Rara, Mencintai Tak Harus Memiliki.
Sehari sebelum hari keberangkatan, aku diajak Bang Pain bawa sapi jalan-jalan, sapi yang baru kubeli kami bawa ke padang rumput yang terletak di ujung desa. Ada danau kecil yang airnya hampir mengering. Di dekat itulah kami ikat sapi untuk cari makan sendiri.
“Bang, besok kami akan pindah,” kataku sambil memperhatikan sapi limosin kecil tersebut.
“Iya, Rara, yang giat belajar, kejar cita-citamu. “
“Bang Pain, tak adakah yang mau Abang bilang selain giat belajar?”
“Abang
“Jangan pacaran dulu gitu, jangan nikah sebelum tamat, entah apa saja,”
“Aku mau bilang tinggalkan TV dan video serta kasetnya itu, hehehe,”
Ah, Bang Pain tidak peka, padahal aku ingin dia mengikat janji, karena ak
Part 6Bapak, orang yang kukagumi, cinta pertamaku justru tidak setuju aku dengan Bang Pain, anehnya, bukan karena Bang Pain jahat, justru karena terlalu baik. Terlalu peduli pada orang. Menurut bapak, kemampuan manusia itu terbatas, jika terlalu peduli pada alam dan seisinya, bisa lalai pada keluarga sendiri. Itulah yang terjadi pada bapak. Dia bisa membuat orang senang, tapi tidak bisa membuat istrinya bahagia. Sudah dua kali menikah, selalu sama saja.Aku akan coba lupakan Bang Pain, mungkin bapak ada benarnya, aku tak bisa menikah dengan orang yang terlalu peduli pada orang lain. Aku tak ingin bernasib sama seperti Ibu.Akan tetapi makin lama, rasa ini makin cinta, setiap bapak pulang, yang pertama kutanyakan adalah kabar Bang Pain. Bapak bilang Bang Pain makin baik saja, kini dia sudah menjelma jadi petani dan peternak sukses. Itu saja sudah membuatku bahagia, mencintai Bang Pain mungkin tidak harus memi
Part 6Bang Pain dan istrinya sudah pergi, tak ada lagi di rumah, padahal hanya kutinggalkan sebentar untuk belanja. Coba kuhubungi tak diangkat juga. Akhirnya setelah beberapa kali kuhubungi istri Bang Pain menerima teleponku. Dia menjelaskan tentang usiran suamiku. Aku marah.“Mas, kenapa usir tamu?” tanyaku pada suami.“Aku berhak usir tamu yang telah merampas hati istriku,”“Aku selalu di sini bersamamu, Mas, apanya yang dirampas?”“Kenapa rambutnya mirip anak kita?”“Karena aku suka Sanjay Dut, bukan karena Bang Pain,”Bapak mendengar pertengkaran kami, dia mendekat dengan kursi rodanya.“Parlin itu anak angkatku, sudah seperti anak sendiri, lucu jika kamu cemburu pada ipar sendiri,” kata bapak.&n
Istriku (Bukan) Lady DiPoV Parlin(Bang Pain, aku sudah cerai)Sebait kalimat itu dikirim Rara lewat aplikasi WA, seketika hatiku terasa teriris, pedih, orang yang kucinta dalam diam harus menanggung prahara rumah tangga, sungguh jika dia bahagia, aku ikut bahagia, jika dia menderita demi Tuhan aku tak bisa terima.(Kok bisa?)Hanya dua kata itu yang mampu kuketik, padahal aku ingin mengetik banyak. Ingin kuhibur dia, ingin kukatakan kalau itu ujian pernikahan.(Suamiku selalu cemburu padamu, Bang Pain, padahal kita kan saudara) Balasan dari Rara cukup membuat jantungku berdetak lebih cepat, Ya, Allah, kenapa setelah berpuluh-puluh tahun rasa ini tak juga sirna. Rasa ini juga membuat Rara sengsara, dia diceraikan suaminya karena aku. (Sabar, Ra, mungkin ini jalan terbaik, semoga cepat dapat ganti)(Ish, jahat kamu Bang Pain, didoakan pula cepat nikah lagi, aku gak akan nikah lagi kecuali bertemu dengan orang yang mirip Bang Pain)Serrr, jantungku makin berdegup kencang. Ah, rasa in
Istriku (Bukan) Lady DiPoV ParlinPart 2"Kok dimatikan, Dek?" protesku pada istri."Iyalah, Bang, apa pula urusan hati Rara kita urus," kata Nia-istriku."Jangan gitu, Dek, orang yang jahat pada kita saja kita bantu, orang yang fitnah kita saja kita bantu, ingat gak saudaramu fitnah kita, Abang bantu kan, masa saudara Abang gak boleh dibantu," kataku kemudian.Ini selalu berhasil, Istriku ini sudah lulus berbagai ujian, akan tetapi kalau bicara tentang Rara dia selalu cemburu."Hubungi balik, Dek, gak baik gitu, saudara lo, Dek?" kataku lagi.Istriku akhirnya menghubungi kembali Rara, harus Nia yang hubungi, ini karena sudah janji jika harus hubungi aku harus lewat istri.Nia-istriku yang cantik dan cerewet itu kembali menghubungi Rara. "Tadi kok dimatikan?" tanya Rara dari seberang sana, kali ini Nia menghubungi lewat video call. "Iyalah, Ra, kamu itu bicara hati, sakit hatimu pula kau bilang orang, kami juga sering sakit hati, gak pernah sampai bilang ke orang, apalagi sampai ne
Istriku (Bukan) Lady DiPart 3PoV ParlinButet tak menceritakan tentang kami yang bertemu Rara, aku senang sekaligus sedih, senang karena terhindar dari amukan cemburu Nia, sedih karena harus berbohong pada istri. Padahal istriku sudah baik sekali, tak pernah berbohong padaku.Cinta memang unik, termasuk cintaku, cintaku pada istri penuh, tapi cintaku pada Rara juga penuh, ah, alangkah rumitnya hati ini. Hari itu ada tamu datang, seorang pria berwajah seperti orang Arab, tinggi besar dan brewokan. "Apa benar ini rumah kepala desa?" tanyanya setelah turun dari mobil mewahnya. Saat itu aku lagi duduk di depan rumah, Nia-istriku sedang masak di belakang."Ya, benar, bapak siapa ya?" tanyaku kemudian."Saya Hermansyah, kemarin kami sudah janji bertemu Bu Niyet,"Niyet? ini pasti teman lama istri, Niyet itu nama panggilannya waktu gadis, hanya orang-orang tertentu yang tahu itu, tapi ini seperti orang Arab. Istriku lalu kupanggil, begitu dia muncul. ..."Eh, makin mirip monyet saja k
Istriku Bukan Lady DiPart 4PoV ParlinHermansyah ini benar-benar sudah membuat aku cemburu, kehadirannya di desa memberikan warna tersendiri, bukan karena dia tinggi besar, tapi dia sangat royal. Yang membuat aku cemburu adalah sikap Nia yang seperti ceria dengan kehadiran Hermansyah."Bang, hari Sabtu ini aku mau ulang tahun," kata istri di suatu malam."Tumben, Dek?""Tumben apanya, Bang?"Tumben ingat ulang tahun, kita kan bukan keluarga yang rayakan ulang tahun, ulang tahun anak saja gak pernah dirayakan,""Abang yang gak mau rayakan, Bang, aku selalu beri hadiah untuk Ucok dan Butet jika mereka ulang tahun," kata istri."Oh, terus,""Kami mau rayakan sambil reuni,""Reuni apaan?""Reuni lah, Bang, undang semua teman sekolah dulu,""Haha, mau undang Rapet, Rinet, Et siapa lagi?""Iya, Bang," "Kamu serius?"Serius, Bang,""Ya, Allah, kamu tahu gak asal usul pesta ulang tahun, bakar lilin itu, kamu tahu, Dek?"Memang apa?""Asal-usul tiup lilin itu budaya romawi kuno, itu yang ma
Istriku Bukan Ladi DiPart 5Gagal sudah kejutan yang sudah kupersiapkan seharian. Biayanya juga tidak tanggung, cincin emas berlian seharga dua belas juta, ditambah mie ayam satu bungkus plus waktuku seharian ini. Yang membuat aku makin jengkel istriku belum sadar juga ada kejutan yang gagal, dia malah langsung tidur, mungkin kecapekan karena reuni seharian.Hari itu kami panen sawit, akan tetapi orang yang biasa kami pakai untuk jasa dodos sawit tidak bisa datang. Sementara karyawan kebun kebanyakan perempuan. Heran juga, biasanya mereka paling cepat datang, belum jadwal penen pun mereka sudah bertanya duluan."Dek, pada ke mana semua orang, kita mau panen ini," tanyaku pada istri lewat telepon. Seperti biasa dia di kantor desa. "Oh, mereka semua kerja di tempat si Hermansyah, Bang," jawab istri dari seberang."Lo, kan kita mau panen,""Iya, Bang, itu kan pekerja lepas Bang, gak bisa kita atur,""Jadi, bagaimana kita mau panen?""Entahlah, Bang,"Untuk pertama kali aku seakan ada s
Istriku Bukan Lady DiPart 6Nia tak menjawab lagi, dia justru bercanda dengan mengatakan mau pingsan dulu. Padahal tadi katanya sudah ok, kini dia seperti terkejut."Dek, bagaimana, boleh gak?""Jangan bicara dulu, Bang, aku masih pingsan ini karena terkejut," kata Nia."Dek, aku cinta kau, Dek, seratus persen, sumpah demi Allah," kataku lagi."Lalu cinta untuk Rara?""Itu cinta yang lain, Dek," "Jadi kalau seratus persen untukku, apa lagi untuk Rara,""Cintaku luas, Dek, lebih seratus persen, tapi percayalah, tidak ada maksud lain, hanya menolong,""Menolong, itu hatimu, Bang, dadamu dibelah,""Iya, Dek, Rara dan bapaknya sudah membuat aku seperti yang sekarang, kalau bukan karena mereka mungkin aku akan jadi gembel,""Iya, Bang, iya, silakan saja berikan hatimu, tapi kita cerai,"Aku terhenyak, tak percaya apa yang baru kudengar, setelah lima belas tahun, baru kali ini kudengar kata cerai dari mulut istriku ini. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi.Ancaman cerai itu sungguh membuat