Share

05. Dipaksa Nikah

"Aku tidak tahu," jawab Qasam.

"Bohong!" sergah Sofian. "Geledah cepat!" perintahnya kepada anak buahnya.

Beberapa orang maju hendak menggeledah.

Qasam langsung memberikan tinjuan. Salah seorang terbang dan langsung terkapar di tanah, terguyur hujan.

Semua orang terperanjat.

"Pergi kalian!" titah Qasam dingin. “Aku tidak suka ada yang kurang ajar kepadaku. Jika kena pukulanku, hanya ada dua alamat yang akan kau tempuh, rumah sakit, atau kuburan!"

Sofian menatap anak buah lainnya yang sejak tadi menjadi penonton, tidak berani maju. "Kenapa kalian diam? Maju dan lawan lelaki ini!"

"Bos saja yang maju."

"Kampret!" Sofian kesal.

"Kuburan, bos. Belum kawin aku."

"Cabut!" Sofian akhirnya mengajak anak buahnya pergi.

Qasam membanting pintu. Untung saja bingkai pintu cukup kuat menahan hentakan. Kedatangan mereka benar- benar telah menyita waktunya saja. Dan wanita ini membawa masalah saja.

"Thank's.." lirih Qizha gemetaran.

"Keluar kau! Pulang sana!" Qasam melenggang. Namun sial, tubuhnya malah ditubruk badan Qizha yang terhuyung, terpaksa lengannya dengan sigap menangkap tubuh Qizha yang lemas, mata gadis itu terpejam.

"Hei jangan pingsan!" Qasam ingin melepaskan tubuh berbalut pakaian basah itu, namun itu tidak dia lakukan. Bisa kejedot kepala wanita itu kalau dilepaskan.

"Merepotkan saja!" Qasam menggendong tubuh lemas Qizha dan membawanya ke kamar.

Tubuh Qizha mengeriput kedinginan, kulitnya memucat pias. Bahkan bibirnya pun seperti kapas.

Qasam melepas pakaian Qizha. Membungkus dengan selimut.

Di sisi lain, Sofian menemukan robekan kebaya milik Qizha yang tersangkut paku di tiang jemuran. Sofian mengikuti tapak kaki yang mengarah ke teras rumah kontrakan itu.

Bahkan ia melihat cincin longgar pembeliannya yang tadi baru saja diserahkan kepada Qizha, terjatuh tiga centi di depan pintu rumah itu.

"Bedeb*h!" Sofian marah dan mendobrak pintu bersama dengan anak buahnya. Untung saja anak buahnya masih bisa bangkit bangun.

Mereka memergoki Qasam yang tengah duduk di atas kasur, bersebelahan dengan Qizha yang terbaring di kasur berbalut selimut, sedangkan kebayanya yang sobek teronggok di lantai.

"Setan! Jin iprit! Kerbau!" Sofian marah. Kemudian ia menoleh pada anak buahnya. "Lawan! Jangan bengong!" titah Sofian melihat anak buahnya yang malah diam.

Mendengar perintah itu, anak buah Sofian pun terpaksa maju menyerang Qasam, takut dianggap makan gaji buta kalau tidak menuruti perintah bos.

Bugh bugh bugh. Gedebug. Gubrak.

Satu lawan enam, namun keenamnya terkapar tak berdaya. Pukulan, tendangan dan gerakan Qasam benar- benar tak tertandingi.

Tak lama kemudian, warga menyeruduk masuk. Penasaran dengan keributan yang terjadi di dalam rumah kontrakan itu.

***

Kini, Qasam sudah duduk dikelilingi oleh warga. Ia dan Qizha dibawa kepada pemuka agama, kyai Bahrun.

Qizha yang duduk di sisi Qasam itu mengenakan pakaian gombrang kedodoran serta celana yang tak kalah kedodoran. Semua itu adalah pakaian milik Qasam.

Rasanya aneh saat berada di dalam baju kebesaran, seperti masuk ke dalam karung.

Qizha terpaksa harus memakai pakaian ala kadarnya demi menyelamatkan tampilannya.

“Pak kyai, Qizha ini adalah calon istri saya. Dia kabur dan malah diculik oleh lelaki biadab ini. Bahkan lelaki ini malah berbuat mesum pada calon istriku. Kita harus beri hukuman berat pada lelaki yang mengganggu calon istri orang!” tegas Sofian meminta bantuan kyai.

Setidaknya, jika tangannya sendiri tidak bisa melumpuhkan Qasam, maka ia berharap kyai yang akan menghancurkan Qasam. Bila perlu mengusir Qasam dari komplek itu.

“Tunggu dulu, saya butuh penjelasan darimu, anak muda!” Kyai Bahrun menatap Qasam intens. Penampilannya selalu khas layaknya seorang ustad dengan peci di kepala, sarung dan baju koko.

Qasam menyambar kerupuk dari tangan salah seorang pemuda di dekatnya, lalu menyantap salah satu isinya. Mengunyah santai, suara kriuk kriuk membuat riuh.

Dalam hati ia mengumpati Sofian yang membuatnya terjebak di situasi itu.

“Gadis ini mendatangi rumahku. Dan dia kedinginan karena kehujanan,” jelas Qasam enteng sekali. “Bajunya sobek- sobek. Lalu pingsan. Aku bawa ke kamar. Kulepas semua pakaiannya.”

Qizha membelalak, namun wajahnya tetap menunduk menahan rasa malu. Penjelasan Qasam memang asal nyeplos. Disidang dalam kondisi begini membuatnya malu setengah mati.

“Sialan! Enteng sekali kau bilang melepas pakaian calon istriku!” Sofian melangkah maju dan melayangkan tinju.

Namun kepalan tangannya itu berhasil ditahan oleh Qasam. Sigap sekali Qasam menangkap serangan. Kemudian Sofian mengerang kesakitan saat terdengar suara derakan dari pergelangan tangannya.

“Qasam, lepaskan dia! Kalau tangannya sampai patah, kau juga yang repot,” ucap kyai Bahrun dan langsung dipatuhi oleh Qasam.

Sofian merintih sambil mengibas- ngibaskan tangannya.

“Qasam, apa yang kau lakukan pada Qizha setelah itu?” tanya Kyai Bahrun.

“Aku melihat semuanya.”

Kasak kusuk semua orang mulai saling berbisik.

“Kau menyentuh Qizha?” tanya Kyai.

“Tentu saja aku menyentuhnya. Maksudku menyentuhnya saat melepas pakaian. Tapi tujuanku hanya ingin menghangatkan tubuh wanita ini dengan selimut.”

Kyai Bahrun mengangguk, mandapatkan kesimpulan. Lalu ia mengedarkan pandangan. “Kalian lihat Qasam berbuat mesum pada Qizha?” tanya Kyai Bahrun pada para saksi yang memergoki kejadian tadi.

“Ya, kyai. Kami melihat dengan mata kepala kami sendiri bahwa Qasam berbuat mesum. Dia harus dihukum berat. Dirajam. Atau diusir,” sahut salah seorang yang tadi mendapat pukulan dari Qasam. Dendamnya akan terbalas jika melihat Qasam diusir.

"Rajam saja dia." Salah seorang memberi komando.

"Ya, rajam!" Yang lain ikutan berteriak penuh semangat, beranggapan bahwa sebentar lagi akan ada tontonan seru.

Tak lama beberapa batu kerikil melayang ke arah Qasam, mereka ingin menghukum Qasam dengan rajam. Tapi sialnya batu malah mengenai jidat kyai.

Batu lainnya dengan nakalnya nyasar mengenai bokong lancip Sofian. Si batu tahu banget itu bokong minta ditabok. Posisi Sofian yang berada tak jauh dari Qasam membuat batu dengan mudah nyasar ke arahnya.

Spontan Sofian meringis menahan sakit. Lemparan batu benar- benar ampuh membuat benda bulat dan lancip itu lebam.

"Berhenti!" seru Qasam pada orang- orang yang melemparinya namun tak satu pun batu mengenainya. Ia berdiri tegap menghadap wajah- wajah di sekelilingnya.

Kemudian tangannya dengan sigap menangkap batu kerikil yang mengarah kepadanya.

"Hanya yang suci dan bersih dari dosa yang boleh melempar!" tegas Qasam sambil mengangkat kerikil di tangannya.

Tiba- tiba semuanya diam. Perkataan Qasam seolah menghakimi semua orang bahwa tak seorang pun diantara mereka yang bersih dari dosa.

Para pelaku zina garuk- garuk kepala.

Seseorang yang baru saja mengencani kekasih dan mengajak berhubungan terlarang pun malah saling lirik diantara keramaian. Mereka memang melakukan zina, namun nasib baik masih berpihak hingga perbuatan mereka tidak terbongkar di muka umum.

"Kalian menghakimi orang lain, tapi kalian lupa kalau kalian juga banyak dosa. Kalian sok suci. Munafik. Sampai detik ini kalian terlihat baik karena Tuhan masih menutupi aib kalian, andai saja Tuhan membuka aib kalian, maka borok kalian pasti jauh lebih menjijikkan," imbuh Qasam kemudian meludah. Dia lempar batu di tangannya ke tanah dengan kesal.

“Begini saja, jalan keluar yang sebaiknya adalah Qasam dan Qizha harus menikah," tegas Kyai Bahrun sambil mengelus jidatnya yang benjol akibat lemparan batu.

Perkataan itu membuat Qizha memucat pias.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Naj Ji
Hahaha...raSAin. KAMU SOFian boKong KenA timpuK. bAtU. TApi. KASihAn KyAi BAdrUn. Kena. tiMPUK.juga jidat. nya
goodnovel comment avatar
Naj Ji
NAJWA...️EniSenSi Klara
goodnovel comment avatar
Phakoy Zott
seru bgt ceritanya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status