Bab 268“Bu … ja-jadi … aku harus pergi dari rumah ini, Bu?” Bi Sri tak percaya dengan perkataan Nania barusan.“Ya. Itu sudah menjadi keputusanku, Bi Sri. Seperti yang sudah aku jelaskan tadi, kuharap Bi Sri bisa paham mengapa aku harus mengambil keputusan ini,” ujar Nania. Wanita itu melirik Raya dan Cahaya yang menatapnya dengan wajah kaget namun tampak puas dan lega.Nania bisa merasakan kelegaan dari wajah keduanya karena dirinya memihak mereka. Tentu saja Nania akan melakukan apa pun untuk keluarganya. Dia tidak suka ada orang luar yang memecah belah keluarga apalagi itu malah dilakukan oleh pembantunya sendiri.“Sekarang, Bi Sri segeralah berkemas. Aku akan mempersiapkan gajimu bulan ini.” Nania pun mengakhiri dialog itu dan berjalan meninggalkan ruangan, begitu pula dengan Raya, wanita itu menggandeng tangan Cahaya dan naik ke lantai atas.Perkataan Nania membuat perasaan Bi Sri menjadi campur aduk. Wanita itu tidak percaya akan apa yang baru saja dia dengar dari Nania. Majika
Raya mendengar suara bel yang menggema di rumah. Langsung saja Raya bergegas untuk membukakan pintu itu. Raya berjalan dengan cepat karena dia berada di belakang sebelumnya. Saat sudah membuka pintu dia langsung saja disambut oleh senyuman manis sang suami."Sayang aku pulang," sapa Ravi kepada Raya."Masuk dulu," ajak Raya membalas senyuman sang suami. Raya mengambil alih tas yang berada di tangan Ravi."Kamu udah makan malam?" tanya Ravi.Raya mengangguk, dia memang sudah makan malam sejak tadi. Bahkan lebih cepat dari biasanya. Raya berjalan mengikuti langkah Ravi yang menuju ke sofa ruang tengah."Kamu mau makan? Aku gak masak jadi aku mungkin bakal beliin makanan online?" tanya Raya kepada Ravi."Aku udah makan di kantor. Habis meeting tadi aku langsung makan," jawab Ravi mengusahakan rambut Raya lembut.Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat kedua pipi Raya meleleh. Raya tersenyum menatap sosok suaminya. Terlihat pakaian Ravi yang sudah lusuh dan kotor."Kamu pasti capek bang
Keduanya melalui malam yang indah dengan membicarakan hal-hal yang menggembirakan tentang masa depan. Senyum bahagia pun tak luput dari bibir pasangan suami istri yang sedang menantikan buah hati itu. Tak heran jika rasa cinta mereka semakin bertambah kian harinya. "Sayang, yuk tidur, sudah malam. Bukannya besok itu jadwal rutin kamu periksa kandungan," ajak Ravi setelah mereka puas berbincang."Ah, iya ya, Mas. Kok aku hampir lupa sih," sahut Raya tersenyum kikuk karena akibat permasalahan dengan Bi Sri yang membuatnya harus bersitegang dengan wanita itu, membuat Raya jadi melupakan sesuatu yang penting untuknya. "Tuh, 'kan, itu karena kamu kebanyakan pikiran gara-gara Bi Sri ya, Sayang," balas Ravi memaklumi istrinya. "Hm, mungkin ya, Mas. Aku masih nggak habis pikir aja kenapa Bi Sri sejahat itu sama Cahaya, jadi ya aku kepikiran, memangnya salah apa Cahaya sampai Bi Sri benci dia," ucap Raya kembali menyayangkan sikap Bi Sri."Sudahlah, jangan dipikirkan lagi ya, Sayang. Aku ng
"Raya!" panggil seseorang yang tiba-tiba menginterupsi begitu saja.Raya yang sedang dipeluk pinggang posesif oleh Ravi, pun harus terhenti langkahnya. Tak hanya Raya, tetapi juga dengan semua orang yang ikut Raya untuk memeriksa kandungan mereka, yaitu Nania dan juga Cahaya.Ya! Raya saat ini sedang berjalan menyusuri lorong rumah sakit tempatnya untuk periksa kandungan. Ditemani oleh Ravi, Nani, dan juga Cahaya.Ravi yang memeluknya dengan posesif serta penuh kehati-hatian. Serta Cahaya yang berada di gendongan Nania.Mendapati ada seseorang yang memanggil Raya, pun ia langsung menghentikan langkah kakinya serta menoleh ke sumbar suara. Berbalik badan dan menatap ke sosok yang baru saja menginterupsinya itu.Tepat saat Raya mengetahui siapa sosok yang memanggilnya, ia pun mengerutkan dahinya sejenak ditambah raut wajah yang sedikit terkejut. Well ... ada sepasang sosok yang sedang berjalan ke arahnya."Kevin? Is that you?" ucap Raya penuh tanda tanya dan tak menyangka jika ada seseo
"Kamu ingin makan apa? Ini sudah masuk waktu makan malam?" tanya Kevin. Lelaki itu khawatir karena istrinya saat ini hamil muda dua bulan sehingga Kevin takut jika istrinya kelaparan akan berpengaruh kepada janinnya. "Aku masih belum lapar, hanya saja aku rasanya sangat lelah, gila banget, antrian dokter kandungan kenapa sangat panjang," keluh Sintiya. Kevin dan Sintiya memang baru saja pulang dari dokter kandungan dan dokter menyatakan kalau kandungan Sintiya sudah memasuki dua bulan dan dinyatakan janin nya sehat. "Tidak boleh begitu sayang, sekarang kan ada calon bayi di perut kamu, jadi meskipun tidak lapar tetap harus di isi kalau sudah waktunya makan, kasihan si cabay sayang..." jawab Kevin. "Kok cabay sih sayang, memangnya anak kita pedas?" protes Sintiya sembari memukul bahu suaminya. "Ha ha ha maksudnya calon baby, sayang.." "Jangan panggil begitu, panggil saja si kucrit," usul Sintiya. "Ha ha ha lebih lucu sayang, tapi baiklah, kita panggil si ucrit calon anak kita,
"Mungkin memang tidak apa meminta maaf lagi," ujar Sintya setelah cukup lama terdiam memikirkan. "Lagi pula meminta maaf juga tidak membuat kita rugi, kan? Yang ada hal itu mungkin akan membuat silaturahmi kita dengan keluarga Raya dan Ravi menjadi lebih baik lagi," imbuh Sintya sembari menatap ke arah sang suami."Ya, kamu benar. Sebenarnya memang hal itu lah yang aku inginkan, Sayang. Seperti yang telah aku ucapkan tadi. Semua ini memang sudah lama berlalu, namun rasanya hubungan ini masih terasa renggang. Maksudku ... semua tidak terasa seterbuka dulu. Aku hanya ingin memperbaikinya." Seraya menyetir, Kevin sejenak menolehkan wajahnya ke arah Sintya."Sudah, tak perlu resah seperti itu. Sudah aku bilang, kan. Aku akan menemanimu nanti." Sintya menenangkan. Sebagai seorang istri, dia ingin selalu berada di sisi Kevin di saat suka maupun duka."Kamu memang istri terbaik." Kevin memuji. Nyatanya semakin hari menikah dengan Sintya tak membuat dirinya bosan sama sekali. Yang ada istriny
Bab 274Kevin dan Sintiya saling berpandang-pandangan begitu Arita menanyakan kabar tentang kandungan menantunya. Kevin sudah bisa menebak bahwa ibu tirinya itu pasti akan langsung memberondongnya dengan berbagai pertanyaan seputar hasil pemeriksaan janin di dokter kandungan tadi.“Ah, kita bicara di dalam saja, Ma.” Kevin menarik pelan lengan ibu dan istrinya masuk ke dalam rumah. Sama seperti Arita, Kevin juga tidak sabar menyampaikan bagaimana hasil pemeriksaan oleh dokter kandungan tadi.Arita dan Sintiya pun kini sudah duduk bersebelahan di sofa ruang tamu yang berwarna putih. Wanita itu melirik ke arah perut Sintiya kemudian menatap Sintiya dan Kevin secara bergantian. Dia menunggu apapun kata-kata yang keluar dari mulut keduanya.“Jadi … bagaimana?” ulang Arita menanyakan sesuatu yang sejak tadi sudah sangat membuatnya penasaran.Kevin melontarkan senyuman riang. “Alhamdulillah, Ma. Kondisi janin yang ada di dalam perut Sintiya baik-baik saja. Ini berkat doa-doa Mama. Kandungan
Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Kevin, Arita terlihat begitu antusias. Arita hampir saja tidak percaya ketika mendengar jika Kevin tadi kebetulan bertemu dengan Nania. Arita ingin mendengar kisah Nania–sahabat yang dulu pernah dikhianatinya."Serius kamu sudah bertemu dengan Nania?" tanya Arita masih tidak percaya."Ya, masa Kevin bohong sih, Ma," ucap Kevin mencoba meyakinkan Arita."Ya siapa tau aja kan," balas Arita sembari melirik ke arah Kevin sesekali.Tapi tiba-tiba saja kepala Arita teringat tentang persahabatan mereka dulu. Arita dan Nania selalu kemana-mana bersama, ternyata waktu sudah lama sekali berlalu. Jangankan bertemu, untuk saling bertukar kabar saja merek sangat sulit. Maka dari itu betapa antusiasnya Arita sekarang ketika mengetahui Kevin tadi bertemu dengan sahabatnya itu."Bagaimana kabar Nania? Dia baik-baik saja kan?" tanya Arita keadaan Kevin penuh dengan semangat.Kevin mengangguk, "Sejauh mata memandang, dia masih terlihat sehat dan baik-baik aja