Home / Romansa / Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini / Bab 2. Dia Berusaha Mengambil Suamiku

Share

Bab 2. Dia Berusaha Mengambil Suamiku

Keesokan paginya...

"Pakaikan baju baru untuk Exel, aku dan Clarisa akan mengajaknya pergi."

Suara bariton berat dari Evander terdengar tegas pada Elizabeth yang tengah mendandani Exel pagi ini.

Setelah semalaman tidak tidur di rumah, sekalinya pulang Evander kembali bersama Clarisa yang kini tengah menunggu di lantai satu.

"Iya. Apa kau akan pulang di sore hari?" tanya Elizabeth sang suami.

Sambil memakai tuxedo hitamnya, Evan menjawab, "Ya, agar Clarisa bisa puas bermain dengan Exel seharian."

Elizabeth terdiam sejenak, merasa kini hari-harinya menjadi sangat menekan. Selain berkurangnya waktu bersama sang suami, Elizabeth mungkin akan sering kesepian karena Exel juga akan sering menghabiskan waktu dengan Clarisa.

"Ma... ini Exel mau ke mana? Kok pakai baju baru?"

Mungil suara Exel membuat Elizabeth tersenyum lembut, apalagi anak laki-lakinya itu cemberut menatapnya.

"Exel hari ini ikut dengan Papa ya, Sayang. Ingat... tidak boleh nakal, tidak boleh nangis, dan tidak boleh menjerit-jerit. Mengerti?" ujar Elizabeth lembut sambil mengulurkan jari kelingkingnya. “Berjanjilah Exel akan jadi anak yang baik.”

Dengan wajah antusias, Exel menaut jari kelingking Elizabeth. “Janji!”

Penampilan Exel sudah rapi, dia memakai baju barunya, serta sepatu merah kesayangannya dan topi beret yang membuat anak itu semakin lucu.

"Sudah, sekarang ayo Mama gendong. Kita ke lantai bawah, oke?" kata Elizabeth mengecupi pipi Exel.

Anak kecil itu tertawa geli. "Iya, Mama..."

Mereka berdua berjalan keluar dari dalam kamar. Dari selasar lantai dua dapat Elizabeth lihat Clarisa sudah berada di bawah sana, tampak menanti-nanti.

Perasaan Elizabeth menjadi tak menentu saat melihat wanita itu, tapi ia segera menepisnya. Bagaimanapun, Clarisa adalah ibu kandung Exel. Elizabeth tidak berhak menghalangi keduanya.

"Mama, Tante itu kenapa ke sini?! Huhhh, Exel tidak suka!" pekik anak itu langsung merajuk saat mereka sudah tiba di lantai satu.

Elizabeth tersenyum tipis sambil mengusap punggung si kecil. "Sayang, dia bukan Tante, Nak, tapi Mamanya Exel."

Clarisa langsung berjalan mendekati Elizabeth. Ia mengusap rambut cokelat Exel dengan lembut.

"Exel, ayo ikut Mama, Sayang. Mama ini Mama kandungmu, Mama yang melahirkan Exel," Clarisa membujuknya.

"Tidak mau pokoknya, jangan paksa-paksa Exel dong!" Anak itu menghentakkan kakinya dalam gendongan Elizabeth.

Kedua tangan mungil Exel semakin kuat merengkuh leher Elizabeth sambil menjerit-jerit menolak ajakan Clarisa.

Tak tega dengan anak tirinya yang tantrum, Elizabeth mundur satu langkah sambil mendekap Exel.

"Clarisa, biarkan Exel tenang dulu ya... Dia memang sulit dekat dengan orang baru," ujar Elizabeth berusaha menjelaskan. Ia merasa tidak enak hati pada Clarisa.

"Tapi aku ini Mamanya, Mama kandungnya!” kata Clarisa tidak terima. “Berikan dia padaku, Elizabeth! Kau tidak berhak untuk melarang-larangku bersama Exel!"

Clarisa berkeras kepala. Ia tiba-tiba saja mengambil Exel dari pelukan Elizabeth dengan tergesa.

Raungan tangis Exel menggema begitu Clarisa menggendongnya. Anak itu menangis mendorong-dorong wajah Clarisa dengan tangan kecilnya.

"Nakal! Exel tidak mau sama Tante! Exel mau sama Mama! Mama tolong Exel, huwaa... Mama!" Exel memberontak hebat dalam gendongan Clarisa.

"Exel, aku ini Mamamu yang asli. Bukan dia!" pekik Clarisa terdengar marah dan tidak sabaran. Dia benar-benar tidak terbiasa merawat anak kecil.

"Mau Mama, huwaa Mama...!" tangis Exel justru semakin menjadi-jadi.

Elizabeth tak tega melihat tangisan Exel yang begitu kuat. Ia pun meraih tubuh mungil Exel dari gendongannya Clarisa.

Di dalam rengkuhan erat Elizabeth, tangis Exel pun mulai mereda. Kedua tangannya yang mungil mencengkeram bagian belakang dress putih yang Elizabeth pakai.

"Tenang, Sayang, ini sudah digendong Mama," bisik Elizabeth menenangkan Exel.

Anak itu sesenggukan dan mulai tenang perlahan-lahan. Elizabeth beralih menatap Clarisa yang kini mengetatkan rahangnya kesal.

"Exel memang agak susah dibujuk, harus pelan-pelan supaya dia tidak marah," Elizabeth dengan pelan mencoba memberi pengertian pada Clarisa.

Ekspresi wajah Clarisa tampak muram, merasa kesal melihat putranya lebih menyukai Elizabeth dibanding dirinya.

"Kau hanya Mama tirinya, Elizabeth. Jangan pikir karena kau yang merawatnya, kau merasa bisa mendapatkannya!" pekik Clarisa, lebih tepatnya saat ia melihat Evander muncul.

"Bukan begitu, Clarisa... Tapi—"

"Ada apa ini?"

Suara tegas Evander membuat Elizabeth menoleh. Namun, ia kalah cepat dengan Clarisa yang gegas mendekati Evander dan mencekal lengan mantan suaminya tersebut dengan wajah sedih.

"Elizabeth melarangku menggendong anak kita, Evan," seru Clarisa menangis. "Padahal aku ini Mama kandung Exel, aku sangat merindukan anakku. Tapi kenapa Elizabeth..."

Clarisa menangis menutup mulutnya. Sedangkan Elizabeth menatapnya dengan kedua mata melebar, tidak menyangka Clarisa akan membuat drama seperti ini.

"Elizabeth," desis Evan menatapnya tajam.

Gelengan kepala cepat Elizabeth berikan sebagai sangkalnya.

"Ti-tidak begitu, Evan! Exel menangis dan tidak mau ikut dengan Clarisa. Aku hanya berusaha menenangkannya, sama sekali aku tidak melarangnya!"

"Bohong! Jelas-jelas kau mengambilnya dariku lebih dulu dan membuat Exel menolak ikut denganku!” ujar Clarisa sambil berderai air mata. “Sebenarnya apa salahku padamu, Elizabeth?”

Sandiwara yang Clarisa lakukan membuat Elizabeth terpojok. Padahal ia sama sekali tidak ada niatan seperti yang wanita itu katakan.

Iris mata hitam Evan berubah nyalang pada istrinya. Laki-laki itu merebut Exel dari gendongan Elizabeth dengan wajah marahnya yang jelas terlukis.

Elizabeth mencekal tangan sang suami. "Evan, aku sama sekali tidak melakukan seperti yang Clarisa katakan!" ungkap wanita muda itu dengan wajah panik.

"Kau tidak ada hak apapun tentang anakku, Elizabeth! Jadi, hentikan omong kosongmu!" desis Evander melepaskan tangan Elizabeth begitu saja.

"Tapi Evan—"

Ucapan Elizabeth kembali tertelan saat sang suami memalingkan tatapan dirinya. Evan menggendong Exel dan mengajaknya keluar dari dalam rumah, meninggalkan Elizabeth dan Clarisa di ruang tamu.

Clarisa lantas tersenyum miring dan menaikkan salah satu alisnya di hadapan Elizabeth.

"Maaf Elizabeth, tapi sepertinya... sebentar lagi posisimu akan tersingkirkan," bisik Clarisa dengan pelan dan jelas. "Sebaiknya kau bersiap-siap karena Evan dan Exel akan kembali padaku!"

Elizabeth terdiam dengan mata berkaca-kaca menatapnya.

Clarisa tidak mengatakan apapun lagi. Ia membalikkan badannya dan melambaikan tangannya meninggalkan Elizabeth sendirian di ruangan itu.

"Bye, Elizabeth!" ucap Clarisa jelas-jelas dengan nada mengejek.

Pintu rumah kembali tertutup rapat. Elizabeth merasa kesal dengan apa yang Clarisa lakukan. Bisa-bisanya dia mengadu domba Elizabeth dan Evan!

Tapi sedikit pun Evan tidak mempercayainya. Hal ini membuat Elizabeth terduduk di sofa dan menyembunyikan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Wanita cantik itu menangis sedih dan pilu dengan situasi yang kini menyerangnya.

Elizabeth menepuk dadanya yang sesak, hingga tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang hangat mengalir dari hidungnya.

"Da-darah," lirih Elizabeth menyekanya dan menangis putus asa. “Kenapa….”

Sakit kepala hebat menyerang Elizabeth, darah di hidungnya tidak berhenti mengalir.

Perlahan Elizabeth beranjak dari duduknya dengan kaki gemetar tak sanggup menapak.

"Bi...!" pekik Elizabeth, berusaha memanggil pelayan di rumahnya.

Elizabeth melangkah tertatih mendekati dinding sebelum semua pandangannya menjadi gelap dan tubuhnya terhuyung jatuh.

Seorang pelayan yang baru saja muncul dari dapur pun berteriak melihat Elizabeth yang tergeletak di lantai.

"Astaga, Nyonya Elizabeth!"

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Selvia Lengitubun
Tinggalkan evan, jangan siasiakan masa mudamu krn sejujurnya dia hanya membutuhkan tenaga mu utk menjaga putranya. pengorbanan mu tdk berarti bagi keluarga evan
goodnovel comment avatar
Dimas Adrian
cerai saja demi warasnya mentalmu buat apa menangis?! jadi wanita harus smart,toh wasiat sudah di jalankan,alm kakekmu juga tidak melarang bercerai kan?
goodnovel comment avatar
Sri Hariyani
Elizabeth mendingan tinggalin Evan pulang ke kampung saja, biar gmn upaya Evan kl merasa kehilangan..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status