Part 4.
Bapak dapat lahan untuk ditanami sawit, Bang Pain jadi pekerjanya, padahal saat itu Bang Pain masih enam belas tahun. Terlalu muda untuk bekerja tetap. Akan tetapi menurut Bapak, Bang Pain itu istimewa, tidak seperti orang kebanyakan.
“Sibuk ngurus anak orang saja, bikin anak tidak mampu.” Begitu kata Ibu sambungku ketika kami sudah pulang.
Aku paham maksudnya, Ibu memang ingin sekali punya anak sendiri, akan tetapi tidak pernah bisa hamil, mereka sudah berobat ke sana ke mari.
Memang sulit diterima akal sehat dengan sifat bapak, dia seperti mewakafkan dirinya untuk membantu orang. Tiap tahun rutin memberikan zakat pada satu orang, entah sudah berapa orang yang bapak bantu.
Jika hari libur, kami sering mengunjungi Bang Pain, melihat kebun tersebut. Bang Pain menepati janjinya, dia kini sudah berambut gobel. Badannya makin kekar, makin m
Rara, Mencintai Tak Harus Memiliki.Sehari sebelum hari keberangkatan, aku diajak Bang Pain bawa sapi jalan-jalan, sapi yang baru kubeli kami bawa ke padang rumput yang terletak di ujung desa. Ada danau kecil yang airnya hampir mengering. Di dekat itulah kami ikat sapi untuk cari makan sendiri.“Bang, besok kami akan pindah,” kataku sambil memperhatikan sapi limosin kecil tersebut.“Iya, Rara, yang giat belajar, kejar cita-citamu. ““Bang Pain, tak adakah yang mau Abang bilang selain giat belajar?”“Abang“Jangan pacaran dulu gitu, jangan nikah sebelum tamat, entah apa saja,”“Aku mau bilang tinggalkan TV dan video serta kasetnya itu, hehehe,”Ah, Bang Pain tidak peka, padahal aku ingin dia mengikat janji, karena ak
Part 6Bapak, orang yang kukagumi, cinta pertamaku justru tidak setuju aku dengan Bang Pain, anehnya, bukan karena Bang Pain jahat, justru karena terlalu baik. Terlalu peduli pada orang. Menurut bapak, kemampuan manusia itu terbatas, jika terlalu peduli pada alam dan seisinya, bisa lalai pada keluarga sendiri. Itulah yang terjadi pada bapak. Dia bisa membuat orang senang, tapi tidak bisa membuat istrinya bahagia. Sudah dua kali menikah, selalu sama saja.Aku akan coba lupakan Bang Pain, mungkin bapak ada benarnya, aku tak bisa menikah dengan orang yang terlalu peduli pada orang lain. Aku tak ingin bernasib sama seperti Ibu.Akan tetapi makin lama, rasa ini makin cinta, setiap bapak pulang, yang pertama kutanyakan adalah kabar Bang Pain. Bapak bilang Bang Pain makin baik saja, kini dia sudah menjelma jadi petani dan peternak sukses. Itu saja sudah membuatku bahagia, mencintai Bang Pain mungkin tidak harus memi
Part 6Bang Pain dan istrinya sudah pergi, tak ada lagi di rumah, padahal hanya kutinggalkan sebentar untuk belanja. Coba kuhubungi tak diangkat juga. Akhirnya setelah beberapa kali kuhubungi istri Bang Pain menerima teleponku. Dia menjelaskan tentang usiran suamiku. Aku marah.“Mas, kenapa usir tamu?” tanyaku pada suami.“Aku berhak usir tamu yang telah merampas hati istriku,”“Aku selalu di sini bersamamu, Mas, apanya yang dirampas?”“Kenapa rambutnya mirip anak kita?”“Karena aku suka Sanjay Dut, bukan karena Bang Pain,”Bapak mendengar pertengkaran kami, dia mendekat dengan kursi rodanya.“Parlin itu anak angkatku, sudah seperti anak sendiri, lucu jika kamu cemburu pada ipar sendiri,” kata bapak.&n
Istriku (Bukan) Lady DiPoV Parlin(Bang Pain, aku sudah cerai)Sebait kalimat itu dikirim Rara lewat aplikasi WA, seketika hatiku terasa teriris, pedih, orang yang kucinta dalam diam harus menanggung prahara rumah tangga, sungguh jika dia bahagia, aku ikut bahagia, jika dia menderita demi Tuhan aku tak bisa terima.(Kok bisa?)Hanya dua kata itu yang mampu kuketik, padahal aku ingin mengetik banyak. Ingin kuhibur dia, ingin kukatakan kalau itu ujian pernikahan.(Suamiku selalu cemburu padamu, Bang Pain, padahal kita kan saudara) Balasan dari Rara cukup membuat jantungku berdetak lebih cepat, Ya, Allah, kenapa setelah berpuluh-puluh tahun rasa ini tak juga sirna. Rasa ini juga membuat Rara sengsara, dia diceraikan suaminya karena aku. (Sabar, Ra, mungkin ini jalan terbaik, semoga cepat dapat ganti)(Ish, jahat kamu Bang Pain, didoakan pula cepat nikah lagi, aku gak akan nikah lagi kecuali bertemu dengan orang yang mirip Bang Pain)Serrr, jantungku makin berdegup kencang. Ah, rasa in
Istriku (Bukan) Lady DiPoV ParlinPart 2"Kok dimatikan, Dek?" protesku pada istri."Iyalah, Bang, apa pula urusan hati Rara kita urus," kata Nia-istriku."Jangan gitu, Dek, orang yang jahat pada kita saja kita bantu, orang yang fitnah kita saja kita bantu, ingat gak saudaramu fitnah kita, Abang bantu kan, masa saudara Abang gak boleh dibantu," kataku kemudian.Ini selalu berhasil, Istriku ini sudah lulus berbagai ujian, akan tetapi kalau bicara tentang Rara dia selalu cemburu."Hubungi balik, Dek, gak baik gitu, saudara lo, Dek?" kataku lagi.Istriku akhirnya menghubungi kembali Rara, harus Nia yang hubungi, ini karena sudah janji jika harus hubungi aku harus lewat istri.Nia-istriku yang cantik dan cerewet itu kembali menghubungi Rara. "Tadi kok dimatikan?" tanya Rara dari seberang sana, kali ini Nia menghubungi lewat video call. "Iyalah, Ra, kamu itu bicara hati, sakit hatimu pula kau bilang orang, kami juga sering sakit hati, gak pernah sampai bilang ke orang, apalagi sampai ne
Istriku (Bukan) Lady DiPart 3PoV ParlinButet tak menceritakan tentang kami yang bertemu Rara, aku senang sekaligus sedih, senang karena terhindar dari amukan cemburu Nia, sedih karena harus berbohong pada istri. Padahal istriku sudah baik sekali, tak pernah berbohong padaku.Cinta memang unik, termasuk cintaku, cintaku pada istri penuh, tapi cintaku pada Rara juga penuh, ah, alangkah rumitnya hati ini. Hari itu ada tamu datang, seorang pria berwajah seperti orang Arab, tinggi besar dan brewokan. "Apa benar ini rumah kepala desa?" tanyanya setelah turun dari mobil mewahnya. Saat itu aku lagi duduk di depan rumah, Nia-istriku sedang masak di belakang."Ya, benar, bapak siapa ya?" tanyaku kemudian."Saya Hermansyah, kemarin kami sudah janji bertemu Bu Niyet,"Niyet? ini pasti teman lama istri, Niyet itu nama panggilannya waktu gadis, hanya orang-orang tertentu yang tahu itu, tapi ini seperti orang Arab. Istriku lalu kupanggil, begitu dia muncul. ..."Eh, makin mirip monyet saja k
Istriku Bukan Lady DiPart 4PoV ParlinHermansyah ini benar-benar sudah membuat aku cemburu, kehadirannya di desa memberikan warna tersendiri, bukan karena dia tinggi besar, tapi dia sangat royal. Yang membuat aku cemburu adalah sikap Nia yang seperti ceria dengan kehadiran Hermansyah."Bang, hari Sabtu ini aku mau ulang tahun," kata istri di suatu malam."Tumben, Dek?""Tumben apanya, Bang?"Tumben ingat ulang tahun, kita kan bukan keluarga yang rayakan ulang tahun, ulang tahun anak saja gak pernah dirayakan,""Abang yang gak mau rayakan, Bang, aku selalu beri hadiah untuk Ucok dan Butet jika mereka ulang tahun," kata istri."Oh, terus,""Kami mau rayakan sambil reuni,""Reuni apaan?""Reuni lah, Bang, undang semua teman sekolah dulu,""Haha, mau undang Rapet, Rinet, Et siapa lagi?""Iya, Bang," "Kamu serius?"Serius, Bang,""Ya, Allah, kamu tahu gak asal usul pesta ulang tahun, bakar lilin itu, kamu tahu, Dek?"Memang apa?""Asal-usul tiup lilin itu budaya romawi kuno, itu yang ma
Istriku Bukan Ladi DiPart 5Gagal sudah kejutan yang sudah kupersiapkan seharian. Biayanya juga tidak tanggung, cincin emas berlian seharga dua belas juta, ditambah mie ayam satu bungkus plus waktuku seharian ini. Yang membuat aku makin jengkel istriku belum sadar juga ada kejutan yang gagal, dia malah langsung tidur, mungkin kecapekan karena reuni seharian.Hari itu kami panen sawit, akan tetapi orang yang biasa kami pakai untuk jasa dodos sawit tidak bisa datang. Sementara karyawan kebun kebanyakan perempuan. Heran juga, biasanya mereka paling cepat datang, belum jadwal penen pun mereka sudah bertanya duluan."Dek, pada ke mana semua orang, kita mau panen ini," tanyaku pada istri lewat telepon. Seperti biasa dia di kantor desa. "Oh, mereka semua kerja di tempat si Hermansyah, Bang," jawab istri dari seberang."Lo, kan kita mau panen,""Iya, Bang, itu kan pekerja lepas Bang, gak bisa kita atur,""Jadi, bagaimana kita mau panen?""Entahlah, Bang,"Untuk pertama kali aku seakan ada s
PoV NiaAku tak bisa menahan tawa saat tak sengaja mendengar Butet ditembak Sandy, aku justru jadi teringat saat-saat seusia Butet. Bedanya dulu, aku klepek-klepek, sementara Butet tetap pada pendiriannya tidak pacaran. Aku harus bersyukur punya anak gadis seperti ini.Umar lagi, dia menggunakan orang tua angkatnya yang Kapolres itu untuk menunang Butet. Bang Parlindungan bisa menolaknya dengan tegas. Ada apa ini, dalam dua hari, Butet dua kali ditembak langsung."Mak, gara-gara mamak calon wakil bupati, hidupku juga berubah," kata Butet di suatu siang. Saat itu kami lagi makan siang bersama di kantor desa."Kok gitu, Tet?""Gitulah, Mak, tiba-tiba banyak penjilat, bahkan guruku tiba-tiba baik, aku seperti diistimewakan, bahkan ada guru yang bilang, belum pernah ada anak pejabat yang sekolah di situ, dia berharap mamak menang supaya ada anak pejabat sekolah di situ," kata Butet."Ini baik atau buruk, Tet,?" "Entahlah, Mak, baiknya , gak ada yang berani bully aku, Mak, buruknya, banya
PoV ButetKulirik Bang Sandy, dia menunduk sambil mempermainkan kancing bajunya. Dia sepertinya tak berani mengangkat wajah, atau dia sudah patah hati lagi. Harus kuakui perjuangannya, akan tetapi sudah komitmen pada diri sendiri, tidak akan pacaran."Terbuat dari apa hatimu, Butet? aku sungguh-sungguh mengatakan cinta, Kamu malah bilang itu kabar buruk, Ya, Allah, kuatkan hambamu ini," kata Bang Sandy. "Maaf, Bang, kenapa tiba-tiba ngomong cinta? kan sudah kubilang aku tidak pacaran,""Makin lama kupendam, hatiku justru makin tersiksa, Butet, terus makin lama sepertinya akan lebih sulit untuk mengatakan cinta.""Hmmm,""Panah cintaku sudah kutembakkan dari busurnya, langsung mengarah ke jantung hatimu, akan tetapi kamu mematahkannya, tidak apa-apa Butet, setidaknya aku lega, akhirnya panah cinta bisa kutembakkan, sudah lelah memegangnya selama ini," kata Sandy."Abang ngomong apa, sih?" tanyaku."Butet, tolonglah jangan permainkan hatiku, jika kamu menolak, walaupun kecewa, kuterima
PoV ButetSemenjak mamak resmi' jadi bakal calon wakil bupati. Aku justru jadi terkenal, bahkan guru sekolah pun tiba-tiba baik sekali. Seperti saat itu, aku terlambat masuk kelas karena lagi makan bakso. Ini salah tukang baksos itu, pesananku lama datang. Pas datang lonceng tanda masuk kelas sudah berbunyi. Sayanglah baksoku, akhirnya kumakan juga, biarlah terlambat sekali ini.Guru yang satu ini terkenal galak, mengajar bidang studi Bahasa Inggris, akan tetapi saat aku masuk kelas, beliau tidak marah. Justru tersenyum melihatku."Silahkan duduk, Tet," kata ibu tersebut. Tentu saja aku heran.Saat pulang dari sekolah, ibu guru itu malah menawarkan tumpangan untuk pulang. Karena memang ayah gak bisa datang menjemput, aku mau saja, langsung naik motor matic ibu tersebut."Jika makmu jadi wakil bupati, jangan lupa sama ibu ya," kata ibu tersebut saat aku turun di kantor desa."Iya, Bu," jawabku. Ternyata ada mau ibu ini, aku jadi membayangkan kelak jika mamak jadi pejabat akan ban
PoV UcokMamak akhirnya datang melihatku, aku sangat senang sekali, rindu ini akhirnya bisa terobati. Bang Torkis juga ikut, dia jadi pembelaku saat mamak lagi-lagi menyalahkanku. Pesan Ayah jika untuk gaya hidup, anggap saja ayahmu paling miskin' benar-benar kuterapkan, mulai motor sampai bangun rumah bertingkat pun aku tidak meminta sama orang tua. Harus kubuktikan pada dunia, aku bisa mandiri.Malam itu ada musyawarah di masjid, agendanya adalah pembentukan BKM masjid tersebut yang sudah lama vakum. Aku yang jadi panitia pelaksana. Dua hari ini aku sudah mendatangi setiap rumah di lingkungan ini, memberikan undangan untuk musyawarah. Di lingkungan ini ternyata kesadaran orang memakmurkan mesjid sangat rendah. Dari seratusan orang yang diundang, yang datang hanya kira-kira tiga puluhan orang. Padahal undangan itu ditandatangani ketua RW daerah ini.Dalam musyawarah itu tidak ada yang bersedia jadi pengurus masjid, sementara pengurus yang lama sudah pindah. Aku juga akhirnya yan
PoV NiaTernyata tim sukses sudah mempersiapkan semua, begitu aku iyakan, baliho sudah berdiri di pintu gerbang desa kami, juga di simpang. Bupati ini benar-benar serius. "Go, go, Nia, Membangun dari Desa," begitu tulisan di baliho raksasa, fotoku dan foto bupati terpangpang besar. Go, go itu sendiri artinya dalam bahasa Mandailing adalah kuat. Aku hanya duduk manis di rumah, semua dikerjakan tim sukses, dan seluruh dana ditanggung bupati. Katanya dia menghabiskan kebun sawit dua ratus hektar untuk daftar bupati ini.Hari itu Sandy datang berkunjung ke rumah, aku tentu heran, Butet sedang tidak ada di rumah, katanya dia ada ekstra kulikuler di sekolah."Butet belum pulang," kataku sambil mempersilahkan masuk."Aku datang mau bertemu Tante dan Om," jawab Sandy."Ada apa?" tanya Bang Parlin."Jangan terkejut ya, Om, Tante, kata Sandy serata mengeluarkan laptopnya,""Ada apa sih, Sandy, buat deg-degan aja," kataku."Ini, Tante, sebenarnya ini sudah dua Minggu lalu kejadiannya, tapi Uc
"Maju lo, kalau berani!" kataku lagi. Entah kenapa aku merasa tertantang jika bertemu orang seperti ini. Darah mudaku terasa bergolak. Satu temannya mengambil sesuatu dari mobil, satu lagi maju. Kami beradu pukulan beberapa kali, dua pukulanku membuat pria itu terpojok di dinding ruko orang. Ada yang aneh di sini, kalau di kampung ada keributan, orang-orang akan keluar rumah. Di sini, orang-orang justru menutup pintu, ruko yang di samping tadi masih terbuka pintunya kini sudah tutup.Akhirnya ada juga pengendara motor yang berhenti, akan tetapi mereka bukan membantu atau melerai, akan tetapi justru merekam. Aku makin emosi, darah mudaku makin mendidih, beberapa kali pukulanku mendarat di perut pria tersebut, akan tetapi tiba-tiba sebuah pukulan benda tumpul mendarat di kepalaku, aku memegang kepala, terasa dingin, ternyata darah sudah mengucur. Dua orang itu lalu pergi meninggalkanku, sebelum mereka pergi, bahuku masih sempat kena pukulan. Aku ambil HP, menghubungi Bang Bangbang,
PoV UcokBang Bambang benar, ternyata uang kami kurang untuk bangun kamar mandi tersebut, belum selesai dananya sudah habis. Jika kamar mandi tetap yang satu itu, kamar yang baru selesai akan sulit untuk dikontrakkan. Karena kamar mandi yang lain tempat. "Begini saja, Ucok, upah saya gak usah dikasih dulu, semua uangnya belikan bahan, upahku belakanganya saja," usul dari Bang Bambang. Selama ini aku memang menggajinya harian. Kata orang gaji di kota ini dua ratus ribu perhari, segitu lah dia kugaji."Gak bisa begitu, Bang, ada hadis yang artinya, Bayarlah upah pekerja itu sebelum keringatnya kering," kataku."Wah, salut sama Kamu, Cok, masih muda tau agama dan menerapkannya pada kehidupan sehari-hari."Berapa lagi kira-kira butuhnya, Bang?" tanyaku pada Bang Bambang."Kira-kira lima belas jutaan lagi, Cok, baru leluasa," kata Bang Bambang.Padahal, sekali telepon ke orang tua, pasti diberikan, akan tetapi aku ingin mandiri, berdiri di atas kami sendiri, tanpa menyusahkan orang tua
Hari Minggu adalah hari merdeka bagiku, sehabis salat subuh aku bisa tiduran lagi, karena Butet tidak sekolah, dia yang urus Cantik pagi hari. Bangun jam delapan pagi sudah ada sarapan yang dimasak Bang Parlin.Selesai sarapan, ada telepon dari Pak Bupati."Assalamualaikum, Bu Kades," salam bupati dari seberang sana," "Waalaikum salam,""Saya tahu, besok waktu terakhir batasan waktu ibu berpikir itu, tapi kok saya tidak sabaran ya," kata bupati itu lagi."Besok saja saya kasih kepastian, Pak,""Hari ini saja, saya undang ibu dan keluarga makan siang di Lopo Saba," kata bupati itu lagi. Lopo Saba adalah salah satu restoran yang baru buka di daerah kami, warung lesehan yang berada di pinggir sawah, menunya masakan khas Mandailing. "Baik, Pak, kami datang," jawabku."Saya berharap, jika nanti sudah ada jawaban kepastian, karena kita harus gerak cepat, kita butuh puluhan ribu tanda tangan untuk persyaratan mendaftar ke KPU," kata bapak itu lagi."Baik, Pak,""Bang, Butet!" aku berteriak
Aku benar-benar khawatir sekali dengan anakku itu, dugaanku kemarin dia menelepon mau mengadu, akan tetapi tak mau menyusahkan orang tua. Aku ambil HP, coba hubungi Ucok, akan tetapi tak tersambung, HP -nya bahkan tidak aktif. Aku jadi makin khawatir, tak bisa kubayangkan anakku di tahanan polisi.Butet datang, begitu datang dia langsung ikut menonton video tersebut."Butet, Mamak mau ke Jakarta, kalian di sini duku ya?" kataku pada Butet."Cantik?""Mamak bawa,""Mamak baru sehat,""Abangmu dapat masalah, Tet,"Sementara Butet terus memperhatikan video itu."Mak, bukankah ini Annisa?" kata Butet."Nggaklah, Annisa berjilbab panjang, rambutnya gak mungkin pirang," mataku kemudian."Ini Annisa, Mak," kata Butet serata memperbesar foto screenshot."Iyakah?" "Aku yakin ini Annisa, Ayah telepon dulu Pak Ali Akhir," kata Butet.Tepat dugaanku, wanita cantik adalah kelemahan anakku ini, dia pasti sudah dirayu Annisa dan mengajaknya ke tempat hiburan malam."Assalamualaikum, Pak," terdenga