Aku pastikan malam ini juga riwayat mereka akan tamat. Aku pun kembali membuka lemari pakaianku dan mengganti pakaianku ini dengan pakaian yang jauh lebih tertutup. Tidak mungkin kan aku akan keluar dan menemui warga dengan pakaian seperti ini. Aku berharap malam ini juga aku bisa segera pergi meninggalkan rumah terkutuk ini. Aku menghubungi ketua Rt yang jarak rumahnya rumayan jauh dari sini. Perlu beberapa menit untuk sampai ke sana. Tak mungkin jika aku harus pergi ke rumah Pak Rt. Aku hanya menyampaikan ada sesuatu yang sangat penting untuk dibicarakan yang mengharuskan beliau segera datang ke sini. Syukurlah, Ketua Rt di tempat tinggalku cepat tanggap. Beliau langsung meluncur ke tempat sini. Setelah penampilanku sudah terlihat pantas, cepat aku keluar dari kamar. Sejenak aku menghentikan langkah tepat di depan kamar Nora, samar-samar gendang telingaku menangkap suara desahan dan rintihan. Kuayunkan kembali kakiku. Dengan gerakan dan langkah cepat aku menuruni anak tangga. Ba
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 16Kevin melangkah dengan cepat ke arahku. Terlihat dengan jelas dada itu naik turun. Kentara sekali kalau saat ini ia telah dikuasai oleh emosi. Melihat nya seperti itu, aku hanya tersenyum manis ke arah mereka, hingga pada akhirnya kami pun berdiri dengan saling berhadapan.***Pov Kevin"Pokoknya Ibu gak mau tahu, David. Kamu harus menikah dengan Raya. Raya itu anak orang kaya David. Meskipun kamu gak kasih dia uang bulanan pun kalian tidak akan pernah kekurangan. Ingat David. Hanya kamu satu-satunya anak Ibu! Kalau bukan kamu lantas siapa lagi?" ucap Ibu pada mas David. "Kevin kan ada, Bu? Kenapa harus David sih?" sanggah mas David pada ibu. Wajah mas David terlihat sudah memerah menahan geram karena ibu yang memaksanya untuk menikahi anak dari sahabat ibu sewaktu sekolah dulu. "Karena kamu adalah anak Ibu. Sedangkan Kevin? Kevin hanyalah anak hasil dari perselingkuhan Ayahmu dan gundik itu! Dia itu anak haram yang tidak pernah Ibu harapkan keh
"Kamu dengar sendiri kan Kevin? Kamu harus membalas budi apa yang sudah Ibu berikan padamu selama ini. Jadi, kamu tidak ada pilihan lain Kevin. Kamu harus menerima Jika kamulah yang akan menikah dengan Nora sebagai syarat agar David mau menikah dengan Raya," ucap Ibu menimpali perkataan Mas David sebelum akhirnya ia juga meninggalkanku yang masih termenung di meja makan ini sendiri.Berkali-kali aku menghela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan. Aku masih benar-benar tak menyangka jika keluarga ini begitu keterlaluan. Ibu memaksakan kehendaknya sendiri tanpa memikirkan perasaan anaknya. Pun juga dengan Mas David, lelaki itu dengan seenaknya memintaku untuk menikahi kekasihnya hanya untuk menutupi kebejatan yang akan ia lakukan di kemudian hari. Bahkan tanpa rasa malu ia mengatakan secara terang-terangan, Jika ia tak ingin memutuskan hubungan dengan Nora meskipun kekasihnya itu telah menikah denganku.Selang beberapa hari tinggal di sini, aku memutuskan untuk kembali ke kalim
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 18Hari terus berganti. Hingga pada suatu ketika, Ibu mengirimkan pesan padaku agar aku pulang seperti biasanya. Tentu bukan karena tanpa sebab, akan tetapi agar Raya tak pernah mencurigai hubunganku dengan Nora. Akhirnya aku kembali menuruti permintaan Ibu. Tentu dengan penuh rasa keterpaksaan***Pov author"Apa maksud Mbak melakukan ini semua? Apakah Mbak tidak malu jika seluruh tetangga mengetahui kehidupan atau aib rumah tangga, Mbak?" tanya Kevin dengan tatapan bengisnya pada Raya. Raya tampak mengerutkan dahinya karena merasa sedikit aneh dengan ucapan Kevin. "Malu? Aib? Untuk apa menutupi aib karena yang aku lakukan memanglah yang seharusnya aku lakukan sejak lama, Kevin. Justru yang aku pertanyakan kenapa kamu seolah-olah tidak terima jika istri dan kakakmu yang pezina itu diperlakukan seperti ini? Aku curiga jangan-jangan kamu ini kaum hombreng? Kamu menikah dengan Nora untuk menutupi kelainan seksualmu gitu?" cibir Raya pada Kevin sembari
Pov Raya**"Bisakah kamu mengembalikan kasih sayang dan perjuanganku membesarkanmu selama ini Kevin? Kalau tidak bisa maka jangan pernah kamu menawar apa yang Ibu pinta padamu. Jika tidak? Terkutuklah kamu sebagai anak yang tidak tahu diri! Mati saja kamu menyusul ibumu yang pelacur murahan itu!"Aku terkejut bukan kepalang saat mendengar kalimat yang baru saja dikeluarkan oleh Ibu mertua. Keningku berkerut tajam saat berusaha kembali mencerna apa yang dikatakan oleh Ibu mertua itu. Tak ingin aku salah menyimpulkan. Akan tetapi, berkali-kali aku mengulangi kalimat itu kesimpulan yang kuambil pun tetap sama. Yaitu, Kevin bukan lah adik kandung dari Mas David. Ya, Tuhan ... betapa sempurnanya mereka dalam memainkan bersandiwara. Bahkan, selama satu tahun aku hidup di sini, aku tak pernah tahu soal itu. Sungguh ... aku dibuat terkejut untuk ke sekian kalinya. "Apa yang bisa Kevin lakukan, Bu." Suara Kevin kali ini terdengar begitu lirih. "Bebaskan David dari penjara, entah dengan
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 20Setelah semua barang-barang pribadiku sudah masuk ke dalam koper, bergegas aku menghempaskan tubuhku di ranjang. Aku menoleh ke arah jam yang ada di dinding. Ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku memejamkan kedua netraku, rasanya sudah tak sabar sekali menanti hari esok tiba. Hari di mana pertunjukkan akan terjadi lagi.Belum sempat aku terlelap tiba-tiba saja ponsel milikku kembali bergetar. Aku kembali mengambil ponsel yang kuletakkan di atas nakas persis sebelah ranjang king size yang aku tiduri ini. Aku melihat layar ponsel milikku dan tertera nama mama di sana. Aku mengernyitkan dahi karena heran mama yang kembali menghubungiku entah ada apa. Aku takut ini penting dan aku pun segera mengangkat telepon itu. "Ya halo, Ma? Ada apa?" ucapku langsung pada intinya. "Raya, Mama lupa bilang, apa kamu gak ada rekaman gitu tentang kejadian yang ada di sana? Misalnya percakapan gitu di antara mereka," jawab mama yang membuatku
Kehadiranmu ... bagai gerimis yang membasahi ladang hati yang gersang .... Sementara kepergianmu ... menciptakan kebencian dan rasa penyesalan yang tak berkesudahan ....****"Nania, aku mohon maafkan aku Nania, aku khilaf Nania." tiba-tiba saja ibu mertua bersimpuh di kaki mama tapi dengan cepat mana menepis tangan itu dengan menendangnya hingga membuat ibu terjengkang. "Lepaskan tanganmu yang najis itu dari tubuhku Arita!"Terlihat dengan jelas kedua sudut mata Ibu mengucurkan air mata dengan begitu derasnya. Aku tersenyum sinis. Jahatkah aku jika melihat ibu mertua semenyedihkan ini? Kupikir tidak, sebab semua adalah konsekwensi yang memang harus ia terima. "Makanya jadi orang yang lurus-lurus aja. Penampilan terlihat sempurna, kalau bicara sama orang lain lembutnya minta ampun. Eh, sama anak tirinya malah kayak gitu. Kami ya, Jeng, sama pembantu nggak pernah loh bicara sekasar itu," ucap Tante Monik. Mama mencebikkan bibirnya sembari melipat kedua tangannya didepan dada. "Ma
Aku tersenyum kecut saat melihat wajah itu begitu menyedihkan. Bahkan, kedua netra itu terlihat sembab karena terlalu lama menangis. Jujur ... aku bahagia melihat Ibu semenderita ini. Aku dan Mama kembali menuruni anak tangga hingga sampai pada anak tangga terakhir. Tanpa berpamitan, kami langsung melenggang pergi. Peduli setan jika dianggap tak punya sontan. "Raya, kamu mau ke mana, Nak?" Tiba-tiba Ibu menghadang langkah kami. "Aku mau pulang, Bu," ucapku dengan nada ketus. Mama menarik pergelangan tanganku hingga akhirnya kami pun kembali melangkah. Tak kami pedulikan Ibu yang terus membuntuti dan berusaha menghentikan langkah kami. "Raya, semua bisa dibicarakan, Nak. Jangan pergi, jangan tinggalkan Ibu, Nak. Bagaimana dengan David. Raya ... jangan gegabah, Nak. Kamu hanya sedang emosi sesaat." Seketika langkahku dan juga Mama berhenti di teras rumah. Mendengar penuturan perempuan yang sempat kuhormati karena menyandang gelar sebagai ibu mertua itu emosi serasa naik ke puncak