Claire terdiam sejenak.“Aku ikut!”“Heh? Kamu mau ikut aku mengurus hak paten produk?”Tidak yakin, tetapi kepala Claire mengangguk tegas. Daripada suaminya berduaan dengan mahluk gemoy berpakaian ketat. Lebih baik, ia menguntiti ke mana pun suaminya pergi.Rainer memandang sang istri. Pekerjaannya hari ini membutuhkan gerak cepat, sementara jika mengajak Claire, ia pasti harus menyeimbangi langkah Claire yang pelan karena sedang hamil besar.“Nanti kamu lelah mondar-mandir, My Lady.” Rainer menolak secara halus.“Oh, jadi nggak boleh?” Claire memasang wajah memberengut.Tak mau menambah masalah, Rainer tersenyum. Lelaki itu mengajak istrinya mandi bersama. Siapa tau setelah mandi, pikiran Claire lebih jernih.Dengan telaten, Rainer membantu Claire menyabuni tubuh dan keramas. Membantu membilas lalu mengelap serta memakaikan baju. Setelah itu, ia juga mengeringkan rambut Claire.Saat Claire sibuk dengan skincare wajah dan tubuh, Rainer lalu berpakaian. Sekarang, Claire tidak pernah p
Claire dan Brandon sudah berada di perusahaan Rischmont. Mereka duduk sambil membuka laptop masing-masing. Walaupun pekerjaan mereka sudah banyak diambil alih oleh asisten pribadi masing-masing, tetap saja keduanya selalu rutin mengontrol.“Apa yang mau Daddy bicarakan denganku?”“Kenapa? Apa kamu kesal Daddy tidak membolehkanmu pergi dengan Rainer?”Wajahnya Claire bersungut. Ia mengembuskan napas kasar sambil menatap layar laptopnya.“Claire nggak suka Rainer pergi sama Nara, Dad.” Claire mengaku pada Daddynya.Alis Brandon naik tinggi. Apa ia salah dengar? Putrinya tidak menyukai Nara?“Ehm … kamu cemburu?”“Tidak. Hanya saja aku mengamati Nara berpakaian cukup seksi yang membuatku risih. Jadi, aku tidak suka Rainer dekat dengannya.”“Kamu pikir suamimu akan tergoda pada Nara karena pakaiannya yang ketat begitu?”“Bisa saja, ‘kan?”Tatapan sayang diberikan Brandon pada putrinya. Claire seperti sedang tidak percaya diri. Mungkin karena sedang hamil besar juga yang membuat ia jadi le
Claire tersenyum saat Andrea meninggalkan ruangannya. Wanita hamil itu mengusap-usap perut sambil menggeleng samar. Entah mau merasa kasihan atau bagaimana menanggapi masalah Daddy dan istrinya itu.Untuk mengalihkan perhatian, Claire kembali bekerja. Sekarang, belum satu jam ia sudah merasa punggungnya sakit hingga ia harus istirahat. Claire memanggil Mila ke ruangannya.“Tok, tok. Nyonya Claire?” Mila melongokkan kepalanya.“Masuk, Mila.”Wanita berseragam office girl itu masuk saat Claire sedang berjalan mondar-mandir. Claire juga mengatur napasnya dan mengusap-usap perut.Mila menunggu perintah. Ia tidak berani mengganggu dengan banyak bertanya. Wanita muda itu hanya mengamati sang atasan yang terlihat kepayahan dengan perut besarnya.“Tolong panggilkan Bertha, Mila. Lalu, kamu ambil baskom untuk merendam kaki-kakiku. Juga buah-buahan dan minuman,” titah Claire.Mendengar perintah Claire, Mila langsung mengangguk. Ia segera pergi melaksanakan keinginan sang atasan.Tak lama kemudi
Sepertinya, diajak bicara, si kembar malah semakin aktif. Rainer membayangkan putri-putrinya itu sedang mendebatnya. Claire hanya menggeleng mendengar dugaan sang suami.“Kalau mereka setuju, pasti menurut. Ini malah semakin bergerak-gerak.” Rainer menyimpulkan.Susah payah, Claire bergerak. Rainer membantunya duduk dan bersandar pada punggung ranjang.“Perutku besar sekali, ya. Aku sampai tidak bisa melihat telapak kakiku.” Claire menatap perutnya.“Memangnya kenapa kamu mau melihat telapak kakimu?”“Biasanya aku rutin memeriksa kuku termasuk kuku kaki. Rasanya sudah lebih dari dua minggu aku tidak melakukan perawatan manicure dan pedicure,” keluah Claire.Lelaki di samping Claire melirik kaki-kaki istrinya. Ia lalu tersenyum dan mengusak kepala Claire.“Aku panggilkan perawatan salon ke sini, ya?”“Memangnya kamu tau nomer kontaknya?”“Tidak. Aku akan meminta Bertha yang meneleponnya.”Kepala Claire mengangguk. Tak berapa lama, Bertha mengirim pesan bahwa ahli-ahli kecantikan akan d
Rainer melenggang kembali ke kamar utama setelah selesai berbincang dengan Brandon. Terkadang pilihan manusia itu memang salah. Hanya saja selalu ada pembelajaran dari setiap langkah.Melalui perceraian Brandon, Rainer belajar bahwa menjalani sesuatu tetapi masih memiliki masalah di waktu lampau adalah kurang bijaksana. Untungnya ia dapat segera menyelesaikan masalah dengan Stella.Ranjang di kamar utama kosong, saat Rainer masuk. Lelaki itu memutar tubuh saat tidak menemukan Claire di mana pun. Dengan panik, ia kembali keluar dan mencari istrinya.“My Lady!” pekik Rainer pelan saat menemukan Claire sedang duduk di dapur sambil makan buah.“Rainer, kamu dari mana?” Claire menatap Rainer yang mendekatinya.“Ya Tuhan. Aku mencarimu. Aku baru selelsai berbincang dengan Daddy.”“Oh, pantas saja.” Claire kembali makan dengan santai.“Apa si kemar rewel lagi?”Kepala Claire menunduk menatap perut besarnya. Ia berkata bahwa si kembar sudah cukup tenang saat ia makan.“Apa si kembar lapar, ya
Sejenak Claire dan Brandon terpaku. Lunar dengan sigap langsung membimbing kakaknya keluar dan berteriak pada pelayan untuk menyiapkan mobil dan koper Claire. Sementara Brandon dengan linglung mengekori.“Kak Rainer? Daddy, mana Kak Rainer?” tanya Lunar pada Brandon.“Eh Rainer di mana dia?” Brandon berputar di tempat mengamati sekeliling.“Dad! Rainer kan sedang di pengadilan.” Claire mengingatkan Brandon.“Oh, iya. Benar, Rainer di pengadilan, Lunar.” Brandon mengulang pernyataan Claire pada Lunar.“Ya sudah, kita langsung ke rumah sakit saja. Nanti di perjalanan, baru kita telepon Kak Rainer.” Lunar memutuskan dengan cepat.Saat baru sampai di foyer, tiba-tiba Claire berhenti berjalan. Ia meringis menahan sakit sambil mencengkram tangan Lunar.“Sss … Sakit.” Claire mendesis pelan.“Atur napas, Kak.” Lunar memberi contoh bernapas agar meredakan sakit kontraksi.Setelah membaik, mereka segera masuk ke dalam mobil. Lunar memerintahkan segera meluncur ke rumah sakit. Dalam perjalanan,
Satu jam setelah Claire melahirkan, Rainer baru tiba di rumah sakit. Dengan mata merah dan berair, lelaki itu berdiri di depan ruangan berkaca. Satu tabung inkubator berisi dua mahluk mungil menjadi pemandangannya.“Selamat, King! Kau telah menambah penerus baru keluarga Conrad dan Rischmont. Kau dan Claire bukan lagi satu-satunya pewaris.” Adam melingkari lengannya di bahu sang putra.Rainer tidak menjawab. Begitu sampai, tanpa menyapa siapa pun, ia langsung masuk ke kamar perawatan Claire. Namun, istrinya sedang tertidur karena kelelahan.Lalu, ia diarahkan ke ruang bayi. Kini, matanya tak lepas dari dua sosok yang merupakan darah dagingnya. Dokter bilang keduanya sehat, namun karena mereka lahir lebih cepat dari perkiraan dokter, mereka memerlukan perawatan intensif.“Jangan khawatir. Dokter bilang tabung itu untuk menghangatkan tubuh si kembar agar tidak terlalu kaget dengan udara di luar rahim ibunya.” Maya menenangkan Rainer yang tampak khawatir.“Iya.” Akhirnya Rainer menyahut.
Dua Tahun Berikutnya.“Erinna Rainclare Conrad dan Erlinda Rainclare Conrad.”Dua anak perempuan berlarian menghampiri seorang wanita yang memanggil nama lengkap mereka. Rainer dan Claire hanya terkekeh dan mengikuti putri-putri mereka.“Yang mana Rinna dan yang mana Linda?” Wanita yang berprofesi guru sekolah itu bertanya pada dua anak cantik di depannya.“Aku Rinna.”“Aku Linda.”Bergantian anak kecil itu menjawab. Wanita di depan mereka melirik Rainer dan Claire yang mengangguk membenarkan. Maklum wajah kedua kembar itu sangat mirip.Rinna dan Linda saat ini sedang trial untuk masuk sekolah playgroup. Keduanya sangat bersemangat. Meskipun menurut Rainer keduanya masih sangat kecil untuk bersekolah, tetapi akhirnya ia menyetujui saat putri-putrinya itu terus merengek.“Rinna di kelas A, dan Linda di kelas B,” ucap guru tersebut.Kedua anak perempuan itu lalu menatap guru mereka. Kemudian menatap Rainer dan Claire. Rinna dan Linda mundur teratur sambil menggelengkan kepala.“Rinna ma