***"Hai, Dan. Apa kabar? Btw, selamat ulang tahun ya. Wish you all the best."Danendra tak langsung menjawab pertanyaan kabar maupun ucapan ulang tahun yang barusaja diucapkan seorang perempuan cantik di depannya.Masih berdiri di dekat pintu, Danendra mengerjap beberapa kali untuk memastikan nyata atau tidaknya apa yang saat ini dia lihat karena tentu saja semuanya terasa seperti mimpi."Dan, kok diam?" Danendra mengerjap lagi lalu berjalan mendekat. Sebelum menghampiri perempuan tersebut, dia lebih dulu menidurkan Elara di bagian tengah kasur."Pastiin tidurnya di tengah. Elara lagi lincah-lincahnya. Takut jatuh," kata perempuan itu lagi."I-iya."Setelah memastikan Elara aman, Danendra berbalik lalu perlahan melangkah menghampiri perempuan cantik berambut hitam yang masih setia berdiri di posisinya."R-Ra." Danendra tergagap sementara tangan kanannya yang tiba-tiba saja mengalami tremor, perlahan terulur dan bermuara di pipi kiri Adara. "I-ini kamu?"Adara.Perempuan yang membuat
***"Dan, udah. Ayo bangun."Sekali lagi Adam mengucapkan kata tersebut ketika sudah hampir sepuluh menit Danendra menenggelamkan kepala diantara kedua pahanya yang dibalut sarung.Pukul enam lebih sepuluh menit, semua anggota keluarga melaksanakan sholat maghrib berjamaan di tempat khusus yang disediakan.Menitipkan anak-anak pada pelayan yang kebetulan sedang berhalangan, sholat berjamaah keluarga besar Adam terasa begitu khusyuk dipimpin oleh Adam sendiri yang menjadi imam.Sholat selesai, orang-orang tak langsung membubarkan diri—khususnya Danendra yang langsung mendekati Adam untuk meminta maaf.Tak pernah merasa gengsi, Danendra dengan segala kerendahan hatinya langsung bersujud di kedua kaki Adam—meminta maaf atas semua yang sudah dia katakan dan lakukan pada sang Papa.Tak lupa Danendra pun berkata jika dia dia menyesal dengan semuanya. Semarah apapun dia pada Adam, tak seharusnya Danendra berperilaku tak sopan."Danendra berdosa sama Papa," lirih Danendra—masih dengan posisin
***"Enjoy ya. Nikmati malam kalian. Anak-anak aman di sini."Berdiri di teras rumah bersama Adam, Teresa terlihat sumringah melihat ketiga mobil di depan rumah yang sudah siap pergi.Tiga mobil tersebut tentu saja berisi ketiga putra dia dan Adam bersama istri masing-masing.Makan malam usai, Teresa memang meminta Danendra, Aksa, juga Danish membawa istri mereka keluar menikmati malam di kota Jakarta.Refreshing. Begitulah ucapan Teresa pada ketiga putra mereka—terutama Danendra yang jelas harus mengajak Adara berjalan-jalan setelah dua minggu di dalam sel tahanan."Titip anak-anak ya, Ma," kata Ananta."Siap.""Kalau Adeeva sama Aretha rewel, Mama telepon aku aja ya," kata Ayuma."Enggak akan, cucu Oma baik-baik," ucap Teresa."Ma," panggil Adara—membuat perhatian Teresa beralih."Ya?""Makasih, ya," ucap Adara."Enggak bosen bilang itu terus?" tanya Teresa."Enggak.""Ck, kamu tuh," kata Teresa. "Udah sana berangkat sebelum malam, mau nonton film kan kalian tuh?" tanya Adam."Iya,
***"Terima kasih."Menerima enam buah tiket, Aksa tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali menghampiri saudaranya yang sudah menunggu di dekat bangku."Nih tiketnya," kata Aksa sambil membagikan tiket bioskop satu-persatu. "Studio lima, lima menit lagi.""Oh oke, thank you, Kak," kata Danendra."Makasih Kak Aksa," ucap Adara."Harus dibayar enggak nih?" tanya Danish."Bayar," kata Aksa. "Lima juta pertiket.""Dih, mahal banget," kata Danish."Suruh siapa nanya?" tanya Aksa. "Udah jelas-jelas enggak usah dibayar.""Kan kali aja," ucap Danish."Udah enggak usah berantem," kata Ananta. "Mendingan kita ke studionya sekarang terus nunggu film mulai di sana.""Nah mendingan gitu," ucap Ayuma setuju."Ya udah ayo."Setelahnya—bak remaja pubertas yang sedang menjalani triple data, Aksa, Danendra, juga Danish berjalan beriringan menuju studio tempat mereka akan menonton film.Dan tentu saja ketiga pasangan keluarga Alexander itu tak luput dari perhatian para pengunjung bioskop lain—terutama k
***"Lho, kok cuman berempat? Danendra sama Adara mana?"Teresa yang tengah berjalan menuruni tangga lantas berhenti lalu memperhatikan putra juga menantunya satu persatu setelah merasa ada yang kurang diantara mereka.Dan yang tak ada ternyata putra kesayangannya."Danendra belum pulang," kata Aksa. "Dia sama Dara katanya mau belanja bulanan dulu.""Oh gitu ya?" tanya Teresa. "Kira-kira masih di supermatket enggak ya? Mama mau nitip sesuatu. Nyuruh Mbak lupa terus."Danish mengedikkan bahu. "Mana Danish tahu," jawabnya. "Telepon aja Danendranya. Tanyain masih di mana.""Mau nitip apa sih Ma, emangnya?" tanya Aksa."Gula rendah kalori buat Papa. Stoknya habis, Mama lupa cek," kata Teresa."Mau Aksa beliin?""Enggak usah, Mama telepon Danendra aja," kata Teresa."Oh ya, Ma. Anak-anak di mana?" tanya Ananta. "Ngerepotin enggak tadi?""Anak-anak aman," kata Teresa. "Ketujuhnya udah tepar semua sama Papa. Sekarang di kamar tamu. Mereka tidur di bawah.""Syukurlah," kata Ayuma."Ya udah ka
***"Kalau ada apa-apa, panggil aku aja. Aku di ruang tengah, mau nonton tv.""Iya siap, Mas."Danish tersenyum lalu setelah itu dia meninggalkan Ayuma yang saat ini sudah berbaring di kasur bersama sang putra.Rasa kantuk yang belum datang melanda, Danish memutuskan untuk menonton televisi karena malam-malam begini biasanya ada tayangan berita atau semacamnya."Jam sepuluh malam," gumam Danish ketika dia melirik jam dinding berukuran besar di ruang tengah lantai dua.Duduk di sofa, Danish sengaja mengangkat kedua kakinya ke atas meja lalu bersandar sementara tangannya yang memegang remot, bergerak menekan tombol power."Oke kita cari taya-""Lagi apa?"Danish menoleh lalu mendongak dan yang dia dapati adalah Aksa."Kak.""Belum tidur?" tanya Aksa sambil mendudukkan dirinya di sofa sebelah kanan."Belum," kata Danish. "Enggak ngantuk.""Sama," kata Aksa."Ya udah sini aja nonton tv, jam segini biasanya ada berita seru," kata Danish."Ya udah," ucap Aksa.Sama seperti Danish, Aksa iku
***"Gimana, Dokter. Istri saya enggak apa-apa, kan? Enggak ada luka serius juga, kan?"Dokter perempuan yang baru saja memeriksa pasiennya itu mengukir senyum pada seorang pria yang saat ini terlihat begitu cemas dengan keadaan istrinya."Aman, Pak. Istri Bapak pingsan hanya karena syok saja," kata dokter tersebut menenangkan."Syukurlah."Dari sang dokter perhatian pria tampan tersebut beralih pada istrinya yang baru kembali sadar beberapa menit lalu setelah sebelumnya pingsan usai dia dan suaminya itu lolos dari maut yang hampir saja menghampiri."Gimana kondisi kamu sekarang, Ra? Udah enakkan?""Masih sedikit pusing, Dan."Danendra dan Adara. Tentu saja pasangan suami istri yang saat ini berada di ruang pemeriksaan salah satu rumah sakit besar itu adalah mereka.Hampir kehilangan nyawa karena mobil yang mereka tumpangi berhenti di tengah rel juga kereta api yang datang tiba-tiba, Adara dan Danendra masih diberi kesempatan hidup karena akhirnya—meskipun susah payah, keduanya bisa l
***"Kayanya enggak usah diobatin sekarang deh, Ra. Besok aja."Adara yang baru saja duduk di samping Danendra seketika mengerutkan keningnya."Besok gimana? Mau infeksi kamu?" omelnya pada Danendra.Pasalnya luka di dekat siku Danendra tak kecil. Meskipun tak dalam, tetap saja luka tersebut harus dibersihkan agar terhindar dari infeksi."Enggak akan, lukanya pasti besok kering kok," ucap Danendra. Membayangkan bagaimana perihnya alkohol mengenai bagian luka, rasanya Danendra ingin kabur saja.Ini bukan pertama kalinya Danendra mengalami luka karena beberapa bulan lalu dia bahkan mendapat yang lebih parah dari sekarang. Namun, tetap saja rasanya dia takut."Kering sama darah terus nanti infeksi," celetuk Adara sambil membuka kotak p3k yang baru saja dia ambil dari lemari.Di kediaman Alexander, kotak p3k memang berada di setiap kamar karena barang itu bisa dibilang wajib. Tak hanya peralatan untuk mengobati luka seperti alkohol atau betadine, di dalam kotak ajaib tersebut pun terdap