Share

Menjalankan Peran

Author: Afnasya
last update Last Updated: 2025-02-20 17:56:23

Eleanor memukul kepalanya ketika mengingat pertanyaan konyol yang meluncur dari mulutnya.

“Bodoh! Kenapa juga ini mulut enggak bisa direm!” rutuk Eleanor sambil memukul mulutnya. “Untung saja tadi ada telepon, jadi aku bisa langsung kabur. Coba kalau enggak?”

Eleanor merebah dan menatap langit-langit kamarnya. Kamar dengan cat dinding berwarna putih itu tampaknya lega karena hanya ada ranjang, lemari serta kursi yang terletak di sudut. Jendela berukuran besar pun menambah kesan luas, sehingga cahaya matahari masuk dengan leluasa.

Wanita itu segera bangkit dan berjalan menuju pintu kaca yang mengarah ke balkon. Dia menghirup udara sore hari sambil tersenyum lebar. Lalu, berjalan keluar dan bersandar di pagar besi. Dia mengedarkan pandangan, kemudian tatapannya tertuju pada kolam renang yang berada tepat di bawah.

Eleanor berbalik dan berjalan keluar kamar. Bosan yang melanda membawa langkahnya menjelajahi seisi rumah. Dia turun ke lantai satu dan berjalan menuju dapur. Tangannya mengusap meja dapur yang terbuat dari marmer sambil tersenyum lebar. Lalu, tatapannya berhenti pada oven yang menyatu dengan kompor dengan empat tungku.

Puas menjelajahi dapur, Eleanor berjalan keluar dan mendapati kolam renang yang dilihatnya dari kamar tadi. Dia duduk di tepi kolam dan mencelupkan tangan kanannya, kemudian bermain air sesaat.

Kini langkahnya kembali menyusuri ruangan yang terletak di samping kolam. Ruangan itu terpisah dari rumah utama. Karena penasaran, Eleanor masuk dan menjelajahi ruangan itu sambil tersenyum. Lalu, tatapannya mengarah kepada satu pintu yang terletak di sudut kiri ruangan. Dia berjalan ke sana dan membukanya. Tampak beberapa alat untuk latihan bela diri tersusun rapi di rak.

Eleanor hendak berbalik ketika tanpa sengaja kakinya tersandung sesuatu. Dia menunduk dan menemukan satu bagian lantai yang sedikit terbuka. Tangannya sudah terulur hendak memeriksanya.

“Apa yang kamu lakukan di sini?”

“Astaga!” Eleanor segera mundur selangkah saat melihat Darren mendadak muncul sambil melayangkan tatapan tajam. “Ma-maaf, aku cuma penasaran ruangan apa ini.”

“Pergilah! Tidak ada yang menarik di sini.”

Eleanor mengangguk sebelum berjalan tergesa-gesa meninggalkan ruangan. Namun, langkahnya terhenti kala teringat sesuatu.

“Ehm, mau makan apa untuk malam ini? Aku akan memasaknya untukmu.”

“Apa saja, pasti akan aku makan.”

Eleanor kembali mengangguk sebelum berlari menuju dapur. Sesampainya di sana, dia mengatur napas yang sempat tersengal sebelum membuka lemari pendingin. Lalu, mengamati bahan apa saja yang ada sebelum mengambil beberapa.

Beruntungnya selama tinggal di rumah sang ayah, dia sudah terbiasa dengan segala pekerjaan rumah termasuk memasak. Helena sebagai seorang ratu di rumah justru selalu menyuruh Eleanor. Sejak membuka mata hingga hampir terpejam ada saja perintah yang harus dikerjakan. Karena itulah Eleanor tidak kaget saat harus melayani suaminya.

Melihat bahan yang ada, Eleanor akan memasak steik daging, kentang tumbuk, salad sayur dan buah. Dengan cekatan, dia mulai memasak sambil bersenandung kecil. Hal yang selalu dilakukannya.

Tiga puluh menit kemudian, masakannya sudah tersaji di meja. Dia tersenyum puas sebelum berlari ke ruangan tadi dan mendapati Darren sedang duduk sambil meneguk air dalam botol. Wajah, tubuh, dan rambut pria itu basah oleh keringat. Untuk sesaat, Eleanor membeku di tempat. Namun, dia segera menggeleng lemah setelah ingat tujuannya menemui Darren.

“Ehm, makan malam sudah siap. Mau makan sekarang?”

Darren menoleh sekilas sebelum kembali meneguk air dalam botol hingga tandas. Lalu, bangkit dan berjalan menuju dapur. Dia menatap meja makan sesaat dan memilih berjalan menuju tangga.

“Aku harus mandi. Tunggu lima belas menit lagi.”

Eleanor mengangguk dan menatap Darren menaiki satu per satu anak tangga hingga hilang di balik pintu kamarnya. Dia menghela napas berat sebelum mengendus sesuatu.

“Astaga, aku juga belum mandi.”

Secepatnya, dia berlari menaiki tangga menuju kamar. Lalu, mandi dan berpakaian sebelum kembali turun ke dapur untuk menghangatkan makanan. Tepat saat itulah Darren terlihat duduk di meja makan.

“Semoga suka. Maaf kalau ada yang kurang.”

Darren menghela napas panjang sebelum memotong daging steik dan memasukkannya ke mulut. Dia mengunyah perlahan sebelum melanjutkan makan hingga selesai. Lalu, mengelap mulut dan bangkit dari duduk.

Sementara, Eleanor memelongo karena tidak ada kata yang terucap selama sesi makan malam itu. Dia bahkan tak mendapatkan sepatah kata dari suaminya.

“Ehm, apa kamu suka makanannya?”

Darren yang hendak melangkah, berhenti sejenak. Dia menatap piring yang telah kosong sebelum menatap Eleanor. Lalu, mengangguk sebagai jawaban sebelum kembali melangkah menaiki tangga menuju ruang kerjanya.

“Hanya begitu saja?” tanya Eleanor pada dirinya sendiri. Lalu, menatap piring kosong yang telah ditinggalkan Darren sebelum melanjutkan makannya.

Usai membereskan meja makan, Eleanor beranjak ke ruang keluarga dan hendak menyalakan televisi. Namun, ponsel yang ada dalam saku celananya seketika berdering. Dia langsung merogoh saku celana dan melihat siapa yang menelepon. Senyumnya tersumir kala membaca nama Danu yang tertera di sana.

“Halo, Yah.” Eleanor langsung menyapa begitu menjawab panggilan.

“Heh, kapan mau ambil semua barang kamu? Kalau kelamaan, nanti aku buang. Soalnya kamar kamu mau dijadiin gudang sama Mama.”

Eleanor terkejut saat mendengar suara Agatha di ujung telepon. Senyum yang sejak tadi mengembang perlahan pudar.

“Besok pagi aku ambil semuanya. Tolong jangan dibuang dulu, ya?”

“Aku enggak janji.”

Telepon terputus. Eleanor menggeram kesal hingga menggenggam erat ponsel yang masih ada di telinganya. Dia kembali menekan kontak sang ayah, tetapi kali ini panggilannya ditolak. Tak hilang akal, Eleanor mencari kontak Agatha dan melakukan panggilan. Namun, kembali kecewa yang didapat karena Agatha mematikan ponselnya.

Eleanor berjalan mondar-mandir sambil menggigit kuku karena khawatir berlebihan. Dia takut semua barangnya benar-benar akan dibuang Helena. Padahal masih ada beberapa foto sang ibu yang tersimpan rapi di salah satu buku kuliahnya.

Berulang kali Eleanor menatap jam dinding dan pintu ruang kerja Darren. Ingin rasanya mengetuk pintu itu dan memohon izin agar bisa pulang malam ini. Namun, apa kata tetangga jika tahu hal itu dilakukannya.

“Masa iya pengantin baru malah keluyuran, bukannya malam pengantin di kamar.”

Eleanor mengacak-acak rambut karena frustasi. Lalu, menghempaskan bobot tubuhnya di sofa sambil menghela napas berat.

“Biar besok pagi saja aku pulang. Lagipula sudah terlalu malam sekarang.”

Eleanor hendak beranjak saat mendengar langkah kaki menuruni tangga. Dia mendongak dan berserobok dengan Darren.

“Butuh sesuatu?”

“Aku mau kopi tanpa gula.”

“Biar aku buatkan. Tunggu saja di sana, nanti aku antarkan.”

Eleanor mengulas senyum di akhir kalimat, tetapi hanya tatapan dingin yang didapatnya. Begitu Darren berbalik ke ruang kerja, wanita itu segera ke dapur dan membuat kopi hitam sebelum mengantarkannya ke atas.

Usai mengetuk pintu dan dipersilakan, Eleanor masuk sambil membawa nampan berisi secangkir kopi hitam. Lalu, meletakkannya di meja dan berdiri di dekat sofa. Melihat itu, Darren melayangkan tatapan penuh tanya.

“Ada yang mau kamu bicarakan?”

Eleanor mengangguk sebelum maju selangkah. Dia mendekap erat nampan di depan dada sambil menatap sang suami.

“Ehm, bolehkah besok pagi aku pulang ke rumah? Ada beberapa barang yang harus aku ambil.”

Darren mengernyit sesaat sebelum mengangguk. Melihat itu, Eleanor tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Lalu, pergi meninggalkan ruangan menuju kamarnya. Lega, dia akhirnya bisa tertidur lelap malam itu.

Keesokan harinya, Eleanor bergegas membuat sarapan usai bangun tidur. Dengan telaten, wanita itu mengambilkan nasi dan lauk sebelum menyerahkannya kepada sang suami. Lalu, makan dalam diam hingga selesai.

Setelah membereskan meja makan, Eleanor menyambar tas dan tergesa-gesa keluar rumah. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Darren sudah menunggunya di dalam mobil.

“Cepat naik! Aku antar sampai rumah.”

Eleanor tersenyum dan memasuki mobil. “Terima kasih. Sebenarnya tidak usah diantar tidak apa-apa. Aku takut kamu sibuk, jadi ....”

“Pasang sabukmu! Aku tidak mau kena pelanggaran nantinya.”

Eleanor segera menuruti perintah Darren, kemudian duduk sambil menatap ke depan. Sepanjang perjalanan tak ada yang membuka mulut hingga akhirnya sampai di depan rumah bercat hijau muda. Wanita itu segera turun dari mobil, tetapi tatapannya langsung tertuju ke halaman belakang rumah.

Asap hitam tampak membumbung tinggi. Dilanda kepanikan, Eleanor setengah berlari menuju halaman belakang. Lalu, tatapannya tertuju kepada Agatha dan Helena yang tertawa sambil menenteng sesuatu.

“Apa yang kalian lakukan!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Luka

    Eleanor bergegas mendekati Agatha dan Helena yang berdiri tak jauh dari sumber api. Dia menatap tumpukan barang yang telah terbakar api sebelum kembali menatap kedua wanita di depannya.“Kenapa kalian bakar semua barangku? Bukankah aku bilang kalau akan mengambilnya.”“Kalau dipikir-pikir mendingan dibakar saja. Lagipula buat apa kamu ributin barang rombeng itu. Masa suami kamu tidak bisa belikan yang baru?” Helena tertawa mengejek saat kembali memasukkan satu helai baju ke dalam kobaran api.Eleanor mematung dengan kedua mata memerah menahan tangis. Kedua tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Dia menggeram kesal sebelum akhirnya menyambar buku yang hendak diambil Helena.“Setidaknya semua barang rombeng ini hasil keringatku sendiri, bukan karena merengek kepada Ayah.”“Jaga mulut kamu, Elea!” pekik Helena sambil memelotot. Wajahnya merah padam karena menahan amarah. “Mulai berani kamu, hah!”“Memang benar apa yang aku bilang, kan?”“Kita kasih dia pelajaran saja,

    Last Updated : 2025-02-28
  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Mengingat Masa Lalu

    “Terima kasih.”Eleanor langsung memeluk Darren setelah mendapati foto sang ibu utuh kembali. Senyumnya mengembang karena bahagia. Namun, menyadari tindakannya salah, dia segera melerai pelukan.“Ma-maaf.” Eleanor kembali menyunggingkan senyum sambil menatap lekat foto di tangannya. Lalu, setetes bulir bening membasahi pipinya. Namun, dia segera menyekanya. “Sekali lagi terima kasih banyak. Tapi, bagaimana bisa?” Alih-alih menjawab, Darren justru melontarkan tanya. “Apa kamu senang?”“Iya, aku sangat senang sekali.” Eleanor menatap Darren sekalinlagi sebelum kembali ke foto di tangannya. “Semua foto ibu sudah dibuang sama Mama Helena. Untung saja aku berhasil menyembunyikan ini dan menyimpannya.”Eleanor menghela napas berat saat ingatannya kembali beberapa tahun sebelumnya. Helena yang dia anggap bisa memberikan kasih sayang sebagai sosok seorang ibu, justru memberikan beribu luka di hati. Semua sikapnya dianggap salah oleh ibunya Agatha itu. Tak terhitung lagi berapa banyak ka

    Last Updated : 2025-03-01
  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Kamu Milikku

    “Setuju tidak setuju, kamu harus menikahi Agatha minggu depan!”Hanya kalimat itu yang masih terdengar saat Eleanor melewati pintu masuk. Dia berjalan beriringan dengan sang suami menuju ruang keluarga. Suasana menjadi hening saat melihatnya dan Darren tiba.Eleanor segera menyalami orang yang ada di sana satu per satu. Namun, hanya Agatha dan Alden yang menolak. Dia tak ambil pusing dan duduk di samping suaminya.“Kenapa Kakek memanggil kami?” tanya Darren langsung pada intinya.“Kakek cuma mau ajak kalian makan siang bersama saja. Sekalian ada yang mau Kakek bicarakan sama kamu, Darren. Kita ke ruang kerja Kakek sekarang.”Eleanor menatap sekilas sang suami sebelum mengangguk. Lalu, menatap punggung lelaki itu hingga hilang di balik pintu bercat hitam.“Bagaimana kabarmu, Elea? Maaf kalau Ayah belum bisa menjengukmu.”“Tidak apa-apa, Yah. Aku baik-baik saja.”Danu hendak bangkit dari duduk untuk mendekati Eleanor, tetapi Helena segera mencegahnya.“Duduk di sini saja, Pa. B

    Last Updated : 2025-03-01
  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Degup Pertama

    Darren kembali menutup pintu dan bergeming sesaat. Namun, bayangan tentang apa yang dilihat berhasil membuatnya mengumpat. Dia menghela napas berat sebelum mengetuk pintu.Eleanor berdiri di dekat ranjang dengan wajah kuyu. Rambutnya masih basah, bahkan bibirnya sedikit membiru karena kedinginan. Namun, wanita itu berusaha untuk menyunggingkan senyuman.“Ma-maaf, aku tadi kaget karena ada yang tiba-tiba masuk.”Darren hanya menatap sang istri, kemudian menelisiknya sebelum melempar tanya. “Apa kamu baik-baik saja?”“Iya, cuma agak sedikit kedinginan saja.”“Kita pulang sekarang.”Eleanor terkejut dengan ucapan suaminya. Dia ingin bertanya, tetapi pria itu kembali membuka suara. “Lupakan makan siangnya, kita pulang sekarang. Kakek sudah memberi izin.”Eleanor mengerti. Namun, dia terkejut saat melihat Darren berjalan mendekatinya. Dia segera mundur sampai menabrak lemari. Lalu, memejamkan mata ketika melihat sang suami makin mendekat dan mengulurkan tangannya.“Pakai ini! Aku l

    Last Updated : 2025-03-02
  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Selembar Foto

    Eleanor mengerjap saat mendengar suara alarm. Dia meraba untuk mencari ponsel dan mematikan alarmnya. Lalu, duduk dan meregangkan otot sejenak sebelum berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Senyumnya terkembang ketika berdiri sambil mematut diri di depan cermin. Pagi itu dia mengenakan gaun sebatas betis berwarna kuning pastel.Sambil bersenandung lirih, Eleanor menuruni tangga menuju dapur. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Darren ada di ruang olahraga. Dia segera memutar arah dan berjalan mengendap-endap sampai di sudut luar ruangan.Dalam ruangan berukuran sekitar enam puluh meter persegi itu, Darren sedang berlatih memukul samsak menggunakan sarung tinju. Peluh telah membanjiri wajah dan rambutnya. Bahkan baju bagian belakangnya basah kuyup oleh keringat.Eleanor tak melepaskan tatapannya dari sang suami hingga tanpa sadar senyum tipis tersumir di bibirnya. Namun, aksinya terhenti kala mendengar suara bel. Dia bergegas berlari ke depan untuk membukakan pintu.Wa

    Last Updated : 2025-03-02
  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Kesepakatan

    Eleanor mengulas senyum tipis untuk meredam sejenak gelebah dalam dada. Lalu, beranjak ke dapur untuk membuat sarapan. Meskipun hatinya merapuh, kewajiban menghidangkan makanan untuk sang suami tetap utama. Bagi wanita itu bentakan dan amarah yang datang dari Darren masih lebih baik dibanding saat Helena dan Agatha yang melakukannya. Kedua wanita yang telah mengambil seluruh hati sang ayah itu telah berhasil memporakpondakan kehidupannya. Namun, Eleanor terus berusaha untuk kuat dan tegar. Asalkan masih bisa tinggal dan hidup di rumah bersama Danu. Sepuluh menit berselang, Eleanor baru selesai membuat ayam panggang. Dia menatap pintu ruang kerja sang suami sebelum menghela napas berat. Lalu, kembali menyelesaikan masakan sebelum menatanya di nampan. Eleanor menarik napas panjang dan mengembuskannya berulang kali sebelum mengetuk pintu ruang kerja Darren. Lalu, membuka pintu dan masuk perlahan. Dia melirik sekilas sang suami yang fokus menatap kertas di tangannya sambil meletakkan

    Last Updated : 2025-03-03
  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Pembalasan Eleanor

    Eleanor tiba setelah hampir satu setengah jam terjebak di jalan karena macet. Bertepatan dengan itu, Danu keluar rumah bersama Helena. Melihat sang anak datang, pria yang memakai kemeja abu-abu itu tersenyum.Eleanor mempercepat langkah dan hendak menyalami sang ayah, tetapi Helena menghadang.“Bukankah kamu buru-buru, Pa? Ayo, jalan sekarang daripada nanti kejebak macet.”“Tapi, Ma. Elea baru saja datang. Lagipula masih ada sepuluh menit lagi, enggak apa-apa, kan?”Helena mendengkus kesal sebelum berlalu ke dalam rumah, sedangkan Danu menyambut kedatangan sang anak sambil tersenyum.“Ayah mau balik ke kantor? Maaf, kalau aku datang sekarang. Ada yang mau aku kasih ke Ayah.”“Enggak apa-apa, Elea. Kita masuk, ya?”Eleanor menggamit lengan sang ayah dan mengajaknya masuk. Lalu, duduk di ruang tamu. Wanita itu segera membuka kotak yang dibawa dan membukanya.“Selamat ulang tahun, Ayah. Semoga sehat selalu.”“Terima kasih, Elea. Seharusnya tidak perlu repot begini.”“Ini hanya

    Last Updated : 2025-03-05
  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Keputusan Eleanor

    Eleanor segera berjalan ke lemari untuk mengambil gelas, kemudian mengisinya dengan air. Sementara, Darren bersikap biasa sambil merapikan kotak obat. Setelahnya, tatapan pria itu mengarah kepada sang tamubyang tak lain adalah Kakek William.“Ada perlu apa Kakek ke sini?”“Kenapa? Tak bolehkah Kakek mengunjungi cucunya?” tanya Kakek William balik sambil terkekeh saat melihat Eleanor salah tingkah di depan kompor. “Oh, apakah Kakek harus menghubungi dulu sebelum ke sini? Takutnya hal seperti tadi terjadi lagi?”Eleanor menunduk dalam sambil memejamkan mata mendengar celoteh Kakek William. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus sekarang. Berulang kali dia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan sebelum mengambil cangkir dan membuat teh hangat. Lalu, menghidangkannya kepada pria dengan rambut keperakan itu.“Terima kasih, Elea. Duduklah! Ada yang mau Kakek tanyakan padamu.”Eleanor menurut. Dia segera menarik kursi yang ada di samping sang suami sebelum mengempaskan bobo

    Last Updated : 2025-03-05

Latest chapter

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Demi Kamu

    Darren berjalan ke depan untuk membukakan pintu. Saat melihat Pak Surya yang datang, dia segera mempersilakan masuk dan mengajak ke ruang kerja.“Ada masalah apa, Pak?” tanya Darren sambil menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi kerjanya.“Ada customer baru yang ingin bertemu dengan Bapak.” Pak Surya mengangsurkan sebuah berkas ke meja dan menjelaskan sedikit tentang pelanggan baru mereka.“Bukankah Bapak bisa menghandle sendiri? Kenapa harus aku diundang juga?”“Saya minta maaf, Pak. Tapi, besok itu saya ... ehm, saya ada keperluan yang tidak bisa ditunda. Ini customer besar, makanya saya tidak bisa sembarangan menyerahkannya kepada orang lain.”Darren menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan sebelum akhirnya menyetujui pertemuan besok. Setelah memberikan kepastian, Pak Surya pamit. Sementara itu, Darren kembali ke kamar dan melihat Eleanor duduk di meja rias sambil mengeringkan rambut dengan hair dryer. Dia mendekat dan langsung mengambil alih alat di tangan istrinya. Lalu, me

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Demi Kamu

    Darren berjalan ke depan untuk membukakan pintu. Saat melihat Pak Surya yang datang, dia segera mempersilakan masuk dan mengajak ke ruang kerja. “Ada masalah apa, Pak?” tanya Darren sambil menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi kerjanya. “Ada customer baru yang ingin bertemu dengan Bapak.” Pak Surya mengangsurkan sebuah berkas ke meja dan menjelaskan sedikit tentang pelanggan baru mereka. “Bukankah Bapak bisa menghandle sendiri? Kenapa harus aku diundang juga?” “Saya minta maaf, Pak. Tapi, besok itu saya ... ehm, saya ada keperluan yang tidak bisa ditunda. Ini customer besar, makanya saya tidak bisa sembarangan menyerahkannya kepada orang lain.” Darren menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan sebelum akhirnya menyetujui pertemuan besok. Setelah memberikan kepastian, Pak Surya pamit. Sementara itu, Darren kembali ke kamar dan melihat Eleanor duduk di meja rias sambil mengeringkan rambut dengan hair dryer. Dia mendekat dan langsung mengambil alih alat di tangan istr

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Kenangan di Masa Lalu

    Darren tersadar dan segera menjauh mendengar pertanyaan dari istrinya. Dia memilih berjalan ke balkon dan duduk di salah satu bangku yang ada di sana. “Kamu belum jawab pertanyaanku?” Pria itu menoleh sekilas sebelum kembali menatap ke depan. Merasa diabaikan, Eleanor mendekat dan duduk di samping suaminya. Dia hendak membuka mulut, tetapi sang suami lebih dulu membuka kata. “Ya, maksudnya dulu saat kita belum dilahirkan ke dunia. Tapi nama kita sudah disandingkan dalam takdir-Nya.” Bibir Eleanor membulat membentuk huruf O setelah mendengar jawaban suaminya. Dia tersenyum semringah sambil menatap langit yang kelabu. “Sepertinya akan turun hujan. Aku harap tak ada geledek yang datang.” “Kenapa kamu takut geledek, Sayang?” Eleanor menarik napas panjang sebelum mengembuskannya perlahan, kemudian pikirannya menerawang jauh menembus masa kelam di saat dia masih berumur sepuluh tahun. “Aku pernah pulang telat karena terlalu asyik bermain dengan temanku. Waktu itu lang

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Aku Mencintaimu

    Eleanor menoleh dan terkejut melihat Alden berdiri dua meter darinya. Senyum yang semula tersumir di bibir lesap dan berganti dengan ketidaknyamanan. “A-Alden?” Hanya satu kata yang mampu diucapkan Eleanor begitu melihat Alden berjalan mendekat. Dia segera bangkit dari duduk dan melangkah mundur. “Lima tahun memang bukan waktu yang singkat untuk bisa melupakanku bukan?” Eleanor menggeleng sambil terus melangkah mundur saat Alden mendekat. Namun, saat kesekian kali menghindar, Alden sigap menangkap pergelangan tangannya. Pria itu menarik Eleanor hingga tak berjarak dengan tubuhnya. Alden tersenyum bahagia karena bisa menatap wajah cantik Eleanor yang dulu bisa membuatnya menggila. Sayangnya, senyum itu berubah dengkus kesal saat melihat sebuah tanda merah samar di ceruk leher Eleanor. “Kamu sudah tidur dengannya, El?” “Bukan urusan kamu lagi, Al!” sentak Eleanor sambil berusaha melepaskan tangan Alden. “Urus saja Agatha dan calon anak kamu!” “Aaargh!” Alden berte

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Ancaman

    Darren dengan sigap mendekap sang kakek dan menuntunnya menuju kamar. Dalam ruangan dengan nuansa serba putih itu, Darren membaringkan sang kakek dan duduk di tepi ranjang. Pria itu menoleh saat mendengar suara pintu dibuka dan melihat Eleanor masuk sambil membawa segelas air.“Terima kasih, Elea.” Darren mengambil gelas dan segera memberikannya kepada sang kakek. “Minum dulu, Kek. Di mana obatnya?”Darren bergegas membuka laci pertama dan menemukan satu botol kaca penuh dengan tablet berwarna putih. Dia mengambil satu butir dan memberikannya kepada Kakek William. Selang lima menit usai menenggak obat, nyeri di dada kiri Kakek William berangsur mereda.“Kamu masih ingat tempat menyimpannya, Darren?”“Ternyata Kakek yang tidak berubah.”Kedua pria beda generasi itu saling tatap sebelum tertawa bersama. Sementara di belakang Darren, Eleanor menatap penuh tanya.“Ini obrolan antar pria, Elea.” Kakek William seolah-olah menjawab pertanyaan di kepala Eleanor. Mendengar itu, Eleanor m

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Perseteruan Dimulai

    “Aku haus.” Darren segera berlalu dari kamar dan kembali sambil membawa segelas air minum, kemudian menyodorkan kepada istrinya. Usai meneguk air dalam gelas hingga tandas, Eleanor meletakkan gelas di nakas dan menatap Darren. “Kakek William menyuruhmu datang ke rumahnya?” Darren mengangguk lemah sebelum berlalu ke wardrobe dan mengganti bajunya dengan setelan celana kain hitam dan kemeja biru tua. Dia kembali menemui Eleanor sambil memegang jam tangan dan duduk di tepi ranjang. Lalu, mengganti tali jam tangannya dengan hadiah pemberian dari istrinya. Eleanor memperhatikan sang suami hingga selesai sebelum mencoba untuk bangkit sambil menahan nyeri. “Mau ke mana?” tanya Darren sambil mengernyit heran. “Aku mau ikut ke rumah Kakek William.” “Tidak perlu. Biar aku sendiri karena kamu masih kesakitan begitu.” Eleanor menggeleng lemah sebelum kembali berjalan menuju pintu. Dia sengaja mengulas senyum karena tidak mau sang suami mengkhawatirkannya. “Sakitnya sudah

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Pengalaman Pertama

    Eleanor mengerjap kala sinar mentari menyentuh kulitnya. Dia tergagap dan hendak bangkit, tetapi sesuatu menahannya. Dia menoleh dan mendapati seraut wajah terlihat damai dalam tidurnya. Lalu, sekelebat bayangan tentang kejadian semalam kembali berputar di kepala.Spontan Eleanor menggigit bibir bagian bawah sebelum memejamkan mata sejenak. Lalu, perlahan melepaskan tangan kiri sang suami yang semalaman memeluk perutnya. Dengan gerakan pelan, dia beringsut duduk dan hendak turun dari ranjang.“Aduh!” seru Eleanor saat merasakan bagian bawah tubuhnya berkedut nyeri. Dia sampai menggigit bibir untuk menahan sakit yang mendera sebelum kembali mencoba untuk bangkit.“Jangan dipaksakan. Tunggu sebentar.” Eleanor menoleh, tetapi segera berpaling saat melihat Darren sedang memakai celana boxernya. “Sakit?”Kali ini Eleanor mengangguk lemah saat melihat sang suami mendekat dan berdiri di hadapannya. Perlahan pria itu membopong sang istri, tetapi cengkeraman erat di lengan membuatnya menge

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Hadiah Terindah

    Bahu Eleanor merosot saat mengetahui bahwa Darren tengah terlelap di sofa sambil memeluk bantal. Wajah teduh pria itu membuat Eleanor tak sampai hati membangunkannya. Akhirnya dia memilih untuk meletakkan kue dan tas kertas ke meja kerja dan duduk di kursinya. Selang sepuluh menit kemudian, Darren terlihat menggeliat sebelum membuka mata. Tepat saat itulah Eleanor bangkit dan segera mendekatinya sambil membawa kue. “Selamat ulang tahun.” Darren bergeming sejenak setelah melihat kue di tangan istrinya. Lalu, tatapannya beralih kepada Eleanor yang ternyata masih mengenakan celemek dengan beberapa bagian wajahnya terkena tepung. “Kenapa? Kuenya jelek, ya? Maaf, aku hanya bisa membuatnya seperti ini. Tapi aku jamin rasanya pasti enak, kok.” Melihat suaminya masih bungkam, Eleanor yang awalnya antusias menjadi tak bersemangat. Dia menghela napas panjang sebelum menarik kembali kue di hadapan Darren. Dia memutar tumit dan hendak berlalu, tetapi Darren segera mencekal pergelang

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Kejutan

    Agatha memutar bola mata malas sebelum melangkah masuk dan mengempaskan kasar tubuhnya ke sofa. Dia memejamkan mata dan menghela napas panjang. Sementara, Helena duduk di sofa single dan menatap sang anak penuh tanya. “Kamu kenapa, Sayang? Ada masalah dengan suamimu?” Agatha melirik sekilas sebelum kembali memejamkan mata dan menghela napas panjang kembali. “Andai tahu begini akhirnya, aku tidak akan pernah mau mengikuti semua permainan Mama.” Helena membeliak mendengar ucapan sang anak, kemudian bangkit dari duduk dan mendekatinya. “Jangan keras-keras, Agatha. Jangan sampai papamu mendengarnya.” Wanita yang suka menggerai rambut bergelombangnya itu celingukan sebelum menepuk lengan Agatha. Agatha segera membuka mata dan beringsut duduk. Dia mengerucutkan bibir sambil mendengkus kesal. “Aku harus bagaimana sekarang, Ma? Punya suami, tapi seperti janda. Alden sama sekali tidak mau menyentuhku.” “Bukankah kamu sudah memberinya ‘itu’?” “Gagal semuanya, Ma. Sekarang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status