Share

bab 3

. . .

Saat pagi hari Reza sudah bangun, dia pun melihat kearah ranjang dimana Nia terlihat masih tertidur pulas. Dia pun bergegas kekamar mandi kemudian setelahnya dia pergi keluar. Tapi sat tiba di ruang makan, tiba-tiba terdengar suara Tante Desi memanggil.

"Reza kebetulan sekali kamu sudah bangun" ucao Tanten Desi kepada Reza

"Iya bu, ada apa?" Tanya Reza sambil menghentikan langkahnya yang hendak keluar rumah.

"Air galon habis, tolong kamu belikan dan ini uangya" suruh Tanten Desi pada Reza sambil menjatuh uangbkertas itu. Reza pun terlihat kaget dengan perlakuan Tanti Desi, sampai dia tak bisa berucap sepatah kata pun.

"Uhp maaf uang nya jatuh Reza, tolong kamu ambil uangnya, kan kamu sudag terbiasa memungut uang dibawah" ucap Tante Desi lagi.

"Baik bu" jawab Reza sambil mengambil uang yang sengaj di jatuh kan oleh Tante Desi, lalu Reza pun berangka ke toko untuk membeli galon.

Tak lama kemudia Reza kembali masuk ke rumah dengan membawa galon dipundaknya, dan terdengar lagi suara Tanti Desi memerintah nya lagi.

“sekalian aja pasangan langsung galonnya ya, Reza." Perintah Tante Desi kepada Reza yang memerintah seperti pada seorang kuli. Reza hanya mengangguk lalu memasangkan galon itu pada dispenser.

“Ini upah buat kamu,” ucap tante Desi menjejalkan uang berwarna ungu ke tangan Reza.

Apa maksudnya ini? Reza berguman dalam hati lalu berucap “Tidak usah, Bu. Saya, kan—“

"Halah, sudah. Biasanya juga begitu, kan?" potong Tante Desi dengan nada merendahkan. "Lagian saya tau kalau kamu butuh uang tambahan buat nafkahin istri kamu." Sambung Tante Desi.

“Rupanya ini yang diinginkan Tante dengab menyuruhku menikah dengan Reza, supaya Tante bisa menyuruhnya dengan sesuka hati" terdengar suara seorang wanita dari arah tangga dengan lantang. Sontak Reza dan Tante Desi pun menengok ke arah tangga dan terlihat Nia yang berjalan menuju mereka.

"Oh kamu rupanya sudah bangun Nia, gimana malam pertamanya?" Ucap tante desi yang malah balik bertanya kepada Nia sambil senyum menghina.

Nia pun cuma mendengus kesal tanpa menjawab ucapan ibu tirinya sambil berjalan menuju meja makan.

"Bu Rini! Mana nasi goreng pesanan saya?" teriak Tante Desi kepada bu Rini setelah ucapanya tak di jawab oleh Nia.

Nia pun terlihat heran saat Tante Desi memanggil nama Bu Rini, sebab pembantu di rumah ini namanya Bu Tuti buka Bu Rini. Saat Nia hendak bertanya karena penasaran siapa Bu Rini tiba-tiba terdengar suara Anita yang muncul dari kamarnya dengan rambutnya yang masih basah.

"Bu Rini, tolong ambilkan piringnya,” ujar Anita seperti pada pembantu. Bu Rini pun menuruti permintaan Anita. Nia pun terksentak ternyata yang di panggil Bu Rini itu bukan pembantu melainkan mertunya yang tak lain ibunya Reza.

Lalu Nia bergegas mendekat dan menahan tangan Bu Rini, matanya menatap nyalang pada perempuan yang telah merebut calon suaminya itu.

"Kamu punya kaki dan tangan, kan? Kenapa tidak kau ambil sendiri?” ujar Nia sinis pada Anita. Nia lalu meminta Bu Rini untuk duduk. Nia bahkan menarik sebuah kursi untuknya.

"Tidak apa-apa, Neng," ucap BU Rini pada Nia terdengar tulus.

"Tidak, Bu. Ibu di sini itu tamu, bukan pembantu," sahut Nia dengan suara ditekan agar Tante Desi dan Anita bisa mendengarnya.

“Duduklah,” pinta Nia kepada Bu Rini, Bu Rini pun duduk tapi terlihat serba salah.

"Nggak apa-apa, Bu. Duduklah. Aku ambilkan nasi goreng buat Ibu," sambung Nia lalu mengambil sebuah piring dan mengisinya dengan nasi goreng yang di buatan ibu mertuanya itu.

"Heh, aku duluan. Aku udah lapar," sentak Anita sambil menyenggol tangan Nia yang hendak menyiduk nasi goreng dari wadahnya.

"Aku kelaparan setelah menghabiskan tiga ronde semalaman sama Mas Ardi," ucap anita lagi yang sudah pasti sedang memanas-manasi Nia.

Nia pun menepis tangan Anita hingga nasi goreng yang sudah dia siduk berhamburan ke lantai. Anita pun menjerit marah. Tapi Nia tak pedulikan itu. Nia justru meminta agar Reza ikut duduk di sebelah Bu Rini.

“Sini." Nia menamprakan tangan untuk meminta uang yang diberikan Tante Desi tadi. Reza pun memberikannya dengan tatapan bingung.

"Ini akan menjadi nafkah pertama yang kamu berikan padaku sebagai seorang suami,” ucap Nia tanpa malu sambil mendelik sinis pada ibu tirinya itu.

"Uang ini jauh lebih berharga, ketimbang hasil morotin suami orang." Sambung Nia sambil sengaja menyindir Tante Desi.

"Apa maksudmu, Nia?" teriak Ibu Tirinya dengan mata melotot.

"Maksudku? Tidak ada," jawab Nia lalu menyiduk nasi goreng untuk Reza, Bu Rini juga untuknya sendiri hingga tak ada sisa untuk siapapun lagi.

"Heh, kenapa kamu habisin nasi gorengnya?" bentak Anita dengan napas tersengal karena marah. Nia menoleh pada Anita.

"Kamu mau?" tanya Nia sambil menyuap lalu mengunyahnya dengan nikmat.

“Wah, ternyata masakan ibu mertuaku ini enak sekali. Kalau kamu mau bikin saja sendiri” Sambung Nia dengan suara yang sengaja dikeraskan supaya terdengan oleh Ibu dan adik tirinya.

Anita mengangguk dan menjerit sambil mengentakan kakinya seperti anak kecil yang kehilangan mainan.

"Nia." Reza menegur Nia. Nia pun menoleh padanya. “Kasian, Mbak Aniat, kan, lagi hamil. biar dia makan bagianku saja," sambung Reza yang terdengar tulus.

Nia pun mengumpat dalam hati. “Terbuat dari apa hati manusia satu ini? Sudah jelas Tante Desi dan Anita itu jahat, masih saja dia membelanya.”

“Nia.” Reza kembali menegur Nia yang terlihat melamun

"Mmh, baiklah," jawab Nia sambil mengambil piring milik Reza. Lalu bertanya kepada Anita “Kamu beneran mau?”

Anita mengangguk dengan antusias yang memang sangat menginginkan nasi goreng ini. Mungkin pengaruh kehamilan yang membuatnya seperti itu.

"Baiklah," ucap Nia lagi sambil berdiri dan mendekati Anita. Lalu, Nia menumpahkan nasi goreng itu tepat di kepalanya dengan rambut yang masih basah itu. Anita pun menjerit kaget campur kepanasan.

"Aarrgghh kamu jahat sekali Niaaaa!" jeritnya seperti orang gila.

"Heh, ini hanya sedikit peringatan buat kamu dan juga kamu ," ucap Nia pada Adik dan Ibu tirinya. “Lain kali, kalian harus menghargai orang yang lebih tua. Lagi pula Bu Rini itu tamu di rumah ini, bukan pembantu kalian!” sambung Nia marah.

"Lagian, ke mana Bu Tuti ? Kenapa kalian nggak nyuruh dia saja?" tanya Nia kepada Adik dan Ibu tirinya.

"BU Tuti lagi sakit, makanya aku minta tolong sama Bu Rini." Tante Desi beralasan.

"Ooh, begitu." Nia mendekati ibu tirinya itu. “Lain kali, kalau Bu Tuti lagi sakit, Tante kerjakan saja sendiri. jangan nyuruh-nyuruh orang. Apalagi dia adalah ibu mertuaku." Nia mengancam dengan tatapan nyalang kepada ibu tirinya.

"Kau!" desis Tante Desi, lalu menjungkalkan diri hingga terjerembab ke lantai. Nia pun terlihat bingung dengan apa yang sedang diperbuatnya. Namun, beberapa saat kemudian Nia mengerti apa yang sedang dilakukan ibu tirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status