Share

Bab 7

"E... Ada apa, Sena?" tanya Ann terbata.

Langkahnya tercekat, ia bahkan enggan menikah pada sumber suara. Dadanya bergemuruh dengan degup jantung yang kencang.

'Ada apa dengan semua ini,' batinnya.

"Aku akan memaafkanmu, asalkan berikan aku malam pertamamu untukku," bisik Sena dengan suara yang sangat dekat dengan telinganya.

Deg!

Nafas hangat Sena yang terasa ditengkuk Ann, membuatnya terdiam. Tangan Sena yang mulai melingkari pinggang, membuat Ann semakin menegang.

"Sena, stop!" pekiknya keras.

"Ma-maaf, aku tidak bisa melakukan hal yang melanggar kontrak," tegas Ann.

Dengan keras ia menarik tubuhnya dari tangan Sena, susah payah ia berusaha namun nihil.

"Mau ke mana, Ann? aku belum menjawab ucapanmu," bisik Sena lembut.

Dengan satu gerakan Sena mengubah tubuh Ann menghadap dirinya, dengan keterkejutan Ann melingkarkan dua tangannya pada leher Sena.

"Sena!" teriak Ann.

Wajah Sena kian mendekat, hanya beberapa centimeter dari wajah Ann. Dengan jarak sedekat ini, Ann bisa merasakan nafas Sena, bahkan Ann bisa menatap lekat wajah suaminya.

Tanpa banyak basa-basi, Sena melumat bibir istrinya dengan lembut. Penolakan Ann yang perlahan luruh, pipi memerah bak jambu merah.

"Kamu hanya menolak berhubungan badan denganku, bukan berarti menolak ciumanku 'kan?" bisik Sena.

Ann masih terdiam dalam posisinya, batinnya merutuki sikap Sena yang seenaknya sendiri. perlahan jarinya mengusap pelan bibirnya, rasa manis yang menguar.

"Sampai kapan diam di situ, Ann?" tanya Sena.

"Aku tidak suka ya!" gerutunya.

Langkahnya sedikit berlari menuju kamar, dengan pipi yang masih bersemu merah. Lucu bagi Sena.

"Selamat tidur, istriku," ucap Sena setelah membaringkan badannya di dekat Ann.

"Ka-kamu tidur di sini juga?" tanya Ann dengan penuh keterkejutan.

"Memangnya aku harus tidur di mana, Ann?" Sena membalikkan tanya.

Manik mata yang kini menatap sekelilingnya, kesal! tidak ada sofa atau pun tempat yang layak di ruangan itu. Fasilitasnya memang sangat lengkap, tapi tidak ada sofa dan kursi panjang yang memungkinkan untuk tempat tidur.

"Baiklah, tapi jangan sesekali menyentuh tubuhku!" peringat Ann.

"Padahal tadi aku sudah menggendongmu, dan kamu sangat berat!" ledek Sena.

****

Pagi-pagi sekali, Ann sudah bersiap dengan pakaian kerjanya. Berdandan rapi di depan meja rias di kamarnya.

"Kamu mau ke mana, Ann?" tanya Sena yang entah dari mana.

"Aku mau kerja, ada meeting di kantor hari ini," jawabnya dengan penuh antusias.

"Kerja? Kamu di rumah saja ya, biar aku yang menafkahimu," dengan ulasan senyum yang sangat manis di wajahnya.

"Sena, aku gak apa-apa kok kerja. Biar aku bisa bantu-bantu ekonomi kita," sela Ann.

Ia merasa kasihan jika Sena mengandalkan gaji berjualan bakso yang tidak seberapa itu. Selain itu, Ann ingin tetap berpenghasilan agar bisa menabung untuk keperluannya sendiri.

"Ann, aku serius. Aku mampu menafkahimu lahir dan batin secara keseluruhan. Gak usah kerja lagi ya," pinta Sena.

Hanya gelengan kepala yang ia dapatkan, "Sena, aku tidak bisa jika hanya berdiam di rumah. Biarkan aku bekerja, aku nyaman dengan aktivitasku," ucapnya.

"Baiklah, tapi jangan sampai kelelahan!"

Setelah perdebatan kecil itu, keduanya menuju ruang makan. Dengan sajian sarapan yang sangat lezat.

"Tuan muda, ini yang Anda minta tadi pagi," ucap Reni.

Segelas susu coklat yang sengaja ia minta untuk Ann, seingatnya wanita itu sangat menghindari susu putih.

"Untukmu, Ann," ucapnya.

Manik mata berbinar, cantik!

"Terima kasih, Sena."

****

Tanpa Ann sadari, ia tinggal di kawasan elite ibu kota. Sepanjang jalan menuju kantor, ia hanya terdiam. Banyak kalimat tanya yang bersarang pada kepalanya.

"Siapa Sena sebenarnya?" gumamnya.

"Nona, kita sudah tiba di lokasi sesuai pin," ucap seorang sopir taxi online.

"Terima kasih banyak, Pak."

Langkah Ann terhenti tatkala semua teman-temannya menyambutnya hangat. Dengan baju yang senada.

"Happy wedding, Ann. Maaf tidak bisa datang di hari bahagiamu," ucap Lena.

"Terima kasih, Lena."

Masih banyak ucapan selamat pada Ann, sekali pun ia terpaksa menikah dengan Sena. Ia harus tetap menjalani hidupnya dan pernikahannya.

"Ann, selamat atas pernikahanmu. Omong-omong kamu tidak jadi menikah dengan Rafael ya?" tanya Dewa managernya.

Seulas senyum yang merekah ia berikan pada Dewa, "Benar, Pak Dewa. Saya menikah dengan seorang laki-laki yang lebih baik dari pada Rafael," tegasnya.

Meski suasana cukup chaos, Ann tetap berusaha profesional. Tidak peduli apa yang terjadi setelahnya.

"Mari kita mulai meetingnya," ucap Dewa.

****

[Tolong kembalilah ke rumah, Sena. Bawa Ann pulang.] Pak Adi.

Satu pesan yang diterima Sena tatkala ia baru duduk di meja kerjanya. Dengan nafas yang gusar dan malas, ia hanya menatap dengan nyalang.

"Pria tidak tahu diri," gumamnya.

"Tuan muda, kami sudah mendapatkan kelemahan perusahaan Adi Sucipto," ucap Arka, sekretaris utama Sena.

"Kerja bagus, setelah ini kita buat dia mengemis pada Ann. Atas segala tingkah yang ia lakukan pada istriku tercinta," ucap Sena dengan senyuman manisnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status