. . .“Dasar wanita m15k1n, kenapa kamu masih berada di rumah ini?” ucap seorang wanita dengan nada angkuh dan sombong kepada Rini“Emangnya kenapa bu, kanaku istrinya Mas Wisnu menatu ibu, dan aku juhga lagi hamil cucu ibu” jawab Rini sambil menangis“Aku tak sudi punya cucu dari menantu yang m15k1n dan kampungan seperti kamu” ucap bu Lasmi wanita yang menjadi mertua Rini itu dengan sinis.“Seandainya dulu kamu tidak datang menggoda Wisnu, pasti sekarang Wisnu sudah menikah dengan wanita yang telaha kupilih, wanita yang pantas mendampingi wisnu dan sederajat sama Wisnu, wanita dari keluarga kaya yang terhormat bukan sama wanita m15k1n kampungan seperti kamu.” Sambung bu Lasmi lagi.“Tapi bu aku tak pernah menggoda Mas Wisnu seperti …..”“Diam Kamu” Bentak bu Lasmi yang memotong ucapan Rini.“Aku tak mau mendengar apapun dari mulut mu. Dan kamu harus ingat bahwa aku tidak akan berhenti membuat hidupmu menderita dan terhina selama kamu masih berada di rumah ini dan masih bersama Wisnu.
Selesai makan, Nia berganti pakaian dan siap mengantarkan makan siang untuk Reza. Dari rumah kontrakan yang baru ke komplek itu lumayan cukup jauh, Dan itu harus dilalui dengan berjalan kaki, karena mobil sudah dikembalikan ke rumah Pak Dewangga. Nia tak membawanya karena tak ada lahan untuk parkir.. . . Disiang hari yang lumayan panas saat Reza sedang duduk di depan Pos satpam sambil mengibas-ngibaskan topinya untuk mengusir rasa gerah, dia melebarkan mataya saat melihat wanita yang telah menjadi istrinya itu datang ke Pos jaga dengan menenteng kantong."Mau ke mana, Nia?" tanyanya sembari menghampiri istrinya itu."Mau ke sini, lah,” jawab Nia sambil tersenyum “Aku bawain makan siang buat kamu.” Sambug Nia sambil mengangkat kantong kotak makan berisi nasi dan sayur sop."Wah, terima kasih. Padahal kamu nggak usah repot-repot nganterin makan. Saya masih ada makanan, tadi ada yang ngasih gorengan," ujar Reza, sambil menggiring sang istri masuk ke dalam pos satpam."Ibu bilang, kamu
“Weleh, weleh. Ada pasangan baru lagi mesra-mesraan,” ujar seseorang dari luar. Nia dan Reza sontak menoleh ke luar. Ternyata ada Anita dengan mobilnya mau lewat. Dia turun untuk menyapa."Wow, keren juga kamu. Lagi nganterin suami makan siang rupanya? Naik apa kamu ke sini?" cibir Anita dengan mata memindai sekeliling dan dia tak menemukan apa-apa selain motor Reza yang emang selalu ada disana.“Aku jalan kaki, emangnya kenapa?" tantang Nia kepada adik tirinya."Oowhh, hahahha." Anita langsung terbahak. "Kasian sekali hidupmu sekarang ya. Jadi miskin dan menderita.""Anita, cukup!" Reza yang sedang duduk tersulut juga emosinya. Dia tak rela jika istrinya dihina seperti itu."Wow, si satpam miskin ini mulai berani membentakku.” Anita menilik Reza dengan tatapan merendahkan."Silakan kamu hina saya, tapi jangan hina istri saya. Apalagi dia itu kakakmu sendiri,” balas Reza“Hih, aku tak sudi punya kakak miskin kaya dia. Dan mulai sekarang, jangan harap Ayah akan bantu kamu lagi. Byyyeee
“Hust, jangan ngomong kaya gitu kamu Za, mungkin Neng Nia belum terbiasa naik motor, kan kamu tau sendiri Neng Nia kalau berpergian pasti naik mobil” timpal Bu Rini kepada anaknya itu.“Iya Bu” ujar Reza singkat.“kamu yang sabara aja Za, dan lebih giat berkerja keras lagi untuk bisa memenuhi dan menyenangkan istrimu” ujar Bu RiniReza pun hanya menganggukan kepala nya dengan wajah sedihnya yang meratapi nasibnya.“oh iya Za, ibu mau menghadiri pengajian di rumah Bu RT dulu, kamu yang sabar aja jangan terus-terusan sedih begitu, gak baik Za.” Ucap Bu Rini sambil berdiri dan langsung berangkat ke rumah Bu RT.“Iya Bu” jawab Reza lagi, kemudia dia pun pergi ke ruanagan belakang.Tak lama setelah Bu Rini pergi, terlihat Nia pulang dengan wajah yang menyungging senyum semringah, meski tubuhnya terlihat lelah. Dia langsung masuk kamar dan mengempaskan diri di pinggiran kasur.Reza yang melihat kepulangan istrinya lantas menyusul ke kamar.“Gimana hasilnya, Nia? Apa kamu diterima?"Nia kemb
Hingga hari itu pun tiba. Hari di mana Nia mulai bekerja. Dia memakai setelan yang rapih dengan parfum mahalnya yang menguarkan aroma lembut. Saat keluar dari rumah tak lupa dia berpamitan dan mencium tangan sang ibu mertua. Di luar sana ada Reza yang sudah siap di atas motornya."Ayo aku antar," ajak Reza.Namun, Nia justru diam tak melanjutkan langkahnya."Mmh, Reza maaf... aku berangkat naik taksi saja. Kamu berangkat saja sana. Nanti kamu telat," ujar Nia menolak.Reza menggelengkan kepalanya. “Nggak apa-apa, kok. Tadi aku udah bilang sama temen kalau aku mungkin sedikit telat karena mau nganter kamu dulu."Nia kembali terlihat salah tingkah. “Mmh, Reza Maaf lagi. Aku nggak bisa pergi sama kamu. Aku nggak mau kalau nanti sampai kantor rambutku acak-acakan."Reza pun melengos untuk menutupi rasa kecewanya. Dia memikirkan bagaimana sang istri bisa mengelola uangnya yang paspasan jika setiap hari pulang pergi naik taksi."Uangku nggak banyak, Nia. Kamu tau sendiri, kan? Kalau kamu na
Senyum di wajah Reza pun perlahan memudar. Dia tak menyangka jika istrinya tidak akan senang. "Nia, denger! Aku dapat tawaran gaji dua kali lipat.” Naifnya Reza menyangka jika sang istri akan merasa bahagia. "Apapun itu, aku gak peduli Reza. Aku nggak butuh sama uang kamu, Reza.” jawab Nia yang kadung merasa kecewa dengan keputusan Reza. Dia memang tak membutuhkan gaji Reza. Gajinya jauh lebih besar dari itu. "Nia!" Reza menyebut nama sang istri dengan perasaan sedih. "kamu tau? Aku tidak ingin ada siapapun di kantorku yang tau kalau aku sudah menikah." Nia berkata dengan tegas. "Apa?" Reza tersentak kaget. "Ya. kamu tidak salah dengar, Reza. Aku tidak ingin ada yang tau kalau aku sudah menikah. Apa lagi dengan... aarrghh!" Nia tampak frustrasi. "Satpam seperti aku?" Reza tahu kata kata apa yang belum sempat dilanjutkan oleh Nia. "Reza, maafkan aku. Saat aku melamar pekerjaan itu, mereka membutuhkan seseorang yang masih singel. Kebetulan status di KTP aku belum berubah
Pukul empat sore keriuhan saat pulang kerja pun terjadi. Para staff berlalu meninggalkan gedung tinggi itu ke rumah masing-masing.Nia dan beberapa staff marketing yang lain selesai meeting di pukul empat lebih. Hingga dia keluar dari kantor sudah dalam keadaan sepi. Meja resepsionos pun sudah kosong sejak tadi."Kamu pulang sama siapa, Nia?” tanya Riki dengan tatapan kagum."Naik taksi seperti biasa," jawab Nia.“Aku antar, gimana?” tawar Riki yang berdiri tepat di samping Nia.Obrolan itu tentu saja terdengar oleh Reza yang masih berjaga di depan loby. Jika boleh jujur, hatinya teremas saat mendengar lelaki lain menawarkan tumpangan pada istrinya."Nggaklah. Aku udah biasa naik taksi. Bentar lagi juga datang. Aku udah pesan dari tadi," sahut Nia lagi.Tampak raut kecewa di wajah Riki. Namun, berbeda dengan Reza, dia merasa lega karena sang istri menolak ajakan lelaki itu."Ya udah, aku tunggu sampai taksinya datang. Takutnya mereka cancel order dan kamu nggak bisa pulang." Riki terk
“Ada apa ini ribut-ribut?” tanya Dewangga yang baru keluar dari kamarnya. “Nia?" gumamnya dengan wajah yang heran. Dia mendekat ke ruang makan. “Sama siapa kamu ke sini? Mana Reza?"“Ayah.” Nia menghambur dan meraih tangan Dewangga lalu menciumnya dengan takzim. “Aku tadi ke sini dianter temen. Reza pasti udah pulang ke rumah." Sambungnya lagi."Tumben kamu ke sini?" ucap Dewangga.Sementara itu Tante Desi dan Anita hanya memperhatikan dengan tatapan tak suka.“Iya, Yah. Ada yang mau aku bicarakan dengan Ayah.""Kamu basah begini? Kehujanan tadi?” Dewangga menilik kondisi putrinya yang basah di bagian kepala."Nggak, tadi disembur bisa ular," jawab Nia dengan enteng."Bisa ular?" Dewangga semakin kebingungan."Sudahlah, Yah, itu nggak penting. Aku kesini mau bicara sama Ayah soal mobil yang biasa aku pake. Apa boleh aku memakainya lagi untuk aku berangkat kerja?” tanya Nia yang mulai merasa berat dengan ongkos taksinya. Dia juga tidak mau diantar oleh Riki yang kemungkinan besar akan
"Hiiyaa!" Tiba-tiba Dion mempraktekan jurus yang sudah diajarkan Reza padanya.Dug!"Wow." Reza tertawa dengan tubuh terhuyung. "Sudah hebat sekarang, ya?"Dion pun ikut tertawa. Dia kemudian menyerang Reza lagi dengan jurus yang sudah dipelajarinya. Kali ini Reza bisa dengan mudah menghindar karena sudah waspada. Lalu, dia mulai memasang kuda-kuda dan bersiap menerima serangan."Hiyaaa!" Dion kembali menyerang dengan kekuatan penuh. Reza menerima serangan itu dan menunjukan bagaimana cara untuk melumpuhkan lawannya.Sukses. Dion bisa dilumpuhkan dengan beberapa gerakan tanpa menyakitinya."Om Reza memang keren!" Dion mengacungkan jempolnya. Dia kemudian kembali menyerang Reza dengan jurus-jurus yang lain."Hyaaa!" Dion menyarangkan tendangan dengan kekuatan penuh. Kali ini Reza memiringkan tubuhnya untuk menghindar, hingga tendangan Dion hanya mengenai angin.Namun, bukan hanya itu. Kaki anak itu mengenai kursi besi yang biasa dipakai untuk bersantai di pinggir lapangan.Reza tersent
Nia terkaget mendengar pemaparan dari ayahnya barusan. Sampai dia berdiri dari tempat duduk dan menatap heran kepada sang Ayah."Nggak Ayah. Aku nggak akan bercerai dari Reza sapai kapanpun, kecuali Reza sendiri yang menceraikan aku." Jawab Nia tegas kepada sang Ayah."Tapi Nia....""Nggak!" Potong Nia. " Walaupun Reza hanya seorang satpam, tapi dia baik, setia dan selalu menjaga aku. Dan aku sudah mulai mencintainya." Lanjutnya."Cinta dan baik aja nggak cukup Nia!" Ujar Dewangga lagi sambil dia berdiri."Maaf Ayah. Kedatangan aku kesini hanya untuk berpamitan kepada ayah, bukan untuk meminta pendapat tentang rumah tangga aku. Jadi sekarang aku pamit Ayah. Permisi." Ujar Nia yang merasa kecewa kepada Dewangga. Lalu dia pun pergi dari rumah sang ayah untuk kembali kekontrakannya."Nia!" Terika Dewangga, yang tak dihirauan oleh Nia. Dia pun hendak mengejar putrinya itu. Tapi Desi menahannya."Sudahlah Pa, jangan kamu paksa putrimu untuk bercerai dari suaminya. Dia terlihat sangat menci
Seperti permintaan Anita sebelumnya, dia pulang ke rumah Dewangga. Desi tampak semringah saat tahu jika sang putri memilih pulang ke rumahnya. Dia menyangka jika Anita kembali ke sana, maka Ardi pun akan ikut kembali ke rumah itu.Akan sangat menyenangkan bisa serumah lagi dengan sang menantu idaman, yang selalu membuat dirinya selalu terpuaskan.Namun, Desi merasa heran karena saat malam tiba, lelaki itu tak pulang ke rumah mereka. Ardi lebih memilih untuk pulang ke rumahnya."Kamu kenapa nggak nyuruh dia pulang ke sini, sih?” Desi tampak geram. Anita hanya tersenyum sinis."Kenapa memangnya? Mama kangen bercinta sama dia?" sindir Anita dengan senyum mencibir."Sstt, jaga ucapanmu. Ada Papamu di rumah. Jangan sampai dia mendengarnya." Mata Desi melotot marah."Yang harusnya dijaga tuh, kelakuan Mama. Udah tua masih aja kelakuan kaya ABG. Insyaf, Ma. Inget kalau Mama tuh, udah bau tanah.” Anita mulai berani melawan."Lancang kamu!” Desi meraih dagu sang putri dan menekannya dengan ker
Wajah Reza tampak bingung, antara ingin tertawa dan bingung dengan sikap Nia yang seperti ini. "Apa buktinya?" akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulut lelaki itu."Aku melihat kalian pergi berdua, lalu berpelukan di tempat parkir restoran," ungkap Nia keceplosan.Reza lantas terbahak mendengarnya. “Hanya karena itu kau menuduhku selingkuh?" tanya Reza yang mulai merasa senang karena sepertinya Nia cemburu."Kau cemburu?” Reza semakin mendekat dan memojokan Nia yang kini berdiri membelakangi meja makan."A-apa maksudmu? Aku nggak mungkin cemburu. Jangan pikir yang aneh-aneh, deh.” Nia tampak gugup, karena kini jarak Reza dan dia hanya tinggal sejengkal saja. Tatapan Reza menghujam ke maniknya yang indah."Benarkah?" Reza mengangkat sebelah alisnya."Bagaimana kalau aku bilang jika aku cemburu melihatmu dengan lelaki lain? Apa kamu akan peduli dengan perasaanku?" tanya Reza.Nia kembali membuang muka. "Jika yang kamu maksud adalah Pak Riki, dia bukan siapa-siapa. Dia hanya atasan ba
Sintia sesekali mencuri pandang dan menyungging senyum kala melihat Reza makan dengan begitu lahapnya. Pikiran kotornya melanglang buana ke mana-mana. Dada bidang itu, pasti akan nyaman jika bersandar di sana.Di saat lamunan itu menggelayuti alam bawah sadarnya, datang dua orang yang begitu mesra. Sang lelaki merangkul pinggang wanita di sampingnya. Sang lelaki menghentikan langkahnya saat melihat ada Sintia di sana."Sintia?" sapanya seolah sengaja ingin memamerkan kemesraannya dengan wanita yang dia bawa.Sintia tersentak kaget dan mendongak. Matanya melebar. Senyumnya pun ikut memudar."Wah, ada kemajuan juga rupanya kamu," ucapnya dengan nada menyindir. Tangannya tak sedetik pun lepas dari pinggang wanita yang dibawanya. Matanya melirik sekilas pada Reza yang tak tahu apa-apa."Mas Doni?" ucapnya pelan. Sintia melirik pada wanita bertubuh seksi yang berdiri pongah di samping sang suami. Bibirnya menyungging senyum meremehkan."Ya. Sangat bagus kita bertemu di sini. Apakah kamu ma
“Eeuuh, kamu belum tau kabar burung, rahasia umumnya Bu Sintia sama Pak Doni. Pak Doni itu... doyan maen perempuan di luaran. Sama Bu Sintia itu dijodohin. Pak Doni nggak bisa nolak, karena dia merasa berhutang budi sama Pak Wisnu.""Hutang budi?" Reza mengerutkan keningnya."Iya. Pak Doni itu anak tirinya Pak Wisnu. Katanya sih, saat setelah ibunya Pak Doni meninggal Pak Wisnu baru mengetahuinya bahwa Pak Doni bukan anak kandungnya. Entahlah, apa bener atau nggak. Hidup Pak Doni itu banyak diatur sama Pak Wisnu, termasuk jodoh, karena dia takut kalau Pak Wisnu marah dan membuangnya. Dia nggak cinta sama Bu Sintia, makanya dia cari pelampiasan dengan main cewek di luaran." Ali melanjutkan kembali ceritanya.Reza hanya manggut-manggut, karena sebenarnya dia sudah mengetahui semua ceritanya langsung dari Wisnu sang ayah. Ali kembali bercerita, tetapi ujung mata Reza menangkap kehadiran Nia dari dalam lift yang membawanya turun ke lantai bawah. Dia memperhatikan langkah wanita itu dengan
"Apa ada masalah yang saya perbuat, Bu?" tanya Reza memulai obrolan. Dia sudah tidak sabar ingin mendengar kabar apa yang akan disampaikan oleh Sintia."Oh, no, no. Kamu sama sekali tidak membuat masalah. Kamu justru bagus melatih Dion. Dia sangat cocok sama kamu. Udah beberapa pelatih yang Papi Wisnu rekrut, belum pernah ada yang cocok sama dia."Reza pun manggut-manggut. “Terima kasih, kalau memang Bu Sintia dan Dion suka dengan kerjaan saya.”"Iya, tentu saja. Tapi buka hanya itu saja yang ingin saya bicarakan sama kamu sekarang." Ujar Sintia lagi yang membuat Reza heran dan juga penasaran."Minggu kemarin kamu dipanggil keruangan kerja Papi, dan saya juga melihat Pak Baskara berada disana. Apakah kamu melakuakan kesalahan besar, sehingga Papi memanggil mu dan Pak Baskara?" Tanya Sintia yang penasaran.Reza pun terkejut Sintia menanyakan hal itu. Dia juga bingung harus menjawab apa, dan tak mungkin juga dia memberi tahu yang sebenarnya pada Sintia. Sebab dia sudah berjanji untuk t
"Lalu, selama aku seperti ini, kamu akan melakukannya dengan dia, begitu?" Anita kalap meski tubuhnya lemah."Aku tidak mau, Mas. Aku sudah bosan seperti ini. tolong kembalikan aku ke rumah Mama,” pinta Anita dengan tangis yang tak berhenti.“Baik, aku akan mengantarmu ke rumah mamamu, tapi, kita pikirkan lagi soal perceraian itu. ok?" Ardi melipir keluar dari ruangan itu sambil mengambil pakaiannya yang tercecer."Aku ganti baju dulu ya. Setelah itu nganter kamu ke rumah mamamu," teriak Ardi sambil berlalu meninggalkan Anita yang masih duduk tak berdaya sambil bersandar di pintu kamar Maya.Sementara wanita bertubuh sintal itu seperti tak berdosa, dia memakai helai demi helai pakaiannya di depan Anita.“Maaf, ya, Bu. Ini semua karena Pak Ardi sudah tidak bisa menahan hasratnya. Harusnya Ibu berterima kasih sama saya, karena saya sudah melayani Bapak luar dalam. Saya juga menngurus Bu Nita tiap hari.""Kamu pembantu di sini!” teriak Anita membalas ucapan Maya. “Memang sudah sepantasny
Nia mengangguk dengan sopan. Saat berhadapan dengan Wisnu seperti ini, dia merasa ada yang aneh. Merasa wajah itu sering dia lihat. Tapi entah kapan dan di mana. "Riki dan saya sudah bicara banyak tentang kamu. Sepertinya kamu ini anak buah kesayangannya dia." Wisnu melirik pada Riki dengan nada menyindir jahil. "Tapi, setelah saya lihat track record kamu, sepertinya Riki memang tidak salah. Dia tepat milih kamu sebagai orang yang akan pegang marketing di cabang yang baru. Karena selain cantik, kamu juga pintar." Wisnu terdengar memuji. “Ah, Pak Wisnu bisa aja.” Nia tersipu malu. Wisnu malah tertawa melihatnya. "Oh iya, nanti di sana, kamu nggak tanggung jawab sendirian. Akan ada Doni yang bantu kamu. Dia COO di sana. Sesekali saya juga akan datang ke sana.” Mendengar itu, Riki tampak terperangah. "Ummp, Pak Wisnu... bagaimana kalau saya ikut ditugaskan di sana?” potong Riki seperti yang tidak rela jika Nia akan sering berhubungan dengan Doni. “Tidak, kamu tetap di sini.