SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKU
BAB 1
"Ah … kamu nakal, kan geli tau. Tapi aku juga gak bisa kalau kamu berhenti. Aku candu padamu. Ah …."
Aku tersentak saat telingaku lagi-lagi mendengar suara desahan dan erangan dari sebelah kamarku yakni, kamar adik suamiku dan istrinya. Sudah satu tahun ini aku tinggal di rumah orang tua suamiku, mas David.
Kamarku dan kamar adik suamiku bersebelahan. Suamiku hanya dua orang bersaudara, dan suamiku anak pertama. Akan tetapi, usia pernikahan kami dengan adiknya jauh berbeda. Jika adik suamiku yang bernama Kevin dan istrinya yang bernama Nora sudah berjalan tiga tahun, pernikahanku dengan mas David baru berjalan satu tahun saja.
Yah, Kevin lebih dulu menikah dengan Nora. Aku dan mas David kenal secara tidak sengaja di sebuah pusat perbelanjaan di kota kami. Kala itu aku yang salah masuk ke mobil milik mas David yang aku kira taksi online yang aku pesan. Sempat terjadi perdebatan antara aku dn mas David kala itu tapi akhirnya mas David mengantarkanku pulang.
Setelah kejadian itu aku dan mas David saling bertukar nomor ponsel dan tidak lama kemudian kami pun menjadi dekat hingga akhirnya mas David melamarku dan aku pun menerima lamarannya dengan senang hati.
Siapa sih yang tidak terpukau dengan ketampanan wajah mas David. Garis wajahnya yang tegas. Hidungnya yang mancung, bibirnya berwarna pink alami serta tubuhnya yang atletis dan terkesan macho. Membuat banyak gadis termasuk diriku menyukainya. Aku merasa sangat beruntung kala mas David melabuhkan pilihan terakhirnya padaku. Tidak menunggu lama aku pun menerima lamarannya.
Singkat cerita aku dan mas David pun menikah setelah mas David mendapat restu dari kedua orang tuaku. Rupanya mas David dan papaku saling mengenal. Mas David adalah seorang manajer yang biasa ditugaskan untuk meeting dengan beberapa klien seperti papaku.
Untuk itulah papa juga tidak keberatan saat mas David meminangku. Sebab, papa sudah cukup lama mengenal mas David.
Namaku Narraya Okta dan biasa dipanggil Raya. Meskipun papaku adalah pengusaha cukup sukses tapi aku tidak mengandalkan kekayaan orang tuaku. Setelah lulus kuliah aku mencoba peruntungan di bidang kuliner dengan membuka cafe dan resto dengan target pasar anak-anak muda.
Aku menjual berbagai menu kekinian yang lagi vira sehingga cafe dan restoku diminati oleh banyak kalangan muda. Selain aku menjaga rasa di makananku aku juga membuat suasana cafe dan restoku sangat nyaman dan cozy. Yang membuat siapa pun betah berlama-lama berada di cafe ku.
Sehari setelah menikah dengan mas David, aku diboyong oleh mas David ke rumah orang tuanya yang hanya tinggal ibunya saja. Ayah mas David sudah lama meninggal saat usia mas David masih sekitar 19 tahun.
Beruntung mas David memiliki otak yang encer sehingga bisa menempuh jalur pendidikan hingga kuliah dengan jalur beasiswa. Begitu pun dengan adik mas David yakni, Kevin. Hanya saja jika mas David bekerja di kota ini lain halnya dengan Kevin. Dia dan Nora harus melakukan hubungan LDM. Kevin bekerja di perusahaan batubara di kalimantan dan dua bulan sekali baru bisa pulang.
Awalnya aku sedikit keberatan saat mas David mengajakku tinggal di rumah ini. Bukankah tidak baik dalam satu rumah ada tiga ratu dan lebih dari satu kepala keluarga? Hanya saja mas David membujukku. Katanya kasihan ibu jika ditinggal bersama Nora saja sebab Kevin yang harus merantau.
Alhasil aku pun tidak bisa menolak keinginannya jitu. Toh ibu mertuaku juga sayang kepadaku. Aku pun menjadi tidak masalah untuk tinggal di sini. Pun rumah ini juga terbilang besar dengan dua lantai dan ada empat kamar di dalamnya dengan dua kamar pembantu di bagian belakang dekat dengan dapur.
"Ah, lebih cepat lagi please, aku mencintaimu Sayangku, Ah."
Lagi, aku kembali mendengar suara desahan itu saat pikiranku kembali ke masa lalu.
"Nora? Sama siapa? Apa sama Kevin? Tapi bukannya jadwal kepulangan Kevin masih dua minggu lagi?" Berbagai pikiran negatif berkecamuk dalam benakku.
Bergegas aku duduk dari posisi tidurku. Lantas, kuambil ponsel yang aku letakkan di atas nakas yang ada di seberang ranjangku. Kuhidupkan layarnya, dan betapa terkejutnya aku saat melihat jam di ponsel. Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Sudah selarut ini mas David belum juga pulang dari kantornya.
Tadi dia memang sempat menghubungiku dan melapor kalau malam ini dia akan lembur. Akan tetapi, biasanya mas David kalau lembur pun mentok hanya sampai jam sepuluh saja. Namun, tidak dengan sekarang. Ini sudah terlalu malam untuk ukuran orang sedang lembur itu termasuk tidak wajar. Belum lagi suara desahan yang beberapa hari ini kudengar saat aku terbangun di tengah malam sangat mengganggu pikiranku.
Bergegas aku menghubungi nomor ponsel milik mas David. Saat proses pemanggilan tersambung tanpa sengaja telingaku mendengar suara yang sangat aku kenali dan itu berasal dari kamar sebelah yakni, kamar iparku.
Kutajamkan lagi pendengaranku dengan menempelkan telingaku pada dinding kamar yang menjadi pembatas antara kamarku dengan kamar Nora. Benar saja itu suara dering ponsel milik mas David. Seolah-olah aku belum percaya pada apa yang kudengar. Kembali aku menghubungi ponsel mas David. Namun, sayangnya ponsel mas David tiba-tiba berubah menjadi tidak aktif.
Entah kenapa perasaan tidak enak seketika menjalari hatiku. Pikiranku membayangkan hal-hal yang negatif.
"Apa jangan-jangan mas David ada di kamar Nora? Jadi, apa suara desahan yang saling bersahutan itu adalah suara mereka berdua?"
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBab 2"Apa jangan-jangan mas David ada di kamar Nora? Jadi, apa suara desahan yang saling bersahutan itu adalah suara mereka berdua?"Aku harus memastikannya sendiri. Aku bergegas bangun dari posisi dudukku di ranjang. Tidak lupa aku menggunakan sweater untuk menutupi lenganku yang terbuka karena aku masih mengenakan baju tidur yang tanpa lengan. Cuaca pun belakangan hari ini terasa dingin. Aku pun tidak ingin nanti aku masuk angin. Saat aku sudah sampai di depan pintu kamar Nora dan Kevin. Aku kembali melakukan panggilan pada ponsel mas David. Aku ingin memastikan sekali lagi kalau apa yang aku dengar tadi itu adalah benar. Namun, lagi-lagi ponsel mas David tidak aktif. Hanya suara operator perempuan yang menjawab sambungan teleponku. Akhirnya aku memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Nora. Satu kali ketukan. Dua kali ketukan. Tiga kali ketukan barulah Nora membukakan pintu kamarnya. Tidak lebar, hanya sebatas tubuhnya yang terlihat saja. Sedikit kep
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 3Pias, satu kata itulah yang aku dapatkan dari wajahnya saat aku menanyakan perihal kemana mobilnya. "Ah, itu anu mobilku ada di depan rumah Pak Bram tetangga baru kita itu. Yah benar seperti itu. Itulah sebabnya kamu gak dengar suara mesin mobilku," kilah mas David. Aku menatap wajahnya mencari sebuah kejujuran di sana dan berharap menemukannya. Sayangnya aku tidak menemukan itu. Fix, mas David sedang berbohong kali ini. Oke, aku ingin lihat sampai di mana dia mampu terus menutupi kebusukannya padaku. Toh aku mau menuduhnya sekarang kau tidak memiliki bukti. Akan aku cari bukti-bukti itu dan jika benar semua sesuai pradugaku maka aku akan membuat mereka menyesal karena telah bersekongkol menipuku seperti ini. "Kenapa mesti kamu parkir di depan rumah tetangga baru? Memangnya kenapa kalau langsung kamu masukin ke garasi rumah kita?" tanyaku yang ingin tahu jawaban apa yang akan dia berikan. "Ya, aku gak mau aja suara mesin mobilku mengganggu oran
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 4Di sebelah mas David juga sudah ada Nora yang sedang menyendokkan nasi goreng buatan Bi Ratmi ke dalam mulutnya. Namun, ada hal yang aku sangat ingin tanyakan pada Nora begitu tubuh ini sudah mendarat di kursi makan. "Nora? Kevin kemana? Bukannya dia pulang?" Seketika Nora menghentikan gerakannya yang akan menyuap makanan ke dalam mulutnya. Nora dan mas David terlihat saling melemparkan pandangan dari ekor mataku. Namun, aku berpura-pura tidak melihatnya. Aku seolah-olah tengah sibuk mengoles mentega pada roti tawar yang ada di tanganku. "Em anu, Mas Kevin dia … dia masih tidur hehehe iya masih tidur. Karena kecapekan baru pulang tadi malam." Aku hanya membulatkan mulut membentuk huruf o. "Memangnya Kevin pulang, Ra? Bukannya jatahnya dia pulang masih sekitar beberapa hari lagi?" tanya mas David yang membuatku menghentikan gerakan tanganku memasukkan roti ke dalam mulut. Aku pun menatap mas David seksama berharap melihat kejujuran di sana. Na
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 5"Kita lihat saja, Mas. Apakah ini hanya pradugaku saja ataukah memang benar kau ada main dengan adik iparmu itu. Kalau sampai benar terbukti kau ada main dengan nya aku pastikan akan membuatmu menyesal, Mas." ***Aku membelokkan mobil yang kukendarai tepat di depan toko yang menjual aneka cctv. Setelah mesin mobil kumatikan aku melangkah dengan pasti ke dalam toko tersebut. Derap langkah sepatu heelsku terdengar mengetuk-ketuk lantai yang aku lalui. "Selamat pagi, Ibu, ada yang bisa kami bantu?" sapa seorang karyawan laki-laki tapi dengan gaya yang kemayu padaku saat tubuh ini berhasil masuk ke dalam toko tersebut. "Pagi, Mas, saya mau cari cctv yang bentuknya sangat kecil tapi daya rekam gambar dan audionya jelas. Apa ada?" "Tentu saja ada kami menjual berbagai macam cctv mulai dari yang paling standar yang biasa dipakai di toko-toko, minimarket atau pun perkantoran hingga ke cctv yang biasanya dipesan oleh perempuan atau pun laki-laki yang bi
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 6Namun, baru saja aku akan berbalik badan aku dikejutkan dengan suara seseorang yang ternyata baru saja menapaki anak tangga. "Lagi ngapain?" Aku tersentak dan hampir saja terlonjak karena terkejut dengan tepukan tangan itu. Saat aku menoleh ke arahnya ternyata yang menepukku tadi adalah mas David. Aku sedikit mengerutkan dahi karena tumben mas David pulang cepat. Biasanya paling cepat itu sekitar jam tujuh malam sedangkan ini masih sore mas David sudah sampai di rumah. Beruntung aku sudah selesai memasang cctv yang kubeli tadi pada tempat yang seharusnya. Masih ada sisa satu cctv lagi, biarlah akan kusimpan nanti akan aku cari lagi tempat yang sekiranya mencurigakan dan aku pasang cctv yang masih tersisa ini. "Mas David? Kok tumben udah pulang jam segini?" tanyaku padanya tanpa menjawab pertanyaannya tadi padaku. "Iya kebetulan kerjaan sudah pada selesai jadi aku bisa pulang cepat. Lagian aku kangen sama istri cantikku ini sudah beberapa hari b
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 7 Namun, saat tangan ini memindah chanel cctv ke bagian yang aku letakkan tepat di depan kamar Nora aku melihat sesuatu yang luar biasa yang membuat jantungku berdegup kencang dan mataku terbelalak. "Kalian …." Aku mengepalkan erat tanganku, emosi seketika menyeruak dalam dada. Mungkin saja buku-buku tanganku terlihat memutih karena saking eratnya aku mengepalkan. Betapa tidak? Jika yang aku lihat saat ini adalah Mas David dan Nora yang tengah berciuman juga berpelukan mesra layaknya mereka adalah kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Yah, meskipun aku sudah menduganya sejak awal aku curiga. Akan tetapi, tetap saja hati ini rasanya tidak terima jika ternyata aku sudah dibohongi oleh mereka mentah-mentah seperti ini.Aku lantas menurunkan kakiku yang sudah kuletakkan di atas ranjang King size milikku ini, aku pun bangun dari posisi dudukku dan bersiap untuk keluar dari kamar guna memergoki perbuatan hina yang kedua manusia laknat itu lakukan.Akan
Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang sembari memainkan ponsel di tanganku. Hanya untuk berselancar di dunia biru. Saat mataku sedang terfokus pada layar datar tersebut, terdengar ada seseorang tengah berusaha membuka pintu kamar dari arah luar. Aku menolehkan kepala ke arah sana, Mas David sedang berdiri di ambang pintu sembari mengulas senyum ke arahku. Senyum yang dulu mampu membuatku mabuk kepayang, namun sekarang malah membuatku terasa begitu mual. Aku membalas senyuman lelaki itu dengan penuh keterpaksaan.Aku kembali mengalihkan pandangan ke arah benda pipih yang ada di tanganku saat lelaki itu tengah berusaha menutup kembali daun pintu. Suara derap langkah mendekat, namun aku tak mempedulikan kehadiran lelaki itu yang sedang ada di dalam kamar ini. "Kok belum tidur?" tanya Mas David saat aku menoleh, lelaki itu sedang naik ke atas ranjang. "Belum ngantuk, Mas," jawabku sembari mengalihkan kembali pandanganku ke arah layar datar tersebut. Tak ada sahutan lagi dari lelaki i
[Mbak, aku sudah sampai di bandara.] Satu pesan masuk yang dikirimkan oleh Kevin ke nomorku. Aku mengulas senyum. Hari ini semua akan berakhir. Semuanya, karena Kevin akan mengetahui kebohongan, pengkhianatan yang dilakukan oleh orang yang sangat ia cintai itu. Kemarin Kevin mengatakan jika besok akan pulang, akan tetapi selang mengatakan jika besok akan pulang, Kevin mengirimkan pesan jika ia tak jadi pulang, sebab ada pekerjaan yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Dan hari ini, tiga hari kemudian, Kevin baru benar-benar pulang. Berkali-kali aku menekankan pada Kevin agar tak memberitahukan pada Nora soal kepulangannya. Syukurlah, ia menuruti permintaanku. Sebenarnya, sembari menunggu kepulangan Kevin, aku ingin memanfaatkan sisa waktu untuk mencari bukti-bukti perselingkuhan mereka. Akan tetapi, tak ada apapun yang mereka lakukan. Mungkin mereka berdua telah menyadari jika perselingkuhan mereka mulai kuendus, maka dari itu, mereka mensiasati dengan menjaga jarak di antara