Malam setelah aku didiagnosis hamil, vilaku tiba-tiba terbakar. Aku menahan rasa sesak dan mempertaruhkan nyawaku untuk berlari ke kamar putraku. Namun, ternyata tidak ada siapa pun di dalam sana. Tiba-tiba, aku mendengar sorakan bahagia di luar sana. "Kak Tasya, kamu keren sekali. Kamu pasti dapat juara satu pada lomba nanti!" Aku ingin menegur putraku yang membuat onar ini, tetapi tubuhku malah tertimpa tembok yang runtuh. Ketika kesadaranku mulai melemah, aku mendengar suamiku yang selalu bersikap tegas, memuji keberanian seorang wanita. Jika tebakanku tidak salah, seharusnya suami dan anakku membakar vila ini demi menyenangkan hati wanita itu. Aku hanya bisa menatap pintu yang begitu dekat denganku. Sebelum mati, aku mengirim sebuah pesan kepada suamiku.
View MoreSetelah pulang, Alde mengadakan upacara pemakaman untukku. Orang tuaku menangis sedih. Mereka menyuruh Alde mengembalikan putri mereka. Alde hanya bisa terdiam, membiarkan orang tuaku memukulnya.Setelah semua berakhir, Alde mengemas barang-barang Winston dan mengantarnya ke rumah orang tuaku. Dia juga mentransfer sejumlah besar uang kepada orang tuaku.Ketika mengurus prosedur mengundurkan diri dari kantor pemadam kebakaran, Alde tidak lupa mengambil tas tahan api itu dari Max. Sesudah itu, dia membuat janji dengan Tasya.Tasya mengira Alde telah menyadari kesalahannya dan masih mencintainya. Dia pun berdandan dengan sepenuh hati.Siapa sangka, begitu mereka bertemu, Alde langsung menikamnya lebih dari sepuluh kali. Tasya berbaring tak berdaya di lantai sambil menanyakan alasan Alde membunuhnya.Alde seperti mendengar lelucon terkonyol di dunia. Dia tertawa dan mencabut pisau yang menikam dada Tasya, lalu memberinya tikaman fatal untuk mengakhiri hidupnya.Darah menciprat ke wajah Ald
Alde menggenggam hasil USG itu dengan erat. Kepalanya tertunduk. Dia tidak bisa berkata-kata.Tasya mengira posisinya sudah aman. Dia menggigit bibirnya karena merasa cemburu. Kemudian, dia bertanya dengan manja, "Pak Alde, bukannya kamu nggak suka anak kecil? Kalau bukan karena Kak Nyla ingin punya anak, kalian nggak mungkin punya anak, 'kan?""Tutup mulutmu!" Alde menendang Tasya hingga membuatnya terjatuh.Aku menatap Tasya yang meringkuk kesakitan, tetapi tidak bisa merasa senang sedikit pun. Lagi pula, Alde sangat melindungi Tasya di hadapanku dulu. Kini, dia mencampakkan Tasya begitu saja.Tasya tidak pernah diperlakukan sekasar ini oleh Alde. Dia mencengkeram perutnya dan berteriak dengan tidak percaya, "Atas dasar apa kamu menendangku? Aku nggak buat salah kok!""Semalam kamu melihat Nyla pulang, 'kan?""Nggak ada! Aku nggak lihat apa-apa! Kamu yang bilang vilamu sudah tua, jadi dibakar juga nggak masalah! Kenapa malah marah-marah padaku sekarang?"Tasya berderai air mata sambi
Setelah keluar dari kamar mayat, Alde terlihat jauh lebih tenang. Dia mengantar jenazahku ke krematorium, lalu bergegas ke rumah sakit dengan membawa guci abuku yang masih hangat.Saat ini, Tasya sedang menjaga Winston yang diopname karena alergi. Winston menangis dan melemparkan makanan cepat saji yang dibeli Tasya dari minimarket. "Aku nggak mau makan ini! Aku mau bubur seafood buatan Ibu!"Setiap kali masak bubur seafood, aku selalu bangun pukul 5 pagi untuk membeli seafood segar dan memasaknya pagi-pagi sekali. Setelah sakit, putraku baru teringat pada ibu kandungnya."Terserah mau makan atau nggak! Aku nggak sebaik ibumu yang bisa meladenimu saat tantrum!" bentak Tasya yang mengira Alde tidak akan kembali ke rumah sakit secepat ini.Winston menangis ketakutan melihat penampilan galak Tasya. "Aku nggak suka kamu lagi! Aku mau ibuku saja! Aku mau pulang! Ibu nggak segalak ini padaku!"Ternyata putraku juga mengerti arti sesungguhnya dari galak. Lantas, mengapa dia begitu mudah dihas
Alde duduk di ruang kantornya dan mengeluarkan cincin itu dari sakunya lagi."Orang-orang bilang kamu sudah mati. Aku nggak percaya. Nyla, kamu hebat sekali. Ada begitu banyak orang yang bersandiwara untukmu. Kamu ingin pura-pura mati supaya bisa bersama selingkuhanmu? Jangan mimpi!"Alde menatap cincin itu sambil memakiku dan mengatakan tidak akan melepaskanku. Namun, untuk apa dia menangis?Setelah duduk cukup lama di ruang kantornya, Alde mendatangi Max yang sedang diperban."Dia ... di mana?""Jenazah masih di kamar mayat. Kamu ke sana saja."Beberapa saat kemudian, terdengar suara serak. "Maaf, tadi aku sudah salah."Tanpa menunggu balasan Max, Alde langsung pergi ke kamar mayat. Di kamar mayat yang begitu luas, hanya ada jasadku.Tatapan Alde tertuju pada kain putih itu. Dia sama sekali tidak bergerak.Sementara itu, aku justru menantikan bagaimana reaksinya setelah melihat jenazahku. Apakah Alde akan senang karena dia bisa menikahi Tasya atau dia akan meneteskan air mata untukku
Reaksi alergi akibat makan mangga akhirnya datang. Muncul sejumlah besar bintik merah pada tubuh Winston. Dia mulai merasa sesak napas, bahkan muntah.Alde menyadari kejanggalan ini. Dia segera menyalakan lampu, lalu menggendong Winston untuk membawanya ke rumah sakit.Sesudah keluar dari kamar, Alde tanpa sadar berteriak ke arah kamar utama, "Nyla, Winston sakit parah! Cepat keluar!"Namun, yang keluar malah Tasya yang wajahnya masih memakai riasan. Dia memakai piama tipis bertali. Saat melihat Tasya mengernyit, Alde baru menyadari dirinya salah bicara.Setelah meminta maaf, Alde menolak Tasya yang hendak pergi ke rumah sakit bersamanya. Untung saja, dia tidak terlambat dan nyawa Winston masih terselamatkan.Dokter menatap Winston yang tertidur lelap dengan tatapan iba, lalu menegur Alde yang tidak bertanggung jawab, "Anakmu sudah besar. Masa kamu nggak tahu dia alergi mangga? Kalau bukan karena muntah banyak, dia mungkin bakal kritis malam ini."Alde hanya menunduk dan minta maaf, ju
Selesai makan, Tasya berterima kasih kepada Alde karena sudah membantunya. Kemudian, dia mengajak ayah dan anak itu menginap di rumahnya. "Kak Nyla lagi ngambek. Setelah suasana hatinya baik, dia bakal pulang. Nginap di rumahku saja."Winston melahap mangga dengan puas sambil menyetujui ajakan Tasya. "Kak Tasya, kamu benaran nggak bisa jadi ibuku? Ibuku nggak pernah kasih aku makan mangga.""Kenapa begitu? Pelit sekali. Lain kali makan di rumahku saja. Aku belikan banyak mangga untukmu," timpal Tasya.Ketika melihat suasana harmonis ini, aku merasa putraku benar-benar tidak tahu diri. Jelas-jelas aku melarangnya karena dia alergi terhadap mangga. Aku sudah mati, tetapi hatiku masih bisa merasakan sakit.Malam harinya, Alde dan Tasya tidak seranjang. Namun, aku yakin semua ini hanya karena Winston mengikuti mereka. Alde pasti malu jika putranya melihatnya melakukan sesuatu yang tidak senonoh.Pukul 3 dini hari, Alde masih tidak tidur. Di kamar yang gelap gulita, cahaya layar ponsel meny
Max sungguh kesal melihat tingkah mereka. Ketika dia masih ingin berbicara, Alde yang berdiri di samping menyela, "Sudahlah, aku sudah melapor sebelum pakai mobil pemadam kebakaran. Lagian, bukan cuma rumahku yang terbakar. Sebaiknya kamu periksa rumah orang lain."Alde menggendong Winston, lalu berkata kepada Tasya, "Semua sudah beres. Ayo kita pergi makan."Sikap mereka yang sombong membuat Max makin berang. Dia menendang tas di sampingnya yang tidak terbakar menjadi abu. Itu adalah tas yang terbuat dari bahan tahan api, yang diberikan Alde kepadaku saat melamarku."Nyla, sekarang aku belum bisa memberimu kehidupan kaya. Tapi, cintaku cuma untukmu. Cintaku akan seperti tas ini yang nggak akan pernah hancur." Ini adalah janji Alde saat melamarku.Tas itu memang tidak hancur, tetapi Alde sama sekali tidak memperhatikannya sejak tadi. Jika Alde benar-benar memperhatikan, dia akan tahu aku sempat pulang ke rumah ini. Namun, faktanya Alde tidak peduli.Tas itu pun bergelinding karena tend
Alde membungkuk untuk memungutnya, lalu berkata, "Aku bantu simpankan cincin ini dulu. Nanti kukembalikan kepada anggota keluarganya."Alde seperti menyadari sesuatu. Dia buru-buru mendekati reruntuhan dan memandang rumah yang ditempatinya sekitar tujuh tahun. Sambil menggigit bibirnya, tatapannya terlihat linglung.Kemudian, Alde menatap seorang rekan kerjanya yang masih membersihkan lokasi kebakaran dan bertanya dengan serius, "Apa rumah ini masih bisa direnovasi?"Tatapan Alde seketika menjadi agak getir. Sebelum rekan kerjanya menjawab, Tasya mendekat dan bertanya, "Kamu ngapain? Semua sudah beres. Kita sudah bisa pergi makan, 'kan?"Perkataan Tasya yang dipenuhi semangat ini jelas terdengar aneh di tengah suasana berduka. Max menegur Tasya dengan mata memerah, "Ada yang meninggal karena kebakaran ini. Apa kamu nggak bisa menghargai korban sedikit?"Tasya malah tidak merasa bersalah. Dia mendongak, meskipun para petugas menatapnya dengan tatapan kesal. "Apa urusannya denganku? Pak
Karena tugas lebih penting, Alde yang ingin makan bersama Tasya terpaksa kembali ke Kompleks Emerald dengan tergesa-gesa.Api belum padam sepenuhnya. Sebelum petugas pemadam kebakaran tiba, vila telah terbakar oleh lautan api. Jendela pecah dan hancur berkeping-keping. Perabotan di dalam pun rusak.Teriakan para tetangga bersatu dengan sirene mobil pemadam kebakaran. Komandan yang datang lantas menghardik Alde karena tidak becus belakangan ini."Sebenarnya kamu ngapain saja belakangan ini? Banyak rekan bilang kamu nggak fokus bekerja! Memangnya kamu nggak tahu betapa bahayanya api yang belum padam? Apalagi, ini vilamu! Kamu seharusnya introspeksi diri!""Pak Alde nggak sengaja ...," bela Tasya saat melihat Alde yang disukainya dibentak habis-habisan."Kamu juga sama! Kamu lambat seperti kura-kura! Sebelum kamu datang, orang sudah mati duluan! Waktu adalah uang. Makin cepat, makin banyak orang yang tertolong," sergah komandan yang sama sekali tidak peduli pada tingkah manja Tasya.Ketik
Aku mengernyit menatap jasad yang setengah tertimpa oleh reruntuhan dinding. Tangan kanan yang terbakar hingga hangus dijulurkan ke arah pintu, sedangkan tangan kiri melindungi perut. Pemandangan aneh ini membuatku ketakutan hingga mundur.Saat rohku menembus dinding, aku baru menyadari bahwa diriku sudah mati. Wanita yang terbakar hingga wajahnya tidak bisa dikenali ternyata adalah aku.Setengah jam lalu, aku pulang dengan membawa hasil tes kehamilan. Hatiku sungguh gembira. Akan tetapi, aku tiba-tiba melihat vila terbakar.Aku teringat pada putraku yang tertidur lelap di kamar. Tanpa sempat berpikir panjang, aku langsung membasahi sapu tangan yang selalu kubawa, lalu menyerbu masuk.Begitu tiba di ruang tamu, sekujur tubuhku terasa panas. Kulitku bengkak dan melepuh. Aku benar-benar kesakitan.Napasku juga terasa sesak. Leherku seolah-olah dicekik oleh seseorang, makanya tidak bisa berteriak minta tolong. Air mata terus berlinang, membuatku ingin sekali meninggalkan tempat ini.Namun
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments