***"Darimana kamu?"Felicya yang baru saja membuka gerbang seketika terdiam melihat Rafly duduk di kursi yang berada di teras rumah sambil memandangnya dengan raut wajah serius."Kamu," panggil Felicya. "Lagi ngapain di luar?""Ditanya malah balik nanya," kata Rafly. "Kamu darimana?""Aku dari butiklah," kata Felicya. Setelah gerbang terbuka, dia menghampiri Rafly lalu memberikan kunci mobilnya pada sang suami. "Nih, masukkin mobil aku."Rafly masih menatap Felicya sementara tangannya perlahan terulur—mengambil kunci mobil yang diberikan istrinya itu."Nanti aku masukkin.""Kok nanti sih? Sekarang, Raf," kata Felicya. "Kamu ini kan seharian enggak ke mana-mana, masa disuruh masukkin mobil aja enggak mau sih? Aku lagi hamil anak kamu nih.""Aku bukan enggak mau, Felicya," kata Rafly. "Kan barusan udah aku bilang mau, cuman nanti setelah kamu jawab, kamu darimana? Lagian susah banget tinggal jawab doang.""Pagi tadi aku berangkat ke butik, kan?" tanya Felicya. "Ya sekarang aku dari but
***"Bilangin ke Papa, enggak."Sekali lagi, ucapan tersebut diucapkan Danendra pada dua pria di depannya yang baru saja datang beberapa menit lalu untuk memberikan sebuah kabar.Danish dan Aksa. Tak masuk secara baik-baik karena Danendra yang tak mau membukakan pintu apartemen, kedua pria itu memanfaatkan koneksi mereka untuk membobol pintu password yang dipakai Danendra.Dan tentu saja apa yang dilakukan Danish juga Aksa cukup membuat Danendra tak suka. Tidak sopan. Begitulah pernyataan Danendra ketika dua saudaranya itu masuk tanpa permisi tepat saat dia baru saja selesai menyuapi Elara makan sore."Udah seminggu masa ngambeknya enggak kelar-kelar, Dan?" tanya Aksa. Setelah senin lalu pulang ke Bandung, jumat sore ini Aksa memang kembali ke Jakarta untuk merayakan sebuah acara minggu malam nanti dikediaman Alexander.Tak sendiri, kali ini Aksa datang bersama istri juga anak-anaknya begitupun Danish yang baru saja datang dari Surabaya bersama Ayuma juga dua putri dan satu putranya.
***"Padahal aku bilang enggak usah dijemput."Mobil sedan hitam yang dia naikki baru saja melaju, ucapan itu langsung dilontarkan Danendra pada sang supir yang saat ini terlihat santai mengemudi tanpa menghiraukan ucapan sang adik.Supir sedan hitam itu adalah Aksa. Pukul lima sore, dia sudah datang ke apartemen untuk menjemput Danendra agar adiknya itu benar-benar datang ke rumah karena semuanya sudah disiapkan."Kalau enggak dijemput, takut enggak datang," kata Aksa."Aku bukan orang yang ingkar," kata Danendra sambil menggendong Elara yang terlelap. Usai makan sore, putrinya itu memang sudah terlelap dan jujur saja jika tak ingat dengan ucapan Danish dua hari lalu tentang dirinya yang akan dijodohkan, Danendra tak akan datang.Hari minggunya bisa dibilang cukup buruk karena tak bertemu Adara. Dia yang biasa datang setiap hari untuk menjenguk sang istri, siang ini justru tak bisa bertemu karena sesuatu hal.Petugas yang berjaga di sana berkata jika Adara sedang ada kegiatan di lua
***"Hai, Dan. Apa kabar? Btw, selamat ulang tahun ya. Wish you all the best."Danendra tak langsung menjawab pertanyaan kabar maupun ucapan ulang tahun yang barusaja diucapkan seorang perempuan cantik di depannya.Masih berdiri di dekat pintu, Danendra mengerjap beberapa kali untuk memastikan nyata atau tidaknya apa yang saat ini dia lihat karena tentu saja semuanya terasa seperti mimpi."Dan, kok diam?" Danendra mengerjap lagi lalu berjalan mendekat. Sebelum menghampiri perempuan tersebut, dia lebih dulu menidurkan Elara di bagian tengah kasur."Pastiin tidurnya di tengah. Elara lagi lincah-lincahnya. Takut jatuh," kata perempuan itu lagi."I-iya."Setelah memastikan Elara aman, Danendra berbalik lalu perlahan melangkah menghampiri perempuan cantik berambut hitam yang masih setia berdiri di posisinya."R-Ra." Danendra tergagap sementara tangan kanannya yang tiba-tiba saja mengalami tremor, perlahan terulur dan bermuara di pipi kiri Adara. "I-ini kamu?"Adara.Perempuan yang membuat
***"Dan, udah. Ayo bangun."Sekali lagi Adam mengucapkan kata tersebut ketika sudah hampir sepuluh menit Danendra menenggelamkan kepala diantara kedua pahanya yang dibalut sarung.Pukul enam lebih sepuluh menit, semua anggota keluarga melaksanakan sholat maghrib berjamaan di tempat khusus yang disediakan.Menitipkan anak-anak pada pelayan yang kebetulan sedang berhalangan, sholat berjamaah keluarga besar Adam terasa begitu khusyuk dipimpin oleh Adam sendiri yang menjadi imam.Sholat selesai, orang-orang tak langsung membubarkan diri—khususnya Danendra yang langsung mendekati Adam untuk meminta maaf.Tak pernah merasa gengsi, Danendra dengan segala kerendahan hatinya langsung bersujud di kedua kaki Adam—meminta maaf atas semua yang sudah dia katakan dan lakukan pada sang Papa.Tak lupa Danendra pun berkata jika dia dia menyesal dengan semuanya. Semarah apapun dia pada Adam, tak seharusnya Danendra berperilaku tak sopan."Danendra berdosa sama Papa," lirih Danendra—masih dengan posisin
***"Enjoy ya. Nikmati malam kalian. Anak-anak aman di sini."Berdiri di teras rumah bersama Adam, Teresa terlihat sumringah melihat ketiga mobil di depan rumah yang sudah siap pergi.Tiga mobil tersebut tentu saja berisi ketiga putra dia dan Adam bersama istri masing-masing.Makan malam usai, Teresa memang meminta Danendra, Aksa, juga Danish membawa istri mereka keluar menikmati malam di kota Jakarta.Refreshing. Begitulah ucapan Teresa pada ketiga putra mereka—terutama Danendra yang jelas harus mengajak Adara berjalan-jalan setelah dua minggu di dalam sel tahanan."Titip anak-anak ya, Ma," kata Ananta."Siap.""Kalau Adeeva sama Aretha rewel, Mama telepon aku aja ya," kata Ayuma."Enggak akan, cucu Oma baik-baik," ucap Teresa."Ma," panggil Adara—membuat perhatian Teresa beralih."Ya?""Makasih, ya," ucap Adara."Enggak bosen bilang itu terus?" tanya Teresa."Enggak.""Ck, kamu tuh," kata Teresa. "Udah sana berangkat sebelum malam, mau nonton film kan kalian tuh?" tanya Adam."Iya,
***"Terima kasih."Menerima enam buah tiket, Aksa tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali menghampiri saudaranya yang sudah menunggu di dekat bangku."Nih tiketnya," kata Aksa sambil membagikan tiket bioskop satu-persatu. "Studio lima, lima menit lagi.""Oh oke, thank you, Kak," kata Danendra."Makasih Kak Aksa," ucap Adara."Harus dibayar enggak nih?" tanya Danish."Bayar," kata Aksa. "Lima juta pertiket.""Dih, mahal banget," kata Danish."Suruh siapa nanya?" tanya Aksa. "Udah jelas-jelas enggak usah dibayar.""Kan kali aja," ucap Danish."Udah enggak usah berantem," kata Ananta. "Mendingan kita ke studionya sekarang terus nunggu film mulai di sana.""Nah mendingan gitu," ucap Ayuma setuju."Ya udah ayo."Setelahnya—bak remaja pubertas yang sedang menjalani triple data, Aksa, Danendra, juga Danish berjalan beriringan menuju studio tempat mereka akan menonton film.Dan tentu saja ketiga pasangan keluarga Alexander itu tak luput dari perhatian para pengunjung bioskop lain—terutama k
***"Lho, kok cuman berempat? Danendra sama Adara mana?"Teresa yang tengah berjalan menuruni tangga lantas berhenti lalu memperhatikan putra juga menantunya satu persatu setelah merasa ada yang kurang diantara mereka.Dan yang tak ada ternyata putra kesayangannya."Danendra belum pulang," kata Aksa. "Dia sama Dara katanya mau belanja bulanan dulu.""Oh gitu ya?" tanya Teresa. "Kira-kira masih di supermatket enggak ya? Mama mau nitip sesuatu. Nyuruh Mbak lupa terus."Danish mengedikkan bahu. "Mana Danish tahu," jawabnya. "Telepon aja Danendranya. Tanyain masih di mana.""Mau nitip apa sih Ma, emangnya?" tanya Aksa."Gula rendah kalori buat Papa. Stoknya habis, Mama lupa cek," kata Teresa."Mau Aksa beliin?""Enggak usah, Mama telepon Danendra aja," kata Teresa."Oh ya, Ma. Anak-anak di mana?" tanya Ananta. "Ngerepotin enggak tadi?""Anak-anak aman," kata Teresa. "Ketujuhnya udah tepar semua sama Papa. Sekarang di kamar tamu. Mereka tidur di bawah.""Syukurlah," kata Ayuma."Ya udah ka