Tak lama kemudian, kepala Agata kembali nongol dari pintu yang setengah terbuka. “Hei, cepat keluar! Itu Sofian ada di depan. Buatkan teh!”
Enteng sekali Agata mengatakannya.Namun seperempat permintaan Qizha seolah terkabul saat ia melihat daun pintu yang disentak oleh Agata terpantul dari dinding, lalu menghantam keningnya sendiri.Rasain!Bukan cuma kening, bibir Agata pun kena tabok pintu cukup keras. Wanita itu kesakitan dan memukul pintu dengan tangan lalu bergegas pergi.Qizha bangkit dan berjalan menuju dapur untuk membuatkan teh. Otaknya terus berpikir, bagaimana ia akan menghadapi masalah ini?Kaki Qizha agak gemetar saat melangkah menuju meja ruang tamu membawa nampan berisi minuman hangat. Keberadaan Sofian membuatnya gentar. Dia menyuguhkan teh ke meja."Nah, Tuan Sofian boleh kembali kemari seminggu lagi dengan membawa mahar lima ratus juta untuk menikahi Qizha. Lihatlah, dia muda, cantik dan sarjana. Cocok dengan harga segitu," tutur Agata dengan senyum simpul. Bibirnya yang jontor nyaris terlihat seperti bunga mawar.Itu pasti akibat terhantam pintu tadi. Sungguh pemandangan menyenangkan.Qizha sontak menatap Agata dan memberanikan diri untuk berkata, "Kenapa ibu nggak menikahkan Sina aja?"Qizha menyebut adik tirinya, tak lain anak kandung Agata, keturunan suaminya dulu."Sina itu kan adikmu. Kaulah kakaknya. Maka seorang kakak yang seharusnya menikah duluan," sergah Agata.Qizha menoleh pada ayahnya yang hanya diam saja.Fix, Bily menyuruhnya pulang hanya demi masalah sebanyak ini."Tuan Sofian, bagaimana? Setuju, kan?" Agata tersenyum lebar."Tentu saja setuju. Dia cantik sekali. Oh ya, itu bibir ibu kenapa memble begitu seperti mawar merekah?" Sofian menatap aneh pada bibir jontor."Oh ini kena tabok pintu.""Merusak pemandangan."Qizha sebenarnya ingin tertawa. Namun nasibnya saja sudah patut ditertawakan, bagaimana ia bisa menertawakan Agata?Ia berlalu ke ruangan lain. Ia tidak boleh diam saja. Ia harus melakukan sesuatu supaya bisa lepas dari pernikahan itu.Arsen harus tahu hal ini. Arsen adalah pria yang telah lama menjalin hubungan dengan Qizha. Mereka berniat hendak menikah, namun ditolak keras oleh Agata.Padahal Arsen berasal dari keluarga baik- baik. Bahkan kehidupannya juga mapan.Jika Qizha menikah dengan Arsen, maka keluarga Agata juga akan naik derajat. Tapi anehnya Agata menolak pernikahan itu.Hanya Arsen satu- satunya pria yang selama ini memahaminya. Dialah tumpuan harapan Qizha sekarang.Dengan mengendarai motor, Qizha menuju ke rumah Arsen.Akibat kepanikan yang melanda, Qizha tidak menunggu Arsen membuka pintu. Dia langsung menerobos masuk rumah setelah mengucap salam.Seisi rumah sepi. Kemana mereka?Ayah dan ibunya Arsen adalah pebisnis, tak heran jika mereka jarang di rumah.Qizha menyusuri ruangan lain, mencari keberadaan Arsen.Sebelum ia menemukan keberadaan Arsen, ia mendengar suara aneh yang membuat kulitnya meremang. Suara desahan wanita yang sedang merasakan kenikmatan duniawi.Qizha terpaku. Tidak baik ia berada di sana. Namun saat ia menyadari sumber arah suara berasal dari kamar Arsen, tanpa sadar langkahnya maju dan tangannya membuka handel pintu.Tampak Arsen sedang menggerakkan tubuhnya di atas seorang wanita, keduanya polos tanpa sehelai benang.Qizha terkejut, tubuhnya lemas sekali rasanya. Dan yang lebih mengejutkan adalah saat ia melihat wajah Sina, adiknya yang tengah merem melek mengeluarkan desahan menjijikkan.“Keterlaluan!” Qizha geleng- geleng kepala.Seruannya membuat Arsen dan Sina terkejut bersamaan. Keduanya saling menjauh. Arsen menarik selimut untuk menutupi diri.“Kalian menjijikkan sekali!” Qizha balik badan, kemudian menghambur pergi. Sekarang terjawab sudah alasan Agata menolak keras pernikahan Qizha dengan Arsen.Ternyata Agata mengetahui hubungan gelap antara Arsen dan Sina. Dan Agata jauh lebih mendukung hubungan Arsen dengan Sina.Lalu kemana lagi Qizha harus mengadu? Tak ada lagi yang bisa ia perjuangkan dari seorang Arsen.Qizha pulang dengan perasaan kacau. Ia tidak bisa kemana- mana. Tidak bisa pula kabur tanpa tujuan. Uang pun tak punya. Siapa yang bisa melindunginya di dunia luar jika ia nekat kabur?Bayangan polisi yang datang menjemputnya juga sudah meneror benaknya. Akan buruk jika ia sudah sengsara di jalanan, lontang lantung menjadi pengemis, kemudian ujung—ujungnya malah ditangkap polisi.Semenjak itu, Qizha tidak berani keluar rumah. Siapa tahu ia sudah dijadikan tersangka. Dia hanya berani keluar di sekitar rumah saja.Lebih baik ia menetap di rumah saja. Tidak kemana- mana. Mungkin di sini ia masih bisa bertahan hidup.Qizha mengganti nomer ponselnya. Bahkan Arsen pun tak akan bisa menghubunginya.Setelah Qizha memergoki perbuatan Arsen dan Sina, hubungannya dengan Sina jadi dingin. Mereka tidak bertegur sapa meski berada di satu rumah.Semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh Qizha seperti hari- hari biasanya.Sedangkan Sina dan Agata seperti ratu, duduk manis, main hp dan makan tidur.Qizha nyaris menjadi pembantu di rumahnya sendiri, melayani ibu tiri dan adik tiri yang tidak tahu diri.Tapi Qizha bersyukur mengetahui perbuatan biadab Arsen sehingga ia dijauhkan dengan jodoh menjijikkan sepertinya. Meskipun jodohnya sekarang malah dekat dengan lelaki buaya darat yang tak kalah mengerikan.***Hari pernikahan pun dilangsungkan. Rumah sudah ramai oleh para tamu undangan. Dekorasi khas pernikahan menghiasi rumah itu.Agata adalah orang paling berbahagia hari itu.Demikian juga Sina yang tak kalah senang karena bakal turut mencicipi uang lima ratus juta.Bily justru tampak resah. Serba salah.Sofian datang membawa buket bunga, serta parcel berisi uang ratusan juta sebagai mahar.Semua orang mengiringi kedatangan Sofian, disambut baik oleh Agata dan para tetangga yang menyaksikan.Suasana di ruang tamu hingar bingar oleh suara tawa. Semuanya berkumpul. Penghulu pun sudah hadir.Buket, parcel dan tumpukan seserahan disusun di lantai dikelilingi banyak orang, yang kebanyakan mengabadikan dalam jepretan kamera hp. Qizha sudah mengenakan kebaya putih khas pengantin. Jilbab warna senada membungkus kepalanya. Wajahnya cantik sekali didandani oleh tukang salon.“Qizha, semua orang udah menunggu. Cepetan keluar!” pinta salah seorang tetangga yang menyembul masuk.“Ya, sebentar. Mbak keluar aja dulu! Sebentar lagi aku nyusul.”Wanita itu pun menutup pintu kamar.Qizha semakin gundah. Ia menatap cincin longgar pemberian Sofian. Cincinnya saja tidak tepat di jarinya, apa lagi orangnya?'Ya Allah.. Mohon beri petunjuk, apa yang harus aku lakukan untuk lepas dari masalah ini?'Setelah beberapa hari belakangan ia tak bisa berpikir apa- apa untuk bisa menghindar dari pernikahan konyol itu, kini tiba- tiba muncul ide nekat di kepalanya. Kabur.Qizha membuka jendela. Celingukan ke sana sini. Untung saja samping rumah tidak begitu ramai. Orang- orang mengerumun ke depan semua karena ingin menyaksikan uang mahar yang mencapai angka terbesar di komplek itu.Qizha mengambil kesempatan itu untuk kabur. Kebaya bawahannya yang sempit membuatnya kesulitan saat memanjat jendela yang agak tinggi. Namun ia berhasil memanjatnya meski harus terjatuh dan mencium tanah.Berikutnya, Qizha berlari secepat kilat menjauh dari rumah. Hujan deras menghuyur tubuhnya. Dingin sekali rasanya.Setelah ini, entah bagaimana nasibnya nanti. Semoga saja tidak menjadi gelandangan yang saat tengah malam ketemu wewe gombel. Yang penting dia bisa lepas dari Sofian, itu saja sudah cukup. "Woi.. pengantinnya kabur!" "Iya itu pengantinnya kabur!" Orang- orang yang memergoki Qizha tengah berlari kencang menjauh dari rumah, berteriak histeris sambil menunjuk- nunjuk ke arah Qizha. Mereka adalah orang- orang yang rewang dan sedang duduk di depan rumah. "Hadu
"Aku tidak tahu," jawab Qasam."Bohong!" sergah Sofian. "Geledah cepat!" perintahnya kepada anak buahnya.Beberapa orang maju hendak menggeledah.Qasam langsung memberikan tinjuan. Salah seorang terbang dan langsung terkapar di tanah, terguyur hujan.Semua orang terperanjat. "Pergi kalian!" titah Qasam dingin. “Aku tidak suka ada yang kurang ajar kepadaku. Jika kena pukulanku, hanya ada dua alamat yang akan kau tempuh, rumah sakit, atau kuburan!" Sofian menatap anak buah lainnya yang sejak tadi menjadi penonton, tidak berani maju. "Kenapa kalian diam? Maju dan lawan lelaki ini!""Bos saja yang maju.""Kampret!" Sofian kesal."Kuburan, bos. Belum kawin aku.""Cabut!" Sofian akhirnya mengajak anak buahnya pergi. Qasam membanting pintu. Untung saja bingkai pintu cukup kuat menahan hentakan. Kedatangan mereka benar- benar telah menyita waktunya saja. Dan wanita ini membawa masalah saja. "Thank's.." lirih Qizha gemetaran."Keluar kau! Pulang sana!" Qasam melenggang. Namun sial, tubuhny
"Qizha ini lari dari pernikahannya karena tidak bersedia menikah dengan Pak Sofian. Dia kemudian lari kepada pujaan hatinya dan mengakibatkan perzinahan ini terjadi. Lebih baik mereka disatukan dalam ikatan pernikahan,” sambung Kyai Bahrun.Sofian jadi lemas mendengar perkataan kyai Bahrun. Kepalanya mendadak pusing, tapi malu kalau harus pingsan. Masak sih bos yang dituakan pingsan di depan umum? Gengsi.Sofian ternyata salah sudah menggiring Qasam dan Qizha menghadap pada Kyai. Berharap Qasam diusir atau dirajam, eh malah dinikahkan dengan wanita yang dia sukai. Namun ia tak bisa berkutik jika sudah warga dan kyai yang mengambil keputusan.Semuanya sepakat, Qizha harus menikah dengan Qasam."Tolong, tolaklah pernikahan ini!" bisik Qizha menatap Qasam di sisinya."Kau pikir aku pun mau menikahi wanita bodoh sepertimu? Diamlah dan terima saja!"Lidah lelaki ini benar- benar pahit. Qizha tak bisa berkutik dihadapkan pada pemuka agama dan warga sebanyak itu. Tatapan mereka semua meng
Suara bariton ditambah tatapan dingin Qasam melumpuhkan nyali Agata. Apa lagi tangan Qasam memegangi sebilah kaca tajam. Pria ini memang menakutkan baginya."Aku tidak suka orang mencelaku," sambung Qasam kemudian membuang potongan kaca ke lantai. Dentingannya menyakitkan telinga. Agata menelan saliva. Mendadak saja nyalinya menciut. Keberaniannya terbang entah kemana melihat sikap Qasam."Masih mau bersikap kurang ajar pada menantumu ini, hm?" Sorot mata Qasam benar- benar gelap dan dingin.Agata menggeleng dengan kaki menggelitik. Qasam memang menakutkan. Demikian juga Sina yang meringkuk ketakutan. "Pak mertua, nasihati istrimu itu, jangan suka julid sama menantu!" Qasam mendekati Bily dan menepuk pundak mertuanya.Bily hanya diam saja. Qasam lalu menarik lengan Qizha, membuat tubuh wanita itu tertarik berdiri. Dan ia terkesiap saat lengan kekar Qasam merangkul lehernya. Langkahnya terseret menuju kamar.Saat sampai di depan pintu kamar, Qasam menoleh pada Agata dan berkata,
Ranjang yang terbuat dari papan itu berderit saat Qasam menaikinya. Suaranya jelek dan menyebalkan.Apakah mungkin orang- orang di luar mendengar suara ranjang reot itu berderit?Bisa- bisa mereka mengira yang tidak - tidak meski memang aslinya tidak- tidak.Kasur terbuat dari busa yang ditiduri Qizha itu terayun. Di bagian kiri dan kanan, pertanda ada yang merangkak di sisi kiri kanan Qizha. Krieet krieeet…Ranjang sialan itu terus saja berderit. Bikin rame dan telinga keriting.“Sialan! Kenapa ranjang jelek ini terus saja berbunyi?” kesal Qasam. “Jika ranjang ini terus saja berbunyi, aku akan merobohkannya sekalian.”Perkataan Qasam membuat Qizha membuka mata. Dan ternyata pria itu sudah ada di atasnya, posisi merangkak dengan kaki dan tangan berada di sisi kiri dan kanan badan Qizha.Qizha menelan saliva. Gemetaran menatap wajah Qasam di atasnya.Apa yang akan dilakukan pria ini?“Kita malam pertama,” bisik Qasam.Qizha makin deg- degan. Bukan deg- degan karena jatuh cinta
"Lemari jelek itu akan kupakai. Hanya boleh digunakan oleh pakaianku saja, jangan dicampur dengan pakaianmu!" sambung Qasam.Qizha mematuhinya. Dia mengeluarkan pakaian dari lemari, lalu menaruh ke lantai. Untuk sementara biarkan saja dulu begitu. Besok akan dipikirkan harus disusun dimana."Apa aku udah boleh tidur nih?" tanya Qizha."Belum. Satu hal yang perlu kau ingat, jangan tidur menghadap aku. Kau itu buruk sekali. Mukamu jelek dan tidak enak dilihat.""Wajahku nggak perlu kuubah, kalau kamu melihatku jelek, buang aja matamu!"Loh, kok Qizha berani menjawab perkataan Qasam? Bahkan kalimatnya tidak enak begitu?Qasam sontak mengambil botol air mineral di atas meja, kemudian menyiramkan airnya ke kerudung Qizha.Seketika Qizha gelagapan dan menjerit kaget, "Qasam gepeng!"Duh, mulut malah mengeluarkan kata- kata tak enak saat kaget.Qizha mengusap wajahnya yang basah oleh aliran air. Dingin sekali pundaknya terkena tetesan air.Terpaksa ia menukar pakaian meski harus bersembunyi
Qasam mendorong motor matic tersebut mendekat ke arah warung. Dia usap keringat dengan lengan baju.“Mampir sini, Mas. Ngopi saja dulu!” pemilik warung tua ramah sekali.Inilah pertama kalinya Qasam mendorong motor di bawah terik matahari sampai berkeringat. Ia memasuki warung yang terbuat dari papan itu. Warung itu merupakan kedai kopi yang menjual berbagai macam menu sarapan, menyatu dengan warung sembako dan berbagai jenis sayur mayur mentah. Biasanya kedai kopi tutup jam tiga sore. Hanya warung sembako yang buka sampai malam.Beberapa orang pria sudah lebih dulu duduk di mengelilingi salah satu meja. Kelihatannya mereka adalah para suami takut istri, yang pergi meninggalkan rumah dengan alasan bekerja, tapi malah ngopi di warung.“Kopi satu!” pinta Qasam pada pak Senen, pemilik warung.“Baik, Mas.” Pak Senen mengangguk. “Bu, kopi satu untuk Nak Qasam.” Lelaki tua itu memerintah istrinya.Hampir semua orang mengenal Qasam. Sejak namanya naik daun gara- gara mengalahkan banyak prem
Meski dalam keadaan letih, senyum di wajah Qizha tetap tampil. Langkahnya tersendat saat melihat keberadaan Qasam di warung yang akan dia tuju. Satu- satunya warung yang paling dekat hanya itu. Jika ia harus berjalan lebih jauh lagi menuju warung di depan, maka ia pasti akan lebih lelah. Tenaganya sudah terkuras berjalan di bawah terik matahari. Maka lebih baik ia berbelanja di warung itu saja. Ia kembali melanjutkan langkah memasuki warung sembako yang menyatu dengan kedai kopi.Semoga saja Qasam tidak membuat ulah lagi."Beli apa, Zha?" tanya Bu Senen menyambut kedatangan Qizha dengan ramah.Qizha menyebut daftar belanjaan yang ia butuhkan sesuai catatan di kertas.Bu Senen mengambilkan barang- barang yang disebutkan. "Pulangnya barengan sama suami aja, Zha. Pasti capek jalan kaki kan? Tuh, suamimu kebetulan ada di sini," ucap Bu Senen.Qizha menoleh pada Qasam, mendadak bulu kuduknya merinding. Takut akan mendapati tatapan sangar suami. Namun dugaannya keliru, ia tidak mendapati