Share

Bab 2

"Cassie, menikah itu masalah seumur hidup, ibu nggak mengizinkanmu berbuat seperti ini." Debby tahu tujuan Cassie.

Cassie meletakkan kotak makan di rak samping, lalu mengeluarkannya sambil berkata, "Aku nggak menikah dengan orang asing, bukannya dia anak teman Ibu?"

"Dia sudah lama meninggal, Ibu nggak kenal putranya. Sekalipun harus ingkar janji, Ibu tetap mau kamu menikah dengan pria yang kamu suka, bukannya malah menjadikan pernikahan sebagai alat tawar-menawar. Kalau begitu, Ibu lebih baik tinggal di sini seumur hidup."

'Pria yang aku suka?'

'Sekalipun ada, aku nggak pantas.'

Dia menundukkan kepalanya. Menikah tidak penting, yang penting adalah mengambil kembali segala sesuatu yang seharusnya menjadi miliknya.

Debby gagal membujuk Cassie. Keesokan harinya, mereka kembali ke Negara Kastari.

Karena tidak menyukai sepasang ibu dan anak itu, Kafin tidak mengizinkan mereka tinggal di rumah keluarga Lazuardy dan menyuruh mereka menyewa rumah di luar. Cassie hanya perlu pulang di hari pernikahan.

Kebetulan Cassie tidak ingin pulang ke rumah Keluarga Lazuardy. Kalau pulang, Debby harus menghadapi selingkuhan yang merusak pernikahannya, lebih baik tinggal di luar.

Lebih tenang.

Debby masih khawatir. "Cassie, kalau pernikahan ini menguntungkan, ayahmu nggak mungkin ingat kamu, sekalipun aku berteman dengan Nyonya Berly."

Cassie tidak ingin membicarakan hal ini dengan ibunya, dia pun mengalihkan topik pembicaraan. "Bu, cepat makan."

Debby mengembuskan napas, terlihat jelas Cassie tidak ingin membahas hal ini. Cassie sudah lama hidup menderita, kini dia bahkan harus mengorbankan pernikahannya.

Cassie memegang sendok, tetapi dia tidak memiliki nafsu makan dan malah merasa mual.

"Kamu nggak enak badan?" tanya Debby dengan perhatian.

Cassie tidak ingin membuat ibunya khawatir, jadi dia bilang dia tidak memiliki selera makan karena baru turun dari pesawat.

Dia meletakkan sendoknya, lalu masuk ke kamar.

Setelah menutup pintu, dia bersandar di panel pintu. Meskipun belum pernah hamil, dia pernah melihat Debby hamil. Gejala hamil adalah mual dan tidak memiliki selera makan.

Saat ini, dia merasakan kedua gejala ini.

Malam itu sudah berlalu lebih dari sebulan dan menstruasinya terlambat sekitar sepuluh hari.

Dia tidak berani terus memikirkan hal ini. Malam itu sungguh menyedihkan, kalau bukan karena ibu dan adiknya, dia tidak akan menjual diri.

Dia gemetaran ....

"Kamu sudah hamil enam minggu."

Setelah meninggalkan rumah sakit, kata-kata dokter masih bergema di kepala Cassie.

Cassie datang ke rumah sakit tanpa sepengetahuan Debby dan hasilnya dia hamil. Suasana hatinya sangat kacau, dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia harus melahirkan atau menggugurkan kandungannya?

Tanpa sadar, dia meletakkan tangannya di perut bagian bawah. Meskipun ini adalah kecelakaan, dia tetap tidak tega.

Suatu kegembiraan dan harapan membaluti hatinya.

Dia tampak agak linglung.

Sesampai di rumah, Cassie menyimpan hasil USG dan mendorong pintu.

Namun, Kafin berada di rumah. Dalam sekejap, ekspresinya berubah muram.

'Untuk apa dia datang ke sini?'

Ekspresi Kafin pun agak muram, sepertinya Kafin kesal karena menunggu terlalu lama. Dia berkata dengan nada dingin, "Pergi ganti baju."

Cassie mengerutkan kening. "Ada apa?"

"Karena kamu akan menikah dengan Keluarga Carlo, kamu harus bertemu dengan tuan muda Keluarga Carlo itu." Kafin mengamati penampilannya. "Kamu mau pergi menemuinya dengan penampilan seperti ini? Buat malu saja."

Bisa dibayangkan betapa sakit hatinya Cassie.

Dia berpikir bahwa menjual diri dan kematian adiknya sudah membuatnya mati rasa.

Namun, ketika mendengar kata-kata Kafin, hatinya tetap terasa sakit.

Setelah mengirim mereka ke negara terbelakang, Kafin tidak pernah menanyakan kabar mereka.

Darimana dia akan mendapatkan uang?

Kalau dia punya uang, bagaimana mungkin adiknya meninggal karena terlambat ditangani?

Dia mengepalkan tangannya erat-erat.

Sepertinya Kafin juga teringat akan hal ini, ekspresinya agak canggung. "Ayo pergi, anggota Keluarga Carlo akan segera tiba, nggak baik buat mereka menunggu."

"Cassie ...." Debby khawatir, dia masih ingin membujuk Cassie. Dia sudah kehilangan putranya, sekarang dia hanya ingin merawat putrinya dengan baik dan uang tidaklah penting.

Dia tidak ingin putrinya terlibat dengan Keluarga Lazuardy maupun Keluarga Carlo.

Keluarga orang kaya rumit, apalagi dia tidak mengetahui sifat tuan muda Keluarga Carlo itu.

Dia khawatir.

"Bu." Cassie menatap Debby dengan penuh kasih sayang.

"Cepat pergi," desak Kafin. Karena takut Cassie akan berubah pikiran, dia bahkan mendorong Cassie.

Kafin tidak menyukai Cassie dan Cassie tidak memiliki perasaan apa pun pada ayahnya ini.

Delapan tahun, ikatan darah dan kasih sayang sudah sepenuhnya lenyap.

Pakaian Cassie terlalu lusuh. Karena mereka akan bertemu dengan Keluarga Carlo, Kafin membawanya pergi ke toko pakaian wanita kelas atas untuk membelikan gaun yang layak.

Begitu masuk, seorang pelayan menyambut mereka. Kafin mendorong Cassie ke depan sambil berkata, "Dia yang pakai."

Pelayan memandang Cassie sejenak dan langsung mengetahui ukuran yang cocok untuk Cassie. "Sebelah sini."

Pelayan mengambil gaun biru muda dan menyerahkannya pada Cassie. "Silakan coba di ruang ganti."

Cassie mengambil gaun itu dan berjalan menuju ruang ganti.

"Zico, kamu harus menikah dengan wanita dari Keluarga Lazuardy itu?" kata seorang wanita dengan tertekan.

Mendengar suara ini, Cassie pun menoleh ke ruang sebelah. Melalui celah pintu, Cassie dapat melihat seorang wanita sedang memeluk leher seorang pria sambil berkata dengan nada centil, "Jangan menikah dengan wanita lain, oke?"

Zico Carlo memandang wanita itu dengan tidak berdaya. Ibunya yang menetapkan pernikahan ini, dia tidak berhak menolak.

Mengingat malam itu, dia tidak tega mengecewakan wanita itu. "Apa malam itu sangat sakit?"

Sekitar sebulan yang lalu, dia pergi ke negara terbelakang untuk memantau sebuah proyek. Alhasil, dia digigit oleh ular beracun. Kalau dia tidak melampiaskan hasratnya, dia akan mati kepanasan.

Hazel Baldwin menjadi penawar racun.

Dia tahu betapa ganasnya dirinya saat itu.

Orang-orang mengatakan pengalaman pertama seorang wanita sangat sakit, tetapi dia sama sekali tidak mengontrol diri. Bisa dibayangkan betapa sakitnya Hazel.

Selain itu, Hazel juga menahan diri dan tidak mengeluarkan suara apa pun, hanya gemetaran di dalam pelukannya.

Hazel menyukainya, dia mengetahui hal ini, tetapi tidak pernah memberikan Hazel kesempatan.

Karena dia tidak menyukai Hazel dan ibunya sudah menjodohkannya dengan wanita lain.

Namun, Hazel senantiasa menemaninya. Sejak malam itu, dia merasa dirinya harus memberikan status pada wanita ini.

Sampai saat ini, dia masih ingat betapa bergairahnya momen itu.

Hazel bersandar di bahunya dengan kepala tertunduk sambil mengiakan dengan pelan.

Hazel menyukai Zico dan sudah menjadi sekretaris Zico selama bertahun-tahun. Namun, dia sudah tidak perawan dan tidak ingin Zico mengetahui hal ini. Dia tahu betapa pentingnya kesucian wanita di mata pria. Jadi, malam itu dia menyewa penduduk lokal untuk mencarikan gadis perawan dan mengirim gadis itu ke kamar Zico.

Setelah gadis itu keluar, dia masuk untuk menciptakan kesan bahwa dialah gadis yang bermalam dengan Zico.

"Kalau kamu suka pakaian di sini, beli lebih banyak," kata Zico dengan penuh kasih sayang sambil mengusap kepalanya.

"Itu ruang VIP, kamu nggak boleh masuk. Pergilah ke ruangan sebelah," kata pelayan itu pada Cassie.

Di toko pakaian kelas atas seperti ini, semua ruang ganti sangat eksklusif, terutama ruang VIP. Tamu bisa mencoba pakaian di dalam ruangan dan orang yang menemani bisa menunggu atau istirahat di luar.

"Oh." Cassie mengambil pakaian itu dan berjalan menuju ruangan di sebelah kanan.

Saat berganti pakaian, Cassie masih memikirkan ucapan sepasang pria dan wanita itu. Sepertinya mereka menyebut Keluarga Lazuardy?

Jangan-jangan pria itu ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status