๐ Happy Reading ๐
Kepala Sellandra tertunduk memandangi dua buah buku yang ada di tangannya. Matanya memanas, ingin sekali dia menjerit, tapi tidak bisa. Pernikahan ini dia sendiri yang memutuskan, tapi kenapa dia tidak merasa bahagia seperti pengantin-pengantin lainnya? Batin Sellandra bergejolak, dia kecewa, tapi tidak tahu pada siapa. Pada almarhum kakeknyakah? Atau pada Ero, pria asing yang kini menjelma jadi suaminya. Pantaskah? Ero tidak tahu apapun, dia sama sepertinya yang tidak bisa menolak surat wasiat itu. Ero tidak salah. Lalu siapa yang salah?
"Nona Sellandra....
Mendengar namanya disebut, Sellandra akhirnya mengangkat kepala. Manik matanya berpapasan dengan manik mata Ero yang sedang menatapnya. Dia lalu membuang muka ke arah lain.
"Kita sudah menikah, jangan memanggilku Nona" jawab Sellandra berusaha untuk tabah.
Ero canggung. Dia tahu kalau gadis ini merasa sangat tersiksa dengan pernikahan mereka.
"Kita bercerai saja. Aku tidak tega melihatmu terluka begini," ucap Ero menyerah.
Mata Sellandra membulat. Dia langsung menatap tajam ke arah Ero yang dengan begitu entengnya menyebut kata cerai di saat mereka baru saja resmi menjadi pasangan suami istri.
"Apa kau sadar dengan perkataanmu,?" tanya Sellandra dingin. "Bukankah kau juga mendapatkan wasiat yang sama dari almarhum Kakekku?"
"Aku sadar, Sell. Sangat sadar malah," jawab Ero gusar. "Almarhum Kakek Latief melarang kita untuk bercerai, itu yang dia katakan padaku sebelum meninggal. Dia ingin aku menjagamu dan juga menjaga Ibumu."
"Lalu kenapa kau menyebut kata cerai hah!" teriak Sellandra dengan mata berkaca-kaca.
Kali ini Ero yang menundukkan kepala.
"Karena aku tidak tega melihatmu begini. Kau terlihat sangat tersiksa, dan aku tidak menyukainya."
Ibrahim yang menyaksikan perdebatan pasangan suami istri yang baru saja menikah hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Dia bisa merasakan kalau kedua orang ini sama-sama terluka oleh wasiat yang ditinggalkan oleh mendiang Tuan Latief. Sebenarnya sudah lama Ibrahim tahu kalau Sellandra akan dijodohkan dengan anak dari sahabat lama kakeknya, hanya saja Ibrahim tidak menyangka kalau yang akan datang adalah pria miskin yang tidak memiliki apapun. Sudah pasti batin Sellandra sangat terguncang, ditambah lagi Ero sepertinya tidak memiliki kemampuan apapun. Pria ini terlihat begitu lemah.
"Apapun itu jangan pernah menyebut kata cerai di hadapanku. Ki-kita sudah terikat pernikahan Ero, jadi jangan sekalipun kau ucapkan kata-kata itu lagi semuak apapun rasa yang kita terima," ucap Sellandra menahan tangis.
Ero menengadah, menatap sedih ke arah istrinya. Ingin rasanya Ero memeluk wanita ini, tapi dia tidak berani. Ero sadar kalau posisinya sangat tidak pantas untuk melakukan hal tersebut karena mereka menikah hanya demi memenuhi amanah yang ditinggalkan oleh kakek masing-masing.
"Nona Sellandra, Tuan Ero, mari kita pulang. Kalian berdua masih harus meminta do'a restu pada semua orang," ajak Ibrahim sembari melihat jam yang melingkar di tangannya.
Tanpa menjawab ajakan Ibrahim, keduanya langsung melangkah menuju mobil. Baik Sellandra maupun Ero sama-sama tidak memiliki keinginan untuk membuka suara. Sampai akhirnya Ibrahim membuka percakapan sembari mengemudikan mobil.
"Tuan Ero, sebelumnya kau tinggal dimana?"
Ero terdiam. Dia bingung harus menjawab apa.
"Tuan Ero, apa kau mendengarku?" ulang Ibrahim seraya melirik ke kursi belakang melalui kaca spion.
"Itu, aku selalu berpindah-pindah, Tuan Ibrahim. Jadi aku tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap," jawab Ero gugup.
Ibrahim menghela nafas.
"Pekerjaanmu?"
"Aku melakukan semuanya yang bisa menghasilkan uang untuk membeli makan."
Bibir Sellandra bergetar. Suaminya ini sama sekali tidak memiliki masa depan yang baik. Namun Sellandra tetap menguatkan hati, demi wasiat kakek, itu pikirnya.
"Lalu bagaimana caramu memenuhi kebutuhan hidup Nona Sellandra kalau pekerjaanmu saja tidak jelas?" cecar Ibrahim tak habis pikir.
"Kenapa Tuan Latief mencarikan suami yang sangat buruk untuk Nona Sellandra ya? Pria ini bahkan tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal yang tetap. Ya Tuhan, sebenarnya ada rahasia apa di balik perjodohan ini. Aku sungguh tidak tega melihat nasib Nona Sellandra," batin Ibrahim.
Sebelum menjawab, Ero melirik terlebih dahulu ke arah istrinya yang hanya diam saja sambil menatap keluar. Dia yakin sekali kalau istrinya ini pasti merasa sangat kecewa karena sudah menikah dengan pria yang tidak memiliki masa depan cerah.
"Aku akan melakukan segalanya untuk membahagiakan istriku. Meski aku sendiri tidak memiliki kemampuan apapun," jawab Ero tegas. "Aku tahu pernikahan kami terjadi hanya karena sebuah wasiat, tapi kewajiban tetaplah menjadi kewajiban yang harus ditunaikan. Sellandra sekarang adalah istriku, sudah sepatutnya dia menerima hak sebagai seorang istri dengan layak. Aku berjanji akan selalu melindunginya dan juga membahagiakannya. Sampai mati!"
Entah kenapa hati Sellandra langsung menghangat begitu dia mendengar janji yang diucapkan oleh Ero. Bibirnya tersenyum kecut. Sayang, kebahagiaan ini adalah kebahagiaan semu, dia merasa bahagia hanya untuk menutupi hatinya yang sedang terluka.
"Itu bagus, dan kau sebaiknya jangan mengkhianati janji yang sudah kau ucapkan sendiri, Tuan Ero" imbuh Ibrahim lega.
"Tenang saja, Tuan Ibrahim. Meskipun aku adalah pria miskin, aku tidak pernah mangkir dari janji yang kubuat sendiri. Kau boleh menghukumku jika hal itu sampai terjadi," sahut Ero datar.
Ibrahim mengangguk. Perlahan-lahan dia mulai bisa mengerti kenapa almarhum Tuan Latief memilih pria ini sebagai suami Nona Sellandra. Mungkin dari segi materi Ero terlihat sangat tidak memungkinkan, namun kata-katanya begitu berbobot. Dan Ibrahim sadar akan hal itu.
"Em Sell, setelah ini kau mau tinggal dimana? Mau ikut denganku tinggal di kontrakan atau bagaimana?" tanya Ero dengan suara yang sangat lembut.
Sellandra tak bisa menjawab. Dia bingung.
"Tenang saja, aku tidak akan memaksamu untuk tinggal bersamaku. Kau boleh tinggal di rumah yang kau tempati sekarang. Jangan khawatir," imbuh Ero saat menyadari keengganan di wajah sang istri.
"Lalu kau?" tanya Sellandra.
"Aku akan tetap tinggal di kontrakan," jawab Ero.
Ini tidak benar. Ero sekarang sudah menjadi suaminya, tidak mungkin mereka tinggal terpisah. Akan tetapi lebih tidak mungkin lagi kalau Ero ikut tinggal bersamanya di rumah utama. Sellandra yakin neneknya akan langsung mengamuk jika dia tetap membawa Ero masuk ke keluarga mereka. Memikirkan hal ini membuat dada Sellandra seperti terhimpit. Sesak dan juga menyakitkan.
"Sell, jangan terlalu memikirkan masalah ini. Aku tidak mau menambah beban dalam hidupmu," ucap Ero penuh maksud.
"Maaf Ero, aku tidak bisa berbuat apa-apa di depan Nenek Kasturi. Beliau adalah pemilik rumah utama, jadi aku...aku....
"Aku kan sudah bilang kalau aku tidak mau menambah beban di hidupmu. Kau tinggallah di sana dengan Ibu, jangan pedulikan aku. Oke," sela Ero maklum. "Sekarang aku belum bisa memberimu tempat tinggal yang layak. Jadi tetaplah tinggal di sana ya. Wanita cantik sepertimu sangat tidak cocok jika harus tinggal di kontrakan kumuh bersamaku. Kau itu pantasnya tinggal di dalam istana yang megah seperti yang ada di dalam dongeng."
Seulas senyum muncul di bibir tipis Sellandra saat dia mendengar candaan Ero. Dia merasa beruntung karena setidaknya Ero tidak memaksakan kehendak terhadapnya. Saat suasana baru mulai mencair, tiba-tiba saja ada sebuah pesan masuk yang mana langsung membuat wajah Sellandra memucat.
"Sayang, aku pulang....
"Davis" gumam Sellandra lirih.
Ero yang mendengar gumaman istrinya nampak memalingkan wajah ke arah lain. Dia sadar kalau masalah yang sebenarnya akan segera tiba, karena wanita yang dia nikahi telah memiliki seorang kekasih. Sudah ada pria lain yang mengisi hati Sellandra sebelum pernikahan ini terjadi. Dan itu membuat Ero merasa sangat bersalah.
."Maafkan aku Sell, tapi aku tidak akan melepaskanmu pada pria lain. Bukannya aku egois, tapi ini adalah permintaan kakekmu sebelum beliau meninggal. Sekali lagi aku minta maaf," batin Ero.
๐ Happy Reading ๐ Plaakk! "Nyonya!" teriak Ero kaget saat istrinya ditampar hingga jatuh terduduk di lantai. "Diam kau gembel tidak berguna!" maki Kasturi meneriaki pria kumuh yang baru saja menikah dengan cucu sulungnya. "Sellandra, kau ini benar-benar j*lang murahan. Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak menikahi gembel ini, tapi kenapa kau tidak mau mendengarkan aku? Kehadiran Ibumu saja sudah mencoreng darah ningrat di keluarga Latief, kenapa kau juga ikut-ikutan melakukan hal bodoh seperti Ayahmu hah? Dasar tidak tahu diri. Anak dan Ibu sama-sama tidak ada yang mempunyai rasa malu. Cihh!" Nadia menangis tertahan. Meskipun sudah berulang kali direndahkan oleh ibu mertuanya, dia tetap saja merasa sakit. Apalagi sekarang dia harus menyaksikan putrinya mendapat perlakuan kasar hanya karena menikah dengan pria yang telah diwasiatkan oleh almarhum ayah mertuanya. Semakin sakitlah hati Nadia. "Pria itu bukan gembel, Nek. Dia suamiku," sahut Sellandra sembari terisak lirih. "Er
๐ Happy Reading ๐ "Sell, kau mau pergi kemana?" tanya Nadia seraya memperhatikan penampilan putrinya yang sudah terlihat rapi. Lesu, itu yang terlihat di wajah Sellandra. Jika biasanya dia akan merasa begitu bersemangat setiap kali akan bertemu dengan Davis, kali ini dia tidak merasakan hal itu. Langkahnya terasa berat, tapi dia harus tetap pergi untuk menjelaskan apa yang sudah terjadi dengan hubungan mereka. Awalnya Sellandra enggan untuk menemui kekasihnya itu, tapi setelah melihat Ero yang sedang terlelap di sofa dengan punggung terluka parah membuat Sellandra berubah pikiran. Ya, sekarang dia sudah menjadi seorang istri. Akan sangat tidak pantas jika Sellandra masih memiliki hubungan dengan pria yang bukan suaminya. Meski tak siap, Sellandra harus rela untuk melepaskan Davis, pria yang sudah lima tahun menjalin hubungan dengannya. "Davis sedang menungguku, Bu." Nadia menghela nafas. Dia tahu hal ini sangatlah sulit untuk putrinya. Karenanya dia segera memberi pelukan hanga
๐ Happy Reading ๐ Davis diam termenung di dalam mobil. Sungguh, dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar di dalam cafe tadi. Sellandra, gadis yang lima tahun ini menjalin hubungan dengannya tiba-tiba berkata kalau dia sudah menikah. Kenyataan ini terlalu sulit dicerna dengan akal fikiran Davis. Dia hanya pergi selama dua bulan untuk menyelesaikan urusan pekerjaan di negara lain dan konsekuensi yang harus dia terima adalah kehilangan cintanya dalam sekejap. Benarkah ini nyata? "Tidak, aku yakin Sellandra mengatakan itu semua hanya untuk memberiku kejutan saja. Dia dan aku saling mencintai, mana mungkin Sellandra mau menikah dengan pria lain," ucap Davis bermonolog sendiri. "Iya, ini pasti hanya akal-akalannya saja. Sellandra tidak mungkin mengkhianati aku, dia mencintaiku. Ya, begini baru benar. Lebih baik sekarang aku kembali lagi ke dalam, aku harus segera memberi gadis nakal itu sebuah hukuman. Beraninya dia membuat aku hampir mati jantungan," ucap Davis sambil terkekeh luc
๐ Happy Reading ๐ "Bu...Ibu, kau dimana?" teriak Kintan dengan penuh semangat. Kasturi yang sedang duduk sambil membaca majalah bisnis menoleh. Keningnya mengerut melihat cucunya berjalan dengan terburu-buru. "Kintan, ada apa? Kenapa kau berteriak seperti itu di dalam rumah?" tegur Kasturi. Langkah Kintan terhenti. "Oh, Nenek. Dimana Ibuku Nek? Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padanya," "Ibumu sedang di dalam kamar mengurus Ayahmu," jawab Kasturi kemudian kembali membaca majalah. "Memangnya apa yang ingin kau sampaikan padanya?" Kintan segera duduk di sebelah neneknya untuk memberitahukan kabar penting yang baru saja dia terima. "Nenek tahu kan kalau Sellandra itu sudah lama menjalin hubungan dengan Davis?" tanya Kintan sambil mengotak-atik ponselnya. "Si pria miskin itu?" Kintan mengangguk. Tangannya masih asik mencari sesuatu di dalam galeri ponsel. Yang mana hal itu membuat sang nenek menjadi kesal. "Kalau sedang bicara dengan orangtua itu yang sopan, Kintan.
๐ Happy Reading ๐ Mungkin untuk ukuran orang dewasa seperti Sellandra akan sangat memalukan jika menyebut kata patah hati. Akan tetapi, keadaan yang sedang dialaminya membuat Sellandra terpaksa harus mengurung diri di dalam kamar untuk menjernihkan pikiran. Hati siapa yang tidak hancur saat harus mengucapkan kata perpisahan tepat ketika akan dilamar oleh pria yang kita cintai. Sebenarnya di sini bukan hanya Davis saja yang terluka, tetapi Sellandra jauh lebih terluka lagi. Pria yang kini resmi menjadi mantan kekasihnya itu pasti merasa sangat hancur, Davis pasti beranggapan kalau Sellandra telah mengkhianatinya. Namun, semua ini di luar kehendak Sellandra. Perjodohan dan pernikahan ini bukan dia yang menginginkan. "Davis, maafkan aku. Aku tahu ini salah, tetapi aku tidak bisa menolak keinginan Kakek. Aku sama terlukanya sepertimu. Hatiku hancur," Sebutir cairan bening meluncur cepat dari sudut mata Sellandra. Wajahnya yang sayu terlihat semakin menyedihkan saat isakan kecil mulai
๐ Happy Reading ๐ Meski hatinya sedang terluka, Sellandra memutuskan untuk tetap pergi ke perusahaan. Tugasnya sebagai direktur keuangan di Group Latief mengharuskan Sellandra untuk selalu bersikap profesional dengan tidak membawa masalah pribadi ke dalam pekerjaannya. Sebelum pergi, tak lupa Sellandra membawa serta bekal sarapan sederhana yang dibuatkan oleh suaminya. Di bibirnya ada senyum, tetapi itu adalah senyum getir dimana dia harus memaksakan hati untuk menerima kehadiran Ero. "Sayang, kau mau ke kantor?" tanya Nadia lembut sembari memperhatikan penampilan putrinya yang sudah rapi dengan setelan formal. Sambil menutup pintu kamar, Sellandra menjawab pertanyaan sang ibu. "Iya Bu. Setumpuk pekerjaan sudah menantiku di sana," "Apa kau baik-baik saja?" Nadia begitu mengkhawatirkan kondisi putrinya sejak semalam. Dia begitu takut kalau-kalau Sellandra nekat melakukan hal buruk tanpa sepengetahuannya. "Jangan khawatir, Bu. Aku pasti bisa melewati semua ini dengan tabah.
๐ Happy Reading ๐ Malam menjelang, saat Sellandra tengah melamun di atas ranjangnya tiba-tiba saja kaca jendela kembali diketuk dari luar. Dia menoleh, tapi enggan untuk bergerak. Sellandra tahu kalau itu pasti Ero. Sellandra tidak ingin suaminya tahu kalau saat ini dia tengah meratapi kisah cintanya yang kandas begitu saja. Karena bagaimanapun Sellandra harus tetap menghargai perasaan Ero meski di antara mereka tidak ada rasa apapun. Tok, tok, tok "Sell, aku tahu kau ada di dalam. Tolong buka jendelanya ya. Aku ingin bicara," Ketukan kembali terdengar. Dan kali ini di barengi dengan suara Ero yang terus memintanya untuk membuka jendela. Dengan berat hati Sellandra akhirnya memutuskan untuk menemui Ero. Akan tetapi dia sudah lebih dulu mencuci wajahnya agar tidak terlihat kusam saat bertemu dengan suaminya. Klik Jendela terbuka. Ero terdiam ketika melihat luka memar di pipi istrinya. Berpura-pura untuk tidak tahu, Ero mengacungkan sebuah bungkusan plastik berisi bakpao hangat
๐ Happy Reading ๐ Pagi harinya, di kediaman Latief tengah terjadi perdebatan sengit antara Ziko dengan putranya, Bima. Kedua ayah dan anak itu bertengkar hebat karena Bima yang ketahuan ingin melakukan tindak kecurangan pada anak cabang yang sekarang di pimpinnya. "Hentikan kegilaanmu ini, Bima. Kau tahu tidak resiko seperti apa yang akan terjadi pada kita semua jika Nenekmu sampai mengetahui perbuatanmu ini hah!" bentak Ziko sambil memelototkan mata. Bima berdecih. "Ayah tidak usah berlagak sok suci di hadapanku. Apa Ayah pikir aku tidak tahu kalau selama ini Ayah diam-diam menyogok dewan direksi agar mereka mau menunjuk Ayah sebagai Direktur Utama di Group Latief? Kita itu sama Ayah, sama-sama ingin menduduki jabatan yang tinggi di sana. Jadi sebaiknya Ayah jangan memojokkan aku seolah aku ini adalah orang yang bisa menghancurkan segalanya." "Tutup mulutmu, Bima. Beraninya kau bicara seperti itu pada Ayahmu sendiri!" hardik Ziko semakin emosi. "Ya, Ayah akui apa yang kau kata
Tujuh tahun kemudian .... "Ayaahhh!"Suara teriakan lucu langsung menyambut kepulangan Almero yang baru saja kembali dari melakukan perjalanan bisnis keluar negeri. Melihat kedua anaknya berlarian ke arahnya membuat Almero tampak kegirangan. Segera dia berjongkok di lantai lalu merentangkan kedua tangannya untuk menyambut pelukan dari Rogert dan Adriana. "Aduhh anak-anak Ayah yang cantik dan tampan. Apa kabar, hm? Rindu Ayah tidak?" tanya Almero sambil mencium pipi kedua anaknya secara bergantian. Dia gemas sekali melihat kedua bocah ini. Sungguh. "Kabar kami sangat baik, Ayah. Ibu juga baik," jawab Rogert dengan lancar. Dia lalu mengelus rambut adiknya yang sedang merebah manja di bahu sang ayah. "Sekarang kau sudah tidak sedih lagi, kan? Ayah sudah kembali ke rumah. Jangan menangis lagi ya?""Iya, Kak," sahut Adriana patuh. "Lho, kenapa adikmu bisa menangis? Apa yang terjadi?""Adriana bilang dia sangat merindukan Ayah. Jadi setiap mau tidur dia akan selalu menangis dan bertanya
"Hati-hati, sayang," ucap Almero sambil membantu mengantarkan Sellandra ke dalam kamar mandi. "Ughhh, begah sekali perutku. Aku sampai sulit bernafas, Ero," sahut Sellandra terengah. "Apa yang harus aku lakukan agar kau bisa merasa lebih nyaman? Rasanya sakit melihatmu kesulitan seperti ini, sayang."Sellandra tertawa. Suaminya selalu saja berkata manis. Dan sialnya Sellandra sangat suka itu. "Kau hanya perlu terus berada di sisiku. Dengan begitu kau sudah membantu membuatku merasa nyaman. Sungguh.""Hmmm,"Usia kandungan Sellandra sudah mencapai bulan kelahiran sekarang. Hal itu membuat semua orang menjadi sangat waspada. Terutama Almero. Setengah dia tak bisa tidur saat di malam hari karena takut Sellandra mulas mendadak. Agak berlebihan memang. Tapi Almero memang seantusias itu menyambut kelahiran anak pertama mereka. Dan setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya di ketahui kalau Sellandra hamil kembar. Ini dilakukan karena Almero merasa panik melihat ukuran perut Sellandra
Di bandara, terlihat Kintan berjalan sendirian sambil menarik koper yang tidak terlalu besar. Di matanya bertengger sebuah kaca mata hitam yang dia pakai untuk menyembunyikan matanya yang membengkak. Ya, semalaman penuh dia menangis menunggu Davis menghubunginya. Tapi nihil. Pria itu benar-benar tak peduli dengan kehamilannya. Akhirnya dengan sangat berat hati dia menghubungi Ero dan mengatakan kalau bersedia untuk tinggal di luar negeri. "Tidak apa-apa ya Nak kita hanya hidup berdua. Ibu janji nanti di sana Ibu akan merawatmu dengan baik. Maaf ya karena sudah membuatmu hadir dengar kondisi keluarga yang tidak lengkap," ucap Kintan lirih sambil mengelus-elus perutnya. Pagi tadi saat Kintan berpamitan pada semua keluarganya, Bima sempat melarangnya pergi ke luar negeri. Bahkan ibunya sampai menangis dan memohon agar dirinya tetap tinggal di kota ini. Meski sedih melihat keadaan itu, Kintan tetap memaksakan diri untuk pergi. Terlalu sakit jika harus bernafas di satu kota yang sama de
โSelamat pagi, Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?โโDi mana ruangan Davis?โ tanya Sellandra. Raut wajahnya terlihat seperti orang yang sedang menyimpan amarah.โRuangan Tuan Davis ada di lantai sembilan. Mau saya antarkan?โโTidak usah. Terima kasih,โโSama-sama, Nyonya.โKedatangan Sellandra yang begitu tiba-tiba membuat heboh semua karyawan Aeron Group. Para karyawan itu saling berbisik, bertanya-tanya gerangan apa yang terjadi sehingga membuat wanita kesayangan bos mereka datang hanya dengan memakai daster saja. Pagi tadi saat Sellandra bangun, dia tak sengaja mendengar percakapan Ero dan Kai yang sedang membahas soal Kintan. Awalnya Sellandra ingin menimbrung, tapi setelah mengetahui apa yang terjadi diapun mengurungkan niatnya. Beralasan ingin pergi jalan-jalan sebentar dengan kepala pelayan, Sellandra nekad datang ke Aeron Group guna menemui Davis. Ya. Sellandra sudah mengetahui tentang kehamilan Kintan. Termasuk juga dengan penolakan Davis yang malah meminta Kintan agar menggug
Flashback"Aku hamil,".... Kintan meremas baju bagian bawahnya setelah memberitahu Davis kalau dirinya hamil. Gugup, dia gugup sekali. Kintan begitu takut pria ini akan menolak mengakui janin yang ada di dalam perutnya. "Kau yakin itu adalah anakku?" tanya Davis. Jujur dia syok sekali setelah Kintan memberitahu kalau dirinya sedang hamil. Setelah hati Davis langsung bereaksi keras dengan meminta untuk tidak menerima kehadiran janin tersebut. Bayi itu bukan miliknya."Dav, hanya denganmu aku pernah melakukan hal seperti itu. Bukankah kau juga tahu kalau itu adalah yang pertama untukku?" sahut Kintan resah menyadari adanya penolakan di diri pria ini. "Aku memang yang pertama, tapi setelah itu aku mana tahu kau melakukannya dengan pria lain atau tidak. Kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi, bukan?"Kintan tersentak kaget mendengar tuduhan keji yang dilayangkan oleh Davis. Sungguh, dia benar-benar tidak menyangka kalau Davis akan sekejam ini padanya. Kejam sekali. "Berhenti memper
Senyum Sellandra langsung mengembang begitu melihat wajah ibunya. Karena merindu, dia merengek meminta Ero agar mengantarkannya pulang ke rumah. Dia rindu sekali pada ibu dan juga neneknya. "Halo sayang, apa kabar?" tanya Nadia sembari berjalan cepat menghampiri putrinya yang baru saja keluar dari mobil. Begitu sampai di dekatnya dia langsung memeluknya penuh sayang. "Ibu rindu sekali padamu, Nak. Bagaimana? Kandunganmu sehat-sehat saja, kan?""Kami sangat sehat, Ibu. Ero menjagaku dengan begitu baik. Dia sangat siaga," jawab Sellandra. "Syukurlah kalau kalian sehat. Ibu lega mendengarnya,"Nadia mengurai pelukan. Dia lalu berganti memeluk menantunya yang begitu membanggakan. "Terima kasih sudah menjaga Sellandra dengan baik, Ero. Mungkinkah ini alasan kenapa Kakek menjodohkan kalian berdua. Beliau tahu kalau kau adalah suami yang paling tepat untuk Sellandra. Sekali lagi terima kasih banyak ya," ucap Nadia penuh haru. "Jangan berterima kasih seperti ini, Ibu. Menjaga Sellandra da
Hoeekk hoeekkTubuh Sellandra sampai terbungkuk-bungkuk saat dia kembali memuntahkan isi perutnya. Dia lalu berpegangan ke dinding saat kakinya bergetar karena lemas. "E-Ero," .... Suara Sellandra begitu lirih. Almero yang sedang terlelap pun tak bisa mendengarnya. Sekarang waktu menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Dan tiba-tiba saja perut Sellandra bergejolak. Dia yang tidak tega membangunkan Almero memutuskan untuk pergi ke kamar mandi seorang diri. Awalnya Sellandra pikir rasa mual itu hanya sebentar. Tapi siapa sangka kalau dia tak henti mengeluarkan seluruh sisa makanan yang ada di perutnya yang mana membuat sekujur tubuhnya menjadi gemetaran dan juga lemas. "Ero, tolong aku," ucap Sellandra masih berusaha memanggil Ero dengan suaranya yang begitu kecil. Matanya sudah berkunang-kunang sekarang. Almero yang sedang terlelap samar-samar seperti mendengar ada orang yang memanggilnya. Dia lalu berusaha membuka mata sambil meraba kasur di sebelahnya. (Kosong) Tak butuh waktu la
FlashbackKintan buru-buru keluar dari dalam mobil begitu melihat Davis muncul. Dia kemudian berlari mengejarnya. "Davis, tunggu. Aku ingin bicara padamu!" teriak Kintan ketika melihat Davis hendak masuk ke dalam lift. Mendengar suara teriakan memanggil namanya Davis akhirnya berbalik. Dia yang sedang kelelahan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan merasa bebannya semakin bertambah saja begitu mengetahui siapa yang memanggilnya. Kintan, mantan tunangannya. Wanita itu tengah berlari menuju padanya. Entah apa yang di inginkan. Hmmmm. "Beri aku kesempatan untuk bicara. Please?" ucap Kintan begitu sampai di hadapan Davis. Dia memohon dengan tatapan memelas. "Apalagi yang ingin kau bicarakan, Kintan? Semuanya sudah selesai. Kau dan aku tidak lagi terikat tali pertunangan," sahut Davis dengan dinginnya. Dia enggan sekali bicara dengan mantannya ini. Membuat hati jadi berdenyut nyeri. "Dav, aku tahu aku salah. Tapi tidak bisakah kau memberiku kesempatan untuk memperbaikinya?"Kinta
FlashbackโBima, akhirnya kau pulang juga, Nak!โ seru Felita sembari berjalan cepat menghampiri putranya yang sudah beberapa bulan hilang tak berkabar. Seketika air matanya mengalir deras begitu mereka saling memeluk. โKau kemana saja, Bim. Ayahmu bilang kau berada di panti rehabilitasi, tapi kenapa Ibu dan yang lain tak bisa mengunjungimu? Apa yang sebenarnya terjadi?โSebelum menjawab pertanyaan sang ibu, Bima terlebih dahulu melepas pelukan mereka kemudian mencium keningnya penuh sayang. Rindu sekali dia pada wanita ini. Sungguh.โCeritanya panjang sekali, Bu. Mungkin tidak bisa selesai diceritakan seabad lamanya,โ ucap Bima berseloroh.โEi kau ini. Ibu serius, Bima. Tolong jangan bercanda!โโHehe, baiklah.โ Bima berdehem. โIbu tahu tidak saat Sellandra mengalami lebam di lehernya?โโIya Ibu tahu. Kenapa memangnya?โ tanya Felita sambil mengerutkan kening. Agak bingung dia dengan yang sedang dibicarakan oleh putranya.โItu aku yang menyerangnya,โ jawab Bima. โSaat itu aku tidak tahu