Share

Bab 2

“Calon istri?” Ann ternganga mendengar ucapan pria bernama Antasena itu.

“Saya ijin mengobrol berdua dengan Nona Annindita, Pak Adi,” pinta Sena dengan lembut dan sopan.

Adi hanya mengangguk setuju, entah angina apa yang membuat pria paruh baya itu sangat mempercayai Sena.

“Berbicaralah berdua, kami akan pergi dari ruangan ini,” pamit Adi.

Dengan membawa Dewi dan Ratih, hanya tersisa dua orang di sana. Ann dan Sena, canggung yang membelenggu keduanya. 15 menit berlalu, ke duanya hanya saling diam tanpa sepatah kata.

“Kenapa kamu mau menikah denganku, Sena?” tanya Ann mengintimidasi.

“Saya hanya menerima tawaran Pak Adi, kebetulan saya ada rencana menikah tapi … saya belum memiliki calon,” jawabnya dengan rinci.

Ann menghela nafasanya panjang. Jawaban yang tidak masuk akal baginya, mana ada orang merencanakan pernikahan saat belum memiliki calon?

“Oke, Sena. Aku tidak ingin banyak basa-basi denganmu,kau tau aku terpaksa menikah denganmu kan. Aku ingin kau membuat kesepakatan denganku,” pinta Ann dengan ide cemerlangnya.

“Kesepakata apa yang nona maksud?” tanya Sena, tatapannya penuh tanya yang menyelidik.

“Aku ingin mengajukan kerjasama denganmu, em… sebuah kontrak pernikahan selama 2 tahun. Setelah itu, kau bebas mau menceraikanku,” dengan lantang Ann mengutarakannya.

Berbeda dengan Ann yang sangat bersemangat mengatakan kalimat cerai, Sena menatapnya tajam seolah memberikan penolakan keras.

“4 tahun, deal!” tegas Sena.

Alih-alih memberikan persetujuan, Sena malah menambah jangka waktu kontrak yang ditawarkan Ann. Matanya membelalak lebar tidak menyangka akan penawaran Sena.

“Aku masih ingin pergi ke luar negeri untuk-” ucapannya terhenti sejenak saat Sena menyentuh bibir Ann dengan telunjuknya.

“Jika nona menolak, kontrak itu tidak berlaku. Dan kita akan menikah sampai maut memisahkan kita,” bisik Sena lembut.

Mendengar itu, Ann tersenyum kecut. Niat hati memberikan penawaran agar terbebas dari keluarganya yang penuh tuntutan ini.

“Bagaimana, Nona?” tanya Sena dengan penuh selidik.

“Kenapa kau yang mengaturku?” tanya Ann dengan suara meninggi.

“Karena aku calon suamimu, Ann,” lirih suara Sena terdengar.

Deg!

Tidak ada yang salah dengan itu, Sena memang calon suaminya kini. Tapi … kenapa ada perasaan tidak terima dalam dirinya. Sialnya, Ann tidak bisa menolak pernikahannya dengan Sena si penjual bakso keliling ini.

***

Tibalah hari di mana Ann dan Sena menikah, banyak tanda tanya yang menguar. Cibiran tetangga yang mengatakan ada hal yang disembunyikan.

“Kenapa harus menikah dengan Sena? Katanya calonnya manager,”

“Jangan-jangan kumpul kebo sama Sena duluan, makanya gak jadi sama si manager. Dari pada malu, si manager sama si Dewi,”

“Malu-maluin keluarga aja, katanya independen women. Halah!”

Satu persatu cibiran yang mengarah pada Ann dan Sena, tetapi Sena terlihat tenang. Berbeda dengan Ann yang ingin menjambak para tetangga nyinyir itu.

“Biarkan saja, Ann. Jika kamu marah sama saja kamu membenarkan ucapan mereka,” ucap Sena dengan lembut.

Di seberang, terlihat wajah Ratih dan Dewi yang tertawa puas. Pernikahan Dewi dan Rafael akan dilangsungkan minggu depan. Ann ingin sekali menghilang atau acting pingsan saja.

“Sena, jangan pernah menyentuhku!” tegasnya.

Sena hanya mengulas senyum, memangnya apa yang bisa ia lakukan. Setelah acara resepsi selesai, ke duanya ada di kamar yang sama. Dengan dekorasi khas kamar pengantin.

Ann memijat pelipisnya yang terasa pusing, bertemu dan mendengar nyinyiran tetangga membuatnya pusing.

“Bagaimana bisa kau diam saja saat tetangga-tetangga itu membicarakanmu?” tanya Ann.

Sena yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya mendongak, “Memangnya kita harus melakukan apa, Ann? Apakah dengan membuat keributan akan membungkam mulut mereka?” Sena membalikan tanya.

Memang benar kata Sena, dengan keributan tidak akan membungkam mulut nyinyir tetangga. Akan tetapi, ucapannya yang menyakiti hati itu cukup memekakkan telinga.

“Tapi mereka asal bicara tanpa tahu kebenarannya!” pekik Ann keras.

“Perlahan mereka juga tahu kenyataannya, Ann. Kita bukan lagi anak kecil yang harus marah atas ucapan orang lain,” timpalnya.

Akhirnya, Ann terdiam. Ia membuat pembatas di antara ranjang untuknya dan untuk Sena.

“Aku tidak ingin tidur satu ranjang denganmu!” tegas Ann dengan tatapan tajam bak pisau.

“Lalu, kamu mau aku tidur di mana?” Sena melempar tanya dengan menatap lekat Ann.

Tanpa sepatah kata, telunjuk Ann hanya menunjuk sebuah sofa di kamar itu. Dengan helaan nafas panjang, Sena berjalan menuju sofa.

“Selamat tidur, Ann istriku,” ucapnya.

Ann hanya menatap aneh kelakuan Sena. Jika bukan karena terpaksa, ia tidak mau satu kamar dengan tukang bakso itu.

***

Pagi-pagi sekali meja makan sudah ramai, dengan Sena yang sibuk ke sana ke mari. Ann yang baru saja turun menatap aneh kelakuan Ratih dan Dewi yang dengan sengaja menyuruh Sena.

“Sena, bawakan makanan untuk kami sarapan!” teriak Ratih.

“Oh ya, Sena buatkan aku teh manis!” seru Dewi.

Dengan perasaan kesal dan dongkol, Ann menggebrak meja dengan keras.

“Maksud kalian apa? dua tangan dan dua kaki kalian sudah lumpuh ya?!” tanya Ann dengan keras.

“Ann, jaga ucapanmu pada ibumu!” seru Adi yang berjalan menuju ruang makan.

“Aduh, Mas. Aku tidak tahu kenapa Ann mengatakan itu pada kami, padahal kami tidak melakukan apa-apa,” ucap Ratih dengan wajah melas yang dibuat-buatnya.

Helaan nafas panjang dan gusar membuat tangan Ann hampir melayang pada pipi Ratih. Tatapannya tajam pada sosok ibu tirinya yang sangat kurang ajar itu.

“Ayah tahu apa? dia dan jalang ini, menyuruh suamiku bak pembantu!” pekik Ann keras.

Tidak berhenti di situ, Ann juga menarik baju Dewi dengan kuatnya.

“Dan anak kesayangan ayah ini, sudah merebebut calon suamiku dengan cara yang menjijikkan! Apa ayah masih mau membelanya? Gara-gara skandal yang dia buat, aku dan Sena yang mendapatkan cibiran tetangga!” hardik Ann dengan keras.

Kini, Adi hanya diam tanpa banyak bicara. Ingin membela diri namun tidak diberikan kesempatan, membela Dewi atau Ratih pun seolah tidak akan menyelesaikan masalah.

“Lalu, kamu berharap apa dari ayah, Ann?” tanya Adi dengan penuh kelembutan.

“Ayah, aku juga anakmu loh! Ann gak habis pikir sama pola pikir ayah yang kaya gini,” hardik Ann.

Dengan tergopoh ia menarik tangan Sena, membawanya masuk ke dalam kamar dengan terburu-buru.

“Kau sudah lihat, kan! Ini semua karena kamu mau-mau aja di suruh-suruh sama mereka. Aku malu, Sena! Bukan… bukan malu, lebih tepatnya sangat kesal!” pekik Ann.

“Ann, stop! maaf jika aku belum bisa melakukan apa pun untukmu. Tapi, Bu Ratih dan Dewi itu masih keluargamu, terlebih Pak Adi itu ayah kandungmu. Jangan lupa menghormati mereka,” tutur Sena lembut.

“Aku sibuk membelamu di depan mereka, dan sekarang kamu malah membela mereka di hadapanku?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status