Mulai manapaki tangga, naik dan semakin naik, begitulah kehidupan kami. Sapi sudah bisa dijual, sudah ada dua puluh ekor yang bisa diuangkan. Setengahnya itu akan jadi milik kami, setengah lagi untuk pekerja.
Sawit mulai berbuah pasir, satu tahun lagi akan normal, Bang Parlindungan tetap seperti dulu, masih mengajar mengaji. Bangunan dua ruangan sudah selesai di samping rumah. Namanya Rumah Qur'an Parlindungan. Mulailah kami mencari guru lain, tak sanggup lagi Bang Parlin mengajar sendirian. Akan tetapi jika tambah guru, tentu saja akan ada gajinya. Dari mana diambil? Sementara sekolah tersebut gratis.
"Abang mulai kewalahan, Dek, murid sudah empat puluh satu orang, tambah gurulah, Dek," kata suami di suatu malam. Saat itu dia baru saja selesai mengajar anak-anak mengaji.
"Mana ada yang mau tidak digaji, Bang, gak ada lagi orang yang seperti Abang mau mengajar gak digaji," jawabku.
"Iya, Dek, kita gajilah, Dek,"
"Dari mana u
Bulan berikutnya, sudah ada dana masuk untuk gaji empat orang guru ngaji. Bang Parlindungan dan tiga orang anak angkatnya dapat honor dari pemerintah kabupaten. Aku kurang tahu dari pos mana diambil bupati, akan tetapi bapak kadis pendidikan minta dibuatkan rekening khusus sekolah mengaji tersebut."Selamat malam Pak Guru, gaji bulan ini sudah masuk, banyaknya lima juta, dibagi empat orang tenaga pengajar, masing-masing satu juta dua ratus lima puluh," laporku pada suami sambil bercanda. Sampai sekarang Bang Parlindungan memang masih menyerahkan padaku jika urusan bank."Ya, udah, sini uangnya," kata Bang Parlin, saat itu, murid mengaji Bang Parlin lagi sibuk belajar, tiga orang anak angkat Bang Parlin yang mengajari mereka.Ruangan hanya dua, tapi gurunya ada empat, masing-masing guru mengajar murid sepuluh sampai lima belas orang. Satu ruangan disekat jadi dua, jadilah empat lokal dengan empat guru."Mana bisa diambil malam-malam
Suamiku JadulSuasana jadi berubah ricuh, dua pria itu terus saja melontarkan ancaman pada kami. Kata mereka guru ngaji kami telah melakukan pelecehan seksual pada murid perempuan. Tuduhan yang sangat menyakitkan.Salah satu anak angkat Bang Parlin itu sepertinya termakan emosi. Dia menghadang kedua pria tersebut."Tunjukkan buktinya sekarang, Pak, jangan asal tuduh," kata Anak Angkat Bang Parlin."Kita jumpa di kantor polisi, akan saya tunjukkan semua bukti, akan saya bawa saksi korban," kata pria itu."Apa tujuan Bapak? kenapa harus datang ke acara ini dengan tuduhan tanpa bukti," Bang Parlin ikut bicara."Hei, kau Parlin, gak usah sok membela kau, desa ini kacau setelah kau datang," kata pria itu.Aku mulai paham, ini persaingan antara aku dan kepala desa lama. Mungkin mereka kehilangan lahan setelah aku menggantikan kepala desa lama. Aku baru ingat dua hari yang lalu, ada sek
Suamiku JadulSesion 3 part 16"Ada apa, Pak?" tanyaku pada seorang polisi yang berdiri mengawasi dari kejauhan."Ini Bu, kami mau melakukan penangkapan terduga kasus cabul, tapi warga menghalangi," kata polisi tersebut."Menghalangi bagaimana, Pak,""Lihat sendiri itu, kami tak bisa masuk, terduga ada di dalam," kata polisi tersebut."Boleh lihat surat penangkapan?" kataku lagi."Ibu ini siapa?" dia malah balik bertanya."Saya kepala desa, Anda mau menangkap warga saya tanpa kordinasi dengan saya lebih dulu," kataku tegas."Oh, kami memang tak memberitahu kepala desa karena kepala desa juga diduga terlibat." kata polisi tersebut."Terlibat apa?""Terlibat kasus cabul, ini kasus serius, Bu,""Mana komandan kalian, silakan masuk dulu, saya mau bicara," kataku kemudian.Dia lalu bicara dengan HT, terus tiga orang polisi datang. Warga masih ra
Suamiku JadulSesion tiga part 17Lima belas orang warga desa tiba-tiba sakit perut di pagi hari itu, sudah ada yang sadar dan mengembalikan kursi sekolah mengaji kami. Halaman sekolah tiba-tiba ramai, banyak Ibu-ibu datang memohon supaya suami mereka disembuhkan."Tolong, Bu, saya lagi hamil, suami saya sakit perut, tolong, Bu," kata seorang ibu sambil memegang perutnya yang buncit."Tolong anak saya, Bu, cuma dia tulang punggung keluarga, tolong," kata seorang ibu tua."Tolong suami saya, anakku empat ini kecil-kecil," kata Ibu yang lain.Aku jadi panik dan bingung, sementara Bang Parlindungan tidak kelihatan."Baaaang!" panggilku kemudian.Bang Parlindungan muncul dari dalam rumah, sesaat kuperhatikan wajah Bang Parlin, dia justru angkat bahu."Bang, bagaimana ini?" tanyaku."Tapi adek maunya begini," kata Bang Parlin."Tapi kan, ini kok banyak," kata
Suamiku JadulSesion 3 part 18"Bukan karena mencuri, Dek, mereka keracunan miras oplosan," kata Bang Parlin ketika lagi- lagi aku merasa bersalah, akulah yang mendesak Bang Parlin mempergunakan ilmunya."Apa iya, Bang, adek merasa bersalah sekali," kataku sedih."Iya, Dek, buktinya sudah enam orang yang pulang dengan sehat, kita sudah memaafkan, seharusnya memang mereka sudah sehat," kata Bang Parlin lagi. Saat itu kami lagi makan siang bersama.Tok, tok, tok."Assalamu'alaikum," terdengar suara ketukan di pintu diiringi salam dari seseorang."Waalaikumsalam," aku dan Bang Parlin menjawab salam hampir bersamaan.Aku segera berjalan dan membuka pintu, ternyata yang datang seorang anak perempuan masih berpakaian sekolah putih abu-abu. Aku kenal anak ini, dia Putri, anak tertua Pak Kosim."Ada apa ya, Putri?" tanyaku seraya mempersilahkan masuk."Papaku, Bu, tolong pap
Suamiku JadulSessions 3 part 19Aku kembali diwawancarai reporter televisi masih seputar meninggalnya dua orang warga desa karena keracunan miras oplosan. Aku katakan apa adanya tidak kuceritakan istri mantan kepala desa yang mencampur minuman orang pakai racun serangga."Mamak ada di TV, mamak masuk TV," teriak Butet seraya berlari masuk rumah. Ternyata dia baru dari warung sebelah, yang punya warung tunjukkan di TV ada aku lagi diwawancarai."Mamakku jago, masuk TV," kata Butet lagi seraya menghidupkan TV kami."Ah, sudah habis," kata Butet, dia kelihatan kecewa.Aku dan Bang Parlin hanya senyum-senyum melihat tingkah Butet tersebut. Dia terus menonton TV, katanya menunggu mamaknya muncul di TV lalu dia rekam pakai HP-nya."Assalamu'alaikum," ada suara salam di pintu, reflek aku melihat ke pintu, ternyata mantan kepala desa yang datang, dia sepertinya sudah sehat."Bang Parlin," kata
Suamiku JadulSessions 3 part 20Kami kembali jadi milyarder, luar biasanya uang lima milyar itu diantar abangku dan pengacara itu dalam bentuk tunai. Jadilah uang satu tas besar diberikan pada kami. Bang Parlindungan tampak biasa saja, padahal aku sudah keringatan melihat uang tersebut."Hitung dulu, Bang Parlin," kata pengacara tersebut."Sudah, aku percaya pada kalian," kata Bang Parlin seraya menerima uang tersebut."Tasnya bonus saja," kata pengacara itu seraya tertawa.Aku baru tahu, ternyata lima bulan mereka mengerjakan kasus kami, sempat adu kuat beking, adu argumen, bahkan pengacara itu pernah disogok satu milyar asal diam, tapi dia yakin akan menang, sehingga dia kerahkan semua kekuatan. Dalam lima bulan, mereka hanya mengerjakan kasus kami.Abangku juga mendadak kaya, dia bagi juga uangnya untuk saudara kami yang tinggal di desa. Setelah mereka pulang, proses pengalihan lahan Pak Kosim pun dil
Desa Sawit Nauli makin maju, satu-satunya desa di kabupaten ini yang dipimpin seorang perempuan. Warga desa yang mayoritas petani makin damai dan makin sejahtera. Pembangunan di desa pun merata, kini sudah ada WC umum di setiap sudut desa. Dulu masalah WC ini sering jadi penghalang jika orang luar desa datang. Sekolah mengaji Bang Parlin pun makin jaya. Kini sudah ada tiga ruangan. Gurunya tetap anak angkat Bang Parlin. Keseharian Bang Parlindungan tidak berubah, dia tetap seperti dulu, masih mengangon sapi, padahal saat ini, dia adalah orang terkaya di desa. Aku tahu karena pajaknya bumi dan bangunan milik kami paling besar untuk seluruh desa. “Mak, Niyet hamil,” lapor Ucok ketika mereka pulang dari kebun sore itu. Aku masih terkejut jika anakku menyebut nama Niyet, menyesal juga kenapa nama sapi kami harus Niyet. Padahal di desa ini tak ada yang tahu itu nama panggilanku, paling hanya kakak dan suami yang tahu. “Hamil?” tanyaku seraya melirik Bang Parlin. “Iya, Dek, senang kali