“Jangan, Dad. Kasihan, Rainer.”Claire memohon pada sang Daddy. Ia mengatakan meskipun sangat sibuk, Rainer sebenarnya selalu berusaha memberikan perhatian. Hanya saja waktu mereka memang sangat terbatas.Kepala Brandon menggeleng. Ia tidak menyukai cerita putrinya bahwa sehari-hari, Claire hanya bertemu suaminya di ranjang. Rainer bahkan jarang sekali menghubungi Claire.“Aku percaya pada Rainer, Dad. Ia memang sedang sangat sibuk dengan perusahaannya.”“Daddy tau. Tapi, apa ia tidak bisa memprioritaskanmu juga?” Brandon mencebik kesal.“Daddy pasti pernah mengalami saat-saat seperti Rainer ‘kan? Aku yakin dulu Daddy juga sering meninggalkan Mommy.” Claire seolah menyindir Brandon.“Itu sebabnya Daddy tidak ingin kamu juga mengalaminya. Daddy ingin Rainer seperti dulu, selalu siaga mendampingimu.”Siapa yang tidak mau memiliki suami siaga? Tapi, Rainer bekerja keras agar ia mampu berkarir sukses seperti istri dan mertuanya. Lelaki itu pernah berkata tidak ingin orang-orang melihatnya
Rainer kembali ke penthouse menjelang makan malam. Brandon saat itu sedang beristirahat di kamar tamu.Setelah membilas diri, Rainer memeluk erat Claire. Lelaki itu menciumi wajah dan perut istrinya. Hingga akhirnya merebahkan kepalanya di pangkuan sang istri.Claire mengelus sayang kepala Rainer. Lelaki itu terpejam dengan napas teratur menikmati belaian sayang dari istrinya.“Lunar sudah melahirkan?” Rainer bertanya pada Claire.“Sudah. Baru sekitar satu jam yang lalu. Anaknya laki-laki.”“Hmm … sesuai perkiraan dokter, ya.”“Iya.”Meluncurlah cerita saat Andrea melakukan video call. Lunar sedang menggendong bayinya dan memperlihatkannya pada Claire dan Brandon. Bayi laki-laki itu mirip dengan ayah kandung Lunar.“Artinya mirip dengan Lunar versi lelaki.” Rainer memberikan kesimpulannya.“Bisa jadi.”Dengan penasaran, Rainer mendengar cerita tentang bertemunya Andrea dengan mantan suaminya lagi. Menurut Claire mereka terlihat akrab. Tetapi, Brandon mengaku tidak cemburu dan malah me
Malam itu, Rainer tidak dapat tidur nyenyak. Meskipun biasanya sehabis bercinta dengan sang istri, ia bisa langsung terlelap. Namun kali ini, perkataan Brandon seolah berputar-putar terus di kepalanya.Claire sudah tertidur lelap di dalam dekapannya. Tubuh polos wanita cantik itu menempel pada tubuhnya. Rainer mengelus kepala sang istri sambil terus berpikir.“Kamu tidak bisa tidur?” gumam Claire dengan suara parau.Rainer menunduk menatap Claire. Matanya masih terpejam. Ia tak sadar Claire terjaga.“Maaf. Apa aku membangunkanmu?”“Tak apa. Aku mendengarmu menghela napas panjang berkali-kali.” Claire kini mendongak menatap wajah tampan suaminya.“Aku memikirkan apa yang Daddy ucapkan barusan.”Wanita dalam pelukan Rainer tertarik. “Apa yang Daddy katakan padamu?”Senyum setengah bibir diberikan Rainer pada Claire. Tangannya mengelus wajah cantik istrinya. Brandon benar, ia tidak seharusnya mengabaikan mahluk yang sangat ia kasihi ini.“Maafkan aku, My Lady. Kesibukanku pasti membuatmu
Brandon semakin kagum pada perfoma Claire. Saat memimpin rapat, putrinya dapat memberikan keputusan yang tepat. Tidak ada yang menampik bahwa presiden direktur mereka memang benar-benar pemimpin yang handal.Selesai memimpin rapat, Claire kembali ke ruangannya. Demikian juga dengan Brandon. Mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.Di sela bekerja, Mila datang dengan baki di tangan. Claire mengerutkan kening. Sepertinya, ia tidak memesan apa pun.“Dari siapa, Mila?” Claire bertanya sambil memperhatikan makanan yang diletakkan Mila di mejanya.“Waktunya makan cemilan, Nyonya. Tuan Rainer memintaku membelikannya untuk Anda.”Mendengar makanan itu dari sang suami, Claire tersenyum senang. Ia menatap Mila yang masih berdiri di depannya.“Kenapa?”“Aku harus memastikan Anda makan dengan benar.” Mila menjawab tegas.“Hei! Kamu adalah pegawaiku. Bukan pegawai Rainer!” Claire berkata ketus seolah-olah ia marah pada Mila.Mila malah terkekeh. Ia tau Claire tidak akan kesal dengan perha
Setelah kunjungan ke gudang penyimpanan, Claire kembali ke kantor diantar Rainer. Selama perjalanan, tangan lelaki itu diletakkan di atas perut sang istri. Sementara satu tangannya menyetir.“Jangan bekerja terlalu keras. Paling lama dua jam duduk, kamu harus berdiri dan berjalan-jalan sebentar agar punggungmu tidak kaku.” Rainer berpesan pada Claire.“Iya.”“Dua jam lagi, Mila akan menyiapkan cemilan. Jangan lupa dihabiskan.”“Kamu dan Mila membuatku bertambah gendut!”Rainer sontak mencubit pelan bibir Claire yang mencebik. Lelaki itu menepikan kendaraannya. Lalu menarik tubuh Claire mendekat dan menciumnya dengan liar.“Kamu semakin menggemaskan jika gendut.” Rainer mengusap bibir Claire yang sedikit membengkak akibat ulahnya barusan.“Oh, itu sebabnya kamu memperkerjakan Nara?”Rainer mengangkat alisnya lalu mengerutkan dahi.“Apa hubungannya dengan Nara, My Lady?” Rainer bertanya dengan wajah tak mengerti.“Nara bertubuh montok. Seksi. Apalagi, pakaiannya wow. Lemak-lemaknya meno
Kecanggungan Rainer sedikit berkurang mendengar pujian sekaligus sindiran wanita di depannya. Rosie ternyata wanita yang ramah sekaligus lucu.Kemudian, Claire dan Rainer saling bertukar pandang. Tentu saja Claire lalu menyeringai sementara Rainer mendengus pelan.“Aku memang memakai parfum Claire, agar mengingatkanku terus pada istriku ini.” Rainer menjawab sambil melingkari lengan di bahu Claire.“Hmm … romantis sekali. Tapi, terus-terang saja tidak cocok untukmu.” Rosie melipat kedua tangannya di perut.“Ehm … bisa kita bicara sekarang, Nyonya Rosie?” desak Claire.Rosie seperti tersentak sedikit, lalu mengangguk. “Kita ke ruang kerjaku. Lewat sini.”Wanita berwajah ramah itu mengarahkan jalan. Mereka masuk ke sebuah ruangan bernuansa feminim. Banyak buku tentang bunga dan beberapa vas dengan rangkaian bunga cantik yang jarang Claire lihat.“Ruang kerja yang cantik sekali.” Claire memuji.“Ruang kerja itu harus mencerminkan diri kita. Sama seperti penampilan. Tidak ada yang bisa me
Claire dan suaminya berpamitan. Rainer secara khusus mengucapkan terima kasih berkali-kali pada Rosie. Lelaki itu merasa mendapatkan pencerahan baru.Di dalam mobil, Claire mengamati rangkaian bunga dari Rainer. Ia terkekeh sendiri saat akan pulang, Rosie memberikan tagihan pada Rainer untuk membayar buket bunga tersebut. Tentu saja suaminya tidak keberatan.Ia menoleh saat merasa kepalanya dielus Rainer.“Terima kasih, My Lady. Kamu yang mengenalkanku dengan Nyonya Rosie. Kamu benar-benar jenius.” Rainer kemudian meraih tangan Claire dan mengecup telapaknya.“Sama-sama. Aku mendapat ide saat tadi berada di gudang penyimpananmu. Seketika aku teringat butik Petal Roses yang juga bersuhu dingin.”Rainer sangat bahagia memiliki istri yang selalu mendukungnya. Ia lalu menjelaskan rencana untuk mengatur ulang gudang penyimpanan. Sepanjang perjalanan, Claire ikut berdiskusi bersama.Tiba di penthouse, mereka sudah ditunggu Brandon. Keduanya pamit untuk membilas diri terlebih dahulu. Kemudia
Esok paginya, Claire menyiapkan kebutuhan Rainer yang akan bekerja. Ia memilihkan kemeja dan celana yang sepadan. Bahkan hingga ke Jam tangan, kaos kaki juga sepatu yang matching dengan pakaian.Keluar dari kamar mandi, dengan rambut masih basah, Rainer memeluk istrinya dari belakang. Claire tersenyum dan balas melapisi lengan Rainer.“Aku masih sangat rindu padamu. Tetapi, pekerjaan di kantor masih menumpuk.” Rainer mendesah pasrah.Claire membalik tubuhnya. “Nanti sore kita bertemu lagi, ya.”Claire kembali masuk ke dalam dekapan Rainer. Kini cukup sulit bagi mereka berpelukan karena terganjal perut besar. Rainer mencium wajah Claire berkali-kali.Selesai berpakaian, Rainer menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Menggunakan skincare dan menyisir rambut. Ia menunggu Claire yang sedang mandi sambil bermain telepon genggam.“Rainer,” panggil Claire dari dalam walking closetnya.“Ya.” Rainer bergegas menghampiri sang istri. “Apa ada, My Lady?”“Pakaianku tidak ada yang muat. Aku butuh pakaia
Mansion ramai dengan tamu-tamu kecil. Mereka berlarian di taman yang di sulap menjadi halaman playground anak-anak. Berbagai macam mainan dan hidangan tersedia di sana.Karakter-karakter dari berbagai film anak-anak muncul di taman. Mahluk-mahluk kecil itu menjerit senang. Kelakuan mereka tentu saja membuat senyum tak hentinya terukir dari wajah para orang tua.Begitu pula dengan Claire dan Rainer. Pasangan suami istri itu duduk bersama Brandon, Adam, Maya dan Granny. Meskipun ramai, mata mereka tak pernah lepas dari empat sosok tak jauh dari mereka.Rinna dan Linda sedang menemani adik-adiknya. Xavian dan Azran, anak lelaki kembar yang tampan itu kini sedang merayakan ulang tahun pertama mereka."Ternyata Rinna dan Linda sangat telaten menemani adik-adik mereka, ya." Maya menatap bangga pada cucu-cucunya yang rupawan."Kalian mendidik mereka dengan tepat. Kami bangga sekali." Adam menimpali ucapan istrinya."Betul. Aku pun sangat bangga pada cucu-cucuku. Aku senang sekali pamer merek
Rinna dan Linda terlihat saling menatap. Ditunggu beberapa saat pun, tetap saja keduanya diam sambil menundukkan kepala. Hingga akhirnya Rainer berjongkok di depan putri-putrinya.“Papi tau sebenarnya kalian belum mengerti bagaimana memiliki adik. Kalian hanya merasa telah memiliki satu sama lain hingga tidak memerlukan adik.” Rainer mengungkapkan pikirannya.Lelaki itu lalu menjulurkan tangan kepada sang istri. Claire segera menggenggam tangan Rainer. Mereka saling bertatapan dengan senyum di wajah masing-masing.Tangan Rainer lalu mengusap lembut perut Claire. Rinna dan Linda memperhatikan apa yang dilakukan Papi mereka.“Tetapi, di dalam perut Mommy ini sudah ada bayi. Adik kalian. Tuhan yang memberikannya kepada kita, seperti kalian.”“Kita tidak boleh menolaknya karena ini merupakan anugrah,” imbuh Rainer lagi.Lalu, Claire pun ikut berjongkok dan menatap kedua putrinya.“Jadi, jangan membenci sesuatu yang diberikan Tuhan. Apalagi kalian belum melihat dan merasakan bagaimana menj
“Mommy dan Papi ‘kan setiap hari bertemu dengan kalian. Jika kalian mau berlibur sebentar bersama Grandpa, Kakek, Nenek dan Gangan, pasti kami izinkan,” ucap Rainer pada putri-putrinya.“Memangnya Mommy dan Papi tidak kangen kami nanti?” Rinna bertanya dan menatap kedua orang tuanya.“Iya. Kami saja baru berpisah sebentar, kangen,” timpal Linda sambil memeluk saudara kembarnya.Claire mengamati putri kembarnya yang kini berpelukan. Sungguh sulit memisahkan mereka berdua. Padahal psikolog anak sudah mengingatkan bahwa mereka harus paham bahwa mereka adalah dua individu.Selama ini, Rinna dan Linda bertindak layaknya mereka adalah satu orang. Semua harus sama. Pakaian, mainan, juga berkegiatan.Pernah suatu ketika Claire dan Rainer membawa masing-masing satu anak. Hebatnya, keduanya tetap melakukan kegiatan yang sama meski berbeda jarak.Saat Rinna makan spaghetti, ternyata Linda pun meminta makanan yang sama. Saat Linda tidur, termyata Rinna pun tidur. Hingga akhirnya Claire dan Rainer
“Ada apa dengan menantu cantikku?” Maya bertanya pada Brandon.“Beberapa hari yang lalu, Claire sempat terlambat makan karena sibuk meeting. Aku pikir, sakitnya sudah membaik. Entahlah.” Brandon mencoba menjelaskan.Di dalam kamar, Rainer mengumpulkan rambut Claire dan memeganginya. Tangannya yang bebas mengusap-usap lembut punggung sang istri. Claire sedang memuntahkan makanan yang baru saja ia makan.Rainer yang membersihkan bekas muntahan di wastafel kamar mandi. Claire keluar dan segera berbaring. Rasanya ia mual sekali.“Aku ambilkan jeruk dingin mau?”Claire menggeleng pada tawaran Rainer. “Aku mau lemon hangat saja.”“Oke. Sebentar, ya.”Sebelum keluar kamar, Rainer mengusap sayang kepala sang istri. Mencium dahinya dalam-dalam. Lalu, membuka pintu untuk kembali ke dapur.Namun, ia segera tertegun. Di depan pintu, Brandon, Adam menggendong Rinna, Maya menggendong Linda hingga Granny berdiri sambil menatapnya. Mereka menuntut penjelasan.“Kenapa putriku muntah-muntah?” Brandon m
Si kembar berlarian di dalam pesawat pribadi milik Rainer. Mereka hanya duduk manis selama makan. Setelah itu kembali aktif hingga akhirnya tertidur.“Pantas saja kamu sering meringis saat mereka di dalam perut, My Lady.” Rainer menggeleng sambil mengusap sayang kepala kedua putrinya.“Iya, mereka memang aktif sejak embrio.” Claire terkekeh.Rainer tersenyum. Ia menciumi wajah putri-putrinya. Kemudian kembali duduk di samping Claire.Rinna dan Linda tidur di kursi yang berhadapan dengan kursi Claire dan Rainer. Sementara Brandon telah beristirahat di kamar pesawat.“Bagaimana kalau yang ini?” Rainer bertanya pelan sambil mengusap perut Claire. “Apa ia juga seaktif kakak-kakaknya?”Tangan Claire melapisi tangan Rainer, lalu menggeleng. “Janin ini belum bergerak. Tetapi, karena kehamilan pertama sudah merasakan gerakan aktif, aku tidak akan kaget kalau kali ini pun janinnya setipe.”Kekehan keluar dari tenggorokan Rainer. Ia merentangkan tangan dan merangkul sang istri. Kepala Claire ki
Sampai di kafe, Rainer langsung memesan segelas jus buah. Ia memberikannya kepada Claire sambil menunggu makanan datang. Claire perlahan meminumnya jusnya.“Enak? Gulanya cukup?”Claire hanya mengangguk lalu memegangi kepalanya yang terasa berat.Akhirnya, Rainer berinisiatif memijat tengkuk sang istri. Merasa tidak bertambah baik, Claire menepis tangan Rainer dan menggeleng untuk memberi kode agar berhenti memijatnya.Kemudian, Rainer hanya mengusap-usap pelan punggung sang istri.Makanan mereka datang. Rainer menawarkan untuk menyuapi Claire, namun istrinya menggeleng. Claire makan sedikit demi sedikit.“Mungkin seharusnya aku minum obat lambung dulu, ya.” Claire berkata saat ia kesulitan menelan makanannya.“Mau aku belikan obat lambung di apotik dulu?”“Tidak usah. Aku sudah terlanjur makan.”Rainer mengangguk. Ia kembali memperhatikan Claire makan. Hanya setengah porsi yang berhasil dihabiskan.“Apa masih terasa pusing?”Claire mengangguk. “Sekarang malah tambah mual.”“Hmm … mun
Rainer datang saat ke perusahaan Rischmont untuk menjemput putri-putrinya. Dari jauh ia sudah melihat si kembar yang berlarian di lobi. Sedikit kekacauan mereka buat saat berbagai kertas, alat tulis atau bahkan kabel komputer menjadi mainan.“Nona, nanti kesetrum. Letakkan kabelnya, ya.” Pengasuh Linda melarang nona mudanya menarik-narik kabel.“Kabelnya lucu. Warnanya ungu.” Linda beralasan saat pengasuh bertanya kenapa ia senang sekali pada kabel tersebut.“Nona Rinna, itu kertas penting. Gambar di kertas lain saja, ya.” Kini pengasuh memohon pada nona mudanya agar kertas-kertas yang ia ambil diletakkan ke tempat semula.Kedua pengasuh bernapas lega, saat melihat Rainer masuk. Lelaki dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga sikunya itu tersenyum pada kedua anak perempuan yang menunjuk-nunjuk dirinya.“Papi.” Keduanya lalu berlarian menghampiri Rainer.Kedua tangan Rainer terentang lebar. Ia memeluk kedua putrinya sekaligus kemudian menciuminya satu persatu. Setelah itu ia m
“Grandpa tidak mengerti. Coba ceritakan apa yang terjadi.”Claire membiarkan si kembar bercerita. Bibir mungil kedua putrinya bergerak-gerak tak henti. Cerita mereka sungguh random.Dari kesal karena mereka akan dipisahkan di kelas berbeda. Kemudian melihat Papi mencium Mammy di bibir. Lalu, permainan menarik di playground sekolah. Hingga mereka kemudian kembali pada cerita saat bertemu guru pertama kali di sekolah.“Aku tidak suka gurunya!” Si kembar berkata berbarengan.“Guru itu tidak melakukan apa pun pada kalian.” Claire menimpali ucapan si kembar.“Memangnya kalau memisahkan anak berarti tidak melakukan apa pun?”Umur mereka baru dua tahun. Namun, sungguh, terkadang Claire sampai bingung menjawab pertanyaan atau bahkan terpana dengan ucapan yang meluncur dari bibir putri-putrinya.“Sekolah melakukannya agar kalian bisa mandiri tanpa ketergantungan satu sama lain.”Sejenak si kembar saling menatap wajah masing-masing. Tiba-tiba dua anak kecil perempuan itu saling berpelukan erat.
Dua Tahun Berikutnya.“Erinna Rainclare Conrad dan Erlinda Rainclare Conrad.”Dua anak perempuan berlarian menghampiri seorang wanita yang memanggil nama lengkap mereka. Rainer dan Claire hanya terkekeh dan mengikuti putri-putri mereka.“Yang mana Rinna dan yang mana Linda?” Wanita yang berprofesi guru sekolah itu bertanya pada dua anak cantik di depannya.“Aku Rinna.”“Aku Linda.”Bergantian anak kecil itu menjawab. Wanita di depan mereka melirik Rainer dan Claire yang mengangguk membenarkan. Maklum wajah kedua kembar itu sangat mirip.Rinna dan Linda saat ini sedang trial untuk masuk sekolah playgroup. Keduanya sangat bersemangat. Meskipun menurut Rainer keduanya masih sangat kecil untuk bersekolah, tetapi akhirnya ia menyetujui saat putri-putrinya itu terus merengek.“Rinna di kelas A, dan Linda di kelas B,” ucap guru tersebut.Kedua anak perempuan itu lalu menatap guru mereka. Kemudian menatap Rainer dan Claire. Rinna dan Linda mundur teratur sambil menggelengkan kepala.“Rinna ma