Share

Bab 4. Aku Istrimu, Namun Bukan Prioritasmu

Sesampainya di rumah, Elizabeth berdiam diri di dalam ruangan pribadinya. Berjam-jam dia tenggelam dalam kesedihan yang menyesakkan.

"Ternyata kehadiranku sama sekali tak berarti untuk suamiku. Apa ini yang disebut cinta lama adalah pemenang yang sesungguhnya?" ucap Elizabeth lirih dan sedih.

Air mata Elizabeth menetes, namun ia menyekanya cepat. Situasi menyedihkan ini membuat Elizabeth merindukan sosok Nenek dan Bibi yang merawatnya, dan mereka kini jauh berada di Vienna.

Tak lama setelah itu terdengar suara klakson mobil yang cukup keras.

"Dia sudah pulang." Elizabeth membuka gorden dan mengintip ke bawah sana.

Rupanya benar, itu suara dari mobil Evan. Dengan perlahan-lahan, Elizabeth beranjak berdiri meninggalkan ruangan itu dan bergegas menemui sang suami di kamarnya.

Elizabeth menarik gagang pintu kamar dan melangkah ke dalam, ia melihat Evan yang tengah melepaskan tuxedo hitamnya.

"Kau sudah pulang? Tumben sekali sampai larut malam…" kata Elizabeth sambil berjalan ke arah Evan. “Dari mana saja?”

"Ada urusan penting di luar," jawab Evan tak acuh sembari melepaskan kancing lengan kemejanya.

Jawaban yang suaminya berikan membuat Elizabeth merasa tercekik. Jelas-jelas dia berbohong, suaminya tidak jujur. Sampai hati Evan berdusta pada Elizabeth demi mantan istrinya!

Saat Evan hendak melangkah, Elizabeth menahan lengannya dan wanita itu mendongak menatap wajah tampan milik Evan dengan tatapan sayu.

"Kalau aku boleh tahu… apa seharian ini kau menghabiskan waktumu dengan Clarisa?" tanya Elizabeth, tampak berusaha menekan perasaan sedihnya.

Evan menatap Elizabeth sejenak, lalu berkata, "Siapapun yang aku temui, tidak ada urusannya denganmu, Elizabeth!"

"A-aku hanya bertanya…." kata Elizabeth, terkejut dengan ucapan keras dari suaminya.

Evan melepaskan tangan Elizabeth dari lengannya. "Aku sangat lelah hari ini, jangan membuatku kesal."

"A-aku mengerti." Elizabeth membalikkan badannya melangkah mendekati ranjang dan duduk di sana.

Laki-laki itu kini melepaskan kemeja putihnya, Evan hendak melangkah ke kamar mandi, tapi deringan ponsel menyita perhatiannya. Pria itu dengan cepat menjawab panggilan yang tampaknya sangat penting.

"Halo... Apa?! Kecelakaan?! Di rumah sakit mana kau sekarang? Aku akan segera ke sana, tunggu sampai aku datang. Jangan ke mana-mana!"

Suara Evan terdengar diliputi rasa cemas. Laki-laki itu segera memutus panggilan itu. Gegas Evan meraih kemeja di dalam lemari dan memakinya terburu-buru.

Wajah dan ekspresinya menunjukkan kalau laki-laki itu tengah sangat mengkhawatirkannya sesuatu.

Elizabeth yang penasaran, mendekati suaminya dan bertanya, "Ada apa? Kau mau ke mana malam-malam begini?"

"Aku harus ke rumah sakit," jawab Evan datar.

Wajah Elizabeth menjadi tegang. "Rumah sakit? Siapa yang sakit?"

"Clarisa kecelakaan beberapa menit yang lalu. Aku harus segera ke sana!"

Mendengar nama Clarisa yang disebut oleh sang suami, Elizabeth berdiri mematung dengan perasaan terluka.

Lagi-lagi Clarisa. Dalam segala situasi, tampaknya sudah jelas kalau Elizabeth pasti akan selalu kalah dari wanita itu.

"Apa dia tidak punya keluarga yang lain sampai-sampai harus kau yang datang?" Elizabeth memberanikan diri untuk bertanya di sisa-sisa pertahanan dirinya.

Evan berdecak mendengar pertanyaan Elizabeth. "Ck! Aku terburu-buru Elizabeth! Clarisa sendirian di sana! Bagaimana kalau dia terluka parah?!"

Bibir Elizabeth seketika terkatup rapat. Jemari tangannya meremas ujung dress yang kini ia pakai.

Guratan panik dan cemas di wajah Evander begitu terpancar jelas, betapa khawatirnya dia mendengar kabar mantan istrinya kecelakaan.

Saat Evan hendak melangkah ke arah pintu, Elizabeth mencekal lengan sang suami. "Nanti kau akan kembali pulang, kan?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Tidak bila dia terluka parah," ujar Evan melepaskan tangan Elizabeth begitu saja.

Laki-laki itu berjalan terburu-buru meninggalkan Elizabeth dan kembali pergi untuk menemui mantannya yang tengah terluka di rumah sakit.

Elizabeth terdiam menatap pintu kamar yang masih terbuka dengan nanar.

"Padahal dia tidak pernah sepanik itu saat aku sakit. Tapi dengan Clarisa, aku merasakan betapa takutnya Evan kalau wanita itu terluka."

Perlahan-lahan, Elizabeth melangkah mendekati ranjang. Kepalanya mendadak terasa berdenyut-denyut.

Ia mengulurkan tangannya mengambil sebuah botol obat dia dalam laci dan meminum beberapa butir sebelum dia berbaring.

Dalam waktu beberapa menit, Elizabeth mulai merasa kedua matanya mengantuk. Wanita itu berharap dengan dirinya tidur ia bisa melupakan masalah dan kesedihannya.

Di ujung kesadarannya, Elizabeth bergumam lirih. “Jika kamu tahu tentang penyakitku, apakah kau juga akan mengkhawatirkanku…?”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Veronika Hipui
istri yg luar biasa sabar
goodnovel comment avatar
Allwera Molle
istri yg sabar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status