"Aku tidak tahu," jawab Qasam.
"Bohong!" sergah Sofian. "Geledah cepat!" perintahnya kepada anak buahnya.Beberapa orang maju hendak menggeledah.Qasam langsung memberikan tinjuan. Salah seorang terbang dan langsung terkapar di tanah, terguyur hujan.Semua orang terperanjat."Pergi kalian!" titah Qasam dingin. “Aku tidak suka ada yang kurang ajar kepadaku. Jika kena pukulanku, hanya ada dua alamat yang akan kau tempuh, rumah sakit, atau kuburan!"Sofian menatap anak buah lainnya yang sejak tadi menjadi penonton, tidak berani maju. "Kenapa kalian diam? Maju dan lawan lelaki ini!""Bos saja yang maju.""Kampret!" Sofian kesal."Kuburan, bos. Belum kawin aku.""Cabut!" Sofian akhirnya mengajak anak buahnya pergi.Qasam membanting pintu. Untung saja bingkai pintu cukup kuat menahan hentakan. Kedatangan mereka benar- benar telah menyita waktunya saja. Dan wanita ini membawa masalah saja."Thank's.." lirih Qizha gemetaran."Keluar kau! Pulang sana!" Qasam melenggang. Namun sial, tubuhnya malah ditubruk badan Qizha yang terhuyung, terpaksa lengannya dengan sigap menangkap tubuh Qizha yang lemas, mata gadis itu terpejam."Hei jangan pingsan!" Qasam ingin melepaskan tubuh berbalut pakaian basah itu, namun itu tidak dia lakukan. Bisa kejedot kepala wanita itu kalau dilepaskan."Merepotkan saja!" Qasam menggendong tubuh lemas Qizha dan membawanya ke kamar.Tubuh Qizha mengeriput kedinginan, kulitnya memucat pias. Bahkan bibirnya pun seperti kapas.Qasam melepas pakaian Qizha. Membungkus dengan selimut.Di sisi lain, Sofian menemukan robekan kebaya milik Qizha yang tersangkut paku di tiang jemuran. Sofian mengikuti tapak kaki yang mengarah ke teras rumah kontrakan itu.Bahkan ia melihat cincin longgar pembeliannya yang tadi baru saja diserahkan kepada Qizha, terjatuh tiga centi di depan pintu rumah itu."Bedeb*h!" Sofian marah dan mendobrak pintu bersama dengan anak buahnya. Untung saja anak buahnya masih bisa bangkit bangun.Mereka memergoki Qasam yang tengah duduk di atas kasur, bersebelahan dengan Qizha yang terbaring di kasur berbalut selimut, sedangkan kebayanya yang sobek teronggok di lantai."Setan! Jin iprit! Kerbau!" Sofian marah. Kemudian ia menoleh pada anak buahnya. "Lawan! Jangan bengong!" titah Sofian melihat anak buahnya yang malah diam.Mendengar perintah itu, anak buah Sofian pun terpaksa maju menyerang Qasam, takut dianggap makan gaji buta kalau tidak menuruti perintah bos.Bugh bugh bugh. Gedebug. Gubrak.Satu lawan enam, namun keenamnya terkapar tak berdaya. Pukulan, tendangan dan gerakan Qasam benar- benar tak tertandingi.Tak lama kemudian, warga menyeruduk masuk. Penasaran dengan keributan yang terjadi di dalam rumah kontrakan itu.***Kini, Qasam sudah duduk dikelilingi oleh warga. Ia dan Qizha dibawa kepada pemuka agama, kyai Bahrun.Qizha yang duduk di sisi Qasam itu mengenakan pakaian gombrang kedodoran serta celana yang tak kalah kedodoran. Semua itu adalah pakaian milik Qasam.Rasanya aneh saat berada di dalam baju kebesaran, seperti masuk ke dalam karung.Qizha terpaksa harus memakai pakaian ala kadarnya demi menyelamatkan tampilannya.“Pak kyai, Qizha ini adalah calon istri saya. Dia kabur dan malah diculik oleh lelaki biadab ini. Bahkan lelaki ini malah berbuat mesum pada calon istriku. Kita harus beri hukuman berat pada lelaki yang mengganggu calon istri orang!” tegas Sofian meminta bantuan kyai.Setidaknya, jika tangannya sendiri tidak bisa melumpuhkan Qasam, maka ia berharap kyai yang akan menghancurkan Qasam. Bila perlu mengusir Qasam dari komplek itu.“Tunggu dulu, saya butuh penjelasan darimu, anak muda!” Kyai Bahrun menatap Qasam intens. Penampilannya selalu khas layaknya seorang ustad dengan peci di kepala, sarung dan baju koko.Qasam menyambar kerupuk dari tangan salah seorang pemuda di dekatnya, lalu menyantap salah satu isinya. Mengunyah santai, suara kriuk kriuk membuat riuh.Dalam hati ia mengumpati Sofian yang membuatnya terjebak di situasi itu.“Gadis ini mendatangi rumahku. Dan dia kedinginan karena kehujanan,” jelas Qasam enteng sekali. “Bajunya sobek- sobek. Lalu pingsan. Aku bawa ke kamar. Kulepas semua pakaiannya.”Qizha membelalak, namun wajahnya tetap menunduk menahan rasa malu. Penjelasan Qasam memang asal nyeplos. Disidang dalam kondisi begini membuatnya malu setengah mati.“Sialan! Enteng sekali kau bilang melepas pakaian calon istriku!” Sofian melangkah maju dan melayangkan tinju.Namun kepalan tangannya itu berhasil ditahan oleh Qasam. Sigap sekali Qasam menangkap serangan. Kemudian Sofian mengerang kesakitan saat terdengar suara derakan dari pergelangan tangannya.“Qasam, lepaskan dia! Kalau tangannya sampai patah, kau juga yang repot,” ucap kyai Bahrun dan langsung dipatuhi oleh Qasam.Sofian merintih sambil mengibas- ngibaskan tangannya.“Qasam, apa yang kau lakukan pada Qizha setelah itu?” tanya Kyai Bahrun.“Aku melihat semuanya.”Kasak kusuk semua orang mulai saling berbisik.“Kau menyentuh Qizha?” tanya Kyai.“Tentu saja aku menyentuhnya. Maksudku menyentuhnya saat melepas pakaian. Tapi tujuanku hanya ingin menghangatkan tubuh wanita ini dengan selimut.”Kyai Bahrun mengangguk, mandapatkan kesimpulan. Lalu ia mengedarkan pandangan. “Kalian lihat Qasam berbuat mesum pada Qizha?” tanya Kyai Bahrun pada para saksi yang memergoki kejadian tadi.“Ya, kyai. Kami melihat dengan mata kepala kami sendiri bahwa Qasam berbuat mesum. Dia harus dihukum berat. Dirajam. Atau diusir,” sahut salah seorang yang tadi mendapat pukulan dari Qasam. Dendamnya akan terbalas jika melihat Qasam diusir."Rajam saja dia." Salah seorang memberi komando."Ya, rajam!" Yang lain ikutan berteriak penuh semangat, beranggapan bahwa sebentar lagi akan ada tontonan seru.Tak lama beberapa batu kerikil melayang ke arah Qasam, mereka ingin menghukum Qasam dengan rajam. Tapi sialnya batu malah mengenai jidat kyai.Batu lainnya dengan nakalnya nyasar mengenai bokong lancip Sofian. Si batu tahu banget itu bokong minta ditabok. Posisi Sofian yang berada tak jauh dari Qasam membuat batu dengan mudah nyasar ke arahnya.Spontan Sofian meringis menahan sakit. Lemparan batu benar- benar ampuh membuat benda bulat dan lancip itu lebam."Berhenti!" seru Qasam pada orang- orang yang melemparinya namun tak satu pun batu mengenainya. Ia berdiri tegap menghadap wajah- wajah di sekelilingnya. Kemudian tangannya dengan sigap menangkap batu kerikil yang mengarah kepadanya."Hanya yang suci dan bersih dari dosa yang boleh melempar!" tegas Qasam sambil mengangkat kerikil di tangannya.Tiba- tiba semuanya diam. Perkataan Qasam seolah menghakimi semua orang bahwa tak seorang pun diantara mereka yang bersih dari dosa.Para pelaku zina garuk- garuk kepala.Seseorang yang baru saja mengencani kekasih dan mengajak berhubungan terlarang pun malah saling lirik diantara keramaian. Mereka memang melakukan zina, namun nasib baik masih berpihak hingga perbuatan mereka tidak terbongkar di muka umum."Kalian menghakimi orang lain, tapi kalian lupa kalau kalian juga banyak dosa. Kalian sok suci. Munafik. Sampai detik ini kalian terlihat baik karena Tuhan masih menutupi aib kalian, andai saja Tuhan membuka aib kalian, maka borok kalian pasti jauh lebih menjijikkan," imbuh Qasam kemudian meludah. Dia lempar batu di tangannya ke tanah dengan kesal.“Begini saja, jalan keluar yang sebaiknya adalah Qasam dan Qizha harus menikah," tegas Kyai Bahrun sambil mengelus jidatnya yang benjol akibat lemparan batu.Perkataan itu membuat Qizha memucat pias."Qizha ini lari dari pernikahannya karena tidak bersedia menikah dengan Pak Sofian. Dia kemudian lari kepada pujaan hatinya dan mengakibatkan perzinahan ini terjadi. Lebih baik mereka disatukan dalam ikatan pernikahan,” sambung Kyai Bahrun.Sofian jadi lemas mendengar perkataan kyai Bahrun. Kepalanya mendadak pusing, tapi malu kalau harus pingsan. Masak sih bos yang dituakan pingsan di depan umum? Gengsi.Sofian ternyata salah sudah menggiring Qasam dan Qizha menghadap pada Kyai. Berharap Qasam diusir atau dirajam, eh malah dinikahkan dengan wanita yang dia sukai. Namun ia tak bisa berkutik jika sudah warga dan kyai yang mengambil keputusan.Semuanya sepakat, Qizha harus menikah dengan Qasam."Tolong, tolaklah pernikahan ini!" bisik Qizha menatap Qasam di sisinya."Kau pikir aku pun mau menikahi wanita bodoh sepertimu? Diamlah dan terima saja!"Lidah lelaki ini benar- benar pahit. Qizha tak bisa berkutik dihadapkan pada pemuka agama dan warga sebanyak itu. Tatapan mereka semua meng
Suara bariton ditambah tatapan dingin Qasam melumpuhkan nyali Agata. Apa lagi tangan Qasam memegangi sebilah kaca tajam. Pria ini memang menakutkan baginya."Aku tidak suka orang mencelaku," sambung Qasam kemudian membuang potongan kaca ke lantai. Dentingannya menyakitkan telinga. Agata menelan saliva. Mendadak saja nyalinya menciut. Keberaniannya terbang entah kemana melihat sikap Qasam."Masih mau bersikap kurang ajar pada menantumu ini, hm?" Sorot mata Qasam benar- benar gelap dan dingin.Agata menggeleng dengan kaki menggelitik. Qasam memang menakutkan. Demikian juga Sina yang meringkuk ketakutan. "Pak mertua, nasihati istrimu itu, jangan suka julid sama menantu!" Qasam mendekati Bily dan menepuk pundak mertuanya.Bily hanya diam saja. Qasam lalu menarik lengan Qizha, membuat tubuh wanita itu tertarik berdiri. Dan ia terkesiap saat lengan kekar Qasam merangkul lehernya. Langkahnya terseret menuju kamar.Saat sampai di depan pintu kamar, Qasam menoleh pada Agata dan berkata,
Ranjang yang terbuat dari papan itu berderit saat Qasam menaikinya. Suaranya jelek dan menyebalkan.Apakah mungkin orang- orang di luar mendengar suara ranjang reot itu berderit?Bisa- bisa mereka mengira yang tidak - tidak meski memang aslinya tidak- tidak.Kasur terbuat dari busa yang ditiduri Qizha itu terayun. Di bagian kiri dan kanan, pertanda ada yang merangkak di sisi kiri kanan Qizha. Krieet krieeet…Ranjang sialan itu terus saja berderit. Bikin rame dan telinga keriting.“Sialan! Kenapa ranjang jelek ini terus saja berbunyi?” kesal Qasam. “Jika ranjang ini terus saja berbunyi, aku akan merobohkannya sekalian.”Perkataan Qasam membuat Qizha membuka mata. Dan ternyata pria itu sudah ada di atasnya, posisi merangkak dengan kaki dan tangan berada di sisi kiri dan kanan badan Qizha.Qizha menelan saliva. Gemetaran menatap wajah Qasam di atasnya.Apa yang akan dilakukan pria ini?“Kita malam pertama,” bisik Qasam.Qizha makin deg- degan. Bukan deg- degan karena jatuh cinta
"Lemari jelek itu akan kupakai. Hanya boleh digunakan oleh pakaianku saja, jangan dicampur dengan pakaianmu!" sambung Qasam.Qizha mematuhinya. Dia mengeluarkan pakaian dari lemari, lalu menaruh ke lantai. Untuk sementara biarkan saja dulu begitu. Besok akan dipikirkan harus disusun dimana."Apa aku udah boleh tidur nih?" tanya Qizha."Belum. Satu hal yang perlu kau ingat, jangan tidur menghadap aku. Kau itu buruk sekali. Mukamu jelek dan tidak enak dilihat.""Wajahku nggak perlu kuubah, kalau kamu melihatku jelek, buang aja matamu!"Loh, kok Qizha berani menjawab perkataan Qasam? Bahkan kalimatnya tidak enak begitu?Qasam sontak mengambil botol air mineral di atas meja, kemudian menyiramkan airnya ke kerudung Qizha.Seketika Qizha gelagapan dan menjerit kaget, "Qasam gepeng!"Duh, mulut malah mengeluarkan kata- kata tak enak saat kaget.Qizha mengusap wajahnya yang basah oleh aliran air. Dingin sekali pundaknya terkena tetesan air.Terpaksa ia menukar pakaian meski harus bersembunyi
Qasam mendorong motor matic tersebut mendekat ke arah warung. Dia usap keringat dengan lengan baju.“Mampir sini, Mas. Ngopi saja dulu!” pemilik warung tua ramah sekali.Inilah pertama kalinya Qasam mendorong motor di bawah terik matahari sampai berkeringat. Ia memasuki warung yang terbuat dari papan itu. Warung itu merupakan kedai kopi yang menjual berbagai macam menu sarapan, menyatu dengan warung sembako dan berbagai jenis sayur mayur mentah. Biasanya kedai kopi tutup jam tiga sore. Hanya warung sembako yang buka sampai malam.Beberapa orang pria sudah lebih dulu duduk di mengelilingi salah satu meja. Kelihatannya mereka adalah para suami takut istri, yang pergi meninggalkan rumah dengan alasan bekerja, tapi malah ngopi di warung.“Kopi satu!” pinta Qasam pada pak Senen, pemilik warung.“Baik, Mas.” Pak Senen mengangguk. “Bu, kopi satu untuk Nak Qasam.” Lelaki tua itu memerintah istrinya.Hampir semua orang mengenal Qasam. Sejak namanya naik daun gara- gara mengalahkan banyak prem
Meski dalam keadaan letih, senyum di wajah Qizha tetap tampil. Langkahnya tersendat saat melihat keberadaan Qasam di warung yang akan dia tuju. Satu- satunya warung yang paling dekat hanya itu. Jika ia harus berjalan lebih jauh lagi menuju warung di depan, maka ia pasti akan lebih lelah. Tenaganya sudah terkuras berjalan di bawah terik matahari. Maka lebih baik ia berbelanja di warung itu saja. Ia kembali melanjutkan langkah memasuki warung sembako yang menyatu dengan kedai kopi.Semoga saja Qasam tidak membuat ulah lagi."Beli apa, Zha?" tanya Bu Senen menyambut kedatangan Qizha dengan ramah.Qizha menyebut daftar belanjaan yang ia butuhkan sesuai catatan di kertas.Bu Senen mengambilkan barang- barang yang disebutkan. "Pulangnya barengan sama suami aja, Zha. Pasti capek jalan kaki kan? Tuh, suamimu kebetulan ada di sini," ucap Bu Senen.Qizha menoleh pada Qasam, mendadak bulu kuduknya merinding. Takut akan mendapati tatapan sangar suami. Namun dugaannya keliru, ia tidak mendapati
Motor yang tadinya mogok, sudah baikan setelah diotak- atik oleh Qasam. Bruk!Tubuh Arsen terserempet motor Qasam, ia terhuyung. Untungnya masih bisa mempertahankan tubuh supaya tetap tegak berdiri.Qasam segera turun dari motor dan menghampiri Arsen.Bugh!Kepalan tinjunya menghantam wajah Arsen, membuat tubuh Arsen langsung jatuh ke tanah.“Apa yang kau lakukan dengan istriku? Kenapa kau pegang tangannya, hm?” Qasam menunjuk- nunjuk ke arah Arsen.Qizha takut melihat aksi pemukulan itu. Ia tak bisa berbuat apa- apa kecuali menatap panik.Arsen memegangi pipinya, keluar darah segar dari salah satu sudut bibirnya yang pecah.“Sekali pukul saja, kau pasti merasakan sakit yang luar biasa. Mau ditambah sekali lagi?” Qasam mengangkat dagunya dengan angkuh.“Maaf aku sudah membuatmu salah paham!” ucap Arsen sambil mengusap darah yang menetes. Ia bangkit berdiri dengan sudah payah.“Jangan bicara apa pun! Aku tidak butuh penjelasan apa- apa! Apa pun alasannya, kau dilarang menyentuh istriku
Muka Agata langsung memucat. Ia pun pergi ngibrit meninggalkan Qasam.Qizha tersenyum melihat ibunya seperti terpental begitu. Kayak orang kena setrum, langsung mental. Senyum Qizha mendadak hilang saat melihat sosok pria yang berdiri di sisinya. Muncul ketegangan. Entah kenapa selalu saja muncul ketegangan setiap kali berdekatan dengan Qasam. Pria ini memiliki aura ketegasan yang tak dimiliki oleh siapa pun. Qizha langsung mengalihkan pandangan saat matanya bertemu dengan mata Qasam. Ia selalu saja kalah tatap jika bertukar pandang."Aku mau memasak di dapur." Qizha bergerak hendak melangkah pergi. Namun lengan Qasam menghadang tepat di depan mukanya, melintang dan menapakkan telapak tangan di dinding. "Kamu mau apa lagi? Mau dibuatin kopi?" tanya Qizha. "Jangan memasak apa pun!" "Loh, ibu bisa ngamuk kalau aku nggak masak. Salah- salah dia ngereog dan ngomel sampai pagi." "Kau lebih takut padaku atau dia?" "Keduanya. Sama- sama nyeremin." Qasam terkesiap. Sialan nih oran