Esok paginya, Claire menyiapkan kebutuhan Rainer yang akan bekerja. Ia memilihkan kemeja dan celana yang sepadan. Bahkan hingga ke Jam tangan, kaos kaki juga sepatu yang matching dengan pakaian.Keluar dari kamar mandi, dengan rambut masih basah, Rainer memeluk istrinya dari belakang. Claire tersenyum dan balas melapisi lengan Rainer.“Aku masih sangat rindu padamu. Tetapi, pekerjaan di kantor masih menumpuk.” Rainer mendesah pasrah.Claire membalik tubuhnya. “Nanti sore kita bertemu lagi, ya.”Claire kembali masuk ke dalam dekapan Rainer. Kini cukup sulit bagi mereka berpelukan karena terganjal perut besar. Rainer mencium wajah Claire berkali-kali.Selesai berpakaian, Rainer menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Menggunakan skincare dan menyisir rambut. Ia menunggu Claire yang sedang mandi sambil bermain telepon genggam.“Rainer,” panggil Claire dari dalam walking closetnya.“Ya.” Rainer bergegas menghampiri sang istri. “Apa ada, My Lady?”“Pakaianku tidak ada yang muat. Aku butuh pakaia
Sambil menunggu Brandon, Claire menghubungi Mila. Ia meminta office girl itu mendaftarkan diri untuk kembali sekolah. Mila terdengar sangat senang.Tepat ketika Claire selesai berbincang di telepon, Brandon telah siap. Claire bergelayut di lengan sang Daddy saat keduanya melangkah ke depan lift. Mereka akan pergi ke mall berdua.Dalam perjalanan, Claire bercerita tentang Mila. Juga tentang niatnya membiayai pendidikan Mila dan adiknya hingga mereka dapat meningkatkan kesejahteraan. Brandon magut-magut mendengar cerita Claire.“Bagaimana jika kita membuat program beasiswa juga pada pegawai yang berprestasi, Claire?”“Lalu, jika mereka lulus? Bukankah kita sudah memiliki jajaran petinggi perusahaan?”“Bisa untuk menggantikan petinggi perusahaan yang kinerjanya kurang atau kita buka cabang perusahaan baru.”“Wah, Daddy yakin?”“Paling tidak, kita membuat pegawai-pegawai kita menjadi lebih cerdas dan berpendidikan tinggi.”Claire setuju. Ia akan menghitung budget untuk beasiswa pendidikan
Hampir dua jam mereka bercengkrama di rumah Lunar. Hingga akhirnya Rainer memberi kode untuk pulang. Ia yakin istrinya sudah ingin beristirahat sekarang.“kapan-kapan kami main lagi. Biar Rainer semakin lihai menggendong bayi.” Claire itu menyindir Rainer.Beberapa kali mencoba menggendong Axel, Rainer memang tampak sangat kaku. Meskipun Brandon dan Adam juga ikut mengajari, tetap saja Rainer menggeleng pasrah.Mereka berkumpul di teras dan kembali berpamitan. Saat itulah sebuah mobil berhenti di depan rumah. Andrea keluar dari sana bersama mantan suaminya.Wanita itu segera menghampiri Brandon. Mereka saling berpelukan dan mencium pipi masing-masing. Claire juga melihat sang Daddy berjabatan tangan dengan mantan suami Andrea.“Minggu ini pengasuh untuk Axel akan datang, jadi aku bisa kembali ke mansion.”Claire mendengar Andrea berkata pada Brandon. Brandon terlihat mengangguk dan tersenyum penuh pengertian. Andrea juga berkata bahwa sebelum tidur ia akan menelepon Brandon.Lagi-lagi
Claire sudah berada di ruang kerja Rainer. Sore ini mereka ada jadwal pemeriksaan kandungan."Ayo, Rainer. Aku tidak mau terlambat," sungut Claire saat Rainer masih saja sibuk dengan laptopnya."Oke, oke." Rainer segera berdiri, membereskan meja dengan mata tetap pada laptop."Rainer!" Dengan tak sabar Claire berdiri. "Kalau kamu masih mau bekerja, aku pergi sendiri saja!"Tentu saja ia kesal. Rainer tetap menatap layar laptopnya padahal mereka sudah siap akan berangkat."Maaf." Rainer segera menghampiri Claire dan menggenggam tangannya, membimbing sang istri keluar dari ruangan.Dengan sigap, Dave mengangguk saat Rainer berkata ia akan pergi ke rumah sakit. Lelaki muda itu lalu masuk ke ruang kerja Rainer dan melanjutkan pekerjaan atasannya.Kesibukan Rainer memang bertambah saat Adam kembali ke Conrad. Meskipun Dave semakin handal membantu, tetap saja ia selalu mengambil alih sendiri segala pekerjaan.Akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Rainer dan Claire menatap layar USG. Dokter S
Brandon tidak langsung menjawab. Claire masih memperhatikan wajah sang Daddy. Hingga Brandon hanya tersenyum simpul.“Belum saatnya Daddy bercerita padamu?”“Kenapa? Daddy masih berpikir aku adalah anak kecil yang tidak akan mengerti masalah orang dewasa?” Claire menaikkan kedua alisnya.“Tidak, bukan begitu. Sesederhana bahwa Daddy hanya tidak ingin menambah beban pikiranmu saja.”“Tapi, aku mau membantu Daddy. Paling tidak menjadi teman curhat Daddy.” Claire merengek pada Brandon.Kekehan kecil keluar dari hidung Brandon. Lelaki itu mengusak sayang rambut sang putri lalu mengangguk.“Ya sudah. Nanti di mansion akan Daddy ceritakan.”Sampai di area pemakaman, Brandon menuntun putrinya berjalan. Perlahan, Claire menapaki jalanan yang kiri kanannya juga makam.“Hati-hati, putri kecil.” Brandon takut sekali Claire tersandung.“Iya, Dad. Jalanannya tidak terlihat karena terhalang perutku,” keluh Claire.“Daddy bantu. Ikuti Daddy saja, ya.”Sambil menuntun Claire, Brandon memimpin arah. H
Rainer mondar-mandir di kamar. Ia baru saja kembali kantor dan mendapat kabar dari Claire tentang kebun sayuran di restoran yang baru dikunjungi istrinya itu.Foto-foto dan video kebun tersebut jelas menampakkan kemiripan pada kebun belakang rumah Conrad. Rainer sendiri tidak merasa mengenal pemilik restoran apalagi memberikan konsep bercocok tanam ala Conrad pada siapa pun di negara ini.Lelaki itu melirik istrinya. Claire baru saja menggeliat resah. Pasti karena gerakan bayi-bayi di dalam perutnya.“Sssttt.” Rainer segera mengelus perut Claire dan menenangkan gerakan bayi-bayi itu.Claire langsung tenang dalam pelukan Rainer. Sadar sang istri membutuhkannya, Rainer akhirnya tetap memeluk Claire hingga ia sendiri tertidur.Pagi harinya, Claire meminta Rainer membantunya mandi. Wanita itu takut salah langkah dan terpeleset. Rainer dengan sigap menemani Claire.Mereka mandi berdua. Claire memang tampak sudah semakin sulit bergerak, namun ia bukan wanita manja yang selalu dilayani. Wani
Setelah sarapan, Claire dan Brandon berangkat ke kantor bersama. Claire bercerita tentang paman penjaga taman yang memberinya bunga. Ia menunda cerita bahwa ia juga mendengar sang Daddy berselisih paham di telepon dengan Andrea.“Josh sudah bekerja dengan kita semenjak belum menikah hingga sekarang. Ia termasuk pekerja yang setia di mansion.” Brandon bercerita tentang penjaga taman tersebut.“Hehe, aku baru tau namanya Paman Josh.”“Dulu, saat kecil, kamu sering memanggilnya. Kamu termasuk nakal karena sering memetik bunga Mommy tanpa izin.”Claire tergelak. “Iya, aku ingat itu. Sampai akhirnya aku tertusuk duri mawar, kemudian aku tidak pernah lagi ke taman kecuali menemani Mommy.”“Iya, betul begitu.” Brandon membenarkan ingatan Claire.Tiba di kantor, Brandon dan Claire langsung menuju lift pribadi. Sekertaris Brandon yang sejak tadi menunggu di lobi, mengikuti keduanya.“Nyonya Andrea menunggu anda di ruang kerja, Tuan Brandon.” Sekertaris itu berbicara pada tuannya.“Oke.” Brando
“Daddy!” teriak Claire saat turun dari mobil dan melihat Brandon menunggunya di depan tangga menuju pintu masuk mansion.“Pelan-pelan, putri kecil.” Brandon mengernyit memandang waspada putrinya yang melangkah cepat ke arahnya.Claire kemudian masuk ke dalam dekapan Brandon. Ketika ia membutuhkan pelukan dan Rainer tidak ada, Brandon lah tumpuan harapannya. Claire terdiam sesaat di dalam dada sang Daddy.“Kamu baik-baik saja, putri kecil?” Brandon menatap wajah putrinya dengan raut khawatir.Kepala Claire menggeleng. Bibirnya memberengut. “Rainer pergi, Dad.”Setelah menarik napas panjanng dan mengeluarkannya perlahan, Brandon tersenyum. Lelaki itu merengkuh bahu sang putri dan mengajaknya masuk ke dalam mansion.“Rainer pamit pada Daddy dan menitipkanmu.”“Tapi, aku kesal, Dad. Kenapa Rainer tidak memikirkan bahwa aku membutuhkan dia di sini?” Claire mengeluh pada Brandon.“Karena Rainer percaya kamu akan mengerti. Apalagi, kamu adalah wanita mandiri yang dapat menyelesaikan persoala
Mansion ramai dengan tamu-tamu kecil. Mereka berlarian di taman yang di sulap menjadi halaman playground anak-anak. Berbagai macam mainan dan hidangan tersedia di sana.Karakter-karakter dari berbagai film anak-anak muncul di taman. Mahluk-mahluk kecil itu menjerit senang. Kelakuan mereka tentu saja membuat senyum tak hentinya terukir dari wajah para orang tua.Begitu pula dengan Claire dan Rainer. Pasangan suami istri itu duduk bersama Brandon, Adam, Maya dan Granny. Meskipun ramai, mata mereka tak pernah lepas dari empat sosok tak jauh dari mereka.Rinna dan Linda sedang menemani adik-adiknya. Xavian dan Azran, anak lelaki kembar yang tampan itu kini sedang merayakan ulang tahun pertama mereka."Ternyata Rinna dan Linda sangat telaten menemani adik-adik mereka, ya." Maya menatap bangga pada cucu-cucunya yang rupawan."Kalian mendidik mereka dengan tepat. Kami bangga sekali." Adam menimpali ucapan istrinya."Betul. Aku pun sangat bangga pada cucu-cucuku. Aku senang sekali pamer merek
Rinna dan Linda terlihat saling menatap. Ditunggu beberapa saat pun, tetap saja keduanya diam sambil menundukkan kepala. Hingga akhirnya Rainer berjongkok di depan putri-putrinya.“Papi tau sebenarnya kalian belum mengerti bagaimana memiliki adik. Kalian hanya merasa telah memiliki satu sama lain hingga tidak memerlukan adik.” Rainer mengungkapkan pikirannya.Lelaki itu lalu menjulurkan tangan kepada sang istri. Claire segera menggenggam tangan Rainer. Mereka saling bertatapan dengan senyum di wajah masing-masing.Tangan Rainer lalu mengusap lembut perut Claire. Rinna dan Linda memperhatikan apa yang dilakukan Papi mereka.“Tetapi, di dalam perut Mommy ini sudah ada bayi. Adik kalian. Tuhan yang memberikannya kepada kita, seperti kalian.”“Kita tidak boleh menolaknya karena ini merupakan anugrah,” imbuh Rainer lagi.Lalu, Claire pun ikut berjongkok dan menatap kedua putrinya.“Jadi, jangan membenci sesuatu yang diberikan Tuhan. Apalagi kalian belum melihat dan merasakan bagaimana menj
“Mommy dan Papi ‘kan setiap hari bertemu dengan kalian. Jika kalian mau berlibur sebentar bersama Grandpa, Kakek, Nenek dan Gangan, pasti kami izinkan,” ucap Rainer pada putri-putrinya.“Memangnya Mommy dan Papi tidak kangen kami nanti?” Rinna bertanya dan menatap kedua orang tuanya.“Iya. Kami saja baru berpisah sebentar, kangen,” timpal Linda sambil memeluk saudara kembarnya.Claire mengamati putri kembarnya yang kini berpelukan. Sungguh sulit memisahkan mereka berdua. Padahal psikolog anak sudah mengingatkan bahwa mereka harus paham bahwa mereka adalah dua individu.Selama ini, Rinna dan Linda bertindak layaknya mereka adalah satu orang. Semua harus sama. Pakaian, mainan, juga berkegiatan.Pernah suatu ketika Claire dan Rainer membawa masing-masing satu anak. Hebatnya, keduanya tetap melakukan kegiatan yang sama meski berbeda jarak.Saat Rinna makan spaghetti, ternyata Linda pun meminta makanan yang sama. Saat Linda tidur, termyata Rinna pun tidur. Hingga akhirnya Claire dan Rainer
“Ada apa dengan menantu cantikku?” Maya bertanya pada Brandon.“Beberapa hari yang lalu, Claire sempat terlambat makan karena sibuk meeting. Aku pikir, sakitnya sudah membaik. Entahlah.” Brandon mencoba menjelaskan.Di dalam kamar, Rainer mengumpulkan rambut Claire dan memeganginya. Tangannya yang bebas mengusap-usap lembut punggung sang istri. Claire sedang memuntahkan makanan yang baru saja ia makan.Rainer yang membersihkan bekas muntahan di wastafel kamar mandi. Claire keluar dan segera berbaring. Rasanya ia mual sekali.“Aku ambilkan jeruk dingin mau?”Claire menggeleng pada tawaran Rainer. “Aku mau lemon hangat saja.”“Oke. Sebentar, ya.”Sebelum keluar kamar, Rainer mengusap sayang kepala sang istri. Mencium dahinya dalam-dalam. Lalu, membuka pintu untuk kembali ke dapur.Namun, ia segera tertegun. Di depan pintu, Brandon, Adam menggendong Rinna, Maya menggendong Linda hingga Granny berdiri sambil menatapnya. Mereka menuntut penjelasan.“Kenapa putriku muntah-muntah?” Brandon m
Si kembar berlarian di dalam pesawat pribadi milik Rainer. Mereka hanya duduk manis selama makan. Setelah itu kembali aktif hingga akhirnya tertidur.“Pantas saja kamu sering meringis saat mereka di dalam perut, My Lady.” Rainer menggeleng sambil mengusap sayang kepala kedua putrinya.“Iya, mereka memang aktif sejak embrio.” Claire terkekeh.Rainer tersenyum. Ia menciumi wajah putri-putrinya. Kemudian kembali duduk di samping Claire.Rinna dan Linda tidur di kursi yang berhadapan dengan kursi Claire dan Rainer. Sementara Brandon telah beristirahat di kamar pesawat.“Bagaimana kalau yang ini?” Rainer bertanya pelan sambil mengusap perut Claire. “Apa ia juga seaktif kakak-kakaknya?”Tangan Claire melapisi tangan Rainer, lalu menggeleng. “Janin ini belum bergerak. Tetapi, karena kehamilan pertama sudah merasakan gerakan aktif, aku tidak akan kaget kalau kali ini pun janinnya setipe.”Kekehan keluar dari tenggorokan Rainer. Ia merentangkan tangan dan merangkul sang istri. Kepala Claire ki
Sampai di kafe, Rainer langsung memesan segelas jus buah. Ia memberikannya kepada Claire sambil menunggu makanan datang. Claire perlahan meminumnya jusnya.“Enak? Gulanya cukup?”Claire hanya mengangguk lalu memegangi kepalanya yang terasa berat.Akhirnya, Rainer berinisiatif memijat tengkuk sang istri. Merasa tidak bertambah baik, Claire menepis tangan Rainer dan menggeleng untuk memberi kode agar berhenti memijatnya.Kemudian, Rainer hanya mengusap-usap pelan punggung sang istri.Makanan mereka datang. Rainer menawarkan untuk menyuapi Claire, namun istrinya menggeleng. Claire makan sedikit demi sedikit.“Mungkin seharusnya aku minum obat lambung dulu, ya.” Claire berkata saat ia kesulitan menelan makanannya.“Mau aku belikan obat lambung di apotik dulu?”“Tidak usah. Aku sudah terlanjur makan.”Rainer mengangguk. Ia kembali memperhatikan Claire makan. Hanya setengah porsi yang berhasil dihabiskan.“Apa masih terasa pusing?”Claire mengangguk. “Sekarang malah tambah mual.”“Hmm … mun
Rainer datang saat ke perusahaan Rischmont untuk menjemput putri-putrinya. Dari jauh ia sudah melihat si kembar yang berlarian di lobi. Sedikit kekacauan mereka buat saat berbagai kertas, alat tulis atau bahkan kabel komputer menjadi mainan.“Nona, nanti kesetrum. Letakkan kabelnya, ya.” Pengasuh Linda melarang nona mudanya menarik-narik kabel.“Kabelnya lucu. Warnanya ungu.” Linda beralasan saat pengasuh bertanya kenapa ia senang sekali pada kabel tersebut.“Nona Rinna, itu kertas penting. Gambar di kertas lain saja, ya.” Kini pengasuh memohon pada nona mudanya agar kertas-kertas yang ia ambil diletakkan ke tempat semula.Kedua pengasuh bernapas lega, saat melihat Rainer masuk. Lelaki dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga sikunya itu tersenyum pada kedua anak perempuan yang menunjuk-nunjuk dirinya.“Papi.” Keduanya lalu berlarian menghampiri Rainer.Kedua tangan Rainer terentang lebar. Ia memeluk kedua putrinya sekaligus kemudian menciuminya satu persatu. Setelah itu ia m
“Grandpa tidak mengerti. Coba ceritakan apa yang terjadi.”Claire membiarkan si kembar bercerita. Bibir mungil kedua putrinya bergerak-gerak tak henti. Cerita mereka sungguh random.Dari kesal karena mereka akan dipisahkan di kelas berbeda. Kemudian melihat Papi mencium Mammy di bibir. Lalu, permainan menarik di playground sekolah. Hingga mereka kemudian kembali pada cerita saat bertemu guru pertama kali di sekolah.“Aku tidak suka gurunya!” Si kembar berkata berbarengan.“Guru itu tidak melakukan apa pun pada kalian.” Claire menimpali ucapan si kembar.“Memangnya kalau memisahkan anak berarti tidak melakukan apa pun?”Umur mereka baru dua tahun. Namun, sungguh, terkadang Claire sampai bingung menjawab pertanyaan atau bahkan terpana dengan ucapan yang meluncur dari bibir putri-putrinya.“Sekolah melakukannya agar kalian bisa mandiri tanpa ketergantungan satu sama lain.”Sejenak si kembar saling menatap wajah masing-masing. Tiba-tiba dua anak kecil perempuan itu saling berpelukan erat.
Dua Tahun Berikutnya.“Erinna Rainclare Conrad dan Erlinda Rainclare Conrad.”Dua anak perempuan berlarian menghampiri seorang wanita yang memanggil nama lengkap mereka. Rainer dan Claire hanya terkekeh dan mengikuti putri-putri mereka.“Yang mana Rinna dan yang mana Linda?” Wanita yang berprofesi guru sekolah itu bertanya pada dua anak cantik di depannya.“Aku Rinna.”“Aku Linda.”Bergantian anak kecil itu menjawab. Wanita di depan mereka melirik Rainer dan Claire yang mengangguk membenarkan. Maklum wajah kedua kembar itu sangat mirip.Rinna dan Linda saat ini sedang trial untuk masuk sekolah playgroup. Keduanya sangat bersemangat. Meskipun menurut Rainer keduanya masih sangat kecil untuk bersekolah, tetapi akhirnya ia menyetujui saat putri-putrinya itu terus merengek.“Rinna di kelas A, dan Linda di kelas B,” ucap guru tersebut.Kedua anak perempuan itu lalu menatap guru mereka. Kemudian menatap Rainer dan Claire. Rinna dan Linda mundur teratur sambil menggelengkan kepala.“Rinna ma