Share

Bab 2

Reza pun melepaskan tangannya setelah berada jauh dari pandangan dua orang yang tengah bermesraan di ruang TV itu.

"Maaf, Mbak Nia, saya cuma berpura-pura di depan mereka. Agar Mbak tak lagi diremehkan sama Mbak Anita. Biar dia melihat kalau bukan hanya dia yang bisa diperlakukan baok oleh siaminya, tapi Mbak Nia juga akan mendapatkan perlakuan baik dari saya sebagai suami Mbak," Ucap Reza dengan nada yang begitu sopan. Reza bahkan kembali menyebut Nia dengan sebuatn Mbak. Seperti setiap kali dia bertemu dengan Nia saat Nia mau berangkat kerja. Reza akan tersenyum dengan sopan sambil berkata, “Hati-hati di jalan, Mbak."

Dari kata-kata Reza barusan, sepertinya Reza menganggap pernikahan ini betulan. Nia pun segera meluruskan semua ini agar Reza tidak berharap banyak.

“Dengar, Reza. Kamu jangan salah paham dulu. Saya menerima pernikahan ini, bukan berarti saya memang menginginkannya. Sorry, kalau aku harus sejujur ini." Ucap Nia.

Reza pun terdiam menatap Nia. Dan Nia merasa tidak nyaman ditatap seperti itu.

"Sorry, Reza. Aku ..... aku menerima ini karena Ayah mengancam akan menikahkan aku dengan Ardi. Dan itu artinya kalau aku harus berbagi suami dengan Anita. Itu sungguh sangat menjijikan, dibanding harus menerima orang asing menjadi suamiku. Dan aku lebih memilih itu. Kamu ngerti, kan?” tanya Nia memastikan.

“Saya mengerti, Mbak. Saya mengerti kalau Mbak Nia tidak mungkin suka sama saya.” Jawab Reza sambil tersenyum miris.

"Saya sadar diri siapa saya dibanding dengan Mas Ardi, juga keluarga ini. Saya hanya satpam komplek seperti yang Mbak Anita bilang. " sambung Reza sambil menunduk.

Nia pun meresa tidak enak hati kepada Reza yang menyebutkan status pekerjaannya.

"Bu-bukan begitu, Reza. Semua ini bukan karena status kamu atau pekerjaan kamu. Sama sekali bukan. Aku belum bisa menerima pernikahan ini karena kita tak saling mengenal. Semua ini begitu mendadak. Kamu sendiri, bagaimana bisa menerima pernikahan ini? sedangkan kamu sama sekali nggak mengenal aku,” tanya Nia yang mulai penasaran, kenapa Reza bisa begitu saja menerima tawaran Ayahnya.

Reza mengangkat wajahnya perlahan lalu berkata "Saya dari dulu memang punya niat menikah tanpa pacaran. Jadi, saat ayahnya Mbak Nia mengajukan permintaan itu, saya langsung memutuskan untuk menerimanya."

"Tanpa berpikir panjang?" tanya Nia merasa heran.

“Bagaimana kalau aku ini bukan perempuan baik? Bagaimana kalau pergaulanku tidak baik?" sambung Nia.

"Mungkin ini terdengar klise, tapi .....saya mengikuti kata hati saya. Saya juga sholat istikharah, Mbak. Dan mungkin Mbak Nia adalah jawaban atas doa-doa saya di sepertiga malam, selain juga saya banyak berhutang budi pada Pak Dewangga," jawab Reza sambi; tersenyum tipis.

“Ok, apapun alasan kamu menerima pernikahan ini, aku harap kamu bisa mengerti posisiku. Walaupun kita terikat pernikahan, tapi maaf, aku tidak bisa memberikan yang satu itu. Dan aku harap kamu bisa mengerti jika misalnya suatu hari kita sama-sama menemukan orang baru yang cocok dengan kita masing-masing, salah satu dari kita tidak boleh menolak untuk berpisah," pinta Nia kepda Reza.

Reza pun tersentak kaget dan menelan salivanya dengan berat. Bibirnya gemetar seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi urung dia ucapkan.

"Apa kamu bisa menerima syarat dariku?" tanya Nia

Reza diam sebentar sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Kamu boleh tidur di kamarku, tapi kita tidak akan tidur seranjang.” Sambung Nia.

Reza kembali mendongak, Nia pun melanjutkan ucapannya “Tapi kamu jangan khawatir, ada sofa panjang yang mungkin bisa cukup untuk kamu tidur," Reza kembali menganggguk. Lalu, Nia mengajak Reza untuk masuk ke kamarnya dan menyusun baju yang dia bawa.

“Oiya, satu lagi,” ucap Nia sesaat sebelum mereka memasuki kamar. "Kamu sebaiknya jangan lagi memanggilku dengan sebutan mbak. Aku ini bukan kakakmu, kan.” Sambung Nia.

Nia kemudian berbalik dan memasuki kamar dan meninggalkan Reza yang masih melongo. "Masuklah. Kamu nggak akan diam di sana selamanya, kan?” ujar Nia dari dalam kamar. Nia mersa sangat janggal kalau seseorang suami memanggil istrinya dengan mbak.

"I-iya, Mbak. Eh, Nia," ulang Reza mengoreksi panggilannya pada Nia lalu masuk ke dalam kamar Nia yang sekarang menjadi kamar mereka berdua.

"Kamu boleh menyimpan baju kamu di lemari,” ujar Nia yang baru tersadar dalam lamunannya. Kemudian Nia mengambil dua handuk baru, satu untuk Nia dan satu lagi untuk Reza. lalu membuka salah satu pintu lemari dan menyuruhnya untuk menaruh barang-barangnya di sana. Namun, Reza tampak malu-malu. Mungkin karena ini hari pertama dia sekamar dengan wanita.

"Aku mandi duluan, ya," pamit Nia pada Reza.

Reza pun mengangguk pelan lalu menuju bagian lemari yang tadi ditunjuk oleh Nia untuknya.

Setelah Reza merapikan pakiannya ke dalam lemari dia pun duduk di sofa yang berada di kamar Nia. Setelah lama menunggu Reza pun merasa heran kepada Nia yang tak kunjung keluar dari kamar mandi "Apakah emang selama ini kalau wanita mandi?" Reza bertanya dalam hati.

Reza pun mulai hawatir sebab Nia tak kunjung keluar dari kamar mandi, dia pun mberanilan diri untuk memanggil Nia dan mengetuk kamar mandi "Mbak, Mbak."

“Iya, Reza?” jawab Nia dari dalam,

"Mbak baik-baik saja kan ? Gak kenapa-kenapa" tanya Reza dengan khawatir.

"Iya saya baik-baik saja, emang kenapa Reza?" Jawab Nia sambil balik bertanya kepada Reza.

"Syukurlah kalau Mbak gak kenapa-kenala, soalnya Mbak sudah hampir satu jam gak keluar-keluar dari kamar mandi, takut nya Mbak kenapa-kenapa di dalam." Jawab Reza.

"Oh iya maaf" sahut Nia.

"Maaf mbak, Apa ada kamar mandi lain yang bisa kupakai? Soal nya aku kebelet pipis Mbak" tanya Reza lagi, yang dari tadi dia tahan, karena tak enak menggagu Nia.

"Kamu pakai kamar mandi ini saja. Aku sudah selesai mandinya," jawab Nia sambir bergegas keluar.

Reza pun cepat-cepat masuk, dan Nia pun buru-buru pakai baju sebelum Reza keluar dari kamar mandi. Tapi, sesaat kemudian terdengan oleh Nia suara gemericik air yang jatuh dari shower didalam kamar mandi, Tampaknya Reza lanjut membersihkan diri.

Nia pun sengaja memilih untuk memakai baju tidur setelan piyama dengan celana panjang. Hanya berjaga-jaga saja pikirnya. Yang namanya laki-laki itu, kan, mudah sekali tergoda jika melihat yang seksi. Nia tidak mau hal itu terjadi saat ini. Nia pun berpikir akan menyerahkan tubuhnya pada lelaki yang memang dia cintai suatu hari nanti.

Namun, Nia justru yang dibuat terkesima saat Reza keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya.

Glek.

Nia bahkan tidak berkedip saat melihat dia melangkah menuju lemari untuk mengambil baju.

“Gila! Tubuhnya sungguh sempurna.” tanpa sadar Nia berucap dengan pelan.

"Emmh, Mbak. Eh, Nia, bisa minta tolong berbalik dulu. Aku mau pakai baju dulu, tadi lupa di bawa ke kamar mandi,” ucap Reza sambil gugup.

"Eh, i-iya. Sorry, sorry." Nia pun menjawab dengan tak kalah gugupny, lalu gegas berbalik dan menutupi tubuhnya dengan selimut.

Tak lama kemudian mereka pun tidur terpisah dengan sesuai perjanjian yang telah mereka sepakati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status