. . .
Saat pagi hari Reza sudah bangun, dia pun melihat kearah ranjang dimana Nia terlihat masih tertidur pulas. Dia pun bergegas kekamar mandi kemudian setelahnya dia pergi keluar. Tapi sat tiba di ruang makan, tiba-tiba terdengar suara Tante Desi memanggil. "Reza kebetulan sekali kamu sudah bangun" ucao Tanten Desi kepada Reza "Iya bu, ada apa?" Tanya Reza sambil menghentikan langkahnya yang hendak keluar rumah. "Air galon habis, tolong kamu belikan dan ini uangya" suruh Tanten Desi pada Reza sambil menjatuh uangbkertas itu. Reza pun terlihat kaget dengan perlakuan Tanti Desi, sampai dia tak bisa berucap sepatah kata pun. "Uhp maaf uang nya jatuh Reza, tolong kamu ambil uangnya, kan kamu sudag terbiasa memungut uang dibawah" ucap Tante Desi lagi. "Baik bu" jawab Reza sambil mengambil uang yang sengaj di jatuh kan oleh Tante Desi, lalu Reza pun berangka ke toko untuk membeli galon. Tak lama kemudia Reza kembali masuk ke rumah dengan membawa galon dipundaknya, dan terdengar lagi suara Tanti Desi memerintah nya lagi. “sekalian aja pasangan langsung galonnya ya, Reza." Perintah Tante Desi kepada Reza yang memerintah seperti pada seorang kuli. Reza hanya mengangguk lalu memasangkan galon itu pada dispenser. “Ini upah buat kamu,” ucap tante Desi menjejalkan uang berwarna ungu ke tangan Reza. Apa maksudnya ini? Reza berguman dalam hati lalu berucap “Tidak usah, Bu. Saya, kan—“ "Halah, sudah. Biasanya juga begitu, kan?" potong Tante Desi dengan nada merendahkan. "Lagian saya tau kalau kamu butuh uang tambahan buat nafkahin istri kamu." Sambung Tante Desi. “Rupanya ini yang diinginkan Tante dengab menyuruhku menikah dengan Reza, supaya Tante bisa menyuruhnya dengan sesuka hati" terdengar suara seorang wanita dari arah tangga dengan lantang. Sontak Reza dan Tante Desi pun menengok ke arah tangga dan terlihat Nia yang berjalan menuju mereka. "Oh kamu rupanya sudah bangun Nia, gimana malam pertamanya?" Ucap tante desi yang malah balik bertanya kepada Nia sambil senyum menghina. Nia pun cuma mendengus kesal tanpa menjawab ucapan ibu tirinya sambil berjalan menuju meja makan. "Bu Rini! Mana nasi goreng pesanan saya?" teriak Tante Desi kepada bu Rini setelah ucapanya tak di jawab oleh Nia. Nia pun terlihat heran saat Tante Desi memanggil nama Bu Rini, sebab pembantu di rumah ini namanya Bu Tuti buka Bu Rini. Saat Nia hendak bertanya karena penasaran siapa Bu Rini tiba-tiba terdengar suara Anita yang muncul dari kamarnya dengan rambutnya yang masih basah. "Bu Rini, tolong ambilkan piringnya,” ujar Anita seperti pada pembantu. Bu Rini pun menuruti permintaan Anita. Nia pun terksentak ternyata yang di panggil Bu Rini itu bukan pembantu melainkan mertunya yang tak lain ibunya Reza. Lalu Nia bergegas mendekat dan menahan tangan Bu Rini, matanya menatap nyalang pada perempuan yang telah merebut calon suaminya itu. "Kamu punya kaki dan tangan, kan? Kenapa tidak kau ambil sendiri?” ujar Nia sinis pada Anita. Nia lalu meminta Bu Rini untuk duduk. Nia bahkan menarik sebuah kursi untuknya. "Tidak apa-apa, Neng," ucap BU Rini pada Nia terdengar tulus. "Tidak, Bu. Ibu di sini itu tamu, bukan pembantu," sahut Nia dengan suara ditekan agar Tante Desi dan Anita bisa mendengarnya. “Duduklah,” pinta Nia kepada Bu Rini, Bu Rini pun duduk tapi terlihat serba salah. "Nggak apa-apa, Bu. Duduklah. Aku ambilkan nasi goreng buat Ibu," sambung Nia lalu mengambil sebuah piring dan mengisinya dengan nasi goreng yang di buatan ibu mertuanya itu. "Heh, aku duluan. Aku udah lapar," sentak Anita sambil menyenggol tangan Nia yang hendak menyiduk nasi goreng dari wadahnya. "Aku kelaparan setelah menghabiskan tiga ronde semalaman sama Mas Ardi," ucap anita lagi yang sudah pasti sedang memanas-manasi Nia. Nia pun menepis tangan Anita hingga nasi goreng yang sudah dia siduk berhamburan ke lantai. Anita pun menjerit marah. Tapi Nia tak pedulikan itu. Nia justru meminta agar Reza ikut duduk di sebelah Bu Rini. “Sini." Nia menamprakan tangan untuk meminta uang yang diberikan Tante Desi tadi. Reza pun memberikannya dengan tatapan bingung. "Ini akan menjadi nafkah pertama yang kamu berikan padaku sebagai seorang suami,” ucap Nia tanpa malu sambil mendelik sinis pada ibu tirinya itu. "Uang ini jauh lebih berharga, ketimbang hasil morotin suami orang." Sambung Nia sambil sengaja menyindir Tante Desi. "Apa maksudmu, Nia?" teriak Ibu Tirinya dengan mata melotot. "Maksudku? Tidak ada," jawab Nia lalu menyiduk nasi goreng untuk Reza, Bu Rini juga untuknya sendiri hingga tak ada sisa untuk siapapun lagi. "Heh, kenapa kamu habisin nasi gorengnya?" bentak Anita dengan napas tersengal karena marah. Nia menoleh pada Anita. "Kamu mau?" tanya Nia sambil menyuap lalu mengunyahnya dengan nikmat. “Wah, ternyata masakan ibu mertuaku ini enak sekali. Kalau kamu mau bikin saja sendiri” Sambung Nia dengan suara yang sengaja dikeraskan supaya terdengan oleh Ibu dan adik tirinya. Anita mengangguk dan menjerit sambil mengentakan kakinya seperti anak kecil yang kehilangan mainan. "Nia." Reza menegur Nia. Nia pun menoleh padanya. “Kasian, Mbak Aniat, kan, lagi hamil. biar dia makan bagianku saja," sambung Reza yang terdengar tulus. Nia pun mengumpat dalam hati. “Terbuat dari apa hati manusia satu ini? Sudah jelas Tante Desi dan Anita itu jahat, masih saja dia membelanya.” “Nia.” Reza kembali menegur Nia yang terlihat melamun "Mmh, baiklah," jawab Nia sambil mengambil piring milik Reza. Lalu bertanya kepada Anita “Kamu beneran mau?” Anita mengangguk dengan antusias yang memang sangat menginginkan nasi goreng ini. Mungkin pengaruh kehamilan yang membuatnya seperti itu. "Baiklah," ucap Nia lagi sambil berdiri dan mendekati Anita. Lalu, Nia menumpahkan nasi goreng itu tepat di kepalanya dengan rambut yang masih basah itu. Anita pun menjerit kaget campur kepanasan. "Aarrgghh kamu jahat sekali Niaaaa!" jeritnya seperti orang gila. "Heh, ini hanya sedikit peringatan buat kamu dan juga kamu ," ucap Nia pada Adik dan Ibu tirinya. “Lain kali, kalian harus menghargai orang yang lebih tua. Lagi pula Bu Rini itu tamu di rumah ini, bukan pembantu kalian!” sambung Nia marah. "Lagian, ke mana Bu Tuti ? Kenapa kalian nggak nyuruh dia saja?" tanya Nia kepada Adik dan Ibu tirinya. "BU Tuti lagi sakit, makanya aku minta tolong sama Bu Rini." Tante Desi beralasan. "Ooh, begitu." Nia mendekati ibu tirinya itu. “Lain kali, kalau Bu Tuti lagi sakit, Tante kerjakan saja sendiri. jangan nyuruh-nyuruh orang. Apalagi dia adalah ibu mertuaku." Nia mengancam dengan tatapan nyalang kepada ibu tirinya. "Kau!" desis Tante Desi, lalu menjungkalkan diri hingga terjerembab ke lantai. Nia pun terlihat bingung dengan apa yang sedang diperbuatnya. Namun, beberapa saat kemudian Nia mengerti apa yang sedang dilakukan ibu tirinya.Tante Desi menangis tersedu. "Iya, Nia. Tante minta maaf, karena sudah bersikap tidak baik sama Bu Rini. Tapi, kamu juga jangan bersikap seperti itu sama Tante," katanya sambil terisak."Ada apa ini? kamu kenapa duduk di lantai seperti itu?" Suara Pak Dewangga terdengar lantang. “Oh, jadi wanita ular ini sedang melakukan sandiwara di depan Ayah.” Gumam Nia"Aku memang salah, Mas, karena telah meminta bantuan Bu Rini untuk membuatkan nasi goreng untuk sarapan. Tapi aku tidak menyangka jika Nia akan sampai semarah itu sama aku." Rengek Tante Desi"Memangnya apa yang diperbuat Nia sampai kamu terjungkal begitu?" sela Pak Dewangga."Dia mendorongku, Mas. Ya, mungkin karena Nia terlalu emosi karena aku berbuat semena-mena pada Bu Rini. Tapi, niatku hanya agar Bu Rini bisa membaur sama kita dan menganggap rumah ini rumahnya sendiri. Tapi ternyata niat baikku itu disalah artikan oleh Nia. Dia mengira kalau aku sedang menyuruhnya seperti pada pembantu," Jawab Tante Desi yang membuat Niat emos
Nia membereskan pakaian dan barang-barang yang bisa dia bawa ke kontrakan yang akan dia dan Reza tempati, entah untuk sementara atau selamanya."Nia, saya minta maaf karena harus mengajak kamu keluar dari rumah ini," ucap Reza yang ikut membantu menyusun pakaian dan barang yang ingin dibawa mereka.“Saya sadar jika saya belum bisa memberikan kehidupan yang layak buat kamu. Tapi saya akan berusaha sebaik-baiknya." Sambung Reza.Nia pun tersenyum miris. "Aku mungkin memang lebih baik pergi dari rumah ini secepatnya, agar tidak pernah lagi melihat kebusukan mereka,” jawab Nia pelan.“Oh, iya. Aku justru yang minta maaf sama kamu, karena Tante Desi sudah mmeperlakukan ibumu dengan buruk. Dia memang nggak punya otak." Sambung Nia.Reza pun mengulas senyum."Tidak apa-apa. ibu orangnya tulus. Dia tidak akan mendendam." Jawab Reza.Nia melanjutkan perkataannya "Aku tetap tidak enak. Ini adalah saat pertama dia bertemu dengan keluargaku, tapi Tante Desi malah berbuat seperti itu.""Tidak usa
Malam menjelang, Bu Rini tidur lebih dulu dari pada sepasang pengantin baru itu di ruang tamu yang kecil itu. Dia tadi melaksanakan sholat di sana, lalu tak lama dia telah tidur meringkuk dengan mukenanya.Nia duduk di atas kasur sambil melihat-lihat beranda sosial medianya, sedangkan Reza mondar-mandir seperti yang bingung. Nia pun mengerti, jika Reza pasti sedang tak enak untuk tidur di ruang tamu karena ada ibunya di sana. Lalu, dia juga sepertinya tak mau melanggar perjanjian mereka yang tidak akan tidur satu ranjang.Mau bagaimana lagi, Nia juga merasa bingung. Dia pura-pura tidak mengerti. Biar Reza saja yang cari sendiri jalan keluarnya.“Kamu ngapain mondar-mandir di situ?" Tanya Bu Rini kepada Reza. Saat bu Rini terbangun dari tidurnya."Bu, Ibu tidur di atas kasur saja sama Nia. Biar aku tidur di situ," jawab Reza."Nggak usah. Biar Ibu yang tidur di sini. Kamu cepet tidur sana. Neng Nia pasti nungguin,” balas Bu Rini lagi.Reza pun hanya bisa menganggukan kepala menanggapi
Saat Reza tiba di pos jaganya, dia melihat rekan kerjanya yang sudah siap-siap untuk pulang, Rezapun bergegas menghampiri rekannya.“Maaf Gas saya terlambat, barusan ada kendala dijalan” ucap Reza kepada Bagas temas kerjanya.“iya gak apa-apa, saya langsung pulang aja yah Za” jawab Bagas“Ok.” sahut Reza sambil masuh ke Pos jaga.Tidak lama setelah Reza masuk ke Pos jaga nya, Dia melihat mobil yang tak asing baginya berhenti di depan Pos jaga kemudian Ardi keluar dari mobilnya sambil menengteng kantong plastik, dan berjalan masuk ke pos jaga."Hei, pagi," sapa Ardi dengan nada yang sombong pada Reza."Selamat pagi, Mas," jawab Reza sambil mengangguk sopan."Ini makanan buat elu" Ardi memberikan sebungkus gorengan pada Reza. Lelaki itu pun dengan sopan menerimanya. Lalu, Ardi duduk di atas meja yang ada di dalam pos jaga."Rasanya gue sedang mengenang masa-masa apel sama Nia, dulu. gue antar jemput dia, melalui jalan ini dan gue selalu ngasih elu makanan. Lalu sekarang, malah elu yang
. . .“Dasar wanita m15k1n, kenapa kamu masih berada di rumah ini?” ucap seorang wanita dengan nada angkuh dan sombong kepada Rini“Emangnya kenapa bu, kanaku istrinya Mas Wisnu menatu ibu, dan aku juhga lagi hamil cucu ibu” jawab Rini sambil menangis“Aku tak sudi punya cucu dari menantu yang m15k1n dan kampungan seperti kamu” ucap bu Lasmi wanita yang menjadi mertua Rini itu dengan sinis.“Seandainya dulu kamu tidak datang menggoda Wisnu, pasti sekarang Wisnu sudah menikah dengan wanita yang telaha kupilih, wanita yang pantas mendampingi wisnu dan sederajat sama Wisnu, wanita dari keluarga kaya yang terhormat bukan sama wanita m15k1n kampungan seperti kamu.” Sambung bu Lasmi lagi.“Tapi bu aku tak pernah menggoda Mas Wisnu seperti …..”“Diam Kamu” Bentak bu Lasmi yang memotong ucapan Rini.“Aku tak mau mendengar apapun dari mulut mu. Dan kamu harus ingat bahwa aku tidak akan berhenti membuat hidupmu menderita dan terhina selama kamu masih berada di rumah ini dan masih bersama Wisnu.
Selesai makan, Nia berganti pakaian dan siap mengantarkan makan siang untuk Reza. Dari rumah kontrakan yang baru ke komplek itu lumayan cukup jauh, Dan itu harus dilalui dengan berjalan kaki, karena mobil sudah dikembalikan ke rumah Pak Dewangga. Nia tak membawanya karena tak ada lahan untuk parkir.. . . Disiang hari yang lumayan panas saat Reza sedang duduk di depan Pos satpam sambil mengibas-ngibaskan topinya untuk mengusir rasa gerah, dia melebarkan mataya saat melihat wanita yang telah menjadi istrinya itu datang ke Pos jaga dengan menenteng kantong."Mau ke mana, Nia?" tanyanya sembari menghampiri istrinya itu."Mau ke sini, lah,” jawab Nia sambil tersenyum “Aku bawain makan siang buat kamu.” Sambug Nia sambil mengangkat kantong kotak makan berisi nasi dan sayur sop."Wah, terima kasih. Padahal kamu nggak usah repot-repot nganterin makan. Saya masih ada makanan, tadi ada yang ngasih gorengan," ujar Reza, sambil menggiring sang istri masuk ke dalam pos satpam."Ibu bilang, kamu
“Weleh, weleh. Ada pasangan baru lagi mesra-mesraan,” ujar seseorang dari luar. Nia dan Reza sontak menoleh ke luar. Ternyata ada Anita dengan mobilnya mau lewat. Dia turun untuk menyapa."Wow, keren juga kamu. Lagi nganterin suami makan siang rupanya? Naik apa kamu ke sini?" cibir Anita dengan mata memindai sekeliling dan dia tak menemukan apa-apa selain motor Reza yang emang selalu ada disana.“Aku jalan kaki, emangnya kenapa?" tantang Nia kepada adik tirinya."Oowhh, hahahha." Anita langsung terbahak. "Kasian sekali hidupmu sekarang ya. Jadi miskin dan menderita.""Anita, cukup!" Reza yang sedang duduk tersulut juga emosinya. Dia tak rela jika istrinya dihina seperti itu."Wow, si satpam miskin ini mulai berani membentakku.” Anita menilik Reza dengan tatapan merendahkan."Silakan kamu hina saya, tapi jangan hina istri saya. Apalagi dia itu kakakmu sendiri,” balas Reza“Hih, aku tak sudi punya kakak miskin kaya dia. Dan mulai sekarang, jangan harap Ayah akan bantu kamu lagi. Byyyeee
“Hust, jangan ngomong kaya gitu kamu Za, mungkin Neng Nia belum terbiasa naik motor, kan kamu tau sendiri Neng Nia kalau berpergian pasti naik mobil” timpal Bu Rini kepada anaknya itu.“Iya Bu” ujar Reza singkat.“kamu yang sabara aja Za, dan lebih giat berkerja keras lagi untuk bisa memenuhi dan menyenangkan istrimu” ujar Bu RiniReza pun hanya menganggukan kepala nya dengan wajah sedihnya yang meratapi nasibnya.“oh iya Za, ibu mau menghadiri pengajian di rumah Bu RT dulu, kamu yang sabar aja jangan terus-terusan sedih begitu, gak baik Za.” Ucap Bu Rini sambil berdiri dan langsung berangkat ke rumah Bu RT.“Iya Bu” jawab Reza lagi, kemudia dia pun pergi ke ruanagan belakang.Tak lama setelah Bu Rini pergi, terlihat Nia pulang dengan wajah yang menyungging senyum semringah, meski tubuhnya terlihat lelah. Dia langsung masuk kamar dan mengempaskan diri di pinggiran kasur.Reza yang melihat kepulangan istrinya lantas menyusul ke kamar.“Gimana hasilnya, Nia? Apa kamu diterima?"Nia kemb