Brandon semakin kagum pada perfoma Claire. Saat memimpin rapat, putrinya dapat memberikan keputusan yang tepat. Tidak ada yang menampik bahwa presiden direktur mereka memang benar-benar pemimpin yang handal.Selesai memimpin rapat, Claire kembali ke ruangannya. Demikian juga dengan Brandon. Mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.Di sela bekerja, Mila datang dengan baki di tangan. Claire mengerutkan kening. Sepertinya, ia tidak memesan apa pun.“Dari siapa, Mila?” Claire bertanya sambil memperhatikan makanan yang diletakkan Mila di mejanya.“Waktunya makan cemilan, Nyonya. Tuan Rainer memintaku membelikannya untuk Anda.”Mendengar makanan itu dari sang suami, Claire tersenyum senang. Ia menatap Mila yang masih berdiri di depannya.“Kenapa?”“Aku harus memastikan Anda makan dengan benar.” Mila menjawab tegas.“Hei! Kamu adalah pegawaiku. Bukan pegawai Rainer!” Claire berkata ketus seolah-olah ia marah pada Mila.Mila malah terkekeh. Ia tau Claire tidak akan kesal dengan perha
Setelah kunjungan ke gudang penyimpanan, Claire kembali ke kantor diantar Rainer. Selama perjalanan, tangan lelaki itu diletakkan di atas perut sang istri. Sementara satu tangannya menyetir.“Jangan bekerja terlalu keras. Paling lama dua jam duduk, kamu harus berdiri dan berjalan-jalan sebentar agar punggungmu tidak kaku.” Rainer berpesan pada Claire.“Iya.”“Dua jam lagi, Mila akan menyiapkan cemilan. Jangan lupa dihabiskan.”“Kamu dan Mila membuatku bertambah gendut!”Rainer sontak mencubit pelan bibir Claire yang mencebik. Lelaki itu menepikan kendaraannya. Lalu menarik tubuh Claire mendekat dan menciumnya dengan liar.“Kamu semakin menggemaskan jika gendut.” Rainer mengusap bibir Claire yang sedikit membengkak akibat ulahnya barusan.“Oh, itu sebabnya kamu memperkerjakan Nara?”Rainer mengangkat alisnya lalu mengerutkan dahi.“Apa hubungannya dengan Nara, My Lady?” Rainer bertanya dengan wajah tak mengerti.“Nara bertubuh montok. Seksi. Apalagi, pakaiannya wow. Lemak-lemaknya meno
Kecanggungan Rainer sedikit berkurang mendengar pujian sekaligus sindiran wanita di depannya. Rosie ternyata wanita yang ramah sekaligus lucu.Kemudian, Claire dan Rainer saling bertukar pandang. Tentu saja Claire lalu menyeringai sementara Rainer mendengus pelan.“Aku memang memakai parfum Claire, agar mengingatkanku terus pada istriku ini.” Rainer menjawab sambil melingkari lengan di bahu Claire.“Hmm … romantis sekali. Tapi, terus-terang saja tidak cocok untukmu.” Rosie melipat kedua tangannya di perut.“Ehm … bisa kita bicara sekarang, Nyonya Rosie?” desak Claire.Rosie seperti tersentak sedikit, lalu mengangguk. “Kita ke ruang kerjaku. Lewat sini.”Wanita berwajah ramah itu mengarahkan jalan. Mereka masuk ke sebuah ruangan bernuansa feminim. Banyak buku tentang bunga dan beberapa vas dengan rangkaian bunga cantik yang jarang Claire lihat.“Ruang kerja yang cantik sekali.” Claire memuji.“Ruang kerja itu harus mencerminkan diri kita. Sama seperti penampilan. Tidak ada yang bisa me
Claire dan suaminya berpamitan. Rainer secara khusus mengucapkan terima kasih berkali-kali pada Rosie. Lelaki itu merasa mendapatkan pencerahan baru.Di dalam mobil, Claire mengamati rangkaian bunga dari Rainer. Ia terkekeh sendiri saat akan pulang, Rosie memberikan tagihan pada Rainer untuk membayar buket bunga tersebut. Tentu saja suaminya tidak keberatan.Ia menoleh saat merasa kepalanya dielus Rainer.“Terima kasih, My Lady. Kamu yang mengenalkanku dengan Nyonya Rosie. Kamu benar-benar jenius.” Rainer kemudian meraih tangan Claire dan mengecup telapaknya.“Sama-sama. Aku mendapat ide saat tadi berada di gudang penyimpananmu. Seketika aku teringat butik Petal Roses yang juga bersuhu dingin.”Rainer sangat bahagia memiliki istri yang selalu mendukungnya. Ia lalu menjelaskan rencana untuk mengatur ulang gudang penyimpanan. Sepanjang perjalanan, Claire ikut berdiskusi bersama.Tiba di penthouse, mereka sudah ditunggu Brandon. Keduanya pamit untuk membilas diri terlebih dahulu. Kemudia
Esok paginya, Claire menyiapkan kebutuhan Rainer yang akan bekerja. Ia memilihkan kemeja dan celana yang sepadan. Bahkan hingga ke Jam tangan, kaos kaki juga sepatu yang matching dengan pakaian.Keluar dari kamar mandi, dengan rambut masih basah, Rainer memeluk istrinya dari belakang. Claire tersenyum dan balas melapisi lengan Rainer.“Aku masih sangat rindu padamu. Tetapi, pekerjaan di kantor masih menumpuk.” Rainer mendesah pasrah.Claire membalik tubuhnya. “Nanti sore kita bertemu lagi, ya.”Claire kembali masuk ke dalam dekapan Rainer. Kini cukup sulit bagi mereka berpelukan karena terganjal perut besar. Rainer mencium wajah Claire berkali-kali.Selesai berpakaian, Rainer menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Menggunakan skincare dan menyisir rambut. Ia menunggu Claire yang sedang mandi sambil bermain telepon genggam.“Rainer,” panggil Claire dari dalam walking closetnya.“Ya.” Rainer bergegas menghampiri sang istri. “Apa ada, My Lady?”“Pakaianku tidak ada yang muat. Aku butuh pakaia
Sambil menunggu Brandon, Claire menghubungi Mila. Ia meminta office girl itu mendaftarkan diri untuk kembali sekolah. Mila terdengar sangat senang.Tepat ketika Claire selesai berbincang di telepon, Brandon telah siap. Claire bergelayut di lengan sang Daddy saat keduanya melangkah ke depan lift. Mereka akan pergi ke mall berdua.Dalam perjalanan, Claire bercerita tentang Mila. Juga tentang niatnya membiayai pendidikan Mila dan adiknya hingga mereka dapat meningkatkan kesejahteraan. Brandon magut-magut mendengar cerita Claire.“Bagaimana jika kita membuat program beasiswa juga pada pegawai yang berprestasi, Claire?”“Lalu, jika mereka lulus? Bukankah kita sudah memiliki jajaran petinggi perusahaan?”“Bisa untuk menggantikan petinggi perusahaan yang kinerjanya kurang atau kita buka cabang perusahaan baru.”“Wah, Daddy yakin?”“Paling tidak, kita membuat pegawai-pegawai kita menjadi lebih cerdas dan berpendidikan tinggi.”Claire setuju. Ia akan menghitung budget untuk beasiswa pendidikan
Hampir dua jam mereka bercengkrama di rumah Lunar. Hingga akhirnya Rainer memberi kode untuk pulang. Ia yakin istrinya sudah ingin beristirahat sekarang.“kapan-kapan kami main lagi. Biar Rainer semakin lihai menggendong bayi.” Claire itu menyindir Rainer.Beberapa kali mencoba menggendong Axel, Rainer memang tampak sangat kaku. Meskipun Brandon dan Adam juga ikut mengajari, tetap saja Rainer menggeleng pasrah.Mereka berkumpul di teras dan kembali berpamitan. Saat itulah sebuah mobil berhenti di depan rumah. Andrea keluar dari sana bersama mantan suaminya.Wanita itu segera menghampiri Brandon. Mereka saling berpelukan dan mencium pipi masing-masing. Claire juga melihat sang Daddy berjabatan tangan dengan mantan suami Andrea.“Minggu ini pengasuh untuk Axel akan datang, jadi aku bisa kembali ke mansion.”Claire mendengar Andrea berkata pada Brandon. Brandon terlihat mengangguk dan tersenyum penuh pengertian. Andrea juga berkata bahwa sebelum tidur ia akan menelepon Brandon.Lagi-lagi
Claire sudah berada di ruang kerja Rainer. Sore ini mereka ada jadwal pemeriksaan kandungan."Ayo, Rainer. Aku tidak mau terlambat," sungut Claire saat Rainer masih saja sibuk dengan laptopnya."Oke, oke." Rainer segera berdiri, membereskan meja dengan mata tetap pada laptop."Rainer!" Dengan tak sabar Claire berdiri. "Kalau kamu masih mau bekerja, aku pergi sendiri saja!"Tentu saja ia kesal. Rainer tetap menatap layar laptopnya padahal mereka sudah siap akan berangkat."Maaf." Rainer segera menghampiri Claire dan menggenggam tangannya, membimbing sang istri keluar dari ruangan.Dengan sigap, Dave mengangguk saat Rainer berkata ia akan pergi ke rumah sakit. Lelaki muda itu lalu masuk ke ruang kerja Rainer dan melanjutkan pekerjaan atasannya.Kesibukan Rainer memang bertambah saat Adam kembali ke Conrad. Meskipun Dave semakin handal membantu, tetap saja ia selalu mengambil alih sendiri segala pekerjaan.Akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Rainer dan Claire menatap layar USG. Dokter S