Beranda / Romansa / Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini / Bab 1. Kembalinya Mantan Istri Suamiku

Share

Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini
Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini
Penulis: Te Anastasia

Bab 1. Kembalinya Mantan Istri Suamiku

"Tinggalkan Evan! Karena sebentar lagi dia akan rujuk dengan mantan istrinya!"

Tubuh Elizabeth tersentak kaget, kedua matanya melebar tak percaya mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh ibu mertuanya.

Elizabeth Lawrence, wanita berusia dua puluh tiga tahun itu meremas gaun pesta berwarna biru yang dia pakai.

"A-apa maksud Mama mengatakan hal itu?" tanya Elizabeth dengan suara tercekat.

"Apa kau tidak sadar? Sejak awal menikah hingga detik ini, Evan tidak pernah mencintaimu!” kata wanita paruh baya yang berpakaian glamor itu. “Karena cinta sejati Evan hanya Clarisa!”

Elizabeth terdiam dengan perasaan campur aduk. Ia ingin menyanggah, tapi lidahnya terasa kelu sebab ia tahu ibu mertuanya benar. Suaminya tidak pernah mencintainya.

"Kau lihat di sana!” ujar Melodi—ibu mertuanya—ke arah sepasang manusia yang tengah bercengkerama akrab di tengah pesta. “Bukankah mereka tampak sangat serasi? Apa Evan pernah sehangat itu denganmu?”

Elizabeth menelan ludah. Kata-kata itu menohoknya telak, mencabik-cabik hatinya dengan tega.

Wanita muda itu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sang suami yang memang tampak begitu berbeda malam ini.

Evander Collin, sosok laki-laki tampan bertubuh tinggi besar dengan balutan tuxedo hitam yang kini tengah menggendong putra kecilnya, tengah berbincang hangat dengan mantan istrinya, Clarisa.

Senyum di wajah Evan itu … baru pertama kali dilihat oleh Elizabeth selama tiga tahun menikah dengannya.

“Sebaiknya kau sadar diri, Elizabeth. Sampai kapan pun kau tidak akan pernah pantas bersanding dengan putraku.”

Usai mengatakan kalimat bernada tajam itu, Melodi pergi, meninggalkan Elizabeth sendirian seolah menegaskan bahwa ia tidak memiliki siapapun untuk membelanya.

‘Apakah Evan benar-benar akan rujuk dengannya?’ batin Elizabeth getir. Dadanya terasa sesak, seolah ada pisau yang menancap di hatinya.

"Mama...!"

Suara pekikan keras anak laki-laki membuat lamunan Elizabeth buyar, ia melihat putra tirinya menangis sembari berlari ke arahnya.

Elizabeth memaksakan seulas senyum dan langsung memeluk tubuh mungil itu dengan hangat.

"Kenapa menangis, Sayang? Itu kan ada Papa," kata Elizabeth sambil menggendong Exel.

"Tidak suka! Exel tidak suka sama Tante itu!" pekik anak itu menunjuk ke arah Clarisa, ibu kandungnya.

Elizabeth berusaha menenangkan bocah itu dan memutuskan untuk mendekati Evan dan Clarisa yang tadinya berusaha mengejar Exel.

Clarisa menyambut kedatangan Elizabeth dengan tatapan dalam dan lengkungan senyum manis di bibir tipisnya. Tangannya menyelinap dengan cepat untuk menggandeng lengan Evan.

"Hai. Kamu pasti Elizabeth, bukan?” sapa Clarisa, masih dengan senyuman ramah yang sama. “Aku Clarisa.”

Elizabeth mengangguk setelah sempat terdiam melihat tindakan Clarisa. “Halo, aku Elizabeth,” balas gadis itu kikuk.

"Senang bertemu denganmu, Elizabeth. Aku kemari atas undangan kedua orang tua Evan, mereka tahu kemarin aku baru pulang dari New York,” jelas Clarisa dengan wajah berseri-seri sambil menatap Evan yang berdiri di sebelahnya.

Elizabeth hanya bisa memberikan senyuman tipis saat melihat Evan tidak menepis tangan Clarisa.

"Aku juga senang bertemu denganmu, Clarisa."

Evan melirik putranya yang memeluk leher Elizabeth dengan erat. Laki-laki itu mendekatinya dan berusaha membujuk Exel, tapi putranya itu malah marah.

"Tidak mau!" pekik anak itu menolak.

"Sayang, Tante Clarisa itu adalah mamamu juga," bujuk Evan mengusap puncak kepala sang putra.

“Bukan! Dia bukan mamanya Exel!”

Teriakan Exel membuat Evan menghela napas, lelah membujuk anaknya yang sedari tadi terus menolak.

Melihat itu, Elizabeth berusaha menengahi. "Sepertinya Exel sudah mengantuk, makanya jadi rewel," ujarnya sambil mengeratkan pelukannya di tubuh Exel yang sudah bersandar dengan nyaman dalam gendongannya.

Ekspresi wajah Clarisa seketika berubah sangat sedih, wanita itu menatap putranya yang nyaman dan tenang memejamkan kedua matanya di gendongan Elizabeth.

Tatapan iri itu … Elizabeth bisa merasakannya.

"Kau sangat beruntung, Elizabeth. Kau bisa mendapatkan suami seperti Evan yang sangat hangat dan perhatian,” kata Clarisa sambil tersenyum getir. “Dan kau juga bisa mendapatkan hati Exel.”

Elizabeth hanya bisa terdiam.

Clarisa lantas tersenyum kecil, lalu mendekati Elizabeth untuk mengusap kepala putranya, sebelum pandangannya teralih pada Evan.

"Andai aku dulu tidak pergi mementingkan pendidikanku, mungkin kita masih bersama dan menjadi keluarga bahagia…,” suara Clarisa terdengar serak. “Aku sangat ingin merasakan bagaimana rasanya disayangi oleh putra kandungku,” katanya sambil terisak.

Tepat di hadapan Elizabeth, tiba-tiba Evan memberikan sebuah sapu tangan pada Clarisa untuk mengusap air mata mantan istrinya tersebut.

Sebuah perhatian kecil yang tidak pernah Elizabeth terima dari pria itu.

"Kau bisa kapan saja menemui Exel di rumah,” kata Evan. “Kau adalah Mamanya."

Mendengar hal itu, rasa senang terpancar jelas dari raut muka Clarisa. Kedua tangannya menggenggam tangan Evander dengan hangat.

"Terima kasih banyak, Evan! Aku akan sering-sering berkunjung sampai Exel dekat denganku."

Semua orang menatap ke arah mereka berdua dan mulai berbisik-bisik, tepatnya saat melihat Elizabeth diabaikan.

Elizabeth hanya bisa tertunduk, menekan kuat rasa sedih di hatinya. Ia sadar, dia bukanlah wanita yang diinginkan suaminya selama ini.

Elizabeth memeluk Exel yang tertidur dalam gendongannya, dan memutuskan untuk membawanya naik ke lantai dua di dalam kediaman keluarga Collin.

Langkahnya terasa gamang. Sejak awal, pernikahan atas wasiat sang Kakek ini memang tidak pernah diwarnai rasa bahagia. Dan sekarang, semuanya sudah berada di ujung tanduk.

Saat baru merebahkan tubuh mungil Exel di atas ranjang, pintu kamar pun tiba-tiba terbuka, muncul Evan yang langsung masuk ke dalam.

"Aku akan menginap di sini, pulanglah dengan sopir," ujar Evan tanpa menatap Elizabeth yang duduk di tepi ranjang.

Elizabeth menatap punggung kekar suaminya yang sedang berdiri di depan meja rias sambil melepas arlojinya.

Ia ingin bertanya kenapa, tapi rasanya itu hanya akan membuat suaminya marah. Jadi Elizabeth hanya berkata, "Baiklah. Bolehkah aku membawa Exel?"

"Tidak. Mama ingin tidur dengan cucunya malam ini," ujar Evan dengan nada dingin seperti biasa. “Pulanglah sendiri, jangan membawa anakku."

Elizabeth menelan ludah kasar dan meremas jemarinya yang terasa dingin. Bagai ditabur duri di dalam hatinya kini.

Malam ini akan menjadi malam kesekian di mana ia tidur sendirian tanpa Evan. Karena … biasanya mereka tidur berdua hanya di saat pria itu menginginkan kehangatan darinya.

Elizabeth mendekati Exel yang tampak pulas di atas ranjang.

"Mama pulang ya Sayang, Exel jangan nakal," bisik Elizabeth mengecup pipi anak itu dengan lembut.

Setelah itu Elizabeth meraih mentel hangat dan tasnya di atas nakas. Ia berdiri menatap Evan yang kini melayangkan tatapan datar padanya.

"Kalau Exel menangis, ajak dia pulang,” pinta Elizabeth. Dia mengatakan itu karena memang hanya dirinyalah yang bisa menenangkan Exel, dan Evan tahu hal itu.

Namun, tidak ada jawaban dari Evan. Laki-laki itu justru melenggang pergi meninggalkannya.

Saat sudah tiba di lantai bawah, Elizabeth melihat Evan berada di tengah-tengah pesta bersama Mamanya dan juga Clarisa. Mereka tampak berbincang hangat dan dekat.

Melihat kebersamaan itu, Elizabeth merasa seolah kehadirannya menjadi penghalang untuk Evan dan Clarisa.

Elizabeth menekan dadanya yang sakit. "Apa... apa artinya diriku dan pernikahan ini untukmu, Evander?"

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Tari Susanti
bgus banget cerita nya
goodnovel comment avatar
Ari Ati
mending cerai eliza
goodnovel comment avatar
Mella Soplantila Mella
semoga bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status