Mereka bertiga masuk ruang pemeriksaan, pertama Dokter mengajak mereka mengobrol dahulu. Kemudian barulah pemeriksaan kandungan. "Dengar suara detak jantungnya 'kan?" tanya Dokter saat meletakkan alat pendengar detak jantung janin dalam kandungan. "Keras sekali," ucap Damar. "Kalau usia empat bulan itu memang sudah terdengar suara detak jantungnya, Pak," balas Dokter. "Kalau kalau jenis kelamin bagaimana, Dok?" tanya Bu Margaret. "Tunggu sebentar, harusnya sih sudah bisa dilihat. Ukuran janin dan berat badan sudah sesuai dengan usianya. Tangan dan kaki mungil juga sudah terlihat, ya," ucap Dokter. Mereka bertiga menatap layar USG dengan seksama. Bahkan Damar tidak henti memandang layar datar dimana dia bisa melihat calon buah hatinya sambil mendengarkan keterangan dari Dokter. "Yah, janinnya selalu membelakangi kita setiap ingin melihat jenis kelaminnya," ucap Dokter. "Yah," ucap Damar sedikit kecewa."Tidak apa, Nak. Masih ada pemeriksaan selanjutnya," balas Bu Margaret.Dama
Di tempat yang tidak terlihat oleh keluarga Damar yang sedang bahagia itu, ada Cakra sendirian menikmati makan siang. Dia tidak suka melihat Soraya bahagia bersama pria lain.“Aduh,” keluh Soraya.“Ada apa?” tanya Bu Margaret khawatir.“Sepertinya ada yang sedang memperhatikan kita,” jawab Soraya.Damar langsung memperhatikan sekeliling, namun dia tidak menemukan ada yang membahayakan atau mencurigakan sama sekali.“Itu hanya perasaanmu saja, pilihlah makanan yang membuatmu berselera makan,” ucap Damar.“Baiklah,” jawab Soraya.Soraya menghembuskan nafas pelan dia mencoba untuk menenangkan pikirannya. Mungkin itu hanya firsat yang belum bisa dibuktikan dengan tindakan nyata. Yah ibu hamil memang penuh dengan perasaan was-was, itu pikiran Soraya lalu dia fokus memilih menu makanan yang bisa dia santap.“Aku ingin makan daging,” ucap Soraya.“Jangan makan daging bakar dulu, ya sayang. Makan daging rebus yang diolah dengan matang saja,” balas Bu Margaret.“Baiklah,” ucap Soraya menurut s
Cakra menatap Damar lekat-lekat, dia memang sengaja memancing amarah Cakra sepertinya. "Aku tidak menyesal, Sabrina termasuk primadona pada masanya. Yah, bisa menikahi dia adalah anugerah, walau penuh penderitaan seperti ini," jawab Cakra sambil tersenyum. "Primadona yang sesungguhnya adalah Soraya, Sabrina hanya tukang klaim karya orang lain," ledek Damar. "Walaupun begitu tapi dia sangat terkenal pada masanya, biarkan saja aku menikmati takdirku, dan kamu juga menikmati takdirmu sendiri," balas Cakra. "Ya, karena aku begitu beruntung mendapatkan permata yang terkubur. Sedangkan kamu mendapatkan sampah yang dibalut kecantikan," ucap Damar lalu dia berdiri dari duduknya. Dia berucap kembali, "Takdir kita memang berbeda. Aku pandai menilai dan kamu bodoh dalam menentukan sesuatu," Raut wajah Cakra sungguh tidak suka. Kenapa Damar yang sudah kaya sejak lahir bisa sangat seberuntung itu daripada dia, sempat merasakan kesulitan hidup, lalu bahagia banyak harta eh sekarang ha
Soraya tersenyum lalu baru menjawab, "Ya karena aku ini bukan dari keluarga terpandang. Keluarga Kwong hanya mengadopsi ku saja. Kini aku dibuang olehnya," Bu Margaret mengelus rambut Soraya lembut. Lalu beliau tersenyum ke arah Soraya."Sudah mama bilang berkali-kali, mama sama sekali tidak malu mempunyai menantu sepertimu, Nak. Kamu mempunyai bakat dan prestasi yang bagus. Kamu tidak memalukan walau bukan dari keluarga berada," balas Bu Margaret.Damar juga memegang tangan Soraya lalu mengelusnya lembut. Memberikan semangat agar Soraya tidak minder atau berpikir dia tidak pantas mendampingi Damar lagi."Aku tidak pernah malu mempunyai istri sepertimu," ucap Damar."Kamu adalah yang terbaik untukku," imbuh Damar."Terima kasih," ucap Soraya sambil tersenyum.Mereka bertiga kembali tersenyum, mengobrol lagi lalu mengingatkan Soraya untuk meminum vitaminnya.Dari kejauhan Cakra masih melihat keharmonisan Soraya dan keluarga suaminya. "Soraya, jika Damar memang lelaki yang mencintaimu
Damar tampak memicingkan matanya, dia menganggap pertanyaan itu hal sepele."Kalau ngantuk ya tidur saja lagi. Memang nggak ada hari esok?" balas Damar.Bu Margaret menjitak kepala Damar dia sangat kesal dengan jawaban itu. "Kamu belum bisa dikatakan sebagai suami idaman," jawab Bu Margaret."Kok bisa. Aku tampan dan kaya raya. Bagaimana bisa aku dianggap sebagai bukan suami idaman?" tanya Damar."Biar Mama beri tahu. Kalau istri yang sedang hamil meminta sesuatu dimalam hari kamu harus berusaha menurutinya kalau memang tidak bisa bujuk dia supaya mengerti. Ingat yang ingin makan sesuatu adalah calon anakmu yang ada dikandungan bukan istrimu," balas Bu Margaret.Akhirnya Bu Margaret menjelaskan panjang lebar mengenai menjadi suami idaman bagi istri yang sedang hamil.Tidak boleh mengeluh karena menghadapi orang hamil memang serba salah. Harus kuat-kuat menjadi suami, menjalani rumah tangga itu tidak hanya semata urusan ranjang saja."Apa kamu sudah mengerti?" tanya Bu Margaret dengan
Bu Margaret menggelengkan kepalanya dia tidak ingin merepotkan anak dan menantunya. Dia punya sopir pribadi mana mungkin mau diantar oleh anaknya."Tidak terima kasih. Sopir Mama sudah sampai di depan," ucap Bu Margaret."Ya ampun, kenapa aku bisa lupa kalau punya mertua orang kaya," balas Soraya sambil menepuk jidatnya."Ah, kamu ini bisa saja," ucap Bu Margaret lalu tertawa.Setelah memperingatkan untuk jaga kesehatan dan tidak makan sembarang makanan selama hamil. Bu Margaret langsung pergi menuju dimana sopirnya menunggu, yakini di pelataran rumah Damar."Hati-hati di jalan, Ma," ucap Damar sambil melakukan cipika cipiki.".jaga istrimu baik-baik, ya, kamu sudah memilihnya jadi kamu harus merawatnya dengan baik," balas Bu Margaret.Damar mengangguk tanda menyetujui apa yang dikatakan oleh Mamanya. Setelah selesai bercakap sebentar Bu Margaret langsung masuk mobil dan pergi meninggalkan kediaman Soraya dan Damar.Damar melambaikan tangan ke arah Mamanya lalu naik ke atas lantai dua
"Nomor baru?" ucap Damar lalu meletakkan ponselnya lagi."Yuk tidur lagi," ajak Damar pada Soraya.Soraya dan Damar langsung tidur lagi tidak menghiraukan telepon itu karena tidak ada nama di ponsel Damar.Soraya mengikuti Damar saja karena dia juga sudah mengantuk. Tapi ponsel itu terus berdering membuat Damar maupun Soraya tidak bisa memejamkan mata. Damar bangkit dari rebahannya lalu meraih ponselnya dan mengangkat dengan kesal."Siapa sih malam-malam begini menelpon. Tidak tahu waktu saja kamu!" bentak Damar.["Kamu enak sekali sedang berbahagia Menikmati hidup bersama istrimu,"] ucap seorang wanita di seberang sana."Tentu saja aku harus bahagia hidup bersama istriku sendiri. Memangnya kamu siapa sampai tidak tahu aturan menelponku di jam malam seperti ini," bentak Damar karena kesal waktunya istirahat malah menerima telpon dari orang yang tidak dikenal.["Tentu saja aku adalah orang yang membenci kebahagiaan kalian,"] balas orang yang ada di seberang sana.Damar menutup teleponn
Mata Damar membelalak kaget, melihat siapa yang ada di depan matanya. Bukannya manusia itu sedang di penjara kenapa bisa ada di resepsionis kantornya."Seperti yang kamu lihat. Aku sangat sehat dan masih kaya raya," jawab Damar dengan sinis. Dia menyembunyikan dengan baik rasa kagetnya."Kalau dilihat dari mata telanjang memang seperti itu. Tapi aku tahu pasti di hatimu sedang bertanya-tanya kenapa aku bisa bebas dari penjara," ucap Sabrina dengan percaya diri."Itu tidak penting bagiku. Karena tidak ada hubungannya dengan pundi-pundi kekayaan yang aku dapat," balas Damar lalu mendorong Sabrina agar menjauh darinya. Damar meninggalkan Sabrina begitu saja menuju ruang kerjanya. Dia meminta resepsionis untuk mengusir Sabrina dari kantornya. Melihat wajah Sabrina membuat suasana hatinya berubah menjadi tidak beraturan."Apa Cakra tidak menepati janjinya?" gumam Damar lalu mengambil ponsel dan menelpon Cakra. Dia akan sangat marah kalau Cakra ternyata mengkhianati dan mengingkari semua ke