“Daddy!” teriak Claire saat turun dari mobil dan melihat Brandon menunggunya di depan tangga menuju pintu masuk mansion.“Pelan-pelan, putri kecil.” Brandon mengernyit memandang waspada putrinya yang melangkah cepat ke arahnya.Claire kemudian masuk ke dalam dekapan Brandon. Ketika ia membutuhkan pelukan dan Rainer tidak ada, Brandon lah tumpuan harapannya. Claire terdiam sesaat di dalam dada sang Daddy.“Kamu baik-baik saja, putri kecil?” Brandon menatap wajah putrinya dengan raut khawatir.Kepala Claire menggeleng. Bibirnya memberengut. “Rainer pergi, Dad.”Setelah menarik napas panjanng dan mengeluarkannya perlahan, Brandon tersenyum. Lelaki itu merengkuh bahu sang putri dan mengajaknya masuk ke dalam mansion.“Rainer pamit pada Daddy dan menitipkanmu.”“Tapi, aku kesal, Dad. Kenapa Rainer tidak memikirkan bahwa aku membutuhkan dia di sini?” Claire mengeluh pada Brandon.“Karena Rainer percaya kamu akan mengerti. Apalagi, kamu adalah wanita mandiri yang dapat menyelesaikan persoala
Mengingat Claire sudah mulai curiga pada hubungannya, Brandon lalu meminta berbicara dengan Andrea. Lelaki itu meminta istrinya datang ke perusahaan Rischmont.Andrea datang ke kantor. Wanita itu langsung menuju ruang kerja Brandon. Ia membawa makanan hasil masakannya sendiri.Brandon menyambut istrinya lalu mengajaknya duduk di sofa. Andrea membuka bekal yang ia bawa. Mereka makan dengan santai.“Bagaimana Lunar dan bayinya?” Brandon bertanya pada Andrea.“Bayi Axel mulai bisa menyusu. Lunar harus bolak-balik konsultasi ke rumah sakit karena awalnya kesulitan menyusui. Kasihan, ia sempat stress.” Andrea menjelaskan kabar putri dan cucunya.“Mmm … baguslah kalau mereka sudah saling beradaptasi.”Andrea mengatakan bahwa ia juga membuat puding buah untuk Claire. Brandon langsung meminta sekertarisnya membawakan puding tersebut untuk sang putri.Kemudian, Brandon mengambil sikap serius. Ia menanyakan baik-baik bagaimana perasaan Andrea saat ini. Kembali Brandon menekankan bahwa mereka bu
Senja itu hangat. Brandon duduk di depan Lunar dan Andrea. Cahaya matahari memancar lewat jendela lebar di ruang keluarga, menciptakan bayangan pohon-pohon yang menari-nari di sekitar mereka.Brandon menggenggam secangkir teh hangat, sejenak matanya terfokus pada minuman. Sikapnya sangat tenang. Ia memang sudah mempersiapkan segalanya sejak beberapa minggu yang lalu.Setelah menyesap tehnya, Brandon mengembalikan cangkir ke meja. Kini ia menatap Lunar dan Andrea bergantian.“Lunar, seperti yang kamu ketahui, hubungan Daddy dan Mama-mu akhir-akhir ini renggang.” Brandon memulai pertemuan mereka.Lunar mengangguk sedikit. “Iya, Dad. Lunar juga mengamatinya.”Sementara Andrea hanya mengembuskan napas panjang dan menunduk.“Kita sudah cukup melewati begitu banyak waktu bersama, Andrea,” kata Brandon dengan suara lembut. “Terima kasih atas kehadiranmu.”Sambil menggenggam cangkir teh dengan erat, Andrea mengangguk. “Tapi sekarang, aku merasa seperti kita hanya berjalan di sepanjang waktu.
Claire mendengarkan cerita Brandon tentang pertemuannya dengan Andrea dan Lunar. Tidak ada raut sedih di wajah lelaki mapan itu. Hanya sesekali, Brandon mengembuskan napas panjangnya.“Aku turut prihatin, Dad.” Claire memeluk Brandon.“Terima kasih. Selama ini, Daddy ternyata salah. Yang Daddy butuhkan bukanlah wanita lain untuk menemani hari tua, tetapi menjaga cinta yang telah ada.”“Aku akan selalu ada untuk Daddy.” Claire berjanji pada dirinya sendiri, juga pada Brandon.“Mulai saat ini, kamu juga bisa mengandalkan lelaki tua ini.” Brandon mengedipkan satu matanya pada sang putri.Wajah Brandon tampak tenang. Meski begitu, Claire tersenyum miris. Brandon adalah contoh lelaki yang hanya mampu sekali mencintai wanita.Sedalam itu cinta Brandon pada Selina. Hingga meminang wanita lain pun tanpa melibatkan rasa. Sungguh, Claire merasa ingin membahagiakan hidup Daddynya saat ini.Dini hari, Rainer pulang ke mansion. Ia menyisip masuk ke dalam selimut bersama Claire. Dengan senyum bahag
Claire terdiam sejenak.“Aku ikut!”“Heh? Kamu mau ikut aku mengurus hak paten produk?”Tidak yakin, tetapi kepala Claire mengangguk tegas. Daripada suaminya berduaan dengan mahluk gemoy berpakaian ketat. Lebih baik, ia menguntiti ke mana pun suaminya pergi.Rainer memandang sang istri. Pekerjaannya hari ini membutuhkan gerak cepat, sementara jika mengajak Claire, ia pasti harus menyeimbangi langkah Claire yang pelan karena sedang hamil besar.“Nanti kamu lelah mondar-mandir, My Lady.” Rainer menolak secara halus.“Oh, jadi nggak boleh?” Claire memasang wajah memberengut.Tak mau menambah masalah, Rainer tersenyum. Lelaki itu mengajak istrinya mandi bersama. Siapa tau setelah mandi, pikiran Claire lebih jernih.Dengan telaten, Rainer membantu Claire menyabuni tubuh dan keramas. Membantu membilas lalu mengelap serta memakaikan baju. Setelah itu, ia juga mengeringkan rambut Claire.Saat Claire sibuk dengan skincare wajah dan tubuh, Rainer lalu berpakaian. Sekarang, Claire tidak pernah p
Claire dan Brandon sudah berada di perusahaan Rischmont. Mereka duduk sambil membuka laptop masing-masing. Walaupun pekerjaan mereka sudah banyak diambil alih oleh asisten pribadi masing-masing, tetap saja keduanya selalu rutin mengontrol.“Apa yang mau Daddy bicarakan denganku?”“Kenapa? Apa kamu kesal Daddy tidak membolehkanmu pergi dengan Rainer?”Wajahnya Claire bersungut. Ia mengembuskan napas kasar sambil menatap layar laptopnya.“Claire nggak suka Rainer pergi sama Nara, Dad.” Claire mengaku pada Daddynya.Alis Brandon naik tinggi. Apa ia salah dengar? Putrinya tidak menyukai Nara?“Ehm … kamu cemburu?”“Tidak. Hanya saja aku mengamati Nara berpakaian cukup seksi yang membuatku risih. Jadi, aku tidak suka Rainer dekat dengannya.”“Kamu pikir suamimu akan tergoda pada Nara karena pakaiannya yang ketat begitu?”“Bisa saja, ‘kan?”Tatapan sayang diberikan Brandon pada putrinya. Claire seperti sedang tidak percaya diri. Mungkin karena sedang hamil besar juga yang membuat ia jadi le
Claire tersenyum saat Andrea meninggalkan ruangannya. Wanita hamil itu mengusap-usap perut sambil menggeleng samar. Entah mau merasa kasihan atau bagaimana menanggapi masalah Daddy dan istrinya itu.Untuk mengalihkan perhatian, Claire kembali bekerja. Sekarang, belum satu jam ia sudah merasa punggungnya sakit hingga ia harus istirahat. Claire memanggil Mila ke ruangannya.“Tok, tok. Nyonya Claire?” Mila melongokkan kepalanya.“Masuk, Mila.”Wanita berseragam office girl itu masuk saat Claire sedang berjalan mondar-mandir. Claire juga mengatur napasnya dan mengusap-usap perut.Mila menunggu perintah. Ia tidak berani mengganggu dengan banyak bertanya. Wanita muda itu hanya mengamati sang atasan yang terlihat kepayahan dengan perut besarnya.“Tolong panggilkan Bertha, Mila. Lalu, kamu ambil baskom untuk merendam kaki-kakiku. Juga buah-buahan dan minuman,” titah Claire.Mendengar perintah Claire, Mila langsung mengangguk. Ia segera pergi melaksanakan keinginan sang atasan.Tak lama kemudi
Sepertinya, diajak bicara, si kembar malah semakin aktif. Rainer membayangkan putri-putrinya itu sedang mendebatnya. Claire hanya menggeleng mendengar dugaan sang suami.“Kalau mereka setuju, pasti menurut. Ini malah semakin bergerak-gerak.” Rainer menyimpulkan.Susah payah, Claire bergerak. Rainer membantunya duduk dan bersandar pada punggung ranjang.“Perutku besar sekali, ya. Aku sampai tidak bisa melihat telapak kakiku.” Claire menatap perutnya.“Memangnya kenapa kamu mau melihat telapak kakimu?”“Biasanya aku rutin memeriksa kuku termasuk kuku kaki. Rasanya sudah lebih dari dua minggu aku tidak melakukan perawatan manicure dan pedicure,” keluah Claire.Lelaki di samping Claire melirik kaki-kaki istrinya. Ia lalu tersenyum dan mengusak kepala Claire.“Aku panggilkan perawatan salon ke sini, ya?”“Memangnya kamu tau nomer kontaknya?”“Tidak. Aku akan meminta Bertha yang meneleponnya.”Kepala Claire mengangguk. Tak berapa lama, Bertha mengirim pesan bahwa ahli-ahli kecantikan akan d