Sellandra Latief, seorang gadis cantik nan cerdas, tiba-tiba saja diminta untuk menikah dengan pria asing yang telah dipilihkan oleh sang Kakek. Sallendra bimbang, dia memiliki kekasih, tapi akhirnya ia menerima permintaannya untuk menikah dengan pria asing itu sebagai janjinya kepada sang Kakek sebelum meninggal. Dia adalah Ero, pria miskin yang hidupnya serba kekurangan. Namun, setelah menikah Sallendra baru tahu identitas sebenarnya dari Ero. Sallendra meminta cerai karena merasa dibohongi. Bagaimana kelanjutan hubungan Ero dan Sellandra ke depannya nanti? Mampukah Ero kembali merebut hati istrinya atau malah akan berujung pada perpisahan?
View MoreSellandra menggenggam erat tangan keriput kakeknya yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Dia sedang berada di kantor saat menerima kabar dari ibunya kalau sang kakek tiba-tiba terkena serangan jantung dan kini berada di UGD. Sellandra sangat menyayangi kakeknya, sudah pasti hal ini menjadi pukulan berat baginya. Sambil menahan tangis, Sellandra terus memanggil sang kakek yang tak kunjung membuka mata meskipun dia sudah menunggu selama hampir dua jam lamanya.
"Kakek, ini Sellandra. Aku mohon sadarlah, buka mata Kakek."
Tak ada sahutan. Hal itu membuat airmata Sellandra akhirnya menetes keluar. Dia begitu sedih melihat keadaan pria yang selama ini begitu perhatian padanya dan juga pada ibunya. Dari semua anggota keluarga Latief, hanya kakeknya saja yang masih menganggap Sellandra dan ibunya sebagai anggota keluarga setelah ayahnya meninggal. Sellandra dan ibunya bagaikan orang asing, bahkan sang nenek pun memandang mereka hanya dengan sebelah mata. Jika bukan karena permintaan sang kakek, sudah sejak lama Sellandra mengajak ibunya pergi dari rumah utama keluarga Latief. Hatinya begitu sakit setiap kali di rendahkan oleh mereka yang notabenenya adalah keluarga sendiri.
"Tolong jangan tinggalkan aku dan Ibu, Kek. Siapa lagi yang akan menyayangi kami jika Kakek pergi. Tetaplah tinggal bersama kami, Kek. Aku masih sangat membutuhkan nasehat-nasehat dari Kakek. Aku mohon sadarlah. Sadarlah, Kek. Hiksss..." ratap Sellandra di samping ranjang rumah sakit dimana kakeknya tengah terbaring dengan berbagai macam alat medis menempel di tubuh tuanya.
"S-Sella...-ndra....
Sellandra tersentak kaget saat mendengar suara lirih kakeknya. Dia dengan cepat menghapus airmatanya kemudian membungkukkan tubuh sambil memandangi wajah sang kakek yang sedang berjuang untuk membuka mata.
"Sell....
"Iya Kek, aku di sini," sahut Sellandra lembut.
Perlahan-lahan mata Kakek Latief akhirnya terbuka. Bibir pucatnya mencoba untuk tersenyum ketika mendapati wajah cantik cucu kesayangannya. Sellandranya ada di sini, di sampingnya.
"Mana yang sakit Kek?" tanya Sellandra sembari mengusap wajah kakeknya yang sangat pucat. "Jangan membuatku takut, aku tidak bisa jika tidak ada Kakek. Cepat sembuh ya, nanti aku akan membuatkan cake kesukaan Kakek. Oke?"
Kakek Latief meringis lirih saat dadanya berdenyut nyeri. Dia tahu, sangat tahu kalau waktunya sudah tidak lama lagi. Dengan tangan gemetar Kakek Latief meraih tangan cucunya.
"Sell, kau menyayangi Kakek bukan?"
"Tentu saja. Kakek adalah pria kedua yang sangat aku sayangi setelah almarhum Ayah" jawab Sellandra cepat. "Kenapa Kakek bertanya seperti itu?"
Kakek Latief menatap lekat ke manik mata Sellandra. Dia sebenarnya ingin menyampaikan sesuatu yang kemungkinan besar bisa menyakiti perasaan cucunya ini. Namun, Kakek Latief meragu. Dia ragu apakah cucunya akan bersedia mengabulkan apa yang dia inginkan atau tidak.
Sellandra menarik nafas pelan. Dia tahu kalau sang kakek sedang ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu padanya.
"Aku tahu Kakek ingin mengatakan sesuatu padaku. Iya kan?" tanya Sellandra dengan suara lemah lembut. "Katakan saja Kek, tidak apa-apa. Jika aku mampu, aku pasti akan mengabulkan apapun yang Kakek mau asalkan Kakek bisa segera sembuh."
"Apa kau mempunyai kekasih?"
Kakek Latief bertanya. Dia sangat berharap kalau cucunya akan menjawab tidak.
"Punya, namanya Davis. Apa Kakek ingin bertemu dengannya?"
"Jika Kakek memintamu untuk meninggalkan pria itu apakah kau bersedia melakukannya?"
Sellandra tersentak kaget. Dia tidak menyangka kalau kakeknya akan memintanya meninggalkan Davis.
"Katakan alasan kenapa Kakek memintaku melakukan hal itu," tanya Sellandra mencoba sabar. Dia tak mau kakeknya merasa tertekan.
"Sell, waktu Kakek sudah tak lama lagi. Dan Kakek mau kau menikah dengan pria pilihan Kakek. Eugghh...m-maaf jika permintaan Kakek sedikit keterlaluan. Kakek hanya bisa pergi dengan tenang kalau kau menikah dengannya. Ka-Kakek...aakkhhhhh!"
Kakek Latief kesakitan. Sellandra yang melihat hal itu pun menjadi sangat panik. Dia kemudian berniat pergi untuk memanggil dokter tapi tangannya tertahan.
"J-jawab dulu S-Sell...k-kau bersedia atau ti-dak untuk menikah dengan p-pria pilihan Ka-kek," desak Kakek Latief dengan suara terputus-putus.
"Iya, aku akan meninggalkan Davis dan akan menikah dengan pria pilihan Kakek. Aku janji Kek, tapi sekarang biarkan aku memanggil doketr dulu ya," jawab Sellandra tanpa berpikir dua kali.
Dalam kesakitannya, Kakek Latief tersenyum lega. Dia lega karena cucunya bersedia menikah dengan pria yang sudah lama dia pilihkan. Bukan tanpa alasan kenapa Kakek Latief ingin Sellandra menikah dengan laki-laki itu. Dan alasan tersebut hanya dia dan laki-laki itu saja yang mengetahuinya.
"Nanti, saat Kakek dimakamkan akan ada se-seorang pria yang mendatangimu. D-dia membawa sebuah surat wasiat. Te-terima dia, jangan pandang statusnya. Kakek mau k-kau selamanya bersama pria itu. J-jangan terpikir untuk bercerai ka-karena Kakek akan sangat sedih. Kakek...aakkkkkhhhh.....
"KAKEK!"
Tanpa sadar Sellandra menepis tangan kakeknya kemudian berlari keluar sambil menangis ketakutan. Sellandra berteriak seperti orang gila saat memanggil dokter yang mana hal itu membuat dua orang yang berada di ruang tunggu berlari ke arahnya.
"Dokter! Tolong selamatkan Kakekku, dokter!" jerit Sellandra histeris.
"Sell, Kakekmu kenapa? Apa yang terjadi?" cecar Nadia, sang ibu.
"Kau apakan suamiku, hah! Minggir!" hardik Kasturi sembari mendorong tubuh cucunya agar menyingkir dari depan pintu.
"Kakek Bu, Kakek."
Nadia segera memeluk putrinya yang sedang menangis ketakutan. Dia menatap cemas ke dalam ruangan saat tim dokter berlarian masuk ke dalam sana guna memeriksa kondisi ayah mertuanya.
"Ssssttt tenanglah. Kakek pasti baik-baik saja, dia tidak akan pergi meninggalkan kita," hibur Nadia dengan suara bergetar.
"Hikssss, Kakek kesakitan Bu. Aku takut," cicit Sellandra disela-sela isak tangisnya.
"Jangan takut, tidak akan terjadi apapun pada Kakekmu karena sekarang tim dokter sedang memeriksanya. Kakekmu pasti akan kembali pulih seperti semula,"
Baru saja Nadia bicara seperti itu pada Sellandra, dari dalam ruangan terdengar suara jeritan ibu mertuanya berbarengan dengan bunyi suara dari mesin monitor. Tangis Nadia pun akhirnya pecah saat menyadari kalau ayah mertuanya telah pergi.
"Kakek!!!" jerit Sellandra kemudian berlari masuk ke dalam ruangan.
Sellandra jatuh terduduk di lantai saat dia melihat para dokter tengah berusaha mengembalikan detak jantung kakeknya. Sementara sang nenek, wanita kejam itu tengah ditolong oleh perawat karena jatuh tak sadarkan diri di dekat ranjang kakeknya. Tubuh Sellandra lemas, dia tak memiliki tenaga lagi saat tim dokter melihat ke arahnya dengan tatapan sendu.
"Maafkan kami, Nona. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Tuan Latief, tapi Tuhan berkehendak lain. Tuan Latief telah meninggal dunia."
Mungkin ini yang dinamakan patah hati ketika orang yang kita sayang pergi dari sisi kita. Terasa seperti mimpi, tapi rasa sakitnya begitu nyata. Sellandra tak menyangka kalau kakeknya akan pergi secepat ini. Baru saja mereka berbincang, dan tiba-tiba saja mereka sudah berada di alam yang berbeda. Ini nyatakah?
"Hikssss...Kakek."
"Jangan pergi, Kek. Jangan tinggalkan aku dan juga Ibu. Aku mohon kembalilah Kek, jangan tinggalkan kami....
Yang pergi harus tetap pergi, dan yang hidup harus tetap menjalani hidup. Setiap yang bernyawa pasti akan mati, tanpa terkecuali. Garis Tuhan tiada siapalah yang mampu menentang, karena Manusia di takdirkan hanya bisa berencana. Sellandra ingin kakeknya tetap tinggal, namun Tuhan berkeinginan lain. Kakek Latief kembali ke pangkuan Yang Maha Kuasa setelah mewasiatkan seorang suami untuk cucu kesayangannya, Sellandra Latief.
Tujuh tahun kemudian .... "Ayaahhh!"Suara teriakan lucu langsung menyambut kepulangan Almero yang baru saja kembali dari melakukan perjalanan bisnis keluar negeri. Melihat kedua anaknya berlarian ke arahnya membuat Almero tampak kegirangan. Segera dia berjongkok di lantai lalu merentangkan kedua tangannya untuk menyambut pelukan dari Rogert dan Adriana. "Aduhh anak-anak Ayah yang cantik dan tampan. Apa kabar, hm? Rindu Ayah tidak?" tanya Almero sambil mencium pipi kedua anaknya secara bergantian. Dia gemas sekali melihat kedua bocah ini. Sungguh. "Kabar kami sangat baik, Ayah. Ibu juga baik," jawab Rogert dengan lancar. Dia lalu mengelus rambut adiknya yang sedang merebah manja di bahu sang ayah. "Sekarang kau sudah tidak sedih lagi, kan? Ayah sudah kembali ke rumah. Jangan menangis lagi ya?""Iya, Kak," sahut Adriana patuh. "Lho, kenapa adikmu bisa menangis? Apa yang terjadi?""Adriana bilang dia sangat merindukan Ayah. Jadi setiap mau tidur dia akan selalu menangis dan bertanya
"Hati-hati, sayang," ucap Almero sambil membantu mengantarkan Sellandra ke dalam kamar mandi. "Ughhh, begah sekali perutku. Aku sampai sulit bernafas, Ero," sahut Sellandra terengah. "Apa yang harus aku lakukan agar kau bisa merasa lebih nyaman? Rasanya sakit melihatmu kesulitan seperti ini, sayang."Sellandra tertawa. Suaminya selalu saja berkata manis. Dan sialnya Sellandra sangat suka itu. "Kau hanya perlu terus berada di sisiku. Dengan begitu kau sudah membantu membuatku merasa nyaman. Sungguh.""Hmmm,"Usia kandungan Sellandra sudah mencapai bulan kelahiran sekarang. Hal itu membuat semua orang menjadi sangat waspada. Terutama Almero. Setengah dia tak bisa tidur saat di malam hari karena takut Sellandra mulas mendadak. Agak berlebihan memang. Tapi Almero memang seantusias itu menyambut kelahiran anak pertama mereka. Dan setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya di ketahui kalau Sellandra hamil kembar. Ini dilakukan karena Almero merasa panik melihat ukuran perut Sellandra
Di bandara, terlihat Kintan berjalan sendirian sambil menarik koper yang tidak terlalu besar. Di matanya bertengger sebuah kaca mata hitam yang dia pakai untuk menyembunyikan matanya yang membengkak. Ya, semalaman penuh dia menangis menunggu Davis menghubunginya. Tapi nihil. Pria itu benar-benar tak peduli dengan kehamilannya. Akhirnya dengan sangat berat hati dia menghubungi Ero dan mengatakan kalau bersedia untuk tinggal di luar negeri. "Tidak apa-apa ya Nak kita hanya hidup berdua. Ibu janji nanti di sana Ibu akan merawatmu dengan baik. Maaf ya karena sudah membuatmu hadir dengar kondisi keluarga yang tidak lengkap," ucap Kintan lirih sambil mengelus-elus perutnya. Pagi tadi saat Kintan berpamitan pada semua keluarganya, Bima sempat melarangnya pergi ke luar negeri. Bahkan ibunya sampai menangis dan memohon agar dirinya tetap tinggal di kota ini. Meski sedih melihat keadaan itu, Kintan tetap memaksakan diri untuk pergi. Terlalu sakit jika harus bernafas di satu kota yang sama de
“Selamat pagi, Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?”“Di mana ruangan Davis?” tanya Sellandra. Raut wajahnya terlihat seperti orang yang sedang menyimpan amarah.“Ruangan Tuan Davis ada di lantai sembilan. Mau saya antarkan?”“Tidak usah. Terima kasih,”“Sama-sama, Nyonya.”Kedatangan Sellandra yang begitu tiba-tiba membuat heboh semua karyawan Aeron Group. Para karyawan itu saling berbisik, bertanya-tanya gerangan apa yang terjadi sehingga membuat wanita kesayangan bos mereka datang hanya dengan memakai daster saja. Pagi tadi saat Sellandra bangun, dia tak sengaja mendengar percakapan Ero dan Kai yang sedang membahas soal Kintan. Awalnya Sellandra ingin menimbrung, tapi setelah mengetahui apa yang terjadi diapun mengurungkan niatnya. Beralasan ingin pergi jalan-jalan sebentar dengan kepala pelayan, Sellandra nekad datang ke Aeron Group guna menemui Davis. Ya. Sellandra sudah mengetahui tentang kehamilan Kintan. Termasuk juga dengan penolakan Davis yang malah meminta Kintan agar menggug
Flashback"Aku hamil,".... Kintan meremas baju bagian bawahnya setelah memberitahu Davis kalau dirinya hamil. Gugup, dia gugup sekali. Kintan begitu takut pria ini akan menolak mengakui janin yang ada di dalam perutnya. "Kau yakin itu adalah anakku?" tanya Davis. Jujur dia syok sekali setelah Kintan memberitahu kalau dirinya sedang hamil. Setelah hati Davis langsung bereaksi keras dengan meminta untuk tidak menerima kehadiran janin tersebut. Bayi itu bukan miliknya."Dav, hanya denganmu aku pernah melakukan hal seperti itu. Bukankah kau juga tahu kalau itu adalah yang pertama untukku?" sahut Kintan resah menyadari adanya penolakan di diri pria ini. "Aku memang yang pertama, tapi setelah itu aku mana tahu kau melakukannya dengan pria lain atau tidak. Kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi, bukan?"Kintan tersentak kaget mendengar tuduhan keji yang dilayangkan oleh Davis. Sungguh, dia benar-benar tidak menyangka kalau Davis akan sekejam ini padanya. Kejam sekali. "Berhenti memper
Senyum Sellandra langsung mengembang begitu melihat wajah ibunya. Karena merindu, dia merengek meminta Ero agar mengantarkannya pulang ke rumah. Dia rindu sekali pada ibu dan juga neneknya. "Halo sayang, apa kabar?" tanya Nadia sembari berjalan cepat menghampiri putrinya yang baru saja keluar dari mobil. Begitu sampai di dekatnya dia langsung memeluknya penuh sayang. "Ibu rindu sekali padamu, Nak. Bagaimana? Kandunganmu sehat-sehat saja, kan?""Kami sangat sehat, Ibu. Ero menjagaku dengan begitu baik. Dia sangat siaga," jawab Sellandra. "Syukurlah kalau kalian sehat. Ibu lega mendengarnya,"Nadia mengurai pelukan. Dia lalu berganti memeluk menantunya yang begitu membanggakan. "Terima kasih sudah menjaga Sellandra dengan baik, Ero. Mungkinkah ini alasan kenapa Kakek menjodohkan kalian berdua. Beliau tahu kalau kau adalah suami yang paling tepat untuk Sellandra. Sekali lagi terima kasih banyak ya," ucap Nadia penuh haru. "Jangan berterima kasih seperti ini, Ibu. Menjaga Sellandra da
Hoeekk hoeekkTubuh Sellandra sampai terbungkuk-bungkuk saat dia kembali memuntahkan isi perutnya. Dia lalu berpegangan ke dinding saat kakinya bergetar karena lemas. "E-Ero," .... Suara Sellandra begitu lirih. Almero yang sedang terlelap pun tak bisa mendengarnya. Sekarang waktu menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Dan tiba-tiba saja perut Sellandra bergejolak. Dia yang tidak tega membangunkan Almero memutuskan untuk pergi ke kamar mandi seorang diri. Awalnya Sellandra pikir rasa mual itu hanya sebentar. Tapi siapa sangka kalau dia tak henti mengeluarkan seluruh sisa makanan yang ada di perutnya yang mana membuat sekujur tubuhnya menjadi gemetaran dan juga lemas. "Ero, tolong aku," ucap Sellandra masih berusaha memanggil Ero dengan suaranya yang begitu kecil. Matanya sudah berkunang-kunang sekarang. Almero yang sedang terlelap samar-samar seperti mendengar ada orang yang memanggilnya. Dia lalu berusaha membuka mata sambil meraba kasur di sebelahnya. (Kosong) Tak butuh waktu la
FlashbackKintan buru-buru keluar dari dalam mobil begitu melihat Davis muncul. Dia kemudian berlari mengejarnya. "Davis, tunggu. Aku ingin bicara padamu!" teriak Kintan ketika melihat Davis hendak masuk ke dalam lift. Mendengar suara teriakan memanggil namanya Davis akhirnya berbalik. Dia yang sedang kelelahan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan merasa bebannya semakin bertambah saja begitu mengetahui siapa yang memanggilnya. Kintan, mantan tunangannya. Wanita itu tengah berlari menuju padanya. Entah apa yang di inginkan. Hmmmm. "Beri aku kesempatan untuk bicara. Please?" ucap Kintan begitu sampai di hadapan Davis. Dia memohon dengan tatapan memelas. "Apalagi yang ingin kau bicarakan, Kintan? Semuanya sudah selesai. Kau dan aku tidak lagi terikat tali pertunangan," sahut Davis dengan dinginnya. Dia enggan sekali bicara dengan mantannya ini. Membuat hati jadi berdenyut nyeri. "Dav, aku tahu aku salah. Tapi tidak bisakah kau memberiku kesempatan untuk memperbaikinya?"Kinta
Flashback“Bima, akhirnya kau pulang juga, Nak!” seru Felita sembari berjalan cepat menghampiri putranya yang sudah beberapa bulan hilang tak berkabar. Seketika air matanya mengalir deras begitu mereka saling memeluk. “Kau kemana saja, Bim. Ayahmu bilang kau berada di panti rehabilitasi, tapi kenapa Ibu dan yang lain tak bisa mengunjungimu? Apa yang sebenarnya terjadi?”Sebelum menjawab pertanyaan sang ibu, Bima terlebih dahulu melepas pelukan mereka kemudian mencium keningnya penuh sayang. Rindu sekali dia pada wanita ini. Sungguh.“Ceritanya panjang sekali, Bu. Mungkin tidak bisa selesai diceritakan seabad lamanya,” ucap Bima berseloroh.“Ei kau ini. Ibu serius, Bima. Tolong jangan bercanda!”“Hehe, baiklah.” Bima berdehem. “Ibu tahu tidak saat Sellandra mengalami lebam di lehernya?”“Iya Ibu tahu. Kenapa memangnya?” tanya Felita sambil mengerutkan kening. Agak bingung dia dengan yang sedang dibicarakan oleh putranya.“Itu aku yang menyerangnya,” jawab Bima. “Saat itu aku tidak tahu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments