Home / Romansa / Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini / Bab 2. Dia Berusaha Mengambil Suamiku

Share

Bab 2. Dia Berusaha Mengambil Suamiku

Author: Te Anastasia
last update Last Updated: 2024-06-25 13:18:38

Keesokan paginya...

"Pakaikan baju baru untuk Exel, aku dan Clarisa akan mengajaknya pergi."

Suara bariton berat dari Evander terdengar tegas pada Elizabeth yang tengah mendandani Exel pagi ini.

Setelah semalaman tidak tidur di rumah, sekalinya pulang Evander kembali bersama Clarisa yang kini tengah menunggu di lantai satu.

"Iya. Apa kau akan pulang di sore hari?" tanya Elizabeth sang suami.

Sambil memakai tuxedo hitamnya, Evan menjawab, "Ya, agar Clarisa bisa puas bermain dengan Exel seharian."

Elizabeth terdiam sejenak, merasa kini hari-harinya menjadi sangat menekan. Selain berkurangnya waktu bersama sang suami, Elizabeth mungkin akan sering kesepian karena Exel juga akan sering menghabiskan waktu dengan Clarisa.

"Ma... ini Exel mau ke mana? Kok pakai baju baru?"

Mungil suara Exel membuat Elizabeth tersenyum lembut, apalagi anak laki-lakinya itu cemberut menatapnya.

"Exel hari ini ikut dengan Papa ya, Sayang. Ingat... tidak boleh nakal, tidak boleh nangis, dan tidak boleh menjerit-jerit. Mengerti?" ujar Elizabeth lembut sambil mengulurkan jari kelingkingnya. “Berjanjilah Exel akan jadi anak yang baik.”

Dengan wajah antusias, Exel menaut jari kelingking Elizabeth. “Janji!”

Penampilan Exel sudah rapi, dia memakai baju barunya, serta sepatu merah kesayangannya dan topi beret yang membuat anak itu semakin lucu.

"Sudah, sekarang ayo Mama gendong. Kita ke lantai bawah, oke?" kata Elizabeth mengecupi pipi Exel.

Anak kecil itu tertawa geli. "Iya, Mama..."

Mereka berdua berjalan keluar dari dalam kamar. Dari selasar lantai dua dapat Elizabeth lihat Clarisa sudah berada di bawah sana, tampak menanti-nanti.

Perasaan Elizabeth menjadi tak menentu saat melihat wanita itu, tapi ia segera menepisnya. Bagaimanapun, Clarisa adalah ibu kandung Exel. Elizabeth tidak berhak menghalangi keduanya.

"Mama, Tante itu kenapa ke sini?! Huhhh, Exel tidak suka!" pekik anak itu langsung merajuk saat mereka sudah tiba di lantai satu.

Elizabeth tersenyum tipis sambil mengusap punggung si kecil. "Sayang, dia bukan Tante, Nak, tapi Mamanya Exel."

Clarisa langsung berjalan mendekati Elizabeth. Ia mengusap rambut cokelat Exel dengan lembut.

"Exel, ayo ikut Mama, Sayang. Mama ini Mama kandungmu, Mama yang melahirkan Exel," Clarisa membujuknya.

"Tidak mau pokoknya, jangan paksa-paksa Exel dong!" Anak itu menghentakkan kakinya dalam gendongan Elizabeth.

Kedua tangan mungil Exel semakin kuat merengkuh leher Elizabeth sambil menjerit-jerit menolak ajakan Clarisa.

Tak tega dengan anak tirinya yang tantrum, Elizabeth mundur satu langkah sambil mendekap Exel.

"Clarisa, biarkan Exel tenang dulu ya... Dia memang sulit dekat dengan orang baru," ujar Elizabeth berusaha menjelaskan. Ia merasa tidak enak hati pada Clarisa.

"Tapi aku ini Mamanya, Mama kandungnya!” kata Clarisa tidak terima. “Berikan dia padaku, Elizabeth! Kau tidak berhak untuk melarang-larangku bersama Exel!"

Clarisa berkeras kepala. Ia tiba-tiba saja mengambil Exel dari pelukan Elizabeth dengan tergesa.

Raungan tangis Exel menggema begitu Clarisa menggendongnya. Anak itu menangis mendorong-dorong wajah Clarisa dengan tangan kecilnya.

"Nakal! Exel tidak mau sama Tante! Exel mau sama Mama! Mama tolong Exel, huwaa... Mama!" Exel memberontak hebat dalam gendongan Clarisa.

"Exel, aku ini Mamamu yang asli. Bukan dia!" pekik Clarisa terdengar marah dan tidak sabaran. Dia benar-benar tidak terbiasa merawat anak kecil.

"Mau Mama, huwaa Mama...!" tangis Exel justru semakin menjadi-jadi.

Elizabeth tak tega melihat tangisan Exel yang begitu kuat. Ia pun meraih tubuh mungil Exel dari gendongannya Clarisa.

Di dalam rengkuhan erat Elizabeth, tangis Exel pun mulai mereda. Kedua tangannya yang mungil mencengkeram bagian belakang dress putih yang Elizabeth pakai.

"Tenang, Sayang, ini sudah digendong Mama," bisik Elizabeth menenangkan Exel.

Anak itu sesenggukan dan mulai tenang perlahan-lahan. Elizabeth beralih menatap Clarisa yang kini mengetatkan rahangnya kesal.

"Exel memang agak susah dibujuk, harus pelan-pelan supaya dia tidak marah," Elizabeth dengan pelan mencoba memberi pengertian pada Clarisa.

Ekspresi wajah Clarisa tampak muram, merasa kesal melihat putranya lebih menyukai Elizabeth dibanding dirinya.

"Kau hanya Mama tirinya, Elizabeth. Jangan pikir karena kau yang merawatnya, kau merasa bisa mendapatkannya!" pekik Clarisa, lebih tepatnya saat ia melihat Evander muncul.

"Bukan begitu, Clarisa... Tapi—"

"Ada apa ini?"

Suara tegas Evander membuat Elizabeth menoleh. Namun, ia kalah cepat dengan Clarisa yang gegas mendekati Evander dan mencekal lengan mantan suaminya tersebut dengan wajah sedih.

"Elizabeth melarangku menggendong anak kita, Evan," seru Clarisa menangis. "Padahal aku ini Mama kandung Exel, aku sangat merindukan anakku. Tapi kenapa Elizabeth..."

Clarisa menangis menutup mulutnya. Sedangkan Elizabeth menatapnya dengan kedua mata melebar, tidak menyangka Clarisa akan membuat drama seperti ini.

"Elizabeth," desis Evan menatapnya tajam.

Gelengan kepala cepat Elizabeth berikan sebagai sangkalnya.

"Ti-tidak begitu, Evan! Exel menangis dan tidak mau ikut dengan Clarisa. Aku hanya berusaha menenangkannya, sama sekali aku tidak melarangnya!"

"Bohong! Jelas-jelas kau mengambilnya dariku lebih dulu dan membuat Exel menolak ikut denganku!” ujar Clarisa sambil berderai air mata. “Sebenarnya apa salahku padamu, Elizabeth?”

Sandiwara yang Clarisa lakukan membuat Elizabeth terpojok. Padahal ia sama sekali tidak ada niatan seperti yang wanita itu katakan.

Iris mata hitam Evan berubah nyalang pada istrinya. Laki-laki itu merebut Exel dari gendongan Elizabeth dengan wajah marahnya yang jelas terlukis.

Elizabeth mencekal tangan sang suami. "Evan, aku sama sekali tidak melakukan seperti yang Clarisa katakan!" ungkap wanita muda itu dengan wajah panik.

"Kau tidak ada hak apapun tentang anakku, Elizabeth! Jadi, hentikan omong kosongmu!" desis Evander melepaskan tangan Elizabeth begitu saja.

"Tapi Evan—"

Ucapan Elizabeth kembali tertelan saat sang suami memalingkan tatapan dirinya. Evan menggendong Exel dan mengajaknya keluar dari dalam rumah, meninggalkan Elizabeth dan Clarisa di ruang tamu.

Clarisa lantas tersenyum miring dan menaikkan salah satu alisnya di hadapan Elizabeth.

"Maaf Elizabeth, tapi sepertinya... sebentar lagi posisimu akan tersingkirkan," bisik Clarisa dengan pelan dan jelas. "Sebaiknya kau bersiap-siap karena Evan dan Exel akan kembali padaku!"

Elizabeth terdiam dengan mata berkaca-kaca menatapnya.

Clarisa tidak mengatakan apapun lagi. Ia membalikkan badannya dan melambaikan tangannya meninggalkan Elizabeth sendirian di ruangan itu.

"Bye, Elizabeth!" ucap Clarisa jelas-jelas dengan nada mengejek.

Pintu rumah kembali tertutup rapat. Elizabeth merasa kesal dengan apa yang Clarisa lakukan. Bisa-bisanya dia mengadu domba Elizabeth dan Evan!

Tapi sedikit pun Evan tidak mempercayainya. Hal ini membuat Elizabeth terduduk di sofa dan menyembunyikan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Wanita cantik itu menangis sedih dan pilu dengan situasi yang kini menyerangnya.

Elizabeth menepuk dadanya yang sesak, hingga tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang hangat mengalir dari hidungnya.

"Da-darah," lirih Elizabeth menyekanya dan menangis putus asa. “Kenapa….”

Sakit kepala hebat menyerang Elizabeth, darah di hidungnya tidak berhenti mengalir.

Perlahan Elizabeth beranjak dari duduknya dengan kaki gemetar tak sanggup menapak.

"Bi...!" pekik Elizabeth, berusaha memanggil pelayan di rumahnya.

Elizabeth melangkah tertatih mendekati dinding sebelum semua pandangannya menjadi gelap dan tubuhnya terhuyung jatuh.

Seorang pelayan yang baru saja muncul dari dapur pun berteriak melihat Elizabeth yang tergeletak di lantai.

"Astaga, Nyonya Elizabeth!"

Comments (14)
goodnovel comment avatar
Nova Silvia
indit we atuh,,ameh ngarasaeun
goodnovel comment avatar
ادي هيداياني لوبس
seru dan ada sedihnya
goodnovel comment avatar
Sri Irwansa
klo saya LBH baik berpisah ..klo kita sama se kali tidak di hargai
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 3. Kebersamaan Mereka yang Menyakitiku

    Pasca pingsan beberapa hari yang lalu, keadaan Elizabeth tidak kunjung membaik. Dia merasa tubuhnya semakin lemah, membuatnya bertanya-tanya apa yang terjadi karena tidak biasanya ia seperti ini. Dengan wajah yang tampak pucat, Elizabeth menopang tubuhnya dengan tangan yang bertumpu pada wastafel karena ingin muntah beberapa menit yang lalu. Namun, tidak ada yang keluar dari mulutnya. Setelah mencuci wajahnya dengan air dingin, gadis itu keluar dari kamar mandi dan mendapati suaminya yang sudah tampak rapi. Elizabeth mendekati Evan yang tengah berdiri bercermin sembari memasang arlojinya. "Evan, apa hari ini kau ada waktu luang?" tanya Elizabeth mendongak menatapnya. "Tidak, hari ini jadwalku sangat padat," jawab Evan dingin seperti biasa. Elizabeth meraih tuxedo hitam milik Evan di tepian ranjang dan menyerahkannya dengan sangat perhatian. "Tadinya aku ingin meminta waktumu sebentar saja untuk menemaniku—" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, terdengar dengusan pelan dar

    Last Updated : 2024-06-25
  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 4. Aku Istrimu, Namun Bukan Prioritasmu

    Sesampainya di rumah, Elizabeth berdiam diri di dalam ruangan pribadinya. Berjam-jam dia tenggelam dalam kesedihan yang menyesakkan. "Ternyata kehadiranku sama sekali tak berarti untuk suamiku. Apa ini yang disebut cinta lama adalah pemenang yang sesungguhnya?" ucap Elizabeth lirih dan sedih. Air mata Elizabeth menetes, namun ia menyekanya cepat. Situasi menyedihkan ini membuat Elizabeth merindukan sosok Nenek dan Bibi yang merawatnya, dan mereka kini jauh berada di Vienna. Tak lama setelah itu terdengar suara klakson mobil yang cukup keras. "Dia sudah pulang." Elizabeth membuka gorden dan mengintip ke bawah sana. Rupanya benar, itu suara dari mobil Evan. Dengan perlahan-lahan, Elizabeth beranjak berdiri meninggalkan ruangan itu dan bergegas menemui sang suami di kamarnya. Elizabeth menarik gagang pintu kamar dan melangkah ke dalam, ia melihat Evan yang tengah melepaskan tuxedo hitamnya. "Kau sudah pulang? Tumben sekali sampai larut malam…" kata Elizabeth sambil berjalan ke ar

    Last Updated : 2024-06-25
  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 5. Mereka Merenggut Kebahagiaanku

    Hari berganti, tapi kondisi Elizabeth masih belum kunjung membaik. Wanita itu baru saja terbangun dari tidurnya dengan keadaan panik. Elizabeth ketiduran selama dua jam setelah meminum obat, sampai ia lupa menjemput Exel di sekolah. "Ya Tuhan, sudah pukul berapa ini?!" Elizabeth menatap jam dinding di kamarnya. "Astaga! Apa yang sudah aku lakukan? Exel pasti menangis menungguku!" Buru-buru Elizabeth keluar dari dalam kamar. Meskipun tubuhnya terasa lemas dan tidak bertenaga, tapi ia tetap memaksakan diri. Langkahnya yang berat dipaksa menuruni anak tangga. Namun, saat Elizabeth belum menapaki lantai satu, pintu rumahnya pun terbuka lebar. Terdengar suara tangisan Exel yang membuat Elizabeth panik seketika. "Elizabeth!" teriakan seorang wanita memanggilnya dengan keras. "Mama..." Elizabeth menatap Mama mertuanya yang datang bersama Clarisa. Wanita itu kini tengah menggendong Exel yang memberontak dalam pelukannya. Sejenak Elizabeth terdiam. Bukankah kemarin Evan berkata kalau

    Last Updated : 2024-06-25
  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 6. Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini

    “Apakah Nyonya sudah yakin?” Elizabeth mengangguk pasti. "Aku tidak akan menyesali keputusanku," katanya serius. Wanita itu duduk di teras belakang rumahnya bersama seorang laki-laki tua berambut putih yang meletakkan sebuah berkas. Pengacara Clinton, orang kepercayaan Elizabeth yang dua hari lalu ia hubungi untuk meminta bantuan mengurus berkas penting. "Baiklah, saya harap Nyonya baik-baik saja." Anggukan pelan Elizabeth berikan. "Ya, aku pun berharap seperti itu. Terima kasih sudah membantuku, pengacara Clinton." "Sama-sama Nyonya. Kalau begitu saya permisi." Laki-laki berbalut tuxedo abu-abu itu berdiri dari duduknya, meraih tas kulit yang kini dia bawa pergi. Sedangkan Elizabeth masih duduk di kursi teras menatap sebuah dokumen yang ia usap dengan jemari kurusnya. Kedua mata Elizabeth terpejam merasakan sejuknya semilir angin pagi yang menyapu wajah pucatnya. Ia tidak mau menimbang-nimbang lagi keputusannya, mengingat mungkin usianya juga tidak akan panjang. "Permisi

    Last Updated : 2024-07-09
  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 7. Sampai Kapanpun, Tidak ada Kata Cerai!

    Elizabeth tertegun, tidak menyangka Evan akan semarah itu dengan permintaan cerai darinya. Bukankah seharusnya Evan senang karena ia bisa rujuk bersama mantan istrinya? Tapi mengapa… Evan justru tidak terima? Elizabeth berusaha menenangkan diri, lalu menatap Evan lekat. "Tapi aku ingin mengakhiri pernikahan ini, Evan." Ekspresi Evan tidak berubah, masih terlihat marah dan tak puas sekalipun berkas perceraian itu telah dirobek kecil-kecil hingga menjadi sampah. Sorot tajam mata hitam Evan tertuju pada Elizabeth yang berdiri teguh di hadapannya. Istrinya tidak pernah seperti ini sebelumnya. "Apa alasanmu menginginkan perceraian dariku?" Suara rendah Evander terdengar jelas. Elizabeth menggelengkan kepalanya, tak ingin menunjukkan air matanya di hadapan laki-laki ini. "Katakan Elizabeth," seru Evan lebih menekan. "Apakah alasanku bisa membuat hatimu berubah?" Elizabeth bertanya balik padanya. Evan mendengus lalu tawa sumbangnya kembali terdengar. Ia mengusap waj

    Last Updated : 2024-07-10
  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 8. Apa yang Disembunyikan Istriku?!

    Di dalam ruangan kerjanya, Evander Collin berdiam diri ditemani sebatang cerutu yang terbakar di antara jarinya. Laki-laki itu menatap lantai marmer mengkilap di ruangan pribadinya yang dipenuhi kertas yang ia robek-robek hancur. Evan merasa gelisah dan emosi memikirkan apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu. "Kenapa…," gumam laki-laki itu dengan ekspresi dingin dan gelap yang tercetak jelas. "Apa sebenarnya yang kau inginkan, Elizabeth…" Evan menyergah napasnya frustrasi. Sejak tadi ia berusaha untuk fokus kembali bekerja, namun isi kepalanya kini dipenuhi oleh Elizabeth. Suara ketukan pintu ruangan membuyarkan lamunan Evan. Nampak Jericho, asistennya yang kini masuk ke dalam ruangannya. "Apa informasi yang kau dapatkan? Katakan semuanya!" perintah Evan tegas. Laki-laki dengan pakaian formal itu menatap lurus pada sang tuan. "Nyonya Elizabeth meminta bantuan Tuan Clinton untuk mengurus surat perceraian, Tuan. Lebih tepatnya saat hari di mana Tuan dan Nyonya bertengkar h

    Last Updated : 2024-07-11
  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 9. Bermimpilah Untukmu Bercerai Dariku!

    Elizabeth terbaring di dalam sebuah ruangan bersama dokter yang menanganinya kini setelah Elizabeth menceritakan kondisi tubuhnya yang semakin memburuk. Seorang dokter laki-laki berparas tampan memperhatikan Elizabeth yang berbaring menatap langit-langit dengan mata nanar. Jemarinya saling meremas dan bibir pucatnya yang terkatup. "Apa kau belum memberitahu suamimu tentang sakitmu ini, Elizabeth?" tanya Daniel, nada suaranya terdengar khawatir. Laki-laki ini adalah seorang dokter muda sekaligus teman Elizabeth yang sama-sama berasal dari Austria. Elizabeth awalnya tak percaya kalau dia akan ditangani oleh dokter profesional, dan sahabatnya sendiri. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan. "Mungkin tidak akan pernah, Niel." "Kondisimu semakin memburuk. Kalau kau terus merahasiakan sakit ini darinya, maka akan semakin rumit ke depannya." Elizabeth keukeuh mengatakan tidak. Percuma memberitahu suaminya soal penyakit yang ia derita, karena pria itu tidak akan peduli. Perlah

    Last Updated : 2024-07-12
  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 10. Anak Tiriku yang Menyayangiku

    Hari ulang tahun Exel tepat jatuh pada hari ini. Sebuah pesta yang digelar cukup meriah di sebuah hotel milik keluarga Collin. Elizabeth berada di sana bersama para tamu-tamu yang lain. Ia memperhatikan Mama mertuanya yang tengah bersama Clarisa dan berbicara dengan para tamu undangan. "Nyonya Melodi rupanya lebih akrab dengan mantan menantunya ya, kasihan sekali Nona Elizabeth..." "Mungkin saja karena Nona Elizabeth tidak segera memberikan dia cucu, makanya dia mengabaikan menantunya sendiri." Suara ocehan orang itu terdengar di telinga Elizabeth. Di pesta itu, ia memang tidak terlihat seperti salah satu tuan rumah dari pihak pemilik pesta. Melainkan seperti seorang tamu yang terabaikan. Elizabeth tersenyum saat melihat Exel berjalan ke arahnya, anak itu tiba-tiba menarik lengannya untuk diajak ke sesuatu tempat. "Ma, ayo naik ke sana... Mama sama Papa temani Exel tiup lilin!" seru anak itu menggenggam tangan sang Mama. "Iya, Sayang," jawab Elizabeth tersenyum manis men

    Last Updated : 2024-07-13

Latest chapter

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 516. AKHIR KISAH KITA YANG BAHAGIA

    Pernikahan yang dinanti-nantikan sekaligus tak pernah dibayangkan oleh Pauline pun kini terjadi. Menjadi istri seorang Xander Spencer adalah hal yang tak jauh berbeda dengan sebuah mimpi. Dulu, Pauline tidak berani hanya sekedar untuk membayangkannya saja. Tetapi, takdir berkata lain. Hari ini, Pauline dan Xander sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pauline resmi menjadi istri dari seorang Xander Spencer setelah acara pernikahan mereka diselenggarakan di gedung hotel milik Keluarga Collin pagi ini. Semua keluarga mengucapkan selamat pada mereka, termasuk Exel dan juga Hauri yang turut ikut merasa senang di hari bahagia adik mereka. "Selamat ya, Sayang ... akhirnya kau membuka lembaran baru dengan seseorang yang kau cintai dan yang mencintaimu," ujar Exel memeluk Pauline. "Berjanjilah untuk hidup bahagia dengan Xander." Pauline mengeratkan pelukannya pada sang Kakak dan ia mengangguk kecil. "Iya, Kak. Terima kasih..." Pelukan mereka pun terlepas, Pauline menatap Hauri yang

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 515. (PAULINE STORY) Alicia Akan Punya Mama dan Papa yang Lengkap

    Pauline tidak pernah memikirkan yang namanya pernikahan sebelumnya. Ia hanya ingin hidup berdua dan membesarkan Alicia. Itulah harapannya awal mula. Namun, ternyata takdir berkata lain. Pauline justru akan menikah dengan laki-laki yang dulu pernah ia tinggalkan karena sakit hati, dan terlebih lagi laki-laki itu begitu lapang dada menerima Alicia dan mengakui sebagai anaknya sendiri. "Hei, kenapa melamun?" Suara Xander membuat Pauline tersentak pelan. Gadis itu menoleh pada Xander yang kini berdiri di sampingnya. Xander langsung memeluk Pauline dari belakang dan menyandarkan kepalanya di pundak gadis itu. "Kenapa?" Pauline mendongak menatapnya dengan senyuman tipis. "Katanya aku harus duduk diam, kau sendiri yang mau memilihkan gaun pernikahan kita," ujar Pauline. "Heem, tunggu sebentar. Tante Helen masih memilihkan yang pas untukmu," jawab Xander, seraya melepaskan pelukannya. Laki-laki itu pun berpindah duduk di samping Pauline. Saat ini, mereka berada di butik milik salah sat

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 514. (PAULINE STORY) Kami Akan Segera Menikah

    Xander mengantarkan Pauline pulang, kedatangannya disambut oleh Evan dan Elizabeth. Mereka tampak cemas dan was-was, pasalnya selama bertahun-tahun ini Pauline tidak pernah berhubungan dengan laki-laki manapun. Meskipun Evan merestui hubungan mereka, tapi tentu saja ia panik dan cemas bila putrinya tidak pulang-pulang. Kini mereka bertiga baru saja pulang, tampak Alicia bersemangat dan kesenangan dalam gendongan Xander. "Opaa...!" Anak perempuan itu mengulurkan tangannya dan berlari ke arah Evan dengan wajah berseri-seri. Evan dan Elizabeth pun tersenyum. "Aduh, kenapa Cucu Opa tidak pulang-pulang!" seru Evan, saat cucunya turun dari gendongan Xander dan berlari ke arahnya. Alicia langsung memeluk Evan, sedangkan Pauline dan Xander kini duduk di sofa. Mereka duduk berjajar dan Pauline tampak menundukkan kepalanya. "Maaf ya, Pa. Aku tidak bisa pulang kemarin. Pauline tidur pulas, aku ... aku juga sama," ujar Pauline merasa bersalah. Evan mengangguk. "Tidak apa-apa, asal kau ber

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 513. (PAULINE STORY) Keluarga yang Xander Impikan

    "Pauline, Sayang bangun ... pindahlah tidur di kamar. Jangan tidur di sini. Alicia sudah tidur di kamar atas." Xander menepuk pipi Pauline dengan sangat lembut sampai gadis itu terbangun dan terkejut saat ia menyadari tertidur di rumah Xander. "Kak..." Laki-laki itu tersenyum. "Pindah ke kamar, tidurlah di sana temani Alicia. Aku akan melanjutkan pekerjaanku dulu." Pauline langsung bangun dan ia menoleh ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Gadis itu tertunduk. "Bagaimana bisa aku ketiduran sampai jam segini?" lirih Pauline. "Bagaimana aku pulangnya?" "Kan aku sudah bilang, tidurlah di sini. Biar aku yang telfon Papa. Di luar juga udara sangat dingin, kasihan Alicia, Sayang." Xander mengusap lengan kecil Pauline. Gadis itu mengangguk patuh dan ia beranjak dari duduknya. Kedua mata mengantuknya pun tertuju lagi pada Xander. "Janji ya, Kak, teflon Papa," ujarnya. "Iya, Sayang." Barulah Pauline tersenyum tipis. "Baiklah, kalau begitu aku ke

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 512. (PAULINE STORY) Anak Kesayangan Papa Xander

    "Ma ... Alicia boleh tidak, tinggal di sini sama Mama dan Papa?" Anak perempuan dengan rambut cokelat dikuncir dua itu berdiri di samping sang Mama. Alicia yang menggemaskan tampak mendongak menatap wajah sang Mama. Pauline yang tengah membuatkan kopi untuk Xander di dapur rumah laki-laki itu, ia pun lantas menoleh dan tersenyum pada Alicia yang murung dan mengeluh di sampingnya. "Kita punya rumah sendiri, Sayang." Bibir Alicia cemberut, anak itu menarik-narik ujung blouse yang Pauline pakai. "Tapi Ma, Alicia mau seperti Kak Varo dan Kak Vano, mereka tinggal dengan Tante Mama dan Papa Exel. Masak Alicia hanya tinggal sama Mama, terus Oma dan Opa? Papa tinggal sendirian, kasihan Papa, Ma..." Alicia memprotes sang Mama. Dari arah ruang tengah, Xander yang mendengar perbincangan Alicia dan Pauline, ia tersenyum. Anak kecil mungil itu memang sangat menyayanginya selayaknya Papanya sendiri. Dengan jelas ia mendengar Alicia merengek pada sang Mama dan ia ingin tinggal bersamanya. Per

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 511. (PAULINE STORY) Pemilik Hatiku yang Sebenarnya

    Setelah pergi jalan-jalan, Xander mengajak Pauline dan Alicia ke rumahnya. Pauline pikir Xander tetap tinggal di rumah lamanya, tapi ternyata ia salah, Xander telah memiliki rumah sendiri yang jauh lebih megah. Kini, Pauline melangkah masuk ke dalam rumah. Ia berjalan di belakang Xander yang melangkah di depannya sembari menggendong Alicia yang terlelap dalam dekapannya. "Kak, tidurkan di sofa saja, tidak apa-apa," ujar Pauline tidak enak hati. "Kenapa harus di sofa? Di lantai satu banyak kamar, lantai dua juga ada," jawab Xander sambil berjalan menaiki anak tangga. "Tapi kan—""Anggap saja rumah ini rumahmu sendiri, Sayang," sela Xander. Panggilan Sayang yang Xander lontarkan membuat Pauline terdiam. Ia teringat saat beberapa tahun lalu, Xander memanggilnya dengan panggilan itu dan terdengar sangat romantis. Sampai akhirnya Pauline kembali melangkah naik mengikuti Xander. Mereka masuk ke dalam sebuah kamar. Kamar bernuansa abu-abu dan putih, memiliki ranjang king size di teng

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 510. (PAULINE STORY) Hubungan yang Dulunya Retak, Kini Terjalin Kembali

    Pauline terus merenung setelah ia mendapatkan nasihat dari sang Papa. Diamnya membuat Xander yang kini bersamanya pun tampak tak biasa. Laki-laki itu memperhatikannya dan ikut merasakan ada yang lain dengan Pauline. "Kenapa diam saja?" tanya Xander menatapnya dan menarik lengan Pauline sambil memangku Alicia. Pauline menoleh cepat dan menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Emm ... hanya berpikir cuacanya semakin dingin." "Ya, tapi Alicia tidak mau pulang," jawab Xander menahan Alicia yang ada di pangkuannya dan tampak masih ingin bermain lagi di taman. Anak kecil perempuan itu mendongak dan menggelengkan kepalanya. "Ma, Alicia masih mau main sama Papa, nanti kalau Papa pulang, biar Alicia tidak menangis lagi," ujar anak itu. Pauline tersenyum dan mengangguk. "Iya, Sayang. Main sepuasnya di taman, ditemani Papa. Mama akan di sini memperhatikan kalian." Jawaban yang Pauline berikan membuat Xander terdiam dan menatapnya dengan dalam. Rasanya seperti tidak biasa melihat ekspres

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 509. (PAULINE STORY) Pauline, Bukalah Pintu Hatimu untuk Xander

    Suara gema tangisan Alicia menggelegar di dalam rumah Evan. Alicia marah saat ia bangun tidur, Xander tidak ada di sana, hingga membuat anak itu menangis mencari sosok yang ia panggil 'Papa' tersebut. Tangisannya membuat semua orang heboh pagi ini. Sampai Evan dan Elizabeth ikut berusaha menenangkannya cucu kesayangannya. "Sayang, sudah jangan menangis ... nanti Papa Xander akan ke sini, kok," bujuk Elizabeth menggendong Cucunya. "Huwaa ... maunya sekarang, Oma! Alicia maunya sekarang! Huwaa ... Papamu di mana?!" jerit Alicia menangis. Sedangkan Pauline kini berada di lantai dua, gadis itu tengah mencoba menghubungi Xander. Namun hingga berkali-kali panggilannya tidak dijawab oleh Xander meskipun terhubung. Pauline sampai mondar-mandir dengan kepala pening. Sejak petang dia menggendong Alicia yang rewel mencari Xander. "Mama!" pekik Alicia dari lantai satu. "Huwaa ... Mama!" Gegas Pauline turun ke lantai satu dan segera mendekati putrinya yang kini berjalan ke arahnya sambil me

  • Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini   Bab 508. (PAULINE STORY) Sebuah Restu

    Pauline dan Xander sampai di wahana akuarium raksasa. Di sana, Alicia terlihat sangat senang. Bahkan anak itu tidak mau turun dari gendongan Xander sejak mereka sampai. Tak hanya diam, Pauline pun sesekali mengambil momen dengan membuat video tentang Alicia yang digendong oleh Xander. "Wahh ... Papa! Itu ikannya besar!" pekik anak perempuan itu menunjuk seekor ikan di dalam akuarium raksasa. "Itu ikan apa, Papa?" "Itu ikan paus, Sayang," jawab Xander. "Ikan paus juga punya Mama dan Papa, juga?" tanyanya dengan polos. "Tentu saja punya," jawab Xander terkekeh. Pauline berdiri di samping Xander dan wanita itu menunjukkan gerombolan ikan-ikan cantik di sana. "Itu bagus ya," ujarnya. "Hm." Xander mengangguk. "Apa kau tidak pernah jalan-jalan saat Prancis?" "Tidak pernah. Alicia sangat nakal. Aku pernah mengajaknya ke taman bermain saat itu, hanya berdua, tapi aku awalnya ingin membiarkannya mendapatkan teman, tapi baru beberapa menit, belum ada satu jam sudah jat

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status