Share

Bab 4

Penulis: YL Wanodya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-12 09:41:58

Manik mata coklat perlahan mengerjap, tatapan asing pada sebuah kamar dengan aroma teh yang menguar.

“Di mana aku sekarang?” tanya Ann lirih.

Di sampingnya, Sena terlelap dengan menunduk, selang infus yang melekat pada sebelah tangannya. Ann menatap sekeliling, terlihat ruangan vvip, siapa yang membayar biaya rumah sakitnya? Hanya itu yang ada dibenak Ann.

“Sena,” lirih Ann memanggil suaminya.

Perlahan tubuh jangkung itu mendongak, matanya yang masih setengah terpejam menatap Ann ragu.

“Kamu gimana? Sudah mendingan,” tanya Sena cemas.

“Ya, aku baik-baik saja, Sena. Kenapa aku ada di sini?” Ann membalikkan tanya pada Sena.

Sena menarik garis lengkung dari bibirnya, ulasan manis yang membuat Ann terdiam sejenak.

“Tadi kamu pingsan, Ann,” jawab Sena. “Tapi, kata dokter setelah siuman sudah boleh pulang,” tambah Sena.

Ann hanya mengangguk paham, tapi dalam pikirannya ia masih bertanya-tanya keras. Siapa yang akan membayar tagihan rumah sakit ini? meski tidak lama tetap saja, ruangan vvip pasti menguras uang Sena.

“Kamu mikirin apa, Ann? Kata dokter jangan terlalu stress,” peringatnya.

“Ya.”

***

Setelah malam-malam sekali Sena membawa Ann pulang ke rumah. Adi dengan bersedekap dada menatap kedatangan putrinya.

“Dari mana saa kalian?” tanya Adi.

“Rumah sakit, Pak. Ann sempat pingsan dan Anda menolak mendatangkan dokter!” tegas Sena, kepalan tangan yang ia tahan sedari tadi.

“Sudah, ayah. Aku ingin istirahat, Sena ayo!” ajaknya.

Di dalam kamar, Ann hanya duduk di tepian ranjang. Menatap sekilas pada Sena yang masih berdiri di ambang pintu.

“Sena, nanti aku ganti ya biaya rumah sakitnya,” ucap Ann.

Sena menatap dengan penuh tanya, apa maksud istrinya itu? bukankah sudah kewajiban Sena menafkahinya.

“Tidak perlu, Ann. Itu sudah termasuk tanggung jawabku atas dirimu yang sudah menjadi istriku,” tutur Sena dengan senyuman.

Sedangkan Ann merasa tidak nyaman, “Tidak apa-apa, kirimkan saja nomor rekeningmu ya! Aku tidur dulu,” pamitnya.

Pagi-pagi sekali Sena sudah sibuk dengan motor vixion bututnya, Ratih memintanya untuk berbelanja ke pasar. Padahal sudah jelas jika keberadaannya dan Rafael di rumah itu sama sebagai menantu.

“Kalau cuma orang miskin, mimpinya jangan tinggi-tinggi!” bisik Rafael tepat ditelinga Sena.

Ia menatap tajam pria yang tidak lain adalah mantan Ann dan kini menjadi suami Dewi, adik iparnya. Dengan membawa belanjaan masuk, Sena menabrak paksa pundak kiri Rafael.

“Aku tidak hidup dalam alam mimpi, Rafael. Nyatanya Ann memilih menikah dengan saya, yang kata Anda hanya orang miskin!” tegas Sena keras dengan penuh penekanan.

“Kurang ajar yak au tukang bakso!” pekik Rafael.

Nafasnya naik turun, emosinya meluap tatkala ia terlihat tidak punya harga diri. Seorang Rafael manager perusahaan ternama kalah dengan tukang bakso keliling.

“Arghhh, bagaimana bisa aku kalah dengan pria cupu itu!” hardik Rafael.

“Mas, ada apa?” tanya Dewi yang entah sejak kapan ada di sana.

Rafael enggan memalingkan mukanya pada Dewi, hingga sebelah matanya mendapati sosok Ann yang berjalan tidak jauh. Ditariknya tengkuk Dewi, perlahan ia melumat bibir tipis itu tanpa ragu.

“Mpph… M-mas,” rintih Dewi.

“Minimal tahu tempat kalau mau hubungan pasutri, gak tahu malu emang!” tegur Ann.

Dewi menatap ke sumber suara, “Orang kalau iri memang suka nyinyir, Mas. Ayo kita lanjutkan di kamar saja,” ajak Dewi.

Segera Ann meninggalkan ke duanya, ia sedang mencari keberadaan Sena suaminya. Sejak ia membuka mata, belum terlihat batang hidung pria tampan itu. entah apa yang dilakukannya pagi ini.

“Di mana sih, jangan-jangan nenek lampir itu berulah lagi?” gumam Ann dengan menebak asal.

Langkahnya masih berfokus pada beberapa tempat, namun sosok Sena tidak juga ia temukan.

“Ann, cari siapa?” tanya Sena yang secara tiba-tiba ada di sampingnya.

“Kamu disuruh-suruh lagi?” tanya Ann dengan mengintimidasi.

Sena mengangguk, dengan sebelah tangan yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dengan deretan gigi putih yang kini terekspos rapi.

“Kamu ini kenapa sih, Sena? Harus berapa kali aku bilang, jangan mau disuruh-suruh. Kamu bukan pembantu!” tegas Ann.

Sena hanya diam, “Aku hanya niat membantu, Ann. Selama aku bisa kenapa tidak ‘kan?” dengan lantangnya Sena mengucapkan itu.

Suara Adi membuyarkan perdebatan antara Sena dan Ann, ajakan sarapan bersama sudah terdengar. Kini semua anggota keluarga berkumpul di meja makan.

“Maaf, Ayah mertua. Saya tidak bisa makan bersama orang miskin!” sindir Rafael tanpa tahu malu.

Dengan satu tatapan tajam, manik mata Ann mengintimidasi Rafael. Entah maksud terselubung apa yang disengaja.

“Tidak usah makan, mudahkan! Ajak istrimu makan di luar,” sergah Ann.

Sena yang akan beranjak terpaksa kembali duduk, tangannya yang ditahan kuat oleh Ann membuatnya malu.

“Apa dia termasuk pria yang berlindung dibalik keberanian wanitanya? Pria seperti itu yang kamu cari, Ann?” tanya Rafael dengan kekehan ringan.

Ann mulai tersulut emosi, dengan mengepalkan tangannya dia beranjak dari tempat duduknya.

“Setidaknya dia tidak melakukan hal yang menjijikkan menjelang hari pernikahan!” hardik Ann.

Suasana sarapan yang cukup rancu, membuat Adi memijit pelipisnya yang sakit. Bingung harus berlaku seperti apa.

“Jaga ucapanmu, Ann. Ini meja makan, jangan membuat keributan! Semuanya diam,” suara yang amat memekakkan telinga.

“Menantu tersayangmu ini yang memulai, Ayah. Apa mulut kotornya itu tidak bisa berbicara yang sopan dengan iparnya?” elak Ann.

Telunjuknya yang dengan tegas menodong Rafael tanpa ragu, dengan suara lantang tanpa peduli siapa yang ia hadapi saat ini.

“Ann, jangan melewati batasmu!”

Bab terkait

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 5

    Ann beranjak dari duduknya, manik mata yang menusuk ke Rafael dan Dewi secara bergantian. Jika ke duanya lengah, seolah sabitan pisau sudah menggores kulit ke duanya. “Ann!” seru Adi. “Maaf atas sikap kurang sopan Ann, saya akan menyusulnya,” Sena berdiri dari kursi meja makannya. Suara langkah kaki yang terdengar cepat namun pasti, ia masih menahan diri atas apa yang terjadi beberapa hari ini. “Ann, buka pintunya!” seru Sena. “Aku sedang tidak ingin diganggu, pergilah!” pekik Ann, suaranya sayu terdengar penuh kesenduan. Dengan menghela nafas panjang, Sena masih terdiam di depan pintu. Memunggungi daun pintu yang masih tertutup rapat. “Ann, apa kamu mau ikut pulang denganku?” sebuah pertanyaan yang akhirnya keluar dari mulut Sena. Perlahan daun pintu terbuka dengan sendirinya, manik mata yang penuh dengan peluh menatap Sena lekat. Diam! Ke duanya terjebak pada keheningan, ada kebingungan yang tercetak dari tatapan Ann. “Kamu mau bawa aku pulang ke mana, Sena?” tanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-12
  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 6

    “Ann…, jangan menangis lagi!” seru Sena, reflek ia menarik tubuh Ann dalam dekapannya. Tanpa pemberontakan Ann hanya menerima dekapan Sena hingga terlelap. Tanpa sadar ke duanya telah tiba di sebuah rumah megah. “Tuan muda, mari saya bantu,” ucap Adit. Sena menggeleng, “Kamarku sudah siap?” tanya Sena. “Sudah, Tuan.” Setelahnya, Sena menggendong tubuh Ann yang sangat ringan baginya. Membawanya pada sebuah kamar yang luas dan sangat lengkap fasilitasnya. Setelah membaringkan tubuh Ann, Sena merogoh saku celananya. “Buat perusahaan Adi bangkrut perlahan!” ucap Sena dalam sebuah sambungan telepon. Dengan guratan tipis membentuk bulan sabit di wajahnya, ia merasa harus membalaskan apa yang diperbuat oleh ayah mertuanya. “Kamu akan hancur perlahan, Adi. Terlebih kamu melukai orang yang sangat aku cintai sejak lama,” gumam Sena. Sena mendudukan dirinya di tepi ranjang, tangan besar nan jari panjangnya mengusap kening Ann. Manik mata yang sedari tadi tiada henti me

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-12
  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 7

    "E... Ada apa, Sena?" tanya Ann terbata. Langkahnya tercekat, ia bahkan enggan menikah pada sumber suara. Dadanya bergemuruh dengan degup jantung yang kencang. 'Ada apa dengan semua ini,' batinnya. "Aku akan memaafkanmu, asalkan berikan aku malam pertamamu untukku," bisik Sena dengan suara yang sangat dekat dengan telinganya. Deg! Nafas hangat Sena yang terasa ditengkuk Ann, membuatnya terdiam. Tangan Sena yang mulai melingkari pinggang, membuat Ann semakin menegang. "Sena, stop!" pekiknya keras. "Ma-maaf, aku tidak bisa melakukan hal yang melanggar kontrak," tegas Ann. Dengan keras ia menarik tubuhnya dari tangan Sena, susah payah ia berusaha namun nihil. "Mau ke mana, Ann? aku belum menjawab ucapanmu," bisik Sena lembut. Dengan satu gerakan Sena mengubah tubuh Ann menghadap dirinya, dengan keterkejutan Ann melingkarkan dua tangannya pada leher Sena. "Sena!" teriak Ann. Wajah Sena kian mendekat, hanya beberapa centimeter dari wajah Ann. Dengan jara

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 8

    [Ann, pulanglah ke rumah, Nak. Ayah tidak ingin kamu hidup susah dengan Sena.] Ayah. Ann hanya membaca sekilas pesan dari Adi, di perjalanan pulang yang melelahkan ini. Ia tidak ingin terganggu dengan pesan atau panggilan menyebalkan. Tubuhnya lelah, meeting kali ini menguras energinya sangat banyak. Terlebih pertanyaan-pertanyaan menyebalkan yang terlontar dari beberapa pihak. [Ann, apa kamu sudah selesai? Aku jemput ya.] Antasena. "Huh, apa dia tidak sedang berjualan? Kenapa dia berinisiatif menjemputku?" gumam Ann. [Tidak perlu, Sena. Aku sudah ada di taxi menuju rumah.] Setelah membalas pesan itu, Ann terlelap tanpa sengaja. Akibat tubuhnya yang kelelahan, ia terlelap dengan pulas. Setibanya di rumah, sopir itu tidak membangunkan Ann. Melainkan Sena yang menggendong tubuh istrinya itu masuk. "Terima kasih banyak, Pak," ucap Sena. Dengan senyum yang mengembang di wajahnya, menatap Ann saat terlelap adalah hobi barunya. "Cantik," ucap Sena lirih. Lama Sena menatap wajah

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 9

    "Ann, kamu belum tidur?" tanya Sena. Pembawaannya tenang tatkala manik matanya mendapati istrinya masih terjaga. Tatapan Ann tertuju pada satu titik fokus. "Kamu menyembunyikan apa di belakangku, Sena?" Ann melontarkan tanya, sepasang mata itu menatap lekat tanpa celah. Dengan helaan nafas gusar yang terlihat jelas di wajah Sena. Apa yang harus ia ucapkan pada Ann kali ini? "Aku? menyembunyikan apa, Ann?" Sena membalikkan tanya. "E ... Maaf, aku tidak sengaja mendengar percakapan mu. Proyek besar apa yang harus kamu menangkan?" terang Ann dengan kilat tanya yang menguar. "Oh, ahahaha. Itu, temanku baru saja mengabari ada pesanan catering cukup banyak untuk pernikahan. Tapi, ada saja orang yang iri dan berusaha merebut alih pemesanannya, rugi besar kalau itu gagal," jelas Sena dengan kebohongan yang dibalut rapi. Ann hanya mengangguk paham, meski ia masih menyimpan tanya besar atas apa yang dijelaskan Sena. Seperti ada hal lain yang disembunyikan suaminya itu. "

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 10

    "Ann!" seru Lena sembari berlari. "Hai, kamu juga baru sampai?" tanya Ann. Ke duanya masuk ke area kantor dengan berbincang. "Tadi siapa, Ann? Tumben sekali gak naik taxi," secara tidak sengaja ia melihat sosok pria di dalam mobil. "Iya, dia suamiku. Hari ini dia sedang senggang tidak ada jadwal jualan, jadi dia menyempatkan mengantarku," terang Ann. "Wah, pria yang sangat menyayangi istrinya. Aku berharap kamu bahagia, Ann. Setelah mendengar cerita dibalik gagalnya pernikahanmu dengan Rafa, rasanya aku sangat kesal!" Lena menggerutu dengan ekspresi yang sangat menjiwai. "Sudahlah, Lena. Aku sudah menerima kenyataan ini, " ulasan senyum merekah di bibir Ann. Baginya, mau menikah dengan Rafael atau dengan Sena. Semuanya sudah menjadi takdir baginya, tidak ada yang perlu disesali. "Aku bangga sama kamu, Ann. Kamu lebih tegar sekarang," ucap Lena dengan ulasan senyum di wajahnya. Hanya senyuman yang diberikan Ann, hari itu berlalu dengan banyaknya hiruk pikuk p

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 11

    "Sialan!" umpat Rafael setibanya di kamar. Dewi yang tergopoh-gopoh mendekati suaminya dengan senyuman yang merekah. "Mas, kamu mau minum kopi atau teh?" tanya Dewi lirih. "Berisik, pergi kau dari sini!" pekik Rafael. Ia memijat pelan pelipisnya yang terasa tegang. Emosinya tidak dapat ia tahan, alih-alih pergi dari hadapan Rafael. Dewi mulai menyentuh pelipis Rafael dan memijatnya perlahan. "Kau tau bahasa pergi atau tidak!" cengkraman tangan Rafael pada Dewi membuatnya terdiam. Nafasnya mulai tersengal-sengal, ia bahkan tidak paham mengapa Rafael melakukan itu padanya. Gegas ia meninggalkan kamar dengan perasaan was-was bahkan penuh ketakutan. "Kenapa dia melakukan itu? Padahal aku ini istrinya, tidak seharusnya ia seperti itu padaku," gumam Dewi bertanya-tanya. Langkah kakinya menuju kamar Ratih dengan terburu-buru. "Bu, aku ingin bicara!" serunya keras. Tidak lama dari itu, pintu kamar terbuka lebar. Ia menghamburkan tubuhnya ke ibunya. "Ibu, Mas

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 12

    Setelah kejadian di taman itu, Ann memilih mendiamkan Sena. Kesal bukan main! bagaimana bisa Sena mencium dirinya di taman belakang. Bukan karena takut dihukum, hanya saja ia malu pada karyawan yang ada di rumah itu. "Ann," suara Sena yang lembut terdengar di telinga Ann. "Ann, kamu kenapa sih?" tanya Sena. Tidak memedulikan pertanyaan Sena, Ann memilih untuk tetap fokus pada ponselnya. "Bilang sama aku, Ann. Apa yang terjadi saat kamu pulang kerja tadi?" tanya Sena tiba-tiba. Kali ini, Ann tidak dapat diam saja. Ia enggan bercerita pada Sena, akan tetapi ia juga tidak mampu menyimpan rahasia ini sendirian. Rahasia? Apa ancaman Rafael sudah menjadi rahasia bagi dirinya? "Aku tidak apa-apa, Sena. Hanya kelelahan saja, banyak pekerjaan yang dilimpahkan padaku," tutur Ann. "Kamu bohong 'kan? Tidak ada orang kelelahan terus melamun di taman belakang, sudah pasti ada hal yang mengganjal dalam dirimu," tebak Sena. Sena enggan memaksa Ann tentang apa yang ia pikirkan, kar

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 88

    Ann terdiam sejenak setelah membuka mata, ruangan yang begitu asing baginya. Kosong! Tidak ada seorang pun di sana kecuali dirinya. "Buk, Mbaknya sudah sadar!" seruan anak kecil yang nyaring membuat Ann menoleh. Setelah itu, terdengar langkah kaki yang mendominasi, hingga seorang wanita masuk ke dalam ruangan. "Mbak, gimana keadaan kamu?" tanya wanita itu. "Masih sedikit pusing, terima kasih sudah membantuku, Bu. Maaf kalau merepotkan," tutur Ann lembut. Wanita setengah baya itu tersenyum simpul, entah apa yang ada di benaknya. "Maaf jika pertanyaan ini sedikit sensitif, apa mbak sudah menikah?" tanyanya lagi. Ann tertegun, ada apa? Apakah ada seseorang yang mencarinya? "E ... iya, saya sudah menikah. Ada apa ya, Bu?" tanya Ann dengan gugup. Kembali senyum itu tersimpul, "Selamat ya, Mbak. Kamu sudah mengandung 6 Minggu," ucapnya. Seperti tersambar petir, Ann terdiam dalam lamunannya sendiri. "Mengandung? ja-jadi aku hamil?" tanya Ann terbata. "Iy

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 87

    [Hai, Mbak. Aku Ailyn, maaf baru mengirim pesan padamu. Aku istri Mas Sena, jadi maaf jika tadi kamu melihat kami saling bermesraan. Jujur, aku cukup takut jika ada salah paham antara kita. Kalau Mbak berkenan bertemu, tolong hubungi nomor ini ya!] Sebuah pesan dari nomor yang asing bagi Ann, satu persatu kata yang ia baca terasa menyesakkan. Perlahan tangisnya pecah. [Lena, tolong katakan pada Pak Dewa aku akan cuti cukup lama!] Ann. Ann tidak lagi mampu berpikir jernih, ia merasa dirinya hancur berkeping-keping. Sakit dan kalut menyergap dirinya hingga terengah. "Pak, kita pindah tujuan ke bandara saja," tegas Ann. Meski matanya basah, tanpa bekal banyak yang ia bawa. 'Kemana aku harus pergi?' gumam Ann dalam batinnya. Dering telepon yang semakin sering, membuatnya risih. Akhirnya ia membuang kartunya, membiarkan ponselnya kosong. "Capek!" keluh Ann dengan lirih. Batin dan hatinya seolah dipermainkan, badannya cukup lemas. Baru saja merasa bahagia, sekaran

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 86

    "Pagi ini Aisha harus memberikan jawaban 'kan?" tanya Ann dengan menatap Sena. "Seharusnya, iya. Tapi kita tunggu saja kabar dari Arka, aku antar ke kantor ya!" celetuk Sena. Setelah beres sarapan pagi, Ann dan Sena bergegas menuju kantor. Meski pagi ini sedikit gerimis, tidak menyusutkan semangat ke duanya. "Kalau di kantor lagi gak kondusif bilang ya, Sayang. Sepertinya aku bakalan kasih kantor cabang ke kamu aja," ujar Sena dengan penuh pertimbangan. "Kontrak aku di kantor masih setahun lagi, Sena. Jangan seperti itu deh," elak Ann. [Tuan muda, saya ingin bertemu dengan segera.] Arka. Sena mengulas senyum sejenak, matanya tidak beralih dari jalan kali ini. Satu pesan yang Sena baca, ia menebak-nebak apa jawabannya. "Kamu yakin Aisha menerima tawaranku?" Sena melemparkan tanya pada istrinya. "Yakin gak yakin sih, tapi kata Lena. Aisha termasuk orang yang punya keteguhan tinggi," balas Ann dengan menatap tajam Sena. "Kali ini aku yakin dia menerima tawaranku,

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 85

    "Lena?" tanya Sena dengan tatapan penuh tanya. "Kan kamu janjiin dia cowok, Sayang. Kamu lupa?" tanya Ann dengan kekesalan. "Tidak, aku masih ingat kok. Hm, beberapa temanku memang sedang mencari pacar, nanti aku akan mengenalkan salah satunya pada Lena," terang Sena. Mata yang teduh kini menatap lekat ke arah Ann, perjalanan menuju apartment selalu menyenangkan baginya. "Malam ini biarkan aku memasak untukmu, Sayang. Kamu istirahat saja ya," bisik Sena. "Ta-tapi? Kenapa tidak pesan di luar saja?" Ann melempar tanya. Ia hanya cemas jika Sena memasak asal dan tidak bisa dimakan. Akan sangat mubazir jika itu terjadi. "Tenang saja!" ucap Sena. Tibalah mereka berdua di apartment, Sena yang langsung membawa Ann ke kamar. "Kamu istirahat ya, mandi dulu," titah Sena. "Tapi, Sayang," Ann memeluk erat tubuh Sena. Membuat lelaki itu terdiam sejenak, Ia membalas pelukan Ann dengan hangat. "Kamu mau apa sekarang? Mandi dulu ya, nanti aku yang memasak," terang Se

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 84

    "Siang, Tuan Muda," sapa Arka dan Aisha kompak. Kini mereka duduk di sebuah restoran cukup ternama, Ann yang duduk di samping Sena membuat Aisha canggung. Bukan karena apa, hanya saja suaminya mengajaknya makan siang bersama. "Aisha, aku dengar dari Lena kamu lagi cari rumah?" tanya Ann dengan menatap wajah Aisha sekilas. "Iya, Mbak. Dasar Lena suka bahas hal-hal yang gak perlu!" Aisha menanggapi dengan kekehan ringan. Merasa malu, ia meremas ujung bajunya sampai kusut. "Aku berniat memberikan apartment padamu, Aisha," ucap Sena. Satu kalimat yang berhasil membuat mulut Aisha ternganga, bukan ini yang ia inginkan. Tapi ... kenapa Sena ingin memberikan apartment padanya? "Tuan, saya punya tabungan untuk menyewa rumah kecil saja. Saya ...," Aisha menghentikan ucapannya. "Aisha, semua ini tidak kuberikan cuma-cuma, karena kamu teman baik istriku. Dia yang meminta padaku tentang ini, jangan ditolak ya!" peringat Sena. Manik mata yang kini basah menatap Arka secara berulang, ia m

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 83

    "Aku dengar Aisha lagi cari kontrakan ya," celetuk Lena saat tiba di tempat duduknya. "Aku malah gak dengar apa-apa, Len." Ann kembali fokus pada pekerjaan yang ada di hadapannya. "Aku masih bertanya-tanya, apa bapaknya belum berubah dari dulu?" Lena masih dengan tanya yang ada di kepalanya. Mendengar itu, Ann mendongak pada sahabatnya yang kini bersandar di kubikel. sorot mata penuh tanya dengan tatapan tajam. "Bapaknya belum berubah? Maksudmu apa?" tanya Ann. "Orangnya kasar banget, Ann. Dulu waktu masih SMA, Aisha sering dateng babak belur ke sekolah," terang Lena dengan mengingat beberapa tahun ke belakang. "Gila, kenapa kamu diam aja sih!" seru Ann. Lena menatap Ann dengan penuh tanya, bingung! Padahal awalnya Lena hanya membahas tentang Aisha yang mencari rumah. "Aisha itu kelihatannya mau kabur dari rumah, Ann. Makanya dia berniat beli rumah baru," terang Lena sebagai tambahan. "Iya, aku telpon suamiku dulu." Ann meraih ponselnya yang tergeletak di

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 82

    "Mas, kan kita mau pulang. Kenapa lewat sini?" tanya Aisha saat mengamati arah laju mobil Arka. "Kita makan," singkat. Akhirnya, Aisha memilih diam tanpa bertanya lagi. Ia hanya bersandar dengan posisi nyaman. Menatap jalanan yang ramai di malam hari. "Ai, kenapa diam?" tanya Arka dengan lembut. "Gak apa-apa, Mas. Aku tidak lapar," jawabnya. Meski perutnya terasa kosong dan membuat tubuhnya lemas. Aisha tidak lagi ingin merepotkan Arka, sudah terlalu banyak bantuan yang ia terima. Hingga Aisha bingung harus membalas dengan apa. "Mas, aku jadi bebanmu ya sekarang?" Kalimat itu keluar begitu saja, membuat Arka sempat tergelak. "Maksudmu, Ai?" tanya Arka dengan menatap penuh tanya. "Karena Mas Arka melamarku, aku sekarang jadi merepotkanmu, Mas!" kata Aisha dengan ragu. Ia tidak lagi mampu menopang dirinya sendiri, dan ia malah merepotkan orang lain yang notabene pria yang melamarnya. "Mas, harusnya aku gak memperlakukanmu seperti ini," ucap Aisha lagi.

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 81

    "Aisha, ada apa?" tanya Arka dengan penuh kecemasan. Di sambungan telepon, di ruangan yang gelap. Aisha memberanikan diri menghubungi Arka, malam itu. "Aku gak apa-apa, Mas. Tapi temani aku sebentar ya," kata Aisha dengan gemetar. "Iya, aku temani. Apa kamu mau aku ke sana? Aku temani ya," Arka kian mencemaskan Aisha kali ini. Logikanya tidak lagi bisa diajak kompromi, satu hal yang ia inginkan. "Jangan ya, Mas. Aku gak mau Mas Arka ikutan keseret. Temenin aku aja via telepon," elak Aisha. "Baiklah, Aisha. Katakan saja kalau ada apa-apa," timpal Arka. Kecemasan yang tidak ada habisnya, ia hanya bisa menahan diri. Menemani Aisha dalam kekalutan yang tidak dia pahami. "Arghhh!" pekik Arka dengan keras. Tanpa sadar ia berteriak saat telepon masih tersambung. "Mas, ada apa?" tanya Aisha terburu-buru. "Tidak apa-apa, Aisha. Mas ke sana aja ya, di sini gak bisa tenang," tegas Arka. "Ta-tapi, ... Aku gak bisa jamin loh, Mas," Aisha terbata dengan suara gem

  • Suamiku Bukan Tukang Bakso Biasa   Bab 80

    "Kamu senang?" tanya Arka saat diperjalanan mengantar Aisha. "Ya, Mas Sena dan Mbak Ann sangat baik, Mas," tutur Aisha. "Hehehe, Tuan muda memang selalu baik, Ais. Tanpa dia sepertinya aku gak akan seperti sekarang," Arka menyetir dengan mengulas senyuman. "Aku hanya berharap mereka selalu bahagia bersama," ucap Aisha dengan tulus. Arka tersenyum, "Aku juga berharap kita bahagia, Aisha!" ungkapnya lembut. Ke duanya hanya tersipu dengan ucapan masing-masing. Setibanya di depan gang rumah Aisha, Arka hanya membukakan pintu. "Mas, ikut ya?" tanya Arka. "Mas, jangan dulu ya!" Aisha mengelak. Entah kenapa Aisha masih enggan membawa Arka pada keluarganya. "Ya, oke." Meski sudah melamar Aisha, Arka masih suka bertanya-tanya tentang keadaan keluarganya. Tapi, Aisha selalu menghindari itu. "Aku pulang dulu, Sayang," ucap Arka dengan senyuman. "Ya, hati-hati, Sayang," balas Aisha. *** "Suami kamu royal banget, Ann!" seru Lena tatkala tiba di kantor. "Ya, makanya

DMCA.com Protection Status