Nora?"
"Ah, ini tadi aku seperti mendengar suara aneh dari dalam sana," ucapku sembari menunjuk ke arah pintu kamar Nora.
"Suara aneh? Suara apa?" tanya mas David sembari mengerutkan dahi.
"Seperti suara desahan gitu, Mas. Desahan antara laki-laki yang lagi anu," ucapku sembari memperagakan kedua tanganku yang saling bertemu ujungnya.
"Anu? Anu apa?" tanya mas David. Aku tahu meskipun dia seolah-olah tidak mengerti tapi terlihat dari wajahnya yang pias dan menjadi salah tingkah.
"Ya orang berbagi peluh bertemu kelamin, Mas. Apalagi memangnya?"
"Oh ya ampun, ya memangnya kenapa kalau benar? Kan Kevin katanya Nora sudah pulang malam tadi."
"Memangnya kamu ada melihat Kevin seharian ini?"
Mas David terdiam ia tidak menjawab pertanyaanku. Justru mas David seperti menggumam namun aku masih bisa mendengarnya.
"Suara desahan? Siapa? Nora? Tapi tadi Nora pamitan sama aku mau keluar sama teman-temannya."
"Apa, Mas? Kamu bicara apa barusan?" tanyaku setengah menyentak bahu mas David sehingga membuatnya berjingkat karena terkejut.
"Ah, enggak memangnya aku tadi ngomong apa?"
"Kata kamu Nora tadi pamit pergi sama kamu? Pamit kemana? Dan ngapain dia pake pamit ke kamu segala kalau memang ergi kan kamu cuma abanh iparnya saja? Ada apa antara kamu sama Nora?" Wajah mas David kini sudah seputih kapas.
"Rasakan kamu, Mas, kmu kita aku ini bodoh apa bisa kamu bohongi terus-terusan," gumamku dalam hati.
"Memangnya ada apa antara aku sama Nora? Kamu ini ada-ada saja. Memangnya aku bicara apa? Perasaan aku gak ngomong apa-apa mungkin kamu salah dengar kali," ucapnya sambil garuk-garuk kepala.
"Ya, siapa tahu saja kamu ada apa-apa sama dia?" tatapku penuh selidik. Mas David menggaruk-garuk kepalanya yang kurasa tidaklah gatal itu.
"Kamu ngomong apa sih, Ray? Mana mungkin Mas begitu Nora itu istri Kevin adik ipar Mas. Mana lah mungkin Mas tega caplok istri adik Mas sendiri yang enggak-enggak aja kamu ini mikirnya."
"Lho kok sewot? Sekarang ini banyak orang pada gak waras, Mas. Adik ipar sendiri diembat itu sudah banyak kejadian begitu pokoknya awas saja …." Sengaja aku menjeda ucapanku agar membuatnya penasaran.
"Awas apa?"
"Kalau kamu berani macam-macam aku gak akan segan-segan potong barang berharga kamu satu-satunya itu."
"Hahaha kamu bisa saja bercandanya, Ray. Kalau punyaku kamu potong lalu bagaimana aku bisa memuaskanmu," ucap mas David di sela tawanya.
"Aku enggak bercanda. Apa yang aku ucapkan serius. Soal memuaskan diri itu soal mudah. Masih banyak laki-laki yang menerimaku apa adanya bukan ada apanya."
Dapat kulihat mas David meneguk salivanya dengan susah payah. Kutinggalkan mas Davis yang masih terpaku dengan menatapku dengan wajah piasnya.
***"Nora? Kevin kemana? Bukankah kata kamu dia pulang tadi malam?" tanyaku pada Nora saat kami semua berkumpul di meja makan yang hanya ada mas David dan aku juga Nora saja karena ibu mertua pergi ke rumah adiknya."Eh, emm anu, Mbak. Mas Kevin sudah kembali lagi tadi siang. Iya sudah kembali lagi."
"Oh ya? Kok cepat sekali? Ada apa? Tapi bukankah suami kamu kerja di kalimantan? Apa mungkin dia yang baru saja tiba sudah harus pergi lagi ke tempat yang jauh seperti itu?" ujarku dengan nada seolah-olah bertanya tapi dengan tatapan intimidasi.
"Emmm ya, ya bisa Saja Mbak, kan sudah ada pesawat sekarang jadi apa-apa bisa cepat," sanggah Nora. Akan tetapi, bukan Raya namanya kalau tidak bisa mendebat dan membuat lawan bicara mati kutu.
"Masa sih? Bukannya Kevin tinggalnya di tempat yang jaraknya cukup jauh dari bandara ya. Sekitar enam sampai tujuh jam kan? Lahiran biasanya kam Kevin kalau pulang bisa lima hari sampai satu mingguan kok ini hanya satu hari saja pun gak sampai?"
Aku tersenyum melihat wajah Nora yang sudah pucat pasi. Salah siapa mencari masalah dengan Raya. Sekarang kau kena getahnya.
"Kamu kenapa sih, Ray? Segitunya cecar si Nora. Mau pulang atau pun enggak si Kevin kan itu urusan Nora sama Kevin toh Nora istrinya pasti Nora jauh lebih tahu daripada kamu atau pun aku," timpal mas David seolah-olah tidak terima jika Nora aku pojokkan seperti tadi.
"Biasa aja kali, Mas. Aku kan hanya bertanya. Wajar dong, sebagai kakak ipar yang baik aku menanyakan hal itu. Yah, takut saja kalau ternyata ada yang gak beres kan? Siapa tahu gitu aku bisa bantu," jawabku santai sembari memasukkan nadi serta potongan ayam kecap ke dalam mulutku. Hmm masakan bi Ratmi memang tiada duanya. Sangat memanjakan lidah.
"YaSudah kita lanjutkan saja makan kita. Gak baik ribut-ribut di depan makanan seperti ini."
Mungkin saja jika aku belum tahu atau pun curiga dengan mas David aku akan merasa jika mas David adalah lelaki yang santun dan good akhlak. Hanya saja aku saat ini sedang krisis kepercayaan jadi, sedikit saja mas David berbuat hal buruk yang ketahuan olehku tentu saja citra baiknya seketika berubah menjadi nol besar.
Kulanjutkan makanku dengan tenang dan tanpa lagi menghiraukan keduanya yang kutangkap dari ekor mataku saling lirik.
"Teruslah kalian bersandiwara hingga saatnya nanti akan kubuat perhitungan yang tidak akan pernah bisa kalian lupakan seumur hidup kalian," gumamku dalam hati.
***
Aku merebahkan tubuhku di atas kasur king size dan empuk ini. Kubuka ponselku lalu memilih masuk ke aplikasi cctv yang sudah disambungkan oleh karyawan toko tadi pada ponselku. Kulihat dari kamera yang ada di kamar Nora masih nihil karena tidak ada Nora di dalamnya. Namun, saat tangan ini memindah chanel cctv ke bagian yang aku letakkan tepat di depan kamar Nora aku melihat sesuatu yang luar biasa yang membuat jantungku berdegup kencang dan mataku terbelalak."Kalian …."
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 7 Namun, saat tangan ini memindah chanel cctv ke bagian yang aku letakkan tepat di depan kamar Nora aku melihat sesuatu yang luar biasa yang membuat jantungku berdegup kencang dan mataku terbelalak. "Kalian …." Aku mengepalkan erat tanganku, emosi seketika menyeruak dalam dada. Mungkin saja buku-buku tanganku terlihat memutih karena saking eratnya aku mengepalkan. Betapa tidak? Jika yang aku lihat saat ini adalah Mas David dan Nora yang tengah berciuman juga berpelukan mesra layaknya mereka adalah kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Yah, meskipun aku sudah menduganya sejak awal aku curiga. Akan tetapi, tetap saja hati ini rasanya tidak terima jika ternyata aku sudah dibohongi oleh mereka mentah-mentah seperti ini.Aku lantas menurunkan kakiku yang sudah kuletakkan di atas ranjang King size milikku ini, aku pun bangun dari posisi dudukku dan bersiap untuk keluar dari kamar guna memergoki perbuatan hina yang kedua manusia laknat itu lakukan.Akan
Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang sembari memainkan ponsel di tanganku. Hanya untuk berselancar di dunia biru. Saat mataku sedang terfokus pada layar datar tersebut, terdengar ada seseorang tengah berusaha membuka pintu kamar dari arah luar. Aku menolehkan kepala ke arah sana, Mas David sedang berdiri di ambang pintu sembari mengulas senyum ke arahku. Senyum yang dulu mampu membuatku mabuk kepayang, namun sekarang malah membuatku terasa begitu mual. Aku membalas senyuman lelaki itu dengan penuh keterpaksaan.Aku kembali mengalihkan pandangan ke arah benda pipih yang ada di tanganku saat lelaki itu tengah berusaha menutup kembali daun pintu. Suara derap langkah mendekat, namun aku tak mempedulikan kehadiran lelaki itu yang sedang ada di dalam kamar ini. "Kok belum tidur?" tanya Mas David saat aku menoleh, lelaki itu sedang naik ke atas ranjang. "Belum ngantuk, Mas," jawabku sembari mengalihkan kembali pandanganku ke arah layar datar tersebut. Tak ada sahutan lagi dari lelaki i
[Mbak, aku sudah sampai di bandara.] Satu pesan masuk yang dikirimkan oleh Kevin ke nomorku. Aku mengulas senyum. Hari ini semua akan berakhir. Semuanya, karena Kevin akan mengetahui kebohongan, pengkhianatan yang dilakukan oleh orang yang sangat ia cintai itu. Kemarin Kevin mengatakan jika besok akan pulang, akan tetapi selang mengatakan jika besok akan pulang, Kevin mengirimkan pesan jika ia tak jadi pulang, sebab ada pekerjaan yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Dan hari ini, tiga hari kemudian, Kevin baru benar-benar pulang. Berkali-kali aku menekankan pada Kevin agar tak memberitahukan pada Nora soal kepulangannya. Syukurlah, ia menuruti permintaanku. Sebenarnya, sembari menunggu kepulangan Kevin, aku ingin memanfaatkan sisa waktu untuk mencari bukti-bukti perselingkuhan mereka. Akan tetapi, tak ada apapun yang mereka lakukan. Mungkin mereka berdua telah menyadari jika perselingkuhan mereka mulai kuendus, maka dari itu, mereka mensiasati dengan menjaga jarak di antara
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 10Kenapa Kevin begitu mempercayai kesetiaan Nora, sedangkan aku telah menunjukkan bukti perselingkuhan istrinya? Mungkinkah Nora selangkah lebih maju dariku? Mungkinkah Nora telah mengatakan yang bukan-bukan tentangku pada Kevin?Ah, aku benar-benar pusing memikirkannya. Akan tetapi, aku tetap tidak boleh menyerah begitu saja. Akan aku buktikan kalau aku ini benar. Akan aku cari tahu kenapa Kevin bisa menolak apa yang aku beritahukan padanya. Aku curiga kalau mereka sudah curi start dariku. "Baiklah, jangan panggil namaku Naraya Okta kalau aku tidak bisa membereskan masalah ini," janjiku dalam hati. Aku mengetuk-ngetukkan jari telunjukku di atas meja yang hanya tersaji segelas es lemon tea ini. Aku memutar otak memikirkan bagaimana cara langkah yang tepat dan jitu dalam membongkar kebusukan mereka. Salah-salah aku melangkah maka kejadian seperti ini akan terulang lagi dan justru akulah yang menjadi tersangka sedangkan merekalah yang menjadi korbann
Setelahnya aku pun kembali meninggalkan mereka yang masih bergeming. Persetan dengan harga diri Kevin saat aku memaki istrinya dengan sebutan gundik. Toh Kevin sendiri tidak mau membuka mata perihal istrinya yang memang pelacur.Aku melangkah dengan perasaan yang sesak luar biasa. Bahkan, tamparan yang baru pertama kali kudapatkan dari seorang lelaki yang bergelar suamiku itu masih menyisakan rasa perih dan panas yang menjalar di pipiku. Aku menutup pintu dengan kasar hingga menimbulkan bunyi dentuman akibat beradunya tembok dan daun pintu. Kulempar ponsel dan tas yang tadi kubawa ke atas ranjang, lalu aku melangkah menuju ke arah meja rias. Aku mendudukkan tubuhku di sana. Terlihat dengan jelas jejak merah bekas tamparan itu. Aku mengusap pipiku yang terasa begitu perih. Seketika rasa sesak kembali menyeruak saat bayangan pengkhianatan yang dilakukan oleh suamiku berkelebatan di pelupuk mataku. Di saat rasa cinta sudah tumbuh subur di dalam sini, kebenaran yang begitu menyesakkan
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 12Aku melangkah menuju di mana makan malamku sudah terhidang. Mengambil piring yang sudah dilengkapi oleh nasi beserta teman-temannya. Aku mulai menyendokkan makanan itu masuk ke dalam mulutku.Setelah menyelesaikan makanku. Aku pun meletakkan piring kotor itu ke dapur. Sebenarnya bisa saja sih aku meminta bibi untuk mengambilnya. Hanya saja, aku tidak ingin menyuruh bibi karena kasihan, ini sudah malam. Pasti bibi sedang istirahat. Aku sedikit melirik ke arah kamar Kevin dan juga Nora ingin melihat apakah yang terjadi pada mereka setelah pertengkaran itu. Namun, sepertinya tidak ada menunjukkan aktivitas apa pun di sana dan terlihat sangat sepi seperti seolah-olah mereka sudah tertidur. Padahal jam baru menunjukkan pukul sembilan malam. Biasanya juga Nora jam segini belum tidur karena aku sering mendengar suara dia yang yang menonton film drakor di ponselnya. Akan tetapi, ya sudahlah, aku tidak terlalu peduli sama hal itu, yang jelas malam ini aku
"Maksud kamu Cin? Mereka juga merencanakan pertemuan antara aku dan David gitu? Dan seolah-olah kalau kita nggak sengaja bertemu terus Mas David membuat sandiwaea seolah-olah aku dan dirinya memang dipertemukan karena takdir Tuhan gitu?"Cindy mengangguk mantap membuatku semakin berpikir keras tentang semua ini.Aku hanya bisa menggelengkan kepala saat mengetahui fakta yang sebenarnya. Ternyata pertemuanku bersama Mas David ternyata sudah ia rencanakan. Jika saja untuk awal pertemuannya saja sudah direncanakan, tentu ada suatu tujuan dibalik semuanya. Ya, aku yakin, pasti ada tujuan besar yang ingin mereka dapatkan dari pernikahan ini. Lantas apa yang ingin mereka raih dariku?Aku menghembuskan napas kasar, untuk kesekian kalinya aku dibuat tak percaya oleh fakta baru yang baru saja terungkap. Mulai Nora yang ternyata pernah menjalin hubungan dengan Mas David, hingga soal awal pertemuanku dan juga Mas David yang merupakan sebagian dari rencananya. Jika orangtua Mas David tidak mere
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 14Setelah bubuk itu selesai kutaburkan, kumasukkan pembungkus itu ke dalam saku bajuku. Jangan sampai meninggalkan jejak di sini. Bergegas aku membalikkan tubuhku lalu melangkah dengan cepat kembali ke kamarku.Dada ini berdegup kencang, tentu saja khawatir jika aksiku kali ini terlihat atau ketahuan oleh seseorang. Namun, hingga beberapa menit berlalu sepertinya aksiku kali ini aman-aman saja. Aku menghembuskan napasku karena jujur baru kali ini aku melakukan hal segila ini. Hingga akhirnya aku mendengar suara ketukan pintu dari luar sana dan terdengar suara bibi memanggilku untuk turun makan malam. "Bu Raya, makan malam sudah siap," ucap bibi dari depan pintu. Aku masih mengelus dadaku guna menetralkan degup jantungku yang belum juga mau berhenti. "Ya, Bi, sebentar lagi saya turun!" jawabku dari dalam sini. Setelahnya aku mendengar derap langkah bibi yang menjauhi kamar yang kutempati ini. Aku menghembuskan kembali napasku sebelum akhirnya aku