Kecanggungan Rainer sedikit berkurang mendengar pujian sekaligus sindiran wanita di depannya. Rosie ternyata wanita yang ramah sekaligus lucu.Kemudian, Claire dan Rainer saling bertukar pandang. Tentu saja Claire lalu menyeringai sementara Rainer mendengus pelan.“Aku memang memakai parfum Claire, agar mengingatkanku terus pada istriku ini.” Rainer menjawab sambil melingkari lengan di bahu Claire.“Hmm … romantis sekali. Tapi, terus-terang saja tidak cocok untukmu.” Rosie melipat kedua tangannya di perut.“Ehm … bisa kita bicara sekarang, Nyonya Rosie?” desak Claire.Rosie seperti tersentak sedikit, lalu mengangguk. “Kita ke ruang kerjaku. Lewat sini.”Wanita berwajah ramah itu mengarahkan jalan. Mereka masuk ke sebuah ruangan bernuansa feminim. Banyak buku tentang bunga dan beberapa vas dengan rangkaian bunga cantik yang jarang Claire lihat.“Ruang kerja yang cantik sekali.” Claire memuji.“Ruang kerja itu harus mencerminkan diri kita. Sama seperti penampilan. Tidak ada yang bisa me
Claire dan suaminya berpamitan. Rainer secara khusus mengucapkan terima kasih berkali-kali pada Rosie. Lelaki itu merasa mendapatkan pencerahan baru.Di dalam mobil, Claire mengamati rangkaian bunga dari Rainer. Ia terkekeh sendiri saat akan pulang, Rosie memberikan tagihan pada Rainer untuk membayar buket bunga tersebut. Tentu saja suaminya tidak keberatan.Ia menoleh saat merasa kepalanya dielus Rainer.“Terima kasih, My Lady. Kamu yang mengenalkanku dengan Nyonya Rosie. Kamu benar-benar jenius.” Rainer kemudian meraih tangan Claire dan mengecup telapaknya.“Sama-sama. Aku mendapat ide saat tadi berada di gudang penyimpananmu. Seketika aku teringat butik Petal Roses yang juga bersuhu dingin.”Rainer sangat bahagia memiliki istri yang selalu mendukungnya. Ia lalu menjelaskan rencana untuk mengatur ulang gudang penyimpanan. Sepanjang perjalanan, Claire ikut berdiskusi bersama.Tiba di penthouse, mereka sudah ditunggu Brandon. Keduanya pamit untuk membilas diri terlebih dahulu. Kemudia
Esok paginya, Claire menyiapkan kebutuhan Rainer yang akan bekerja. Ia memilihkan kemeja dan celana yang sepadan. Bahkan hingga ke Jam tangan, kaos kaki juga sepatu yang matching dengan pakaian.Keluar dari kamar mandi, dengan rambut masih basah, Rainer memeluk istrinya dari belakang. Claire tersenyum dan balas melapisi lengan Rainer.“Aku masih sangat rindu padamu. Tetapi, pekerjaan di kantor masih menumpuk.” Rainer mendesah pasrah.Claire membalik tubuhnya. “Nanti sore kita bertemu lagi, ya.”Claire kembali masuk ke dalam dekapan Rainer. Kini cukup sulit bagi mereka berpelukan karena terganjal perut besar. Rainer mencium wajah Claire berkali-kali.Selesai berpakaian, Rainer menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Menggunakan skincare dan menyisir rambut. Ia menunggu Claire yang sedang mandi sambil bermain telepon genggam.“Rainer,” panggil Claire dari dalam walking closetnya.“Ya.” Rainer bergegas menghampiri sang istri. “Apa ada, My Lady?”“Pakaianku tidak ada yang muat. Aku butuh pakaia
Sambil menunggu Brandon, Claire menghubungi Mila. Ia meminta office girl itu mendaftarkan diri untuk kembali sekolah. Mila terdengar sangat senang.Tepat ketika Claire selesai berbincang di telepon, Brandon telah siap. Claire bergelayut di lengan sang Daddy saat keduanya melangkah ke depan lift. Mereka akan pergi ke mall berdua.Dalam perjalanan, Claire bercerita tentang Mila. Juga tentang niatnya membiayai pendidikan Mila dan adiknya hingga mereka dapat meningkatkan kesejahteraan. Brandon magut-magut mendengar cerita Claire.“Bagaimana jika kita membuat program beasiswa juga pada pegawai yang berprestasi, Claire?”“Lalu, jika mereka lulus? Bukankah kita sudah memiliki jajaran petinggi perusahaan?”“Bisa untuk menggantikan petinggi perusahaan yang kinerjanya kurang atau kita buka cabang perusahaan baru.”“Wah, Daddy yakin?”“Paling tidak, kita membuat pegawai-pegawai kita menjadi lebih cerdas dan berpendidikan tinggi.”Claire setuju. Ia akan menghitung budget untuk beasiswa pendidikan
Hampir dua jam mereka bercengkrama di rumah Lunar. Hingga akhirnya Rainer memberi kode untuk pulang. Ia yakin istrinya sudah ingin beristirahat sekarang.“kapan-kapan kami main lagi. Biar Rainer semakin lihai menggendong bayi.” Claire itu menyindir Rainer.Beberapa kali mencoba menggendong Axel, Rainer memang tampak sangat kaku. Meskipun Brandon dan Adam juga ikut mengajari, tetap saja Rainer menggeleng pasrah.Mereka berkumpul di teras dan kembali berpamitan. Saat itulah sebuah mobil berhenti di depan rumah. Andrea keluar dari sana bersama mantan suaminya.Wanita itu segera menghampiri Brandon. Mereka saling berpelukan dan mencium pipi masing-masing. Claire juga melihat sang Daddy berjabatan tangan dengan mantan suami Andrea.“Minggu ini pengasuh untuk Axel akan datang, jadi aku bisa kembali ke mansion.”Claire mendengar Andrea berkata pada Brandon. Brandon terlihat mengangguk dan tersenyum penuh pengertian. Andrea juga berkata bahwa sebelum tidur ia akan menelepon Brandon.Lagi-lagi
Claire sudah berada di ruang kerja Rainer. Sore ini mereka ada jadwal pemeriksaan kandungan."Ayo, Rainer. Aku tidak mau terlambat," sungut Claire saat Rainer masih saja sibuk dengan laptopnya."Oke, oke." Rainer segera berdiri, membereskan meja dengan mata tetap pada laptop."Rainer!" Dengan tak sabar Claire berdiri. "Kalau kamu masih mau bekerja, aku pergi sendiri saja!"Tentu saja ia kesal. Rainer tetap menatap layar laptopnya padahal mereka sudah siap akan berangkat."Maaf." Rainer segera menghampiri Claire dan menggenggam tangannya, membimbing sang istri keluar dari ruangan.Dengan sigap, Dave mengangguk saat Rainer berkata ia akan pergi ke rumah sakit. Lelaki muda itu lalu masuk ke ruang kerja Rainer dan melanjutkan pekerjaan atasannya.Kesibukan Rainer memang bertambah saat Adam kembali ke Conrad. Meskipun Dave semakin handal membantu, tetap saja ia selalu mengambil alih sendiri segala pekerjaan.Akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Rainer dan Claire menatap layar USG. Dokter S
Brandon tidak langsung menjawab. Claire masih memperhatikan wajah sang Daddy. Hingga Brandon hanya tersenyum simpul.“Belum saatnya Daddy bercerita padamu?”“Kenapa? Daddy masih berpikir aku adalah anak kecil yang tidak akan mengerti masalah orang dewasa?” Claire menaikkan kedua alisnya.“Tidak, bukan begitu. Sesederhana bahwa Daddy hanya tidak ingin menambah beban pikiranmu saja.”“Tapi, aku mau membantu Daddy. Paling tidak menjadi teman curhat Daddy.” Claire merengek pada Brandon.Kekehan kecil keluar dari hidung Brandon. Lelaki itu mengusak sayang rambut sang putri lalu mengangguk.“Ya sudah. Nanti di mansion akan Daddy ceritakan.”Sampai di area pemakaman, Brandon menuntun putrinya berjalan. Perlahan, Claire menapaki jalanan yang kiri kanannya juga makam.“Hati-hati, putri kecil.” Brandon takut sekali Claire tersandung.“Iya, Dad. Jalanannya tidak terlihat karena terhalang perutku,” keluh Claire.“Daddy bantu. Ikuti Daddy saja, ya.”Sambil menuntun Claire, Brandon memimpin arah. H
Rainer mondar-mandir di kamar. Ia baru saja kembali kantor dan mendapat kabar dari Claire tentang kebun sayuran di restoran yang baru dikunjungi istrinya itu.Foto-foto dan video kebun tersebut jelas menampakkan kemiripan pada kebun belakang rumah Conrad. Rainer sendiri tidak merasa mengenal pemilik restoran apalagi memberikan konsep bercocok tanam ala Conrad pada siapa pun di negara ini.Lelaki itu melirik istrinya. Claire baru saja menggeliat resah. Pasti karena gerakan bayi-bayi di dalam perutnya.“Sssttt.” Rainer segera mengelus perut Claire dan menenangkan gerakan bayi-bayi itu.Claire langsung tenang dalam pelukan Rainer. Sadar sang istri membutuhkannya, Rainer akhirnya tetap memeluk Claire hingga ia sendiri tertidur.Pagi harinya, Claire meminta Rainer membantunya mandi. Wanita itu takut salah langkah dan terpeleset. Rainer dengan sigap menemani Claire.Mereka mandi berdua. Claire memang tampak sudah semakin sulit bergerak, namun ia bukan wanita manja yang selalu dilayani. Wani