SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKU
BAB 4
Di sebelah mas David juga sudah ada Nora yang sedang menyendokkan nasi goreng buatan Bi Ratmi ke dalam mulutnya.
Namun, ada hal yang aku sangat ingin tanyakan pada Nora begitu tubuh ini sudah mendarat di kursi makan.
"Nora? Kevin kemana? Bukannya dia pulang?"
Seketika Nora menghentikan gerakannya yang akan menyuap makanan ke dalam mulutnya.
Nora dan mas David terlihat saling melemparkan pandangan dari ekor mataku. Namun, aku berpura-pura tidak melihatnya. Aku seolah-olah tengah sibuk mengoles mentega pada roti tawar yang ada di tanganku.
"Em anu, Mas Kevin dia … dia masih tidur hehehe iya masih tidur. Karena kecapekan baru pulang tadi malam." Aku hanya membulatkan mulut membentuk huruf o.
"Memangnya Kevin pulang, Ra? Bukannya jatahnya dia pulang masih sekitar beberapa hari lagi?" tanya mas David yang membuatku menghentikan gerakan tanganku memasukkan roti ke dalam mulut. Aku pun menatap mas David seksama berharap melihat kejujuran di sana.
Namun, lagi-lagi aku justru melihat sebuah sandiwara kembali ia ciptakan. Aku pun kembali meneruskan sarapanku dan segera bersiap untuk ke rumah orang tuaku karena jujur aku sudah muak melihat sandiwara mereka.
"Ah iya, Mas. Seharusnya memang lusa Mas Kevin baru pulang. Tapi ternyata pekerjaannya sudah selesai sebelum waktunya jadinya Mas Kevin bisa pulang cepat kali ini."
Mas David hanya manggut-manggut sedangkan aku tidak mempedulikan dan terus menggigit roti hingga hanya tinggal setengah saja.
"Ibu kemana, Mas? Kok tumben belum ikut sarapan?" tanyaku memecah kekakuan di antara kami.
"Ibu di kamarnya. Katanya sih enggak enak badan, tadi Mas juga sudah nyuruh Bi Ratmi buat antarkan sarapan ke kamarnya."
"Sakit apa Ibu, Mas?" timpal Nora dengan suara yang dibuat mendayu-dayu.
"Aku juga enggak tahu, Ra," jawab mas David singkat tanpa menoleh ke arah Nora.
Cih, dasar gatal. Pantas saja seperti itu, dia jablay. Sampai saat ini aku masih penasaran suara siapa yang ada di dalam kamar mandi. Apa benar Kevin sudah pulang? Kalau benar kenapa tidak bergabung sarapan bersama kami? Tidak biasanya Kevin tidak sarapan seperti ini. Kebiasaannya aku tahu setiap Kevin pulang ke rumah meskipun masih capek dia pasti menyempatkan menyapa kami dan makan bareng di meja makan. Akan tetapi, kali ini benar-benar janggal rasanya. Baiklah, nanti aku akan cari tahu penyebabnya.
Baru saja aku ingin kembali ke kamar karena sudah selesai sarapan tiba-tiba aku mendapati sosok ibu mertuaku keluar dari kamar dan bergabung bersama kami di meja makan.
"Lho, Bu, katanya Mas David Ibu sakit?" tanyaku sembari mengerutkan dahi.
"Iya, Ibu sedikit gak enak badan. Tadi sih Bi Ratmi sudah antarkan makanan ke kamar. Tapi Ibu tolak karena Ibu masih kuat kalau sekedar untuk makan di sini. Lagian enggak enak makan di kamar sendirian. Tetap lebih enak kalau makan rame-rame begini." Aku mengulas senyum manis di depan ibu mertua.
Ibu mertuaku yang bernama Arita adalah mertua yang sangat baik menurutku. Sejauh ini aku tinggal di sini sebagai menantu tidak pernah sekali pun Ibu berkata atau memperlakukanku dengan tidak baik. Dia tidak pernah membeda-bedakan antara aku maupun Nora. Itulah sebabnya aku pun betah tinggal di rumah ini karena sikapnya yang menyayangiku. Berbeda dengan cerita kebanyakan jika ibu mertuanya sangat jahat. Ibu mertuaku sudah seperti malaikat karena sangking baiknya. Tidak pernah ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya. Akan tetapi, beliau hanya akan memberi saran dan nasehat yang tidak memihak mana pun seandainya kami sedang ada selisih paham. Sungguh jarang bukan Ibu mertua seperti itu?
"Ngomong-ngomong kok sepi ya? Biasanya kalian kalau kumpul di meja makan ada aja obrolan yang menemani?" tanya ibu mertua pasa kami. Aku menatap mas David dan Nora bergantian. Mas David dan Nora yang kutatap seperti salah tingkah seolah-olah mereka sedang aku kuliti kebusukannya.
"Mungkin lagi pada sariawan, Bu. Makanya pada diam saja. Atau mungkin kalau membuka mulut maka akan membongkar kebusukannya. Makanya lebih memilih untuk tutup mulut," ucapku sarkas sembari melirik keduanya yang terlihat kikuk.
"Maksud kamu, Ray? Ibu gak ngerti? Memangnya siapa yang sedang menutupi kebusukannya?" tanya ibu padaku dengan kening berlipat.
"Ah, enggak kok, Bu. Itu ada kucing tetangga yang bawa tikus mati di mulutnya dan diletakkan di depan pintu rumah ini jadi kan tercium aroma busuknya," jwabku berusaha membelokkan obrolan.
"Ibu semakin gak paham maksud kamu, Ray?"
"Hehehe enggak kok, Bu, gak usah terlalu dipikirkan. Raya hanya bergurau."
"Kamu bisa saja, Ray. Ibu kira ada masalah besar di antara kalian."
"Enggak lah, Bu. Kami baik-baik saja. Kecuali kalau ada salah satu di antara kami atau salah dua di antara kami yang sedang bermain api mungkin bisa kupastikan maka akan terbakar oleh api yang dibuatnya sendiri," ucapku lagi yang semakin membuat mas david dan Nora saling bungkam seribu bahasa.
"Ah kamu ini, Ray, pagi-pagi kok ada aja bercandanya."
"Ibu makanlah, lalu istirahat. Aku mau pamit ke kamar dulu ya. Sekalian pamit mau ke rumah Mama dan Papa pagi ini."
"Oh iya, titip salam buat Mama Papa kamu ya, Ray." Aku hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi ucapan ibu mertuaku.
"Kamu mau ke rumah Mmaa sama Papa, Ray? Biar nanti aku antar sekalian." Tiba-tiba saja mas David menimpali obrolanku dan ibu.
"Gak usah, Mas. Rencananya aku langsung mau ke cafe habis dari rumah Mama. Stok barang dagangan sudah pada habis jadi mau belanja. Kamu langsung saja berangkat kerja kan tadi katanya kamu ada meeting sama para petinggi perusahaan."
"Ah, iya Mas lupa. Yaudah kamu nanti hati-hati saja ya." Aku hanya tersenyum simpul menjawab ucapan mas David.
Yah, mas David memang tidak boleh mengantarku kali ini. Karena ada hal yang harus aku kerjakan untuk mencari bukti-bukti tentang mereka.
***
Mobilku melesat membelah jalanan yang tidak terlalu padat pagi ini. Kali ini tujuanku adalah toko cctv terbesar di kota ini. Aku berniat memasang cctv di dalam mobil mas David. Tentu saja aku ingin mencari bukti-bukti tentang kecurigaanku selama ini. soal aku yang meminta ijin untuk ke rumah papa dan mama tidaklah sepenuhnya salah juga tidak sepenuhnya benar. Aku memang ingin ke rumah papa dan mama tapi, nanti jika urusanku hari ini selesai.
Oh iya, mungkin kalian berpikir kenapa tidak pasang di rumah saja supaya lebih akurat karena kejadiannya kan ada di kamar Nora. Tentu saja, aku sudah memikirkan hingga ke sana. Aki tetap akan membeli cctv untuk aku letakkan di depan kamar Nora agar aku tahu apa yang terjadi saat malam tiba.
Terlebih lagi aku yakin kalau Nora hanya membual soal Kevin yang sudah pulang. Aku yakin Kevin masih berada di kalimantan. Aku ingin secepatnya mendapatkan bukti itu dan memberitahukannya pada Kevin kalau ternyata istri yang dia cintai dan sayangi telah bertukar peluh dengan pria lain saat dirinya tak ada.
"Kita lihat saja, Mas. Apakah ini hanya pradugaku saja ataukah memang benar kau ada main dengan adik iparmu itu. Kalau sampai benar terbukti kau ada main dengan nya aku pastikan akan membuatmu menyesal, Mas."
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 5"Kita lihat saja, Mas. Apakah ini hanya pradugaku saja ataukah memang benar kau ada main dengan adik iparmu itu. Kalau sampai benar terbukti kau ada main dengan nya aku pastikan akan membuatmu menyesal, Mas." ***Aku membelokkan mobil yang kukendarai tepat di depan toko yang menjual aneka cctv. Setelah mesin mobil kumatikan aku melangkah dengan pasti ke dalam toko tersebut. Derap langkah sepatu heelsku terdengar mengetuk-ketuk lantai yang aku lalui. "Selamat pagi, Ibu, ada yang bisa kami bantu?" sapa seorang karyawan laki-laki tapi dengan gaya yang kemayu padaku saat tubuh ini berhasil masuk ke dalam toko tersebut. "Pagi, Mas, saya mau cari cctv yang bentuknya sangat kecil tapi daya rekam gambar dan audionya jelas. Apa ada?" "Tentu saja ada kami menjual berbagai macam cctv mulai dari yang paling standar yang biasa dipakai di toko-toko, minimarket atau pun perkantoran hingga ke cctv yang biasanya dipesan oleh perempuan atau pun laki-laki yang bi
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 6Namun, baru saja aku akan berbalik badan aku dikejutkan dengan suara seseorang yang ternyata baru saja menapaki anak tangga. "Lagi ngapain?" Aku tersentak dan hampir saja terlonjak karena terkejut dengan tepukan tangan itu. Saat aku menoleh ke arahnya ternyata yang menepukku tadi adalah mas David. Aku sedikit mengerutkan dahi karena tumben mas David pulang cepat. Biasanya paling cepat itu sekitar jam tujuh malam sedangkan ini masih sore mas David sudah sampai di rumah. Beruntung aku sudah selesai memasang cctv yang kubeli tadi pada tempat yang seharusnya. Masih ada sisa satu cctv lagi, biarlah akan kusimpan nanti akan aku cari lagi tempat yang sekiranya mencurigakan dan aku pasang cctv yang masih tersisa ini. "Mas David? Kok tumben udah pulang jam segini?" tanyaku padanya tanpa menjawab pertanyaannya tadi padaku. "Iya kebetulan kerjaan sudah pada selesai jadi aku bisa pulang cepat. Lagian aku kangen sama istri cantikku ini sudah beberapa hari b
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 7 Namun, saat tangan ini memindah chanel cctv ke bagian yang aku letakkan tepat di depan kamar Nora aku melihat sesuatu yang luar biasa yang membuat jantungku berdegup kencang dan mataku terbelalak. "Kalian …." Aku mengepalkan erat tanganku, emosi seketika menyeruak dalam dada. Mungkin saja buku-buku tanganku terlihat memutih karena saking eratnya aku mengepalkan. Betapa tidak? Jika yang aku lihat saat ini adalah Mas David dan Nora yang tengah berciuman juga berpelukan mesra layaknya mereka adalah kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Yah, meskipun aku sudah menduganya sejak awal aku curiga. Akan tetapi, tetap saja hati ini rasanya tidak terima jika ternyata aku sudah dibohongi oleh mereka mentah-mentah seperti ini.Aku lantas menurunkan kakiku yang sudah kuletakkan di atas ranjang King size milikku ini, aku pun bangun dari posisi dudukku dan bersiap untuk keluar dari kamar guna memergoki perbuatan hina yang kedua manusia laknat itu lakukan.Akan
Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang sembari memainkan ponsel di tanganku. Hanya untuk berselancar di dunia biru. Saat mataku sedang terfokus pada layar datar tersebut, terdengar ada seseorang tengah berusaha membuka pintu kamar dari arah luar. Aku menolehkan kepala ke arah sana, Mas David sedang berdiri di ambang pintu sembari mengulas senyum ke arahku. Senyum yang dulu mampu membuatku mabuk kepayang, namun sekarang malah membuatku terasa begitu mual. Aku membalas senyuman lelaki itu dengan penuh keterpaksaan.Aku kembali mengalihkan pandangan ke arah benda pipih yang ada di tanganku saat lelaki itu tengah berusaha menutup kembali daun pintu. Suara derap langkah mendekat, namun aku tak mempedulikan kehadiran lelaki itu yang sedang ada di dalam kamar ini. "Kok belum tidur?" tanya Mas David saat aku menoleh, lelaki itu sedang naik ke atas ranjang. "Belum ngantuk, Mas," jawabku sembari mengalihkan kembali pandanganku ke arah layar datar tersebut. Tak ada sahutan lagi dari lelaki i
[Mbak, aku sudah sampai di bandara.] Satu pesan masuk yang dikirimkan oleh Kevin ke nomorku. Aku mengulas senyum. Hari ini semua akan berakhir. Semuanya, karena Kevin akan mengetahui kebohongan, pengkhianatan yang dilakukan oleh orang yang sangat ia cintai itu. Kemarin Kevin mengatakan jika besok akan pulang, akan tetapi selang mengatakan jika besok akan pulang, Kevin mengirimkan pesan jika ia tak jadi pulang, sebab ada pekerjaan yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Dan hari ini, tiga hari kemudian, Kevin baru benar-benar pulang. Berkali-kali aku menekankan pada Kevin agar tak memberitahukan pada Nora soal kepulangannya. Syukurlah, ia menuruti permintaanku. Sebenarnya, sembari menunggu kepulangan Kevin, aku ingin memanfaatkan sisa waktu untuk mencari bukti-bukti perselingkuhan mereka. Akan tetapi, tak ada apapun yang mereka lakukan. Mungkin mereka berdua telah menyadari jika perselingkuhan mereka mulai kuendus, maka dari itu, mereka mensiasati dengan menjaga jarak di antara
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 10Kenapa Kevin begitu mempercayai kesetiaan Nora, sedangkan aku telah menunjukkan bukti perselingkuhan istrinya? Mungkinkah Nora selangkah lebih maju dariku? Mungkinkah Nora telah mengatakan yang bukan-bukan tentangku pada Kevin?Ah, aku benar-benar pusing memikirkannya. Akan tetapi, aku tetap tidak boleh menyerah begitu saja. Akan aku buktikan kalau aku ini benar. Akan aku cari tahu kenapa Kevin bisa menolak apa yang aku beritahukan padanya. Aku curiga kalau mereka sudah curi start dariku. "Baiklah, jangan panggil namaku Naraya Okta kalau aku tidak bisa membereskan masalah ini," janjiku dalam hati. Aku mengetuk-ngetukkan jari telunjukku di atas meja yang hanya tersaji segelas es lemon tea ini. Aku memutar otak memikirkan bagaimana cara langkah yang tepat dan jitu dalam membongkar kebusukan mereka. Salah-salah aku melangkah maka kejadian seperti ini akan terulang lagi dan justru akulah yang menjadi tersangka sedangkan merekalah yang menjadi korbann
Setelahnya aku pun kembali meninggalkan mereka yang masih bergeming. Persetan dengan harga diri Kevin saat aku memaki istrinya dengan sebutan gundik. Toh Kevin sendiri tidak mau membuka mata perihal istrinya yang memang pelacur.Aku melangkah dengan perasaan yang sesak luar biasa. Bahkan, tamparan yang baru pertama kali kudapatkan dari seorang lelaki yang bergelar suamiku itu masih menyisakan rasa perih dan panas yang menjalar di pipiku. Aku menutup pintu dengan kasar hingga menimbulkan bunyi dentuman akibat beradunya tembok dan daun pintu. Kulempar ponsel dan tas yang tadi kubawa ke atas ranjang, lalu aku melangkah menuju ke arah meja rias. Aku mendudukkan tubuhku di sana. Terlihat dengan jelas jejak merah bekas tamparan itu. Aku mengusap pipiku yang terasa begitu perih. Seketika rasa sesak kembali menyeruak saat bayangan pengkhianatan yang dilakukan oleh suamiku berkelebatan di pelupuk mataku. Di saat rasa cinta sudah tumbuh subur di dalam sini, kebenaran yang begitu menyesakkan
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 12Aku melangkah menuju di mana makan malamku sudah terhidang. Mengambil piring yang sudah dilengkapi oleh nasi beserta teman-temannya. Aku mulai menyendokkan makanan itu masuk ke dalam mulutku.Setelah menyelesaikan makanku. Aku pun meletakkan piring kotor itu ke dapur. Sebenarnya bisa saja sih aku meminta bibi untuk mengambilnya. Hanya saja, aku tidak ingin menyuruh bibi karena kasihan, ini sudah malam. Pasti bibi sedang istirahat. Aku sedikit melirik ke arah kamar Kevin dan juga Nora ingin melihat apakah yang terjadi pada mereka setelah pertengkaran itu. Namun, sepertinya tidak ada menunjukkan aktivitas apa pun di sana dan terlihat sangat sepi seperti seolah-olah mereka sudah tertidur. Padahal jam baru menunjukkan pukul sembilan malam. Biasanya juga Nora jam segini belum tidur karena aku sering mendengar suara dia yang yang menonton film drakor di ponselnya. Akan tetapi, ya sudahlah, aku tidak terlalu peduli sama hal itu, yang jelas malam ini aku